Anda di halaman 1dari 3

Peran Mahasiswa Menyongsong Indonesia Emas Bebas

Korupsi dari Sudut Pandang Politik


Tema: Peran Mahasiswa Untuk Indonesia Emas 2045

Sub tema: Politik

Nabella Rezkika Putri

Berbicara tentang mahasiswa selalu melekat dengan kaum intelektual dan


cendekiawan yang memiliki peran membawa perubahan. Sebagai kaum
intelektual muda dan penerus bangsa, mahasiswa memiliki peran penting sebagai
agent of change yang memberikan dampak-dampak positif bagi keberlangsungan
bangsa. Dengan semangat jiwa mudanya, untuk melakukan perubahan ke arah
yang lebih baik merupakan kesadaran, kepekaan, tanggung jawab untuk
memperbaiki, membangun, memajukan peradaban.1

Mahasiswa dituntut mampu untuk mengontrol keadaan negara. Dalam


implementasinya pun tidak hanya sekedar memberi kritik terhadap negara, tetapi
juga harus mempu memberikan implementasi yang nyata.2 Sebab fungsi dari
agent of change adalah sebagai penghubung, pemberi solusi, pemberi bantuan,
serta sebagai penghubung berbagai sumber.


Mahasiswi Ilmu Hukum Fakultas Syari’ah dan Hukum Semester 3 Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga
1
Hasrian Rudi Setiawan MPdl, “Mahasiswa sebagai Agen Perubahan”,
https://www.jurnalasia.com/opini/mahasiswa-sebagai-agen-perubahan/, diakses pada 6
September 2021, pukul 14:40
2
Prof. Dr. Titik Triwulan Tutik, MH, “Peran Mahasiswa Sebagai Social Control dan Agent
of Change dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara”,
http://books.uinsby.ac.id/id/eprint/69/1/Titik%20Triwulan%20Tutik_Peran%20mahasiswa
%20sebagai%20social%20control%20dalam%20kehidupan%20berbangsa%20dan
%20bernegara.pdf, diakses pada 6 September, pukul 14:46
Potensi dan kesempatan yang dimiliki mahasiswa sebagai kaum intelektual harus
memiliki keyakinan dan pemikiran yang tidak memihak dan berlandaskan oleh
kepentingan orang banyak. Posisi mahasiswa sebagai bagian dari aspirasi
masyarakat, maka suara mahasiswa harus mengimplementasikan kepentingan
rakyat yang berlandaskan dari nurani rakyat. Selain itu, mahasiswa harus berani
tampil sebagai alat kontrol politik terhadap kekusaan. Pemikiran kritis mahasiswa
menjadi dasar mengontrol kekuasaan agar pemerintah tidak sewenang-wenang
dalam mengendarai negara untuk mencapai cita-cita dan tujuan negara.3

Mengutip dari tokoh penyair sekaligus penulis terkenal, Bertolt Brecht,


mengatakan bahwasanya “Buta yang terburuk adalah buta politik. Dia tidak
mendengar, tidak berbicara, dan tidak berpartisipasi dalam peristiwa politik. Dia
tidak tahu bahwa biaya hidup, harga kacang, harga ikan, harga tepung, biaya
sewa, harga sepatu dan obat, semua tergantung pada keputusan politik. Orang buta
politik begitu bodoh, sehingga ia bangga dan membusungkan dadanya seraya
mengatakan bahwa ia membenci politik. Si dungu tidak tahu bahwa dari
kebodohan politiknya lahir pelacur, anak terlantar, pencuri terburuk dari semua
pencuri, politisi buruk, dan rusaknya perusahaan nasional serta multinasional yang
menguras kekayaan negeri”.4 Maka dari itu, pentingnya paham politik diperlukan
demi terciptanya kesejahteraan masyarakat.

Jika membicarakan kesejahteraan rakyat tidak jauh pula dari pembicaraan good
governance. Good governance merupakan penyelenggaraan pembangunan yang
bertanggungjawab dan sejalan dengan prinsip demokrasi dan pencegahan korupsi
baik secara poliitk ataupun administrasi. Dalam prinsip-prinsip good governance,
salah satunya adalah partisipasi masyarakat.

3
Irwan Hafid, “Menghayati Kembali Peran Mahasiswa”,
https://news.detik.com/kolom/d-4724545/menghayati-kembali-peran-mahasiswa, diakses pada
6 September 2021, pukul 15:17
4
Andre Vincent Wenas, “Bertolt Brecht: Buta Terburuk adalah Buta Politik!”,
https://telusur.co.id/detail/bertolt-brecht-buta-terburuk-adalah-buta-politik, diakses pada 6
September 2021, pukul 17:46
Jika dikerucutkan pada peran mahasiswa sebagai agent of change dengan
pembangunan good governance sangat berkaitan erat. Sebab partisipasi dari
mahasiswa untuk menyalurkan aspirasi dari masyarakat termasuk dalam prinsip
good governance. Sehingga “intelektual muda” yang melekat pada mahasiswa
sudah sangat cocok menempel pada pundak mahasiswa.

Selain itu, untuk mencapai good governance, perlu pencegahan terhadap korupsi.
Dalam hal ini mahasiswa diperlukan untuk melakukan tindakan preventif terhadap
bangsa agar terhindar dari korupsi. Misalnya, memberikan pembelajaran bahwa
korupsi tidak sekedar merugikan negara saja, namun akan merusak mental anak
bangsa yang menjadi generasi berikutnya. Bagaimana tidak, jika korupsi tidak
diberantas sejak saat ini, kemungkinan di masa depan korupsi bukan menjadi
extraordinary crime lagi melainkan menjadi pencurian biasa. Bahkan lebih
parahnya lagi budaya korupsi semakin merajalela di era yang akan datang dan
keinginan mencapai Indonesia Emas 2045 dirasa mustahil.

Maka dari itu, keinginan untuk mencapai Indonesia Emas 2045 membutuhkan
peran mahasiswa sebagai penggerak massa. Seperti perannya sebagai agent of
change, mahasiswa harus mampu mendobrak ide brilian untuk menyelamatkan
bangsa. Hal ini tidaklah mudah, banyak tantangan yang harus dilakukan. Karena
menciptakan peradaban baru tidak seperti membalikkan telapak tangan, pasti
membutuhkan waktu yang lama. Sehingga, hal yang perlu dilakukan adalah
berlatih pada diri sendiri agar lebih dapat menghargai waktu. Korupsi yang paling
dekat dengan mahasiswa adalah korupsi waktu. Maka harus mampu turut andil
untuk mengesampingkan rasa kemalasan. Hal ini juga sebagai bagian
mengimplementasikan prinsip good governance dalam bentuk partisipasi
masyarakat sebagai mahasiswa demi mencapai good governance yang bebas
korupsi dan masyarakat yang sejahtera.

Anda mungkin juga menyukai