Anda di halaman 1dari 4

Menelaah Isu Nasional Actual Dengan Orientasi Berfikir

Generator Citizen
(Membentuk Masyarakat Yang Kritis dan Solutif Dalam Melihat problematika bangsa)

Terkadang suatu informasi atau isu nasional disampaikan kepada


masyarakat secara kurang proporsional. Alhasil bagi masyarakat
yang tidak memiliki cara berfikir radikal dan komprehensif akan
merasa kebingungan, salah menafsirkan bahkan tidak jarang
malah memperkeruh suasana dengan komentar-komentar yang
tidak konstruktif dan kurang bertanggung jawab.

Perkembanan teknologi dan informasi terjadi begitu luar biasa. Pada zaman
seperti saat ini penyebaran berita suatu peristiwa atau isu tentang sesuatu hal begitu cepat
tersaji kepada masyarakat luas. Melalui kecanggihan media elektronik seperti teknologi
televisi seseorang dapat menyaksikan suatu peristiwa secara langsung (live) tanpa harus
datang langsung ke tempat kejadian perkara.
Di Indonesia saat ini begitu banyak terdapat saluran atau chanel televisi baik lokal
maupun nasional. Berbagai chanel tersebut menampilkan sajian acara yang beragam,
mulai dari sajian mode, hiburan, kekerasan, teknologi, gaya hidup masyarakat hingga isu-
isu nasional yang actual. Secara kuantitas sajian informasi merupakan hal positif, karena
masyarakat dapat memperoleh informasi tentang berbagai hal secara memadai. Akan
tetapi di sisi lain timbul persoalan yang harus dihadapi masyarakat, yaitu membajirnya
informasi (booming information) dalam rentang waktu yang sangat cepat. Kondisi
demikan memaksa masyarakat harus selektif dalam memilih informasi.
Selain terjadi booming information, khusus untuk isu nasional actual terkadang
disampaikan secara kurang proporsional oleh para pelaku industry berita (terutama media
elektronik; televisi) kepada masyarakat. Terkadang tujuan komersil media masa dan
tujuan edukatifnya tidak seimbang. Disaat suatu peristiwa baru muncul ke permukaan,
wartawan sudah ada yang berani mengambil hipotesis dan menyajikannya kepada
masyarakat melalui teknik dan perspektif yang beragam dengan kurang memperhatikan
apakah berita itu akan mencerdaskan masyarakat atau sebaliknya, yang penting adalah
para konsumennya tertarik. Selain itu, terkadang media massa menggunakan metode
pemberitaan yang seolah olah menggiring orintasi masyarakat kepada suatu steatment
tertentu, padahal steatmen tersebut belum diberikan secara eksplisit oleh pihak yang
berwenang.
Sebagai contoh saat pemberitaan pengepungan rumah yang dijadikan tempat
singgah para teroris di Temanggung jawa tengah, media masa seolah-olah menggiring
keyakinan masyarakat luas bahwa polisi sudah meyakini kalau orang yang dikepung
adalah Nurdin M. Top. Padahal saat itu POLRI belum mengeluarkan staetmen apapun.
Secara hukum pemberitaan demikian memang tidak melanggar aturan, akan tetapi bagi
masyarakat yang tidak memiliki cara berfikir radikal dan komprehensif, pemberitaan
seperti ini bisa membingungkan, salah menafsirkan bahkan biasa memperkeruh keadaan
dengan memberikan komentar-komentar tidak konstruktif dan kurang bertanggung
jawab. Misalnya ketika yang dikepung sudah tertangkap dalam kondisi meninggal dunia
dan diketahui bahwa identiasnya bukan Nurdin M. top. Ada kalangan masyarakat tertentu
yang berpandangan kurang baik terhadap Polri, menurutnya Polri terlalu cepat
mengambil kesimpulan atau steatmen sehingga masyarakat percaya kalau Nurdin M. top.
Tertangkap, tetapi nyatanya tidak. Di samping itu Densus 88 dianggap terlalu berlebihan
dalam mengambil tindakan sehingga kredibilitasnya dipertanyakan.
Orientasi serupa juga berpotensi untuk terjadi pada kasus yang sedang hangat
dibicarakan saat ini yaitu mengenai ketidak harmonisan relasi antar KPK dan Polri
maupun kasus-kasus yang akan uncul berikutnya. Jika kondisi demkian terus dibiarkan
berlangsung dalam jangka waktu yang relatif lama, ada kekhawatiran akan terbentuk
budaya politik militan pada masyarakat. Ketika terjadi krisis, masyarakat akan mencari
siapa yang dapat dikambing hitamkan atau siapa yang harus bertanggung jawab atas
kesalahan yang terjadi. Padahal budaya politik yang diinginkan terbentuk pada
masyarakat Indonesia adalah budaya politik toleransi yang pemikirannya berpusat pada
masalah yang harus dinilai dengan sikap netral dan kritis bukan curiga terhadap orang.
Untuk menghindari tumbuh kembangnya budaya politik yang membentuk cara berpikir
kurang sehat pada masyarakat, perlu adanya usaha-usaha rekonstruksi paradigma berfikir
individu warga negara. Salah satu paradigma berfikir positif yang dapat digunakan dalam
menelaah isu nasional actual adalah orientas berfikir
Generator Citizen. Menurut Somantri (2001: 306) Generator Citizen adalah warga
negara yang mau menerima input informasi dari berbagai sumber dan perspektif yang
berbeda, menilai secara kritis, radikal dan komprehensif, serta mau mengeluarkan
pendapat dan solusi sendiri dengan dasar yang jelas dan kuat.
Maka dari itu sudah selakyanya setiap individu warga negara Indonesia berusaha
menginternaliasi orientasi berfikir generator citizen ini dengan membiasakan untuk selalu
terbuka pada setiap perkembangan informasi yang terjadi walau datang dari berbagai
sumber dan sudut pandang yang berbeda (Input yang beragam) dengan tidak cepat
percaya dan terpengaruh begitu saja melainkan dikaji terlebih dahulu kebenaran
informasi tersebut secara kritis mendalam dan menyeluruh (tidak picik), bila perlu
dengan menggunakan panduan berbagai literatur atau pendapat para pakar untuk kmudian
memberikan pendapat sendiri hingga memberikan solusi yang inovatif dengan dasar atau
landasan yang kuat.
Melalui oriantasi berfikir generator citizen ini diharapkan setiap warga negara
Indonesia menjadi the creative thinking citizen yaitu warga negara yang memiliki
kemampuan berfikir untuk selalu berinovasi dan mencari solusi baru dalam menghadapi
masalah (Ergo Sum dalam Wuryan dan Syaifullah, 2008: 20). Selain itu melalui oriantasi
berfikir generator citizen ini juga diharapkan setiap individu masyarakat Indonesia
menjadi warga negara yang baik, yaitu warga negara yang memiliki tiga indikator
sebagaimana diungkapkan oleh Wuryan dan Syaifullah (2008: 77) yaitu berwawasan luas
atau cerdas (Civic Intelligence) dalam arti cerdas secara moral, cerdas spiritual dan
cerdas emosional. Mampu berpartisipasi dalam berbagai aspek kehidupan baik tingkat
local, nasional mapaun Internasional (Civic Participation) dan bertanggung jawab atas
semua keputusan dan tindakan yang dilakukannya (Civic Responsibilities).

Penulis adalah Sarjana Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Universitas


Pendidikan Indonesia (UPI) yang lulus dengan predikat Cum Laude. Berikut ini Identitas
penulis selengkapnya:
Nama : Yayan, S.Pd
No. Hp. : 081220619977
Alamat : Argapura-Majalengka-Jawa Barat

Anda mungkin juga menyukai