Anda di halaman 1dari 6

RACUN APATISME MAHASISWA

Oleh: Retma Ayu Ningtyas


163221056/English Education Dept’16
Ada fenomena menarik yang tidak lagi menjadi rahasia umum kini menggerogoti
mahasiswa/I di setiap kampus berbasis agama ataupun bukan yaitu “Kupu-kupu mati.” Apa itu
“Kupu-kupu mati”?. “Kupu-kupu mati” adalah sebuah singkatan yang terdiri dari tiga kata yang
memiliki arti “Kuliah-pulang-kuliah-pulang makan tidur.” Unik bukan? Terlalu unik untuk
dijelaskan jika mahasiswa seperti ini dibiarkan berkembang biak begitu saja. Bukan suatu
kebanggaan barangkali, mahasiswa/I yang lebih cenderung masuk ke dalam kelompok “kupu-
kupu mati” patut membanggakan diri. Dan, kita sebagai pembaca yang arif juga tidak bisa
menjustifikasi mereka begitu saja karena pilihan mereka yang dianggap terlalu ‘sia-sia’ di
bangku perkuliahan ini.
Siapa diri kita saat ini kiranya dapat membuat penyadaran diri lebih dini. Harusnya
memang seperti itu. Jika ada pertanyaan, apakah status anda saat ini? Mahasiswakah?
Pelajarkah? Atau bahkan Pengangguran?. Alhasil, jawaban yang dipilih untuk para mahasiswa
pasti opsi paling pertama yaitu mahasiswa itu sendiri. Itu artinya, mereka sadar bahwa diri
mereka mahasiswa tapi kontribusi dan tanggung jawab yang mereka emban itu belum jelas
seperti apa bentuknya. Dan ini menjadi problematika tersendiri bagi mereka.
Sebagian orang menilai bahwa “mahasiswa” adalah sebutan sakral. Sakral berarti bahwa
“mahasiswa” sering disebut dalam istilah asing seperti the agent of change, the agent of social
control, iron stock, penyambung lidah rakyat, dan masih banyak istilah asing lain. Mahasiswa
sering disebut juga insan-insan intelektual yang bermoral, kritis, dan berbudi pekerti luhur. Tapi
nyatanya? Kejahatan tampak seperti tawuran, free sex, pesta narkoba, perpeloncoan, bullying,
hingga kejahatan yang tidak nampak seperti cyber crime.
Kita tidak bisa mendujge secara langsung, bahwa pola pikir seperti inilah yang telah
terbangun di kalangan mahasiswa serta telah menjadi bagian dari paradigma masyarakat. Media
memiliki peran potensial dalam membentuk opini masyarakat Indonesia yang tidak bisa lepas
dari pengaruh globalisasi yang mendunia.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mahasiswa adalah orang yang sedang belajar di
perguruan tinggi. Siapapun dia yang tengah berproses di perguruan tinggi swasta ataupun negeri
adalah mahasiswa. Jika ditinjau menurut pengertian ini, yang membedakan mahasiswa dengan
siswa/I SMA ataupun SMP adalah tempat belajar menuntut ilmunya. Jika mahasiswa di kampus,
maka SMA atau SMP belajar di sekolahnya masing-masing.
Lantas, bagaimana dengan Apatis?. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Apatis
adalah sebuah sikap acuh tidak acuh terhadap usaha pembangunan pemerintah, kemudian
mendapat serapan apathy dari Bahasa Inggris yang mempunyai arti “tanpa perasaan”. Jadi,
intinya perasaan acuh tak acuh itu dikategorikan menjadi rasa apatis.
Sudah banyak tulisan yang menjelaskan mengenai keapatisan mahasiswa dalam berbagai
aspek kehidupan mulai dari kurangnya kritik terhadap kebijakan pemerintah yang tidak pro
rakyat, hingga keapatisan terhadap teman satu angkatan yang mendapat diskriminasi dari pihak
petinggi kampus contohnya adalah pembagian biaya UKT yang tidak sesuai sasarannya.
Pernahkah anda bertanya pada diri sendiri, bahwa ilmu anda sudah cukup untuk bekal
masa depan anda?
Pernahkah anda bertanya pada diri anda sendiri, bahwa anda membutuhkan sebuah
wadah untuk mengasah keahlian anda?
Kontribusi/prestasi seperti apa yang pernah anda dapatkan selama anda menjadi
mahasiswa hingga detik ini?
Bagaimana anda bisa menjawab pertanyaan sederhana diatas? Harus mulai darimana
anda menjawabnya?
Penulis pikir tidak begitu sulit jika anda bisa menjawab pertanyaan diatas, karena
pertanyaan diatas didesain sesederhana mungkin agar tidak menyulitkan pembaca. Jika masih
merasa sulit untuk menjawab atau mungkin dominasi jawaban diatas adalah “tidak”, bagaimana
anda bisa mempertanggungjawabkan kewajiban anda dengan istilah yang telah mendewa
tersebut yaitu “agent of change”?
Mahasiswa telah digadang-gadang oleh pemerintah sejak negara ini berdiri sebagai tulang
punggung masa depan bangsa. Bukankah Negara Indonesia yang besar ini juga dilahirkan dari
pemikiran-pemikiran mahasiswa yang sekolah nan jauh disana dan kemudian implementasinya
bisa kita rasakan bersama di Negara ini?.
Adanya Budi Utomo sebagai pencetus pemikir intelektual lahir bukan karena tiba-tiba.
Pendirinya telah memikirkan betul bahwa sudah saatnya Negara ini berperang lewat pemikiran
hebat. Bukan zamannya lagi perang melawan penjajah menggunakan parang ataupun bedil.
Semuanya telah diatur sedemikian rupa untuk kita tiru semangatnya yang menggebu-gebu.
Angkatan 66 adalah hasil nyata dari semangat membara mahasiswa tersebut.
Harusnya anda cukup bangga menjadi seorang mahasiswa, karena mahasiswa juga telah
menjadi bagian dari sejarah revolusi Indonesia. Sejarah? Hal yang harus kita perhatikan kembali
adalah masa depan. Kalau kita hanya membangga-banggakan masa lalu, di masa depan yang
entah akan terjadi peristiwa besar apa, kita tidak akan tahu-menahu. Memang benar, jika masa
lalu itu penting, penting dalam artian sebagai pelajaran di masa depan agar kita tidak jatuh di
lubang yang sama.
Ketika saat ini anda telah menjadi seorang mahasiswa, harusnya ada menyadari satu hal
yang paling krusial yang tercantum dalam Isi Pembukaan UUD 1945 Republik Indonesia yaitu
“Dan perjuangan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan
selamat sentosa, mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan
Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.”
Pahami lamat-lamat alenia ke-2 UUD di atas. Ada kalimat yang menyatakan
“Mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia.” Jika
anda mengulang-ulangi kalimat ini dan kemudian anda menemukan makna esensial di dalamnya,
sekarang waktunya anda untuk bangun. Bangun dari tidur panjang anda, kawan. Berhenti untuk
berhibernasi setelah sedemikian lama kita semua terperdaya oleh iklim menyejukkan yang
membuat kita berhenti bergerak. Iklim yang dikendalikan oleh Tuhan-Tuhan kecil yang
mengatasnamakan diri mereka Kapitalisator. Begitu jelasnya ditulis oleh para founding father,
bahwa generasi selanjutnya hanya diantarkan sampai “depan pintu gerbang kemerdekaan”.
Bagaimana kita melangkah masuk dalam pintu tersebut, diserahkan pada kita semua.
Setelah kita mengetahui pengertian “mahasiswa” secara mendalam, harusnya kita tahu
tugas mahasiswa itu apa saja.
Ada tiga tugas besar mahasiswa yaitu: Yang pertama adalah melakukan pendidikan.
Universitas atau sebutan lainnya adalah kampus, yaitu jenjang pendidikan lanjutan setelah
teman-teman bersekolah di bangku SMA, MA, atau SMK. Perlu diketahui bahwa berproses di
kampus adalah amanah dari orang tua.
Tugas yang kedua adalah melakukan penelitian. Bisa dikatakan jika tugas kedua
mahasiswa ini adalah tugas medium-hard, karena mahasiswa dituntut untuk dapat menemukan
solusi dari suatu permasalahan, sehingga akan menciptakan solusi baru dalam menyelesaikan
permasalahan yang ia temukan di dalam masyarakat. Hasil penelitian dari mahasiswa pun
dituntut orisinil.
Tugas yang ketiga adalah pengabdian pada masyarakat. Tugas ini bukanlah tugas akhir
pada diri kita, sebagai ruhnya mahasiswa untuk mengabdi pada masyarakat. Karena, di dalam
masyarakat itu sendiri terdapat sebuah peristiwa dimana kita dipaksa untuk mengikuti alur yang
terjadi di dalam kontestasi masyarakat yang lebih condong ke arah perubahan modern
dibandingkan perubahan tradisional yang melambat. Kita harus dapat menyesuaikan diri dengan
masyarakat tersebut. Kita telah diberikan banyak metode di masa perkuliahan. Contohnya saja
bagaimana cara kita bisa memenejemen waktu dan sosial.
Pertanyaan selanjutnya adalah, cara yang seperti apa yang mungkin bisa diterapkan untuk
dapat memahami ketiga hal tersebut sehingga menjadi bagian dari ruh kemahasiswaan kita?
Proses belajar itu tidak hanya terjadi di dalam kelas saja. Belajar itu bisa dimana saja.
Contohnya ketika balita sedang belajar makan, ibu memberitahunya bahwa saat makan itu harus
menggunakan tangan kanan, harus dengan duduk, tidak boleh berbicara, dan lain sebagainya. Ini
merupakan perumpamaan kecil cara belajar sopan santun. Sama halnya dengan belajar.
Belajarpun tipenya ada banyak sekali, salah satunya adalah belajar melihat situasi.
Dimana ketika kita sudah menjadi kepercayaan Negara, kita harus bisa memahami situasi yang
terjadi. Salah satunya harus mengedepankan kepentingan orang lain diatas kepentingan pribadi.
Nah, kalau kita sebagai mahasiswa, belajar di luar kelas itu seperti apa? Salah satunya
lewat organisasi kampus. Organisasi kampus sendiri itu dibagi menjadi dua, yaitu organisasi
internal dan organisasi eksternal. Penulis tidak perlu menjabarkan hal ini satu persatu karena
setiap kampus mempunyai kebijakannya sendiri-sendiri untuk merumuskan organisasi internal.
Tapi untuk organisasi eksternal, setiap mahasiswa diberikan kebebasan untuk mengikutinya atau
tidak. Satu hal yang pasti, bahwa ketika anda akan mengikuti organisasi eksternal, teman-teman
harus melihat seluk beluk organisasi tersebut, siapa pendirinya, bagaimana alumni-alumninya,
yang terpenting adalah bagaimana ideologinya.
Dewasa ini, kita sebagai mahasiswa diberi kebebasan untuk memilih berbagai pilihan.
Salah satunya adalah pilihan organisasi tadi. Kenapa dari sekian pilihan yang tersedia, mayoritas
dari teman-teman memilih untuk tidak memilih?. Harus kita sadari bersama bahwa sikap apatis
ini adalah racun. Racun yang harusnya kita buang jauh-jauh agar tidak menyebarkan virusnya ke
segala lini.
Seorang mahasiswa dapat luntur sebuah “kemahasiswaannya” manakala ia bersikap
apatis. Apatis yang dimaksud disini adalah tidak ingin aktif bergerak, tidak ingin belajar
bersosialisasi dengan masyarakat sekitar, ataupun tidak ingin tahu menahu mengenai segala
macam permasalahan dari Negara ini. Mungkin, problematika semacam ini bisa dipecahkan
lewat keikutsertaan dalam organisasi.
Bukan hanya dalam ruang lingkup organisasi saja, seorang mahasiswa dapat dikatakan
apatis. Semisal mahasiswa A tidak pernah aktif di kelaspun atau menjadi mahasiswa pasif, maka
ia juga dapat dikatakan apatis. Untuk apa kita lelah-lelah bersekolah hingga dua belas tahun,
setelah itu mendapat ijazah, dan kemudian masuk dalam sebuah lingkungan baru yaitu
universitas “hanya” untuk menjadi apatis untuk kesekian kali?.
Seringkali kita jumpai dalam satu ruang kelas yang terdiri dari berbagai macam karakter,
pasti ada satu orang dalam satu kelas itu yang bertindak pasif. Perlu kita cari penyebab masalah,
kenapa mahasiswa itu tidak pernah aktif di dalam kelas. Ketika saya menelusuri penyebab
mengapa mahasiswa menjadi pasif entah itu bertanya kepada subjek langsung ataupun
membrowsingnya di internet, saya menemukan satu jawaban yang sama.
Jawaban itu adalah karena adanya karakter yang berbeda, yang mana karakter tersebut
telah mendarah daging pada dirinya(sulit untuk diubah), ketidakmauan mahasiswa tersebut untuk
mengembangkan potensi dirinya lewat UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) atau lewat LSO
(Lembaga Semi Otonom) dan juga lewat organisasi eksternal kampus.
Kemampuan mengembangkan diri itu penting. Kamu tidak akan pernah tahu bakatmu itu
apa, ketika kamu bersikap apatis pada dirimu sendiri. Kemampuan itu perlu diasah hingga
menjadi bakat. Dengan adanya pengembangan sikap seperti itu akan memudahkan dirimu sendiri
untuk tahu seberapa jauh kamu pandai dalam suatu hal.
Saat kita tahu kemampuan kita ada dimana, maka kita akan bisa berguna dimanapun kita
berada. Penulis contohkan, ketika anda mempunyai bakat menulis, maka suatu saat kemampuan
anda ini akan berguna. Saat sudah berkeluarga, bakat menulis ini bisa diajarkan kepada anak-
anaknya kelak. Saat kita bersosialisasi di lingkungan RT misalnya, maka mungkin saja kita
dipercaya menjadi sekretaris lingkungan RT tersebut. Saat kita masuk dalam dunia diskusi, maka
kita akan menulis dengan cara berpikir kritis. Sudah dipastikan, saat seseorang itu pandai dalam
hal tulis menulis, maka cara berpikirnya kritis.
Maka tak heran, jika anda menemui teman-teman anda yang gemar menulis, pastilah dia
pandai dalam tiga hal yaitu: cara berpikir, kekritisannya dalam melihat problematika, dan dia
pasti aktif di kelas. Kalau dari ketiga opsi ini, mungkin opsi yang terakhir tergantung pada
pribadi masing-masing, karena yang namanya aktif atau tidaknya di kelas itu juga relative.
Maka dari itu penulis telah menyampaikan berkali-kali bahwa bersikap apatis dalam
dunia perkuliahan itu sangat tidak ada gunanya. Jadi, langkah apa yang harus kita lakukan agar
kita tidak menjadi insan-insan yang apatis untuk diri sendiri dan bangsa ini?. Ada beberapa cara
yang sudah penulis terapkan dan tentunya dari berbagai opini yang berkembang juga di kalangan
insan intelektual:

1. Ikutilah organisasi
Karena organisasi dapat membentuk sifat alamiah dalam diri kita. Kebiasaan-kebiasaan
buruk yang ada dalam diri kita dapat dirubah karena lingkungan organisasi juga. Maka dari
itu, pilihlah organisasi yang mampu membuat dirimu berkembang. Carilah organisasi juga
yang mampu mengayomi sesamanya dengan baik. Dilatarbelakangi oleh bakat serta
kemampuan yang mumpuni pastinya, menjadi salah satu factor penting dalam organisasi itu.
Kita tidak bisa memunafikkan diri jika, lingkungan secara tidak langsung dapat
mengubah kepirbadian diri kita juga. Jika anda seorang yang pemalu, carilah organisasi yang
dominasi dari visi misinya dapat membuat anda membuka suara. Begitulah contoh
sederhananya.

2. Seringlah mengikuti seminar

Terkadang dengan mengikuti seminar sekali, maka anda akan ketagihan untuk mengikuti
acara seminar kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya. Itu artinya anda adalah seorang yang
haus akan ilmu. Di dalam seminar itu terdapat banyak sekali knowledge yang tidak mungkin
kita dapatkan di tempat manapun.
Dengan waktu satu jam saja, anda akan bisa mendapatkan ilmu yang bisa anda bagikan
pada anak cucu anda hingga akhir hayat anda nanti. Kita tidak bisa menghindar dari hal itu.
Di zaman serba modern ini, tak sedikit seminar gratis yang diadakan oleh kampus, organisasi
internal atau eksternal kampus. Juga, semakin maraknya seminar online yang memfasilitasi
netizen seperti e-sertifikat. Maka, anda akan sangat merugi jika kesempatan besar yang tidak
pernah datang dua kali ini, tidak dimanfaatkan dengan baik.

3. Diskusi

Tak jarang kita menjumpai sekumpulan mahasiswa/mahasiswi di sudut-sudut kampus


yang membentuk satu kelompok kecil. For the information, mereka hanyalah sekumpulan
anak yang haus akan ilmu. Terkadang, ilmu yang mereka dapatkan lewat diskusi tidak pernah
mereka dapatkan di dalam kelas yang super duper membosankan.
Maka dari itu, seringlah mengikuti diskusi juga disamping pentingnya mengikuti seminar.
Anda juga bisa membuat forum diskusi sendiri. Membuat forum diskusi itu mudah, cukup
dengan anda mempunyai follow up yang memadai, pembahasan atau tema yang menarik, serta
dalam satu diskusi itu sama-sama mempunyai satu tujuan yaitu untuk belajar.
Organisasi itu nampak seperti durian berduri dan berbahaya, tapi sejatinya ia adalah idola dan
bermakna. Di dalam perkuliahan, nilai itu bisa didapat dari keaktifan di kelas dan tugas-tugas,
tapi organisasi mampu menjadikan kita aktif di kelas dan mengajari kita menulis. Organisasi juga
memberikan kita jaringan-jaringan untuk mempersiapkan kita setelah lulus, karena tanpa adanya
jaringan itu, layaknya manusia yang punya mata tapi tak tahu jalan.
Intinya keapatisan itu harus segera dimusnahkan dari muka bumi ini. Hingga yang ada
hanyalah sifat alamiah bangsa Indonesia yaitu gotong royong. Jajahan kapitalisme telah masuk
dalam segala aspek di dunia ini dan kita harus menyiapkan diri kita menjadi pribadi yang hebat
dan kreatif.
Soe Hok Gie pernah mengatakan “Mimpi saya yang terbesar yang ingin saya laksanakan
adalah agar mahasiswa Indonesia berkembang menjadi ‘manusia-manusia yang biasa’. Menjadi
pemuda pemudi yang bertingkah laku sebagai seorang manusia yang normal. Sebagai seorang
manusia yang tidak mengingkari eksistensi hidupnya sebagai seorang mahasiswa. Sebagai
seorang pemuda dan sebagai seorang manusia.”
Dalam kesempatan lain, Soe Hok Gie pernah mengatakan, “Hanya ada dua tipe manusia di dunia
ini, Idealis atau Apatis.” Idealis artinya bertahan pada pendirian diri anda, dan apatis artinya
keluar dari zona kepedulian.
Kampus adalah tempat hidup. Disana kita belajar, disana kita mencari teman, dan disana kita
dituntut untuk menjadi yang terbaik di segala aspek. Tidak perlu menghindar, memang itulah
yang diinginkan oleh pemerintah negeri ini.

Anda mungkin juga menyukai