Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH STUDI KASUS

MENANGGAPI ISU POLITIK DI ZAMAN HOAKS

Di Susun Oleh:

Nama : Yustika Aprilia M

Nim : 32318020

Dosen Pembimbing :

Dr. A. Wisnu Dewantara, S.S., M.Hum

Program Studi D-III Farmasi

Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA MADIUN

Jl. Manggis 15-17 Madiun Telp. (0351)453328,463311,459205

Fax. (0351)453167, http.//www.widyamandala.ac.id

Email : widyamandala@widyamandala.ac.id
Abstrak

Berita hoaks dengan politik seakan tidak ada habisnya dari dunia. Sensasi yang ditimbulkan
hanya untuk mendomplaing popularitas. Janji-janji saat masa kampanye yang kemudian
hanya sebuah wacana semata. Isu-isu remeh-temeh yang membuat negara makin runyam dan
menimbulkan konflik antar masyrakat yang kian memuncak antar kubu yang saling berseteru.
Adanya jurang antara etika dan politik yang menimbulkan suatu keadaan dimana yang besar
kekuasaannya dia yang merasa terlindungi dan yang kecil yang terinjak. Masyrakat harus
lebih selektif dalam menanggapi berita hoaks tidak hanya memandang dari satu sudut
pandang saja namun harus dengan sebuah fakta agar tidak timbulnya suatu fitnah kejam.

Kata-kata Kunci

Politik, Hoaks, Masyarakat


1.1 PENDAHULUAN
Di zaman yang serba maju dan pesatnya teknologi masa kini memang seringkali muncul
berita-berita yang tidak sesuai dengan faktanya atau berita Hoak. Hampir semua
masyarakat menanggapi isu yang ada hanya dengan satu sudut pandang saja. Menurut
mereka isu yang paling menarik akan mereka jadikan sebuah bahan pembicaraan
sehingga muncullah isu-isu yang baru hanya berdasarkan dugaan bukan dengan adanya
suatu pengamatan berdasarkan fakta sehingga membuat masyarakat lain yang turut
menyaksikan merasa bingung dengan banyaknya isu yang muncul dan tenggelamlah
suatu kebenaran dari isu tersebut. Seringkali masyrakat melebih-lebihkan isu yang ada
dan mengkaitkannya dengan hal-hal yang tidak lumrah. Berita hoaks akan lebih cepat
menyebar dan melekat di hati masyrakat dari pada mengetahui faktanya. Isu politik saat
ini berada di peringkat trending topics.

1.2 ARGUMENTASI
Menurut saya Indonesia pada masa sebelumnya belum pernah menyaksikan banjir
ujaran kebencian,hoaks dan fitnah semasif ini. UU no.11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (ITE) seakan tidak berdaya menghadapinya.
Berjalannya perang politik yang saat ini. Bagi mereka yang aktif di media sosial dari
waktu ke waktu pasti disibukkan dengan keharusan membaca berita hoaks yang secara
cepat telah menyebar dan secara tidak sadar menimbulkan fitnah yang berantai .
menariknya hal itu dapat terjadi pada mereka yang berpendidikan tinggi dan mengaku taat
beribadah dan cinta NKRI. Politik di era ini hanya mengutamakan sebatas sensasi dan
mengedepankan sisi emosional. Masa kampanye pemilu legislatif dan Pemilu presiden
2019 yang telah menyeryak publik dan membuat kehebohan dengan sebatas narasi-narasi
sensasional. Bahkan tidak jarak diksi-diksi yang bertebaran mengarah ke hoaks dan
politik identitas,ulama kepada capres 01 Joko Widodo bikin kampanye 2019 makin
runyam. Kampanye hanya disi dengan hal-hal yang berbau sensasional yang kemudian
berujung hanya wacan semata,emosional,tidak rasional,isu-isu yang remeh-temeh,tidak
bermutu. Sensasi soal tempe setipis kartu ATM,tampang Boyolali bersahutan dengan
diksi 99% rakyat hidup susah dan uang 50 ribu enggak bisa buat beli apa-apa. Belum lagi
kembali bertebaran di media sosial makia-makian seperti kafir,antek PKI,asing,dan
tudingan mengkriminalisasi.

Kurangnya pemahaman tentang isu-isu poitik dan kegiatan politk,tidak jarang


menyebabkan masyarakat apatis terhadap berbagai proses demokrasi dan dinamika politik
pemerintahan di sekitarnya. Literasi politik di pahami sebagai pemahaman praktis tentang
konsep-konsep yang diambil dari kehidupan sehari-hari dan bahasa, merupakan upaya
memahami seputar isu politik,keyakinan para kontestan,bagaimana kecenderungan
mereka memengaruhi diri sendiri dan orang lain. Dengan kata lain,literasi politik
merupakan senyawa dari pengetahuan keterampila dan sikap mengenai politik (Bakti,
dkk:2012)

Masyarakat indonesia sebaiknya lebih kritis lagi menanggapi berita hoaks yang menyebar
dan untuk pembuat artikel-artikel tentang berita politik seharusnya lebih
mempertimbangkan dan mencari faktanya terlebih dahulu. Jangan sampai negara yang
telah di bangun oleh pahlawan yang sudah mendahului kita terutama soekarno hancur
hanya karena isu hoaks. Alangkah baiknya masyarakat bergotong-royong melawan berita
hoaks yang ada dan tidak menimbulkan isu lain yang lebih kearah fitnah.
Memang benar negara kita sebuah negara demokrasi dan bebas menyatakan pendapat
tetapi jangan sampai hal tersebut menyebabkan anarkisme rakyat akibat berita hoaks.

Isu-isu tentang politik yang kian bertebaran seakan membuat masyarakat berpikir dua kali
untuk memilih siapa dan bagaimana calon presiden kita di masa mendatang, isu tersebut
membuat perang politik di antara masyrakat dan menimbulkan suatu konflik yang hanya
menambah runyamnya negara kita saat ini akibat dugaan dan spekulasi yang bermunculan
yang belum tentu benar keberadaanya. Masyarakat harus merendam emosinya dan tidak
hanya ikut-ikutan yang hanya membuat heboh,jika ingin berpendapat alangkah baiknya di
sampaikan dengan tutur kata yang baik tidak harus membuat suatu tuntutan atau dengan
suatu demo. Dunia politik memang dunia yang penuh dengan konflik dan sensasi belaka.
Apalagi janji-janji yang telah di berikan saat masa kampanye namun tidak terpenuhi saat
sudah menduduki singgasana,banyak proposal mangkrak yang hanya di jadikan bantalan
tidur. Inilah yang membuat rakyat jengkel dan menyesal telah memilih mereka. Dari
situlah munculnya isu bahwa mereka naik singgasana dari orang dalam atau sebuah
nepotisme. Rakyat kecil pun seakan tidak ada harapan untuk ikut menduduki suatu
singgasana. Mereka merasa lemah seakan takut untuk ikut serta dalam dunia politik.
Menurut Machiavelli bahwa adanya suatu jurang yang dalam beretika dengan politik.
Keutamaan dalam lapangan politik adalah aneka kecerdikan untuk menaklukan
musuh ,memperdaya para pengkhianat, menjaga kesatuan dan keutuhan rakyatnya,
membela dan memperkokoh takhta kekuasaanya.

Menurut prinsip Machiavelli suatu politikus akan melakukan segala cara untuk
membela keutuhan negara atau keselamatan takhta. Dan yang menjadi pertanyaanya
sekarang apakah para politikus di indonesia saat ini akan melakukan apa yang seperti
Machiavelli tegaskan untuk menjaga suatu negara? Berdasarkan beberapa periode, janji
itu hanyalah suatu wacana mereka hanya untuk menjaga keselamatan takhta dan
kekuasaan tidak memikirkan hati rakyat kecil yang menaruh secercah harapan kepada
mereka. Memang benar apa yang di kata kan oleh Hobbes bahwa manusia adalah Homo
Homini Lupus, bahwa yang lemah dan kecil yang terancam sementara yang besar dan
kuat akan merasa aman karena terlindungi. Seharusnya pemerintah lebih bijak dan adil
lagi dalam mengatasi segala tindak kcurangan dan nepotisme. Segala bentuk isu politik
memang tidak bisa di kendalikan apalagi peran media massa merupakan penyumbang
terbesar dalam menyebarkan berita politik.

Walaupun tidak semua isu politik yang diberitakan benar dan aktual. Media massa
dan media sosial digunakan sebagai alat memersuasi pemilih dan menarik hati masyrakat
dengan segala janji-jani manis yang kemudian hanya sebuah wacana. Peran pers menjadi
kekuatan terbesar itupun telah di rasakan oleh negara-negara barat termasuk indonesia ini.
Peningkatak global dan kecepatan dalam mengirinkan pesan memungkinkan meliput dari
mana saja sehingga seperti tak ada ruang untuk privasi. Kejadian dramatis,sensasi,tak
terduga,emosi dan kekerasan menjadi suatu sajian berita yang paling laku dalam bisnis
media. Konsekuensi dari liputan media tentang ‘kekerasan politik’ dalam beberapa tahun
terakhir telah menjadi keprihatinan bahwa media telah meningkatkan kemampuannya
dalam memengaruhi perbuatan kebijakan negara.

Namun klaim bahwa kebijakan politik sekarang dibuat sebagai tanggapan terhadap
impuls dan gambar kemungkinan besar tidak akurat. Ada tau tidak adanya perhatian
media bukanlah variabel kunci dalam menentukan pengaruh media. Di sisi kebijakan
hanya pada saat-saat terjadi kepanikan kebijakan, maka media berita dapat memiliki
pengaruh. Di sisi media, ketika membingkai laporan dengan cara kritis dari kebijakan
resmi pemerintah dan dengan cara empati terhadap korban yang menderita dari konflik
tertentu, media berpotensi dapat memberika pengaruh pada pembuatan kebijakan. Media
massa juga harus lebih selektif dalam memilah opininya yang akan di tayangkan,
kebijakan ini sangat di harapkan masyarakat agar tidak timbul keresahan serta hoaks yang
kian bermunculan.

Ketika media tidak dapat melaksanakan fungsi pendidikan politik secara baik,peran
pendidikan di sekolah semakin penting.Peran pedidikan di sekolah sangat penting karna
akan memperngaruhi suatu tanggapan anak jaman sekarang dalam menyikapi dan
beropini tentang berita hoaks sehingga tidak menimbulkan suatu kericuhan serta
demonstrasi. Selain itu anak-anak yang mendapatkan pendidikan politik juga bisa
membagikan pengetahuannya kepada masyrakat awan yang gampang terhasut oleh berita
hoaks dan berspekulasi yang mengada-ada,ini jelas sekali sangat bermanfaar untuk negara
dan masyarakat yang minim pendidikan tentang politik.

Bila pendidikan kewarganegaraan menekankan literasi politik sebagai produk dengan


melakukan transmisi pengetahuan politik faktual menggunakan metode pembelajran
didaktik, model kedua menekan pendidikan literasi politik sebagai proses. Model big
issues dilakukan dengan memperkenalkan anak dengan isu-isu politik penting melalui
berbagai diskusi dan debat-debat politi. Sudah barang tentu keduanya memiliki kelebihan
dan kekurangannya masing-masing (Davies & Hogarth: 2004)

Dalam proses pembelajaran guru harus lebih memahami pengetahuan lebih luas dan
tidak subjektif dalam menanggapi berita hoaks yang semakin runyam. Dalam proses
pembelajaran siswa di harapkan leih aktif dalam bertanya dan menanggapi isu yang ada.
Oleh karena masalah-masalah tersebut pada umumnya dipilih oleh media dan bukan oleh
pendidik siwa tidak dapat memperoleh pengenalan yang sistematis terhadap ide-ide
politik sebagaimana yang di harapkan. Pendekatan alternatif yang di sarankan oleh
Davies dan Hogarth (2004) ialah model “wacana publik”(public discourse). Model ini
berusaha memasukkan siswa ke dalam bahasa,konsep,bentu-bentuk argumen,dan
keterampilan yang diperlukan untuk berpikir dan berbicara tentang kehidupan dari sudut
pandang politik, menekankan baik proses maupun produk. Pengetahuan faktual memang
penting tetapi tetap harus terkait dengan aspek-aspek lain yang penting secar sentral bagi
literasi politik siswa.
Menurut saya masyarakat indonesia harus lebih cerdas dan selektif dalam menggunakan
media massa serta dalam berargumentasi, karena tidak semua yang kita anggap benar itu
memang benar di mata orang lain dan sudut pandang orang lain. Serta dalam
menanggapinya harus selaras dengan nilai-nilai pancasila yang sudah mengakar lama
dalammasyrakatindonesia.seperti:Kemanusiaan,kebangsaan,musyawarah/
mufakat,keadilan,dan ketuhananlah yang mengakar di bumi indonesia ini. Kita harus
lebih toleran terhadap orang lain yang mengungkapakan pendapatnya agar tidak terjadi
konflik antar rakyat A dengan rakyat B. Kita harus melawan berita hoaks yang telah
menyebar di inodonesia dengan filter nilai-nilai pancasila serta lebih mengutamakan nilai
gotong-royong yang telah mengakar di bumi indonesia ini.
DAFTAR PUSTAKA

Dewantara, A. (2017). Alangkah Hebatnya Negara Gotong Royong (Indonesia dalam


Kacamata Soekarno).

Dewantara, A. (2017). Diskursus Filsafat Pancasila Dewasa Ini.

Dewantara, A. W. (2015). PANCASILA SEBAGAI PONDASI PENDIDIKAN AGAMA DI


INDONESIA. CIVIS, 5(1/Januari).

http://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/1544-sebatas-sensasi

http://mediaindonesia.com/read/detail/200183-literasi-politik-di-zaman-hoaks

Anda mungkin juga menyukai