Anda di halaman 1dari 5

Peran Mahasiswa Sebagai Social Kontrol di Masyarakat

Derajat kesamaan menjadi manusia sekarang sudah semakin


tereduksi. Pasalnya, banyak hak-hak kesetaraan yang tak terlaksana
karena adanya kejahatan feodal. Arogansi kekuasaan semakin merajalela.
Kecerdasan intelektual semakin penting untuk sekarang ini, supaya tak
gampang dibodohi oleh kaum yang rakus akan kekuasaan. Oleh karena
itu, pendidikan sekarang ini menjadi elemen yang sangat penting. Apalagi,
kita sekarang ini sebagai Mahasiswa: kaum intelektual muda; sudah
seyogyanya menjadikan kampus khususnya di Universitas Brawijaya
sebagai Baytul Hikmah (Rumah Kebijaksanaan), Tempat para intelektual
muda berkumpul, mengasah konsentrasi berpikir, mendemokratisasikan
ide cemerlang untuk dapat direalisasikan menjadi sebuah inovasi kesatuan
yang berguna di masa depan.

Mahasiswa lah yang diharapkan menjadi bibit-bibit pejuang


selanjutnya yang menjadi agent of change di segala bidang dan menjadi
social control yang akan terus menjunjung tinggi keterbukaan dan
transparansi dalam melaksanakan pemerintahan agar lebih
mensejahterakan rakyatnya dan meminimalisir tingkat penyelewengan di
tingkat aparatur negara. Sebagai sosok akademisi sudah seharusnya
peduli terhadap kehidupan sosial bangsa.

Pergerakan mahasiswa dalam revolusi pemerintahan Indonesia


dewasa ini banyak dilakukan dalam bentuk unjuk rasa. Namun perlu
diingat unjuk rasa yang dilakukan oleh mahasiswa janganlah unjuk rasa
dalam membuat gonjang-ganjing pemerintahan, namun unjuk rasa
dimaksud harus mampu mendorong adanya perubahan yang dilakukan
pemerintahan dalam berbagai bidang, dan dilakukan dengan cara-cara
sebagaimana telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

Kampus adalah miniatur negara dan warga kampus yang terdiri dari
mahasiswa, dosen, dan karyawan adalah masyarakat negara tersebut,
mahasiswa hendaknya tidak lupa akan perannya sebagai generasi
harapan. Ketika mahasiswa berikrar dalam sumpah mahasiswa “bertanah
air satu, tanah air tanpa penindasan”, maka kewajiban untuk membela
dan memperjuangkan bangsa adalah hukum wajib. Sejak pelajar tercatat
sebagai mahasiswa, mahasiswa harus belajar peduli dengan kampusnya
sendiri dan itu semua tidak cukup hanya dengan kata-kata di lisan saja
tetapi perlu implementasi atau tindakan riil.

Mahasiswa bisa menggunakan kampus yang merupakan miniatur


negara sebagai tempat belajar sekaligus praktek berbirokrasi yang positif
melalui organisasi-organisasi yang ada sehingga mahasiswa tidak menjadi
mahasiswa yang vakum dan pasif. Ketika mahasiswa memasuki
lingkungan kampus ini sebenarnya banyak sekali sarana dan fasilitas yang
bisa mahasiswa fungsikan untuk belajar menjadi manusia sejati,
mahasiswa dengan peran dan tanggung jawabnya, asal mahasiswa tidak
buta dan tuli dengan berbagai realita sekitarnya. Mahasiswa sebagai Social
Control “Pemerintahan", harus selalu mengawal apa yang baik dari
pemerintah kepada rakyatnya, dan akan memberikan masukan kepada
pemerintah melalui lingkungan kampus, Baytul Hikmah (Rumah
Kebijaksanaan), forum diskusi yang selalu bergerak progresif
menimbulkan pemikiran kritis dikalangan intelektual muda.

Mahasiswa sebagai Social Control harus mampu bersikap kritis


terhadap apa yang terjadi di pemerintahan, kritis terhadap kebijakan-
kebijakan yang dibuat oleh aparat negara yang semula ingin
mensejahterakan rakyat malah semakin menyengsarakan rakyat. Upaya
kritis itu tidak hanya dengan melakukan aksi demonstrasi yang anarkis
atau bakar ban yang membuat jalan macet tetapi bisa dilakukan dengan
hal yang lebih positif misalnya menulis, bermusyawarah, atau dengan
demonstrasi yang tidak memberikan masalah terhadap orang lain.

Kurangnya kesadaran pada diri setiap mahasiswa menjadikan


kurang optimalnya peran mahasiswa. Harusnya mahasiswa mempunyai
kesadaran untuk merubah diri terlebih dahulu karena saya yakin tidak
akan terjadi perubahan di sekeliling kita sebelum kita yang melakukan
perubahan terlebih dahulu.

Semenjak ditemukan tombol like, share, retweet yang diciptakan


manusia dalam konteks teknologi yang ternyata hanya membuahkan
viralitas yang kurang sehat dan bijaksana karena terbukti secara empiris
telah membuahkan kasus depresi, anxiety, bunuh diri yang semakin
meningkat semenjak ditemukan tombol-tombol tersebut. Apalagi,
mahasiswa kurang memiliki budaya baca, lebih suka baca yang terbatas,
contohnya potongan video-video yang diunggah di tiktok, ataupun twitter.
Mahasiswa kurang membaca buku. Paradoks antara demokratisasi
informasi dibandingkan demokratisasi ide. Berapa banyak kanal informasi
yang kita miliki sekarang, akan tetapi kanal informasi banyak sekali yang
tidak terverifikasi, kredibel. Keterbatasan baca karena dibatasi inilah
menyempitkan pola pikir, wawasan, kapasitas kita untuk
mendemokratisasikan ide. Kita kekurangan ide, miskin ide.

Sosmed telah memberdayakan teknologi yang lebih melihatkan


narasi-narasi yang kental dengan kebencian, kemarahan dibandingkan
narasi-narasi yang bijaksana. Ada unsur kesengajaan dari teknologi
tersebut untuk memberdayakan algoritma yang lebih melihatkan narasi-
narasi kurang bijaksana. Tak ada keseimbangan antara narasi bijaksana
dengan kurang bijaksana menyebabkan semakin sulitnya kita untuk
mengawal, menjaga, merawat demokrasi liberal. Seyogyanya, demokrasi
liberal menjadi kapasitas suatu sistem, lembaga, manusia apapun untuk
bisa mendemokratisasikan apapun, akan tetapi malah sebaliknya.

Jadi, marilah sebagai penerus dan harapan bangsa di masa depan


dapat kembali pada jati diri mahasiswa sebagai dasar dan pondasi dalam
pengoptimalan peran mahasiswa sebagai Agent of Change dan Social
Control yang baik dan berkualitas. Jika mahasiswa menjadi Agent of
Change dan Social Control bagi pemerintah dan petinggi negara dalam
membangun bangsa dan negara ke depan. Maka, tidak akan ada lagi
masyarakat yang hidup dengan kemiskinan, ketimpangan, serta
ketidakadilan. Sehingga semua akan menjadi bangsa dan negara yang
menjadi dambaan dan impian seluruh manusia dengan ciri-ciri: Negeri
yang selaras antara kebaikan alam dan kebaikan perilaku penduduknya.
Negeri yang penduduknya subur dan makmur, namun tidak lupa untuk
selalu bersyukur.

Semoga Universitas Brawijaya khususnya di Fakultas Hukum


menjadi Rumah Kebijaksanaan seperti zaman Golden Age of Islam,
sebagai pusat critical thinking. Semakin mahasiswa-mahasiswi untuk bisa
berkomunikasi, berpendidikan, bernegara, berbangsa, beradaptasi,
menunjukkan ke komunitas internasional bahwasanya kita bangsa dan
peradaban.
Sumber :

http://repository.uinsby.ac.id/69/1/Titik%20Triwulan%20Tutik_Peran%20
mahasiswa%20sebagai%20social%20control%20dalam%20kehidupan%2
0berbangsa%20dan%20bernegara.pdf

https://youtube.com/c/GitaWirjawan45

Anda mungkin juga menyukai