Anda di halaman 1dari 38

SEMINAR AKUNTANSI SEKTOR BISNIS

(UJIAN TENGAH SEMESTER)

Dosen: Dr. Hermiyeti, SE, Ak, MSi.

Disusun oleh :
Sulastry Sipayung (20180104043)

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
TAHUN AJARAN 2018/2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesempatan dan
kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan riset mini ini dengan judul “Studi Kasus
Lembaga Pengembangan Usaha Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung Semarang (MODEL
PENGELOLAAN BISNIS SYARIAH)“.

Dalam penyusunan makalah ini, tentu tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terimakasih kepada :

1. Dosen mata kuliah Seminar Akuntansi Sektor Bisnis Dr. Hermiyeti, SE, Ak, MSi.
yang selalu berusaha meluangkan waktunya untuk memberikan arahan serta petunjuk
untuk pengerjaan tugas.
2. Bapak Kepala Jurusan Magister Akuntansi,DR. SUDARWAN Ph.D, Ak, CIA, CCSA,
CRMA yang selalu sabar membimbing kami mahasiswa Magister Akuntansi.
3. Bapak Dekan DR. MF. ARROZI, SE, M.Si., Akt, CA yang selalu tak henti-hentinya
memotivasi dan membimbing kami mahasiswa Magister Akuntansi.
4. Orang tua yang selalu mendukung dan mengasihi tanpa batas.
5. Teman-teman sekelas dan seangkatan Magister Akuntansi yang friendly, care dan
selalu solid, semoga motto kelas kita tercapai “lulus bersama” 
6. Sahabat-sahabat yang juga selalu mendukung dan mendoakan.

Akhir kata, dengan segala kerendahan hati semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa
membekati semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini dan terlewatinya
semester kedua ini dengan baik.. Dan semoga makalah ini bermanfaat dalam memberikan
kontribusi bagi perkembangan ilmu akuntansi maupun manajemen, serta dapat dijadikan sebagai
referensi pengetahuan bagi pembaca.

Jakarta, 25 April 2020

Sulastry Sipayung
(Penulis)

ii
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul ............................................................................................................. i
Kata Pengantar ….......................................................................................................... ii
Daftar Isi ....................................................................................................................... iii

BAB I

A. Latar Belakang …………………………………….............................................. 1


B. Masalah Riset……………………………………………………........................ 3
C. Tujuan Riset…………………… .......................................................................... 4

BAB II

A. Teori Riset …………………………………........................................................ 5


1. Landasan Ekonomi Dan Bisnis Syariah ....................................................... 5
2. Pengembangan Ekonomi dan Bisnis Islam.................................................... 15
3. Penerapan Nilai-nilai Islam dalam Bisnis...................................................... 16
B. Metode Riset………………………………...……….......................................... 19
C. Pembahasan…………………………….............................................................. 19
1. Model Pengelolaan Bisnis dalam Islam....................................................... 19
2. Jenis Usaha dan Model Pengelolaan Bisnis LPU YBWSA Semarang......... 22
3. Relasi Pengelolaan Bisnis Syariah LPU YBWSA dengan Unit Usaha......... 29
BAB III

A. Kesimpulan ………..…………………...….......................................................... 32
B. Saran……...………..…………………...….......................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA …………………...…................................................................. 34

iii
BAB I

A. Latar Belakang

Diriwayatkan oleh Thobrani dan Baihaqi, Nabi Muhammad saw bersabda, bahwa
sebaik-baik kamu adalah yang bermanfaat bagi umat yang lain. Ini menunjukkan, bahwa setiap
umat manusia harus bisa memanfaatkan segala sumber daya yang dimilikinya untuk berbuat
yang terbaik bagi diri dan makhluk lainnya. Aktivitas bisnis merupakan salah satu sarana untuk
menggapai hal tersebut.

Meskipun demikian, tidak semua aktivitas bisnis memberikan kemaslahatan bagi umat
manusia dan makhluk lainnya. Aktivitas bisnis yang didasari sifat materisme dan egoisme
merupakan penyebab dari kegagalan bisnis meraih peluang mendapatkan keuntungan yang
sangat berharga ini. Bisnis yang dipacu meraih keuntungan materi yang sebesar-besarnya
dengan mengabaikan kepentingan orang lain dan merusak lingkungan menjadi faktor kegagalan
bisnis mengemban amanah tersebut. Sikap perusahaan yang memuaskan hawa nafsu telah
menyebabkan perusahaan-perusahaan berkompetisi satu sama lain sebagai pengkomsumsi,
sebagai individu, dan sebagai negara, menyedot sumber daya bumi dengan kecepatan yang
terus-menerus bertambah dan menghasilkan limbah dalam level yang tidak bisa didaur ulang
oleh bumi. Dengan demikian, perusahaan berkontribusi pada percepatan kerusakan pada habitat
dan kehidupan orang-orang yang lemah. Perusahaan merusak keseimbangan canggih alam.
Perusahaan membantai spesies-spesies lain hingga punah. Perusahaan merampok hak generasi-
generasi mendatang. Perusahaan telah sedemikian terperangkap dalam pemuasan diri, hingga
kita tidak menyadarinya dan bahkan terlena dengan keberhasilan materi yang diperoleh,
meskipun sifatnya jangka pendek.

Mengelola bisnis menjadi bermanfaat bagi umat manusia dan lingkungannya,


sebagaimana Allah menciptakan alam ini dalam keadaan sempurna, maka perusahaan harus
mengacu pada ketentuan yang telah digariskan oleh Sang Pencipta alam ini. Ketentuan tersebut
bisa digali dari hakikat penciptaan umat manusia dan mengaplikasikan nilai-nilai Islam dalam
bisnis. Dengan mengetahui hakikat penciptaan umat manusia akan mendorong setiap umat
untuk menjalankan amanah yang diembannya. Sedangkan penerapan nilai-nilai Islam akan
menuntun meraih derajad keimanan yang lebih tinggi. Makalah ini akan mengkaji kedua hal
tersebut dan menerapkannya di dalam bisnis.

1
Perkembangan bisnis Islam (syari’ah) kini kian marak dan menjamur di Indonesia.
Salah satu pendorongnya adalah karena adanya kesadaran masyarakat yang mayoritas Muslim
untuk menggunakan dan memanfaatkan produk- produk (barang maupun jasa) yang ḥalāl dan
ṭayyib. Maka peran produsen atau perusahaan-perusahaan bisnis berbasis syari’ah menjadi
sebuah alternatif yang cukup menjanjikan. Perkembangan itu di satu sisi patut disyukuri, namun
pada sisi lain juga perlu diwaspadai. Karena bukan tidak mungkin berbagai variasi produk
syari’ah yang bermunculan saat ini ternyata tidak lebih dari sekedar ‘berganti nama’ saja.
Artinya, secara paradigmatik sebuah perusahaan bisa saja tetap berpijak pada konsep bisnis
sekuler-kapitalistik, tapi dipoles dengan label-label syari’ah atau tepatnya label etika Islami,
seperti: jujur, amanah dan sejenisnya. Hasilnya, yang penting bagi perusahaan tersebut adalah
mendapatkan market share yang menguntungkan di pasar syari’ah. Inilah tantangan bagi
pengusaha Muslim dalam mengembangkan bisnis yang syar’i. Bukan sekedar polesan, tapi juga
asas, konsep, manusia, implementasi dan hasil yang benar-benar menampilkan karakter bisnis
berbasis syari’ah yang utuh, unik dan barakah.

Terdapat beberapa prinsip bisnis dalam Islam yang tidak boleh diabaikan oleh para
pelaku bisnis, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok bisnis, yaitu: tidak boleh
menggunakan cara-cara yang bathil dan merusak, tidak boleh melakukan kegiatan usaha dalam
bentuk perjudian atau ada kemiripan dengan perjudian, tidak saling menzalimi dan saling
merugikan, tidak berlaku curang dalam takaran, timbangan ataupun pemalsuan kualitas, dan
tidak mempergunakan cara-cara yang ribawi atau dengan sistem bunga. Prinsip- prinsip ini
menjadi dasar utama dalam pengelolaan bisnis syari’ah yang dilaku- kan oleh pengusaha atau
perusahaan. Namun dengan berbagai model bisnis yang saat ini berkembang, tidak menutup
kemungkinan prinsip tersebut dilanggar sehingga berpotensi merugian pihak lain. Islam sangat
melarang yang demikian itu terjadi. Dalam konteks itulah, maka model-model pengelolaan
bisnis Islam menarik untuk diteliti.

Lembaga Pengembangan Usaha (LPU) sebagai salah satu lembaga di bawah naungan
Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung (YBWSA) adalah lembaga yang konsen pada
pengembangan bisnis syari’ah. Banyak usaha yang saat ini sudah dikembangkan, antara lain
percetakaan, tour, umrah & haji, minimarket, air isi ulang, radio dan TV dakwah, dan lain-lain.
Sebagai lembaga yang memfokuskan diri pada pengembangan bisnis syari’ah, LPU memiliki
model pengelolaan bisnis dan sekaligus melahirkan ciri khas usaha tersendiri. Meskipun lokasi

2
usahanya masih dominan di dalam kampus, yakni kampus Universitas Islam Sultan Agung
(Unissula) Semarang, namun dapat berkembang dengan baik. Hal ini menarik, mengingat
tradisi kampus dengan tradisi bisnis adalah dua hal yang berbeda. Kampus identik dengan
teoritik, sementara bisnis lebih pada praktik. Antara teori dan praktik seringkali tidak berjalan
sinergis. Namun LPU mampu mengatasinya dan bahkan mampu menumbuhkan potensi usaha
yang signifikan.

Berdasarkan pada uraian tersebut di atas, studi ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana pengelolaan bisnis syariah yang dikembangkan oleh LPU YBWSA Semarang dan
bagaimana relasi pengelolaan bisnis syariaah yang dilakukannya dengan perkembangan unit-
unit usaha yang dikelolanya. Oleh karenanya, dengan studi ini diharapkan dapat memberikan
sumbangsih bagi pengembangan ilmu ekonomi Islam, khususnya tetang pengelolaan bisnis
syari’ah. Selain itu, secara praksis juga diharapkan menjadi acuan bagi para pelaku bisnis,
khususnya pengusaha Muslim yang ingin mengembangkan usahanya dengan penerapan bisnis
secara syari’ah.

Dengan menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif, penelitian ini menemukan


bahwa LPU menggunakan beberapa model bisnis sesuai dengan jenis usaha yang dijalankan,
yaitu kepemilikan tunggal (Takessa, Air Quasa, dan SA Radio), dan kemitraan (properti, ritel,
dan Pumanisa) serta model kom- binasi keduanya (SApress, manajemen aset dan SAtour).

B. Masalah Riset

Adapun masalah yang ingin dibahahas penyusun dalam riset mini ini adalah :

1. Bagaimana pengelolaan bisnis syariah yang dikembangkan oleh LPU YBWSA


Semarang.
2. Bagaimana relasi pengelolaan bisnis syariah yang dilakukannya dengan perkembangan
unit-unit usaha yang dikelolanya.

3
C. Tujuan Riset

Tujuan riset ini ialah membahas masalah yang diangkat dalam riset ini, yaitu :

1. Untuk mengetahui pengelolaan bisnis syariah yang dikembangkan oleh LPU YBWSA
Semarang.
2. Untuk mengetahui relasi pengelolaan bisnis syariah yang dilakukan oleh LPU YBWSA
Semarang dengan perkembangan unit-unit usaha yang dikelolanya.

Selain itu studi ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi pengembangan ilmu
ekonomi Islam, khususnya tetang pengelolaan bisnis syariah. Selain itu, secara praksis juga
diharapkan menjadi acuan bagi para pelaku bisnis, khususnya pengusaha Muslim yang ingin
mengembangkan usahanya dengan penerapan bisnis secara syariah.

4
BAB II

A. Teori Riset

1. Landasan Ekonomi Dan Bisnis Syariah


Uraian terdahulu tentang Islam dan ekonomi dan falsafah sistem segi tiga pembaca
sudah dapat memahami apa yang menjadi landasan penegakkan atau pembangunan ekonomi
Islam, walaupun dalam uraian ini kami mengungkapkannya lebih spesifik lagi berdasarkan
pandangan filosofis. Dalam persoalan ini kami mengangkat pandangan Al-Buraey (1986:193)
yang mengatakan bahwa “ada suatu benang merah bersama yang dijalin melalui kegiatan
ekonomi dalam Islam”, sebagaimana yang disebutkan di dalam Al-Qur’an dan as-Sunnah serta
berbagai kepustakan Islam. Benang merah yang dimaksud adalah bahwa dalam setiap kegiatan
pembangunan ekonomi Islam harus dibangun di atas landasan-landasan atau struktur: “filosofis,
etika dan moral, ekonomi, dan sosial” dan kami menambahkan satu landasan, yaitu landasan
budaya.

Landasan Filosofis

Konsep pembangunan ekonomi yang Islami merupakan kegiatan yang berorientasi


kepada tujuan dan dilandasi oleh kesadaran akan adanya nilai, yang diarahkan pada peningkatan
martabat kemanusiaan secara sempurna dalam segala aspeknya dihadapan Allah. Untuk
mencapai hal tersebut, maka menurut (Al-Buraey 1986:193-194; lihat juga Mulkhan 1996:194-
195; Ahmad dalam Sophiaan (editor) 1997) bahwa pembangunan ekonomi harus
dikembangkan di atas dasar atau landasan filosofis yang Islami, yaitu:

 Pertama Tauhid (Keesaan dan Kedaulatan Tuhan). Tauhid adalah landasan bagi semua
aturan dan jabaran agama Islam, termasuk di dalamnya aspek pembangunan ekonomi.
Karena itu kepemilikan harta dalam Islam harus diyakini sebagai suatu amanah dari
Allah, sebab pemilik mutlaknya adalah Allah. Hal ini meletakkan dasar bagi hubungan
Tuhan dengan manusia, serta manusia dengan manusia. Saefuddin (1984:17)
berkomentar bahwa kalau filsafat ekonomi marxisme berasaskan kepada konsep
pertarungan kelas dan kapitalisme kepada asas laissez faire, maka filsafat ekonomi
Islam berasaskan kepada konsep Tauhid. Berdasarkan asas Tauhid tersebut
dijabarkannya dalam tiga asas pokok filsafat ekonomi Islam yang merupakan orientasi
dasar ilmu ekonomi, yaitu:

5
1) Meyakini bahwa dunia dengan semua harta dan kekayaan sumber-
sumber adalah milik Allah dan menurut kepada kehendak-Nya. Dalil Al-
Qur’annya mengatakan: “Kepunyaan-Nya apa yang dilangit, segala yang
di bumi, semua yang diantara keduanya dan apa yang di bawah tanah
(Q.Al-Baqarah:6). “Bagi Allah kerajaan langit dan apa yang di dalam
semuanya, dan Dia Maha Kuasa atas tiap sesuatu” (Q.Al-Maaidah:120).
Implikasi dari status pemilikan menurut Islam ialah bahwa hak manusia
atas barang dan jasa itu terbatas. Hal ini berbeda nyata dengan pemilikan
mutlak oleh individual pada sistem kapitalime dan oleh kaum proletar
pada sistem maxisme.
2) Meyakini bahwa Allah itu Esa, Pencipta segala makhluk, dan semua
yang diciptakan tunduk kepada-Nya. Salah satu hasil ciptaan-Nya adalah
manusia yang berasal dari substansi yang sama, dan sama memiliki hak
dan kewajiban sebagai khalifah Allah di bumi, Alam dan semua flora
serta fauna ditundukkan oleh Allah sebagai sumber manfaat ekonomis
dan keindahan bagi umat manusia. Sedangkan ketidaksamaan (ketidak-
merataan) karunia nikmat dan kekayaan sumber-sumber ekonomi kepada
perorangan maupun bangsa adalah atas kuasa Allah pula, agar mereka
yang diberi kelebihan sadar menegakkan persamaan masyarakat dan
bersyukur kepada-Nya (Q.Al-Maa’uun:1-7; Q.Al-Hadiid:7). Implikasi
dari doktrin ini bahwa antara manusia itu terjalin persamaan dan
persaudaraan dalam kegiatan ekonomi, saling membantu dan bekerja
sama dalam ekonomi.
3) Meyakini akan adanya Hari Pengadilan (kiamat). Asas ini akan
mempengaruh tingkah laku ekonomi manusia menurut garis waktu.
Seorang muslim yang melakukan aksi ekonomi tertentu akan
mempertimbangkan akibat pada hari kemudian. Artinya kalau menurut
dalil ekonomi, orang akan membandingkan manfaat dan biaya (benafide-
cost) dalam memilih kegiatan ekonomi dengan menghitung nilai
sekarang dari hasil yang akan dicapai pada masa yang akan dating (di
hari pembalasan). Iman ke pada hari akhir akan mempengaruhi langsung
tingkah laku ekonomi yang dipilihnya.

6
 Kedua, Rububiyyah (Tuntunan Ilahiah untuk mencukupi, mencari, dan
mengarahkan sesuatu demi menuju kesempurnaan). Landasan ini mempunyai
pengertian bahwa rizki, rakhmat dan petunjuk-Nya adalah untuk penyempurnaan
segala pemberian-Nya. Pemanfaatan sumber-sumber alam sebagai sumber
ekonomi adalah dalam rangka Sunnatullah, yaitu untuk kelestarian dan
kesejahtraan hidup bersama.
 Ketiga, Khilafah (Peranan manusia sebagai wakil Allah di muka bumi).
Landasan ini menetapkan kedudukan dan peran manusia, yaitu memberi
tanggung jawab khusus sebagai pengembang jabatan wakil Allah dalam
mengelola bumi. Dari landasan ini lahirlah konsepsi mengenai tanggung jawab
manusia di bidang moral, politik dan ekonomi, serta prinsip-prinsip islami
tentang pembentukan organisasi masyarakat.
 Keempat, Tadzkiyah (penyucian). Konsep tazkiyah berarti penyucian terhadap
sikap manusia dalam hubungannya dengan Allah, sesamanya. Alam lingkungan,
masyarakat dan negara. Dengan landasan ini maka pengembangan ekonomi
bukan semata-mata pengembangan atau pertumbuhan, tetapi ada nilai lain yang
tidak bisa terabaikan. Konsep zakat, infaq dan shadaqah adalah contoh
implementasi dari pada landasan ini.

Keempat landasan filosofis pembangunan ekonomi yang Islami seperti disebutkan di


atas, dalam implementasinya menurut Mulkhan dan Ahmad mempunyai ciri-ciri,
sebagai berikut:

1. Konsepsi pembangunan yang islami mempunyai ciri yang mencakup aspek-


aspek moral, spiritual dan material. Ketiga aspek ini harus terpadu dan tidak
dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Bahkan bukan hanya kemakmuran dan
kebahagian hidup di dunia yang diupayakan, tetapi juga kebahagian akhirat.
2. Fokus dan inti pembangunan adalah manusia. Karenanya dalam konsep
pembangunan ini terkandung makna membangun manusia beserta lingkungan
dan sosial-budayanya.
3. Pembangunan ekonomi menghajatkan adanya berbagai perubahan, baik bersifat
kuantitatif maupun kualitatif. Pembangunan yang Islami berupaya
menyeimbangkan kedua aspek tersebut.

7
4. Di antara prinsip-prinsip sosial Islam yang dinamis, ada dua prinsip yang
ditekankan, yaitu (1) pendayagunaan secara maksimal dan proporsional sumber-
sumber yang dianugrahkan Allah, dan (2) pemanfaatan, pemerataan dan
peningkatan hubungan kemanusiaan secara menyeluruh atas kebenaran dan
keadilan.
5. Pembangunan ekonomi adalah aktivitas yang multidimensional dan menekankan
pada keseimbangan atau keadilan dari berbagai faktor. Keadilan dan pemerataan
distribusi penghasilan dan kekayaan tidak berarti harus sama. Karena Islam
mengakui adanya perbedaan dalam hal rizki diantara umat-Nya, sebagaimana
yang difirmankan : “Dan Allah melebihkan sebagian kamu dari sebagian yang
lain dalam hal rizki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rizkinya itu) tidak mau
memberikan rizki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka
sama (merasakan) rizki itu. Maka mereka mengingkari nikmat Allah? (Q. An
Nahl:71).

Landasan Etika dan Moral

Landasan etika dan moral ekonomi Islam terletak pada sifat yang tidak pernah
mengkompromikan antara yang diperbolehkan (halal) dengan yang dilarang (haram)
(Al-Buraey 1986:194). Pernyataan ini mengandung arti bahwa setiap kegiatan ekonomi
tidak boleh mencampur adukan antara kebaikan dan keburukan, sesuatu yang telah
dianggap baik (halal) menurut syariat akan tetap baik untuk dilakukan dan sebaliknya
sesuatu yang telah dianggap buruk atau dilarang (haram) menurut syariat juga akan tetap
tidak diperbolehkan untuk dilakukan, seperti di dalam Islam dilarang korupsi, maka
kapanpun pekerjaan itu tetap dilarang. Riba dilarang karena hal itu merupakan bentuk
penindasan, yang mana si kaya dengan kekayaan dan kekuasaannya mengambil hak hak
si miskin dan kemudian menindasnya dengan cara mengambil kelebihan atau surplus
yang disebut dengan bunga atau riba.

Landasan etika dan moral dalam perekonomian Islam ini, pada hakekatnya
bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat secara adil dan seimbang, karena dengan
landasan ini seorang pelaku ekonomi tidak akan saling menindas untuk sekedar
mementingkan diri sendiri tanpa memperdulikan orang lain. Asy'arie (1997:63)
mengemukakan bahwa moral spiritual menjadi bagian fundamental bagi kegiatan

8
ekonomi, untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang lebih adil dan seimbang,
melalui tatanan kehidupan politik dan kebudayaan yang berdimensi kemanusiaan.
Asy'arie mengemukakan konsep perekonomian Islam seperti pada Gambar berikut ini :

Di bawah sistem ekonomi Islam, penumpukan kekayaan oleh sekelompok orang


dihindarkan dan langkah-lamgkah dilakukan secara otomatis untuk memindahkan aliran
kekayaan kepada anggota masyarakat yang belum bernasib baik, seperti mengeluarkan
zakat, infak dan sodakah. Dengan mendalami sistem ekonomi Islam, kita akan
menemukan kelemahan sistem ekonomi kapitalis yang berkembang menurut konsep
persaingan bebas, ataupun kelemahan sistem ekonomi sosialis yang tumbuh akibat
pengawasan yang terlalu ketat dan sikap diktator kaum buruh serta tidak adanya
pengakuan terhadap hak pemilikan terhadap harta.

Sistem ekonomi Islam adalah suatu sistem yang sangat sederhana untuk
peningkatan ekonomi masyarakat dan membolehkan anggotanya melakukan proses
penbangunan ekonomi yang stabil dan seimbang, bebas dari kelemahan sistem kapitalis
dan sosialis. Sistem ekonomi Islam menyediakan peluang-peluang yang sama dan
memberikan hak-hak alami kepada semua, yaitu hak terhadap harta dan bebas berusaha;
dan pada saat yang sama menjamin keseimbangan dalam distribusi kekayaan; semata-
mata untuk tujuan memelihara kestabilan dalam sistem ekonomi. Hak akan harta milik
perseorangan dan kebebasan tidak diberikan tanpa batas seperti pada sistem ekonomi
kapitalis, tetapi diimbangi dengan batasan-batasan moral dan undang-undang. Secara
keseluruhan langkah-langkah tersebut mengakibatkan kekayaan senantiasa beredar
secara terus menerus di kalangan orang banyak dan tidak terakumulasi hanya pada

9
pihak-pihak tertentu saja. Setiap individu mendapat bagian yang sewajarnya serta adil
dan negara menjadi semakin makmur.

Dengan demikian dalam sistem ekonomi Islam jika ajarannya dipatuhi, maka
tidak akan terdapat individu-individu yang menjadi pengelola/monopoli kekayaan
negara dan sebaliknya semua individu secara paksa diletakkan pada tingkatan dimana
semua pelaku ekonomi mendapatkan kesempatan yang sama dalam berusaha. Individu
dapat mengeluarkan pendapatannya secara efisien, tanpa mengganggu keseimbangan
ekonomi masyarakat secara keseluruhan. Dalam sistem ekonomi Islam kalau dijalankan
dengan baik, maka tidak akan ada kemungkinan untuk beberapa individu mengambil
kesempatan untuk mengumpulkan harta kekayaan secara berlebihan, sementara
mayoritas rakyat dibiarkan susah payah dalam memenuhi keperluan pokoknya
(Afzalurrahman, 1995a:12). Apakah kamu bisa tidur nyenyak sementara orang di
sekeliling kamu kelaparan? demikian Allah mengingatkan hambanya dalam salah satu
ayat Kitab suci Al Qur'an.

Keberhasilan sistem ekonomi Islam terletak pada sejauh mana keselarasan atau
keseimbangan yang dapat dilakukan diantara kebutuhan material dan kebutuhan etika
dan moral manusia. Sistem ekonomi Islam tidak melupakan ciri pokok kemajuan
manusia yang bergantung kepada sejauhmana lancarnya koordinasi dan keharmonisan di
antara aspek moral dan material dalam kehidupan manusia. Apabila aspek moral
dipisahkan dari perkembangan ekonomi, maka ia akan kehilangan kontrol yang
berfungsi menjaga kestabilan dan keseimbangan dalam sistem sosial. Di samping itu,
apabila kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhan ekonomi tidak mempunyai batas-
batas moral yang jelas dan menuju pada paham materialis, amoralitas dan korupsi, yang
mengakibatkan goyahnya kestabilan ekonomi masyarakat. Akibatnya akan menghadapi
persaingan dan permusuhan, hilangnya sikap saling kerja sama dan berkasih sayang
diantara konsep tersebut, karena spiritualisme dan materialism dipertentangkan atau
dipisahkan dan akhirnya akan membawa kehancuran dan kekacauan pada masyarakat.

Sistem ekonomi Islam mengajarkan bahwa kejayaan dan keselamatan bukanlah


terletak pada spiritualisme semata-mata akan tetapi terletak pada kombinasi yang
harmonis di antara keduanya. Sistem ekonomi Islam menekankan bahwa tidak
sepatutnya manusia menyerahkan diri sepenuhnya ke dalam spiritualisme, yang

10
mengabaikan unsur-unsur kebendaan dan menganggapnya sebagai dosa, atau dia
berpegang pada paham kedua (materialisme) yang menilai sesuatu semata-mata melalui
materi dan mengesampingkan nilai-nilai moral dalam kehidupan.

AL-Zuhayly (1996:267) dalam bukunya "Al-Qur'an dan Paradigma Peradaban"


menjelaskan bahwa Al-Qur'an sebagai sumber ajaran yang komprehensif telah
memberikan kebebasan kepada pemeluknya dalam membangun ekonominya terjun
langsung ke bidang-bidang tertentu disesuaikan dengan keahlian yang dimiliki dan yang
bisa menguntungkan pada dirinya, asalkan dengan cara yang baik dan terhormat serta
mengikuti aturan main yang menjadi pijakan setiap warga masyarakat, dan tidak
menyimpan dari ketentuan syari'at. Selanjutnya dikatakan bahwa untuk memperoleh
hasil yang optimal di bidang perekonomian dengan upaya memanfaatkan teknologi
canggih dalam menggali sumber daya alam yang bisa dikelola untuk menjadi karya yang
fenomental, seseorang harus menghormati hak-hak orang lain dan mengikuti prosedur
yang berlaku sehingga tidak ada yang merasa dirugikan, bahkan sama-sama mendapat
keuntungan karena keberadaan alam dan isinya ini memang untuk kepentingan dan
kemaslahatan umat manusia secara bersama-sama, tidak ada yang harus memonopoli.

Berpijak dari landasan ini, maka adalah keharusan bagi setiap umat Islam
sebelum mengkaji ekonomi Islam terlebih dahulu mengkaji azas dasar hukum Islam
(An-Nabhani, 2000:2). Agar dalam berekonomi tidak keliru melangkah, maka umat ini
harus memahami syariat Islam lebih dulu walaupun pada taraf yang lebih rendah,
utamanya yang menyangkut masalah-masalah mu’amalat atau berekonomi. Hal ini
adalah wajib, karena pada dasarnya Syariat Islam adalah suatu sistem norma Ilahi yang
mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesama
manusia, hubungan manusia dengan alam lainnya dengan tujuan "melindungi jiwa,
pikiran, harta, keturunan, dan kehormatan" (Al-Bakri, 1989:72).

Landasan Ekonomi

Landasan ekonomi dari sistem ekonomi Islam terletak pada kehendak untuk
mewujudkan kesejahteraan ekonomi yang dilandasi oleh kesempatan kerja bagi segenap
warga masyarakat yang mampu bekerja. Inti landasan ini adalah bahwa dalam ekonomi
Islam sangat “mendorong adanya kerja sama, dimana modal dan tenaga dikombinasikan

11
sehingga melahirkan barang-barang atau jasa yang diperlukan oleh ummat manusia”
(Al-Buraey, 1986:197). Cara seperti ini lanjutnya dapat memungkinkan para pemilik
modal untuk menarik keuntungan, di samping menerima imbalan atas kerugian yang
mungkin timbul. Bentuk-bentuk kerja sama dalam ekonomi Islam yang umum dikenal
adalah mudharabah, dan syirkah (Siddiqi 1996, 8; lihat juga Islahi 1997:193-195; Al-
Jazairy 1991: 75-115).

Syirkah adalah keikutsertaan dua orang atau lebih dalam suatu usaha tertentu
dengan sejumlah modal yang telah ditetapkan berdasarkan perjanjian untuk bersama-
sama menjalankan suatu usaha dan pembagian keuntungan dan kerugian dibagi menurut
bagian yang ditentukan;

Mudharabah adalah bentuk pengkongsian dimana satu pihak menyediakan


modal dan pihak lain memanfaatkannya untuk tujuan-tujuan usaha, berdasarkan
kesepakatan bahwa keuntungan dari usaha tersebut akan dibagi menurut bagian yang
telah ditentukan. Dalam sistem mudharabah ini untung dan rugi harus ditanggung
bersama antara pemodal dan pengelola. Disinilah letak keadilan sistem ekonomi Islam
bahwa sipemodal bukan hanya seenaknya tahu menerima keuntungan sementara kalau
ada kerugian harus dibebankan pada pengelola, melainkan senang susahnya harus
dirasakan bersama. Untuk itu kejujuran sipengelola dalam hal ini sangat harus
diutamakan.

Dalam bentuk kerja sama ini yang paling esensial untuk diperhatikan adalah
terpeliharanya dan dilaksanakannya keadilan, inilah basis utama dalam melakukan
aktivitas bisnis dari kedua belah pihak. Karena itu ambisi untuk ingin mengeruk
keuntungan pribadi dengan tidak memperdulikan yang lain atau merugikan pihak lain
sangat dilarang dalam transaksi ekonomi yang berdasarkan syariat Islam.

Landasan Sosial

Landasan sosial dalam sistem ekonomi Islam sangat menekankan pentingnya


solidaritas di kalangan ummat Islam. Hal ini akan terwujud secara baik dalam bentuk
keadilan distributif, dengan cara menggunakan piranti (tool) dan metode-metode untuk
mengalokasikan kesejahteraan di antara pribadi-pribadi di dalam masyarakat (Al-
Buraey, 1986:199).

12
Salah satu piranti utama dalam sistem ekonomi Islam yang berhubungan
landasan sosial adalah zakat, karenanya zakat dijadikan sebagai rukum Islam yang wajib
ditunaikan oleh semua muslim yang sudah memenuhi syaratnya. Dalam aspek ekonomi
zakat memenuhi dua tujuan distributif, yaitu: Pendistribusian kembali (redistribusi)
pendapatan dari kaum yang berlebih kepada yang memerlukan, serta adanya alokasi
antara konsumsi dan investasi.

Kesadaran sosial seperti pengeluaran zakat tersebut kalau dipahami dan


diamalkan akan dapat membangkitkan semangat untuk berusaha dan sebaliknya dapat
menghilangkan ketamakan dan keserakahan. Konsep inilah yang sebenarnya
membedakan sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi Kapitalis dan Sosialis,
karena zakat merupakan instrumen ekonomi memiliki manfaat sosial dan ibadah yang
wajib ditunaikan dan tercantum dalam kitab suci yang diturunkan Allah SWT kepada
umatNya, bukan hasil pikiran manusia.

Landasan Budaya

Bahwa setiap manusia akan selalu terpenjara dalam tiga lingkaran konsentris,
yaitu lingkaran sikap pribadinya, sikap-sikap kelasnya, dan lingkaran budayanya. Jika
seseorang bisa membebaskan dari lingkaran sikap pribadinya, maka dia masih akan
dibatasi oleh lingkaran yang kedua yaitu lingkaran sikap dan perilaku kelasnya, dan jika
terbebas dari lingkaran kedua ini, maka masih dibatasi pula oleh lingkaran yang ketiga
yaitu lingkaran budaya. Lingkaran inilah sebenarnya yang sulit dihindari karena manusia
adalah makhluk sosial yang harus saling berhubungan dan berinteraksi dengan manusia
lainnya dalam hidup dan kehidupannya. Manusia adalah makhluk Allah yang berbudaya
dan merupakan salah satu landasan utama dalam segala aktivitas.

Landasan ini kami rasa penting karena implementasi aktivitas ekonomi pada
hakekatnya adalah hubungan antara manusia dengan sekelilingnya dan yang utama
menyangkut hubungan manusia dengan sesamanya. Untuk hidup bersama dan
bekerjasama maka kelompok manusia (yang membentuk masyarakat atau komunitas
tertentu) memerlukan tata hubungan atau aturan-aturan tersendiri yang disepakati
bersama yang disebut kebudayaan yang tentunya dalam konteks ini bernuansa Islam
yang terintegrasi dengan landasan-landasan lain yang telah kami jelaskan.

13
Kalau Islam sebagai agama mengatur tata kehidupan yang bersifat universal
dunia dan akhirat, maka kebudayaan hanya mengatur tata kehidupan dunia yang
menyangkut hubungan antar manusia dalam beraktivitas. Karena itu kebudayaan bersifat
lokal yang harus dipahami oleh siapa saja yang ingin berinteraksi dengan sesama
manusia lain dari komunitas tertentu, termasuk didalamnya dalam hal aktivitas ekonomi.
Jika tata hubungan ini diabaikan bisa menimbulkan ketersinggungan atau ketidak
puasaan yang berakibat tidak terjadinya kesepakatan aktivitas ekonomi yang akan
dilaksanakan. Misalnya budaya malu dan kejujuran dalam jual beli atau pinjam
meminjam yang dibangun oleh suatu komunitas masyarakat tertentu kemudian dilanggar
oleh pihak lain, maka akan menyulitkan aktivitas ekonomi selanjutnya dengan orang
yang sama pada komunitas bersangkutan.

Masyarakat Indonesia secara umum memiliki ciri identitas kebudayaan yang


menyatu dengan identitas bangsa Indonesia, yaitu “masyarakat yang berjiwa agamis dan
bersemangat gotong royong atau kolektif”, yang hingga saat ini masih terpelihara di
daerah pedesaan. Itulah sebabnya, Pancasila diterima dan didukung sebagai falsafah
berbangsa dan bernegara dari seluruh bangsa Indonesia yang sadar bernegara. Manusia
Indonesia secara umum adalah masunsia yang sepenuhnya menyatu dan dilandasi oleh
nilai-nilai etik dan moral Pancasila dalam segala aktivitasnya, walaupun memiliki
kebudayaan yang bersifat Bhineka Tunggal Ika, karena masyarakat bangsa Indonesia
adalah masyarakat yang majemuk, baik ditinjau dari segi etnis maupun dari segi agama
yang dianut. Suatu kenyataan bahwa kalau ditinjau dari agama yang dianut, maka
masyarakat Indonesia yang beragama Islam lebih dari 85% dari jumlah penduduk dan
merupakan umat Islam yang terbesar di dunia. Islam di Indonesia telah dianut oleh
masyarakatnya sejak 7 abad yang lalu, karena itu tidak mengherankan kalau sudah
menjadi bagian kebudayaan yang ideal di Indonesia, khususnya di daerah pedesaan.

Tidaklah mengherankan kalau di daerah-daerah pedesaan yang masih kental


kepatuhannya dengan petuah ulama, maka segala tata hubungan antara sesama umat
termasuk dalam hal ekonomi tidak akan menyimpang dari ajaran yang disampaikan oleh
para ulama. Para ulama inilah yang telah memainkan peranan sehingga Islam telah
menjadi kebudayaan yang ideal dalam masyarakat pedesaan di Indonesia. Karena itu
setiap upaya memahami watak masyarakat Indonesia masa kini dan warisan budayanya

14
tidaklah bisa meninggalkan penelaahan terhadap peranan Islam di masyarakat Indonesia,
baik sebagai agama maupun sebagai kekuatan politik dan ekonomi.

2. Pengembangan Ekonomi dan Bisnis Islam


Pengembangan ekonomi dan bisnis Islam dapat dilakukan dengan berbagai cara,
diantaranya mengamati dan mengkaji sistem ekonomi dan bisnis konvensional yang
berkembang dengan mengaitkannya dengan sumber ajaran Islam, yaitu al-Quran dan as-
Sunnah. Apabila sistem ekonomi dan bisnis tersebut tidak bertentangan dengan ajaran
Islam, maka sistem tersebut dapat diakomodasi ke dalam ekonomi dan bisnis Islam.
Cara ini lebih mudah dilakukan karena hanya mencari praktik ekonomi dan bisnis di
masyarakat yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam, tetapi memiliki kelemahan
yang fundamental karena sangat tergantung pada praktik yang sudah ada tanpa ada
motivasi untuk merumuskan sendiri.

Cara kedua adalah mengkritisi sistem ekonomi dan bisnis konvensional


kemudian mencoba menyempurnakannya dengan sumber ajaran Islam untuk
membangun ekonomi dan bisnis Islam. Meskipun cara pengembangan ini lebih maju
dari cara pertama karena sudah ada usaha untuk menggali nilai-nilai Islam dan
menyempurnakan praktik ekonomi dan bisnis yang berkembang di masyarakat namun
demikian masih memiliki kelemahan mendasar, yaitu ketergantungan pada praktik
ekonomi dan bisnis di masyarakat. Al-Quran dan as- Sunnah belum dianggap sebagai
sumber ilmu pengetahuan dan hidup bermasyarakat.

Cara ketiga adalah meyakini bahwa al-Quran dan as-Sunnah adalah sumber
ilmu pengetahuan. Dengan demikian, al-Quran dan as-Sunnah digali dan diteliti sesuai
dengan kepentingan bidang keilmuan untuk menemukan ilmu yang mashlahah, termasuk
ekonomi dan bisnis Islam. Ini berarti bahwa Islam memiliki sendiri sistem ekonomi dan
Bisnis tanpa harus mengikuti sistem ekonomi dan bisnis konvensional. Permasalahan
yang bisa muncul adalah perbedaan penafsiran atas isi al-Quran dan as-Sunnah di antara
setiap penafsir. Perbedaan ini bisa diakibatkan oleh latarbelakang pendidikan,
kepentingan, wawasan, lingkungan penafsir, dan lain sebagainya. Hal ini tidak menjadi
masalah yang berarti sepanjang dilakukan dengan niat yang tulus untuk mendapatkan
ilmu pengetahuan karena setiap penafsir akan mendapatkan keberuntungan. Semakin
banyak orang yang menafsirkannya berarti semakin banyak orang belajar dari al- Quran

15
dan as-Sunnah dan itu berarti semakin banyak ilmu pengetahuan yang berkembang di
masyarakat dengan basis al-Quran dan as-Sunnah. Dengan demikian tidak ada kesia-
siaan di dalam menafsirkan atau menggali al-Quran dan as-Sunnah karena semua
mendapat keberuntungan2.

Berkaitan dengan penafsiran ayat-ayat suci al-Quran dan as-Sunnah, Islam


memiliki epistemologi tersendiri yang telah lama dipraktikkan oleh cendekiawan
muslim pada masa lalu.

Mengingat ilmu dalam Islam dipengaruhi dimensi spiritual, wahyu, intuisi, dan
memiliki orientasi teosentris, konsekuensi berikutnya sebagai salah satu ciri ilmu
tersebut adalah terikat nilai-nilai di dalam Islam. Nilai-nilai tersebut dapat
dikembangkan dari sifat-sifat Allah swt (asmaul husnah) dan nilai-nilai luhur dalam
Islam, seperti kejujuran, keikhlasan, dan lain sebagainya.

3. Penerapan Nilai-nilai Islam dalam Bisnis


Di dalam ajaran Islam terdapat berbagai macam nilai yang dapat digali untuk
dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai tersebut mulai dari nilai yang
berkaitan dengan hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan sesama makhluk, hingga
nilai-nilai dalam berperilaku.

Kajian tentang nilai dalam ilmu pengetahuan menjadi salah satu perbedaan
utama antara pandangan Sains Barat dengan pandangan ilmu pengetahuan Islam. Di
dalam Islam, ilmu pengetahuan harus didasarkan pada nilai dan harus memiliki fungsi
dan tujuan. Bahkan menurut Sumarna, nilai sebagai ruhnya ilmu. Ilmu tanpa nilai seperti
tubuh tanpa ruh yang berarti tidak berguna (2006: 183). Dalam al-Quran terdapat banyak
macam nilai yang dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan,
diantaranya tauhid, amanah, mashlahah, ikhlash, ‘adl, ihsan, istikhlaf, ukhuwwah,
shiddiiq, dan lain sebagainya. Tauhid merupakan prinsip utama di dalam beragama.
Prinsip ini menunjukkan bahwa setiap manusia diciptakan adalah sama kedudukannya
dan tidak boleh ada yang memposisikan dirinya sebagai yang disembah dan yang lain
adalah penyembah tetapi satu-satunya yang bisa disembah adalah Allah swt, tuhan alam
semesta. Tugas manusia bukanlah untuk makan dan menikmati kehidupan lainnya
sebagaimana makhluk lainnya, tetapi mengemban amanah untuk menyembah Allah

16
Yang Esa, berbuat kebajikan untuk mendapat ridha-Nya, mencegah kemungkaran dan
berpegang teguh dengan tali yang kuat (Islam), dan sabar dalam menghadapi setiap
cobaan (Qardhawi, 2000a: 34).

Amanah adalah lawan dari khianat, merupakan kepercayaan atau


pertanggungjawaban moral atas semua tugas atau kewajiban yang diemban seseorang,
termasuk pula segala yang telah ditetapkan Allah kepada hamba-Nya (Kahhar dan
Fatahillah, 2007: 14). Adapun mashlahah dalam ekonomi menurut Siddiqi, 1992: 11-34,
adalah segala kegiatan produksi harus bisa memberikan kemaslahatan maksimum bagi
konsumen dan produsen yang bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk, diantaranya
pemenuhan kebutuhan manusia pada tingkat moderat, menemukan kebutuhan
masyarakat dan pemenuhannya, menyiapkan persediaan barang dan jasa di masa depan,
dan tidak merusak lingkungan hanya demi untuk mendapatkan keuntungan materi atau
memenuhi kebutuhan umat manusia. Sedangkan ikhlash adalah menyengajakan
perbuatan semata-mata mencari keridhaan Allah dan memurnikan perbuatan dan segala
bentuk kesenangan duniawi (Qardhawi, 2004: 13).

Sementara „adl adalah kata benda abstrak yang berasal dari kata kerja adala
yang berarti: pertama, meluruskan atau duduk lurus, mengamandemen atau mengubah;
kedua, melarikan diri, berangkat atau mengelak dari suatu jalan yang keliru/salah
menuju jalan yang benar; ketiga, sama atau sepadan atau menyamakan; dan keempat,
menyeimbangkan atau mengimbangi, sebanding atau berada dalam suatu keadaan yang
seimbang (state of equilibrium) (Khadduri, 1984: 8). Dan ihsan adalah melakukan
perbuatan baik karena dilandasi kasih sayang sehingga perbuatan baik tersebut melebihi
ketentuan yang ada.

Istikhlaf, yaitu apa saja yang dimiliki manusia merupakan titipan Allah swt
(Qardhawi, 2000a: 40-1). Dengan demikian Allah-lah Yang Maha Pemilik seluruh apa
dan siapa yang ada di dunia ini9. Sementara ukhuwwah adalah hubungan yang menyatu
diantara umat manusia, antara umat manusia dengan umat lainnya, dan antara umat
manusia dengan lingkungannya (Shihab, 1997: 489). Sedangkan shiddiq merupakan
merupakan kesesuaian antara ucapan dengan kenyataan atau antara keadaan yang
terlihat dengan yang tersebunyi (Al-Mishri, 2008: 24-8).

17
Dalam tulisan ini, ada tiga nilai utama yang mencoba digali untuk dapat
diterapkan (tidak berarti nilai yang lain tidak bermanfaat, tetapi hanya untuk memberi
contoh bagaimana nilai-nilai dalam Islam dapat diaplikasikan dalam dunia bisnis yang
berbeda filosofinya dengan bisnis yang dikelola secara konvensional), yaitu nilai
kejujuran (shiddiiq), keadilan („adl), dan kemanunggalan (ukhuwwah). Ketiga jenis nilai
utama ini dalam implementasinya tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.

Berdasarkan pemaparan dan analisis nilai kejujuran, keadilan, dan


kemanunggalan dalam berbisnis dapat disarikan sebagai berikut :

Aktivitas
No. Nilai Makna Nilai
Bisnis
Produksi Produk yang Halal dan baik
1. Kejujuran Penjualan Informasi produk terbuka
Keuntungan Bebas dan konsisten
Produksi Produk untuk Kemaslahatan
2. Keadilan Penjualan Martabat hidup
Keuntungan Kebutuhan pokok maslahat
Produksi Kebutuhan hidup dan Kemaslahatan

3 Kemanunggalan Penjualan Saling Memajukan dan Kasih


saying
Keuntungan Sesuai Kemampuan Pelanggan
dan Harmonisasi

Makna ketiga nilai tersebut di atas dalam paham Islam tidaklah sama dengan
paham konvensional. Walaupun ada nilai tertulis yang sama di antara dua paham
tersebut tetapi hakikat atau pemahaman yang mendasarinya berbeda. Sebagai contoh,
nilai memegang amanah yang dilandasi etika. Dalam paham konvensional, etika yang
dipakai adalah etika utilitarianisme dan materialisme, yang tidak mengenal halal-haram
dan kemaslahatan umat dalam menjalankan amanah tersebut. Aspek materi menjadi
pemacu dalam berusaha. Sementara dalam paham Islam sangat menjunjung tinggi
kehalalan dan kebaikan masukan, proses, dan keluaran. Demikian juga, Islam sangat
memperhatikan kemaslahatan umat dalam menghasilkan produk dan memperoleh
penghasilan.

18
B. Metode Riset

Riset ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif dengan berdasarkan


sumber-sumber yang ada serta hasil observasi dari peneliti sebelumnya. Adapun
penelitian sebelumnya yang menjadi acuan penyusun yaitu “MODEL PENGELOLAAN
BISNIS SYARI’AH: Studi Kasus Lembaga Pengembangan Usaha Yayasan Badan
Wakaf Sultan Agung Semarang” oleh Choirul Huda dari Universitas Islam Negeri (UIN)
Walisongo Semarang. Ada juga artikel berjudul “PENGELOLAAN BISNIS BERBASIS
NILAI-NILAI ISLAM” oleh Alimuddin dari Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Hasanuddin seta buku berjudul “MENGELOLA BISNIS SYARIAH :
Konsep Dasar & Implementasi” oleh Prof. Dr. Samdin, SE.M.Si. Prof. Dr. Hj. Alida
Palilati, SE.M.Si dan Prof. Dr. Hasanuddin Bua, SE.M.Si.

C. Pembahasan

 Model Pengelolaan Bisnis dalam Islam

Persaingan bisnis saat ini semakin ketat. Agar organisasi dapat terus ber- tahan
dalam menjalankan bisnis, maka harus melakukan perbaikan dan inovasi terus menerus.
Menurut Giesen, Berman, Bell dan Blitz, sebagaimana dikutip oleh Melina mengatakan
bahwa “anticipating massive change across diverse industries, top-performing CEOs
are focusing on business model innovation as a path to competitive power and growth”.
Ini menunjukkan betapa pentingnya inovasi model bisnis dalam kekuatan kompetitif dan
pertumbuhan perusahaan. Suatu model bisnis menggambarkan pemikiran tentang
bagaimana sebuah organisasi menciptakan, memberikan, dan menangkap nilai-nilai,
baik itu ekonomi, sosial, ataupun bentuk-bentuk nilai lainnya. Maka istilah model bisnis
dipakai untuk ruang lingkup yang luas dalam konteks formal dan informal untuk
menunjukkan aspek inti suatu bisnis, termasuk mencakup maksud dan tujuan, apa yang
ditawarkan, strategi, infrastruktur, struktur organisasi, praktik-praktik niaga, serta
kebijakan-kebijakan dan proses-proses operasional.

Pada umumnya, definisi model bisnis memasukkan penciptaan nilai pe- langgan
sebagai salah satu elemen inti. Penciptaan nilai pelanggan yang dibahas disebutkan
dalam berbagai istilah seperti “desain penciptaan nilai” atau “men- ciptakan nilai”, tetapi

19
makna utama dari istilah-istilah itu sama. Model bisnis harus menjelaskan bagaimana
perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggannya.. Rasulullah adalah pelaku bisnis yang
sangat berhasil di zamannya. Ada dua prinsip utama yang patut dicontoh dari perjalanan
bisnis Rasululah. Pertama, uang bukanlah modal utama dalam berbisnis, dan kedua,
modal utama dalam usaha adalah membangun kepercayaan dan dapat dipercaya (al-
amīn). Bisnis dalam Islam merupakan segala macam kegiatan bisnis yang tidak terbatas
(dalam hal kuantitas) kepemilikan barang atau jasa termasuk keuntungan, tetapi dapat
terbatas dalam hal cara mendapatkan dan cara penggunaan (sesuai dengan hukum
syari’ah Islam). Bisnis Islam yang dikendalikan oleh hukum syari’ah cukup jauh
berbeda dengan bisnis konvensional, dalam hal cara untuk men- dapatkan kekayaan dan
bagaimana menggunakannya.

Bisnis Islam yang sesuai syar’i bertujuan untuk mencapai falāḥ sebagai tujuan
hidup setiap Muslim. Maka dalam pengelolaan bisnis syari’ah tidak hanya memandang
aspek material, namun lebih ditekankan pada aspek spiritual. Dalam konteks duniawi,
falāḥ merupakan konsep yang multidimensi dan memiliki implikasi pada aspek perilaku
individual atau mikro dan perilaku kolektif atau makro.28 Adapun untuk mencapai falāḥ
tersebut dikenal konsep maṣlaḥah. Maslahah adalah segala bentuk keadaan, baik
material maupun non- material, yang mampu meningkatkan kedudukan manusia sebagai
makhluk yang paling mulia. Menurut al-Shatibi, maṣlaḥah adalah dasar kehidupan
manusia dan terdiri atas 5 (lima) hal, yaitu agama (dīn), jiwa (nafs), intelektual (‘aql),
keluarga dan keturunan (nasl) dan harta (māl).

Model bisnis pada entitas bisnis Islam bersumber dari prinsip-prinsip dan asas
ekonomi bisnis Islam sebagai sumber rujukannya. Dari proses dan peng- alaman dalam
pengembangan ekonomi bisnis, melahirkan kristalisasi sistem nilai yang menggerakkan
perilaku bisnis kolektif dalam naungan organ entitas bisnis Islam. Paduan antara ajaran
agama sebagai sumber rujukan, kristalisasi perilaku bisnis dan tempaan dunia bisnis,
melahirkan suatu model bisnis yang kemudian disebut model bisnis Islam.

20
Menurut Muhammad Akram Khan, terdapat tiga model penting dalam organisasi
bisnis menurut ekonomi Islam, yaitu:

a) Sole Proprietorship (Kepemilikan Tunggal). Sole Proprietorship merupakan


suatu usaha yang dijalankan sendiri oleh perorangan tanpa menggunakan bentuk
usaha yang terpisah dan tersendiri. Sole proprietorships adalah bentuk paling
sederhana dari organisasi usaha. Semua hak yang dimiliki usaha tersebut
merupakan hak yang dimiliki oleh si pemilik. Demikian pula, semua kewajiban
atau hutang yang ditanggung oleh usaha tersebut secara hukum merupakan
kewajiban atau hutang dari si pemilik. Aset dan laba yang dihasilkan oleh usaha
dimiliki oleh si pemilik yang secara pribadi berkewajiban membayar pajak
apapun yang harus dibayar berkenaan dengan aset dan laba tersebut.
b) Partnership. Merupakan suatu usaha yang dikembangkan secara bersama- sama oleh
dua orang atau lebih untuk mendistribusikan keuntungan dari hasil usaha yang
dijalankan oleh mereka. Implikasi dari definisi tersebut adalah bahwa pihak yang
menjalankan partnership sama-sama mengeluar- kan sumber daya yang dimiliki
masing-masing. Bagi hasil menjadi tujuan utama bentuk usaha ini. Keuntungan akan
didistribusikan pada proporsi yang sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.
Selain itu kerugian juga akan ditanggung oleh semua pihak. Pada prinsipnya Islam
meng- hendaki keadilan dan kejujuran dalam bertransaksi. Tidak ada aturan baku yang
menentukan dalam sistem bagi hasil apakah 50:50, 60:40, 70:30 dan seterusnya.
Prinsipnya yang bekerja paling gigih harus menerima lebih banyak dari yang tidak
berbuat.
c) Muḍarabah. Merupakan suatu usaha dalam bentuk kerjasama antara dua atau lebih
pihak dimana pemilik modal (ṣāḥib al-māl) mempercayakan sejumlah modal kepada
pengelola (muḍarib) dengan suatu perjanjian di awal. Bentuk ini menegaskan
kerjasama dengan kontribusi seratus persen modal dari pemilik modal dan keahlian dari
pengelola. Transaksi jenis ini tidak mewajibkan adanya wakil dari ṣāḥib al-māl dalam
manajemen proyek. Sebagai orang kepercayaan, muḍarib harus bertindak hati-hati dan
bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi akibat kelalaian dan tujuan penggunaan
modal untuk usaha halal. Sedangkan, ṣāḥib al-māl diharapkan untuk mengelola modal
dengan cara tertentu untuk menciptakan laba yang optimal.

21
 Jenis Usaha dan Model Pengelolaan Bisnis LPU YBWSA Semarang

Lembaga Pengembangan Usaha (LPU) Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung


(YBWSA) merupakan lembaga yang mengembangkan berbagai jenis usaha yang teknis
operasionalnya dikelola oleh dua perusahaan di bawah naungannya, yakni PT. Bhakti
Agung Pratama (PT. BAP) dan PT. Radio Suara Kalimasadha Sakti (SA- Radio). PT.
BAP adalah sebuah perusahaan yang mengambil bentuk usaha sebagai perusahaan
holding (holding company) dan didirikan untuk mengelola berbagai jenis usaha yang
sifatnya umum. Sebagai sebuah perusahaan di bawah payung LPU, PT. BAP
mengemban amanah YBWSA untuk mengusung bisnis yang berlandaskan pada ajaran
syari’ah Islam, dimana dalam pengelolaan bisnis, LPU mengutamakan kaidah
manajemen professional dengan landasan prinsip syari’ah. Beberapa unit usaha yang ada
di bawah koordinasi PT. BAP adalah: Percetakan Sultan Agung Press (SApress),
Property, Pumanisa (Pujasera Mahasiswa dan Apresiasi Seni Sultan Agung), Depo air
minum RO dan isi ulang “Quasa”, Takessa (Tabung Kesehatan Sultan Agung),
Minimarket Batama, Grosir Senkusa (Sentra Kulakan Sultan Agung), Aset manajemen,
dan Sultan Agung Tour (SAtour). Sementara SA Radio adalah perusahaan yang
bergerak di bidang jasa kepenyiaran dakwah Islam yang bercorak moderat dengan
slogan “Radionya Keluarga Muslim.” Jika PT. BAP mengelola berbagai jenis usaha,
maka SA Radio khusus bergerak di bidang kepenyiaran dakwah Islam yang mengudara
di jalur analog (1062 AM) dan streaming.

Model pengelolaan bisnis yang dijalankan oleh LPU didasarkan pada beberapa
unsur yang saling terkait, yaitu: dasar pijakan bisnis yang digunakan, orientasi terhadap
bisnis yang dijalankan, dan model operasional bisnis syari’ah yang diterapkan.

1. Dasar Pijakan Bisnis yang Digunakan

Posisi LPU sebagai badan pelaksana di bawah YBWSA cukup kuat di dalam
menggarap bidang bisnis yang berkaitan dengan pendidikan dan kesehatan. Hal ini
dikarenakan institusi bisnis di bawah holding LPU tidak sekedar men- jalankan bisnis
untuk mendulang keuntungan, tetapi juga melakukan edukasi terutama kepada internal
YBWSA, seperti mahasiswa Unissula, untuk belajar praktik bisnis yang didasari nilai-
nilai Islam. Dalam bidang kesehatan, LPU mendirikan Takessa yang berkaitan erat

22
dengan jaminan kesehatan karyawan YBWSA yang sangat berkaitan dengan salah satu
core bidang garapan YBWSA, yaitu bidang kesehatan.

Terkait dengan hal ini terdapat empat prinsip yang menjadi pilar LPU dalam
menjalankan sebuah bisnis, yaitu: prinsip keimanan, prinsip amanah, prinsip
keseimbangan, dan prinsip ihsan.35 Prinsip keimanan diimplementasi- kan dengan
menjaga shalat 5 waktu dengan berjamaah, kajian rutin mingguan, do’a pagi dan do’a
sore. Prinsip ini menjadi dasar bagi LPU dalam meraih ke- berkahan dalam berbisnis.
Prinsip amanah diimplementasikan dengan bekerja secara maksimal, profesional, dan
jujur. Maka LPU secara rutin melakukan pelatihan/pembinaan yang berkesinambungan,
baik pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan keahlian dalam berbisnis/bekerja
maupun pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan ruhiyah karyawan agar bisa lebih
menjaga amanah yang dibebankan. Prinsip keseimbangan diimplementasikan dengan
pemberian reward and punishment (upah dan sanksi) yang seimbang dan pemberian
penghargaan/apresiasi bagi pihak yang berprestasi. Prinsip ihsan diimplementasikan
dengan mendorong pihak-pihak yang terlibat dalam bisnis LPU untuk memberikan yang
terbaik bagi perusahaan.

2. Orientasi terhadap Bisnis yang Dijalankan

Pada beberapa kasus yang terjadi, LPU sangat menekankan pentingnya


pelayanan yang maksimal dengan mengedepankan kualitas, dibanding dengan perolehan
profit yang maksimal tetapi berdampak buruk pada keberlangsung- an bisnis yang
dikelola. Terdapat dua konsep yang saling berkaitan yang men- jadi orientasi bisnis
LPU, yaitu:

a) Konsep Maslahah, yaitu bagaimana bisnis yang dikembangkan tidak


hanya berorientasi mencari keuntungan (profit oreinted), tetapi juga ada
manfaat lain yang hendak dicapai (benefit oreinted). Melalui konsep
maslahah inilah perusahaan berupaya menjaga pertumbuhan agar selalu
meningkat. Hal itu diterapkan dengan adanya unit usaha Takessa (Tabung
Kesehatan Sultan Agung) dan SA Radio yang lebih pada pencapaian
benefit dari pada profit.

23
b) Konsep Keberkahan, yaitu sebagai tujuan tertinggi yang hendak diraih.
Maka cara-cara bisnis yang diterapkan harus sesuai dengan ajaran Islam
dan tidak melanggar larangan-larangan dalam Islam. LPU berusaha
secara maksimal mengawal setiap kegiatannya agar tidak bertentangan
dengan hukum-hukum syariat Islam.

3. Model Operasional Bisnis Syariah yang Diterapkan

Terdapat beberapa model pengelolaan bisnis yang dijalankan oleh LPU


YBWSA. Akan tetapi karena LPU YBWSA hanya sebagai koordinator saja, maka
model bisnis yang dianalisa adalah model bisnis yang dikembangkan oleh dua
perusahaan di bawah naungan LPU YBWSA, yaitu PT. Bhakti Agung Pratama (PT.
BAP) berikut unit usaha di bawahnya dan PT. Radio Suara Kalimasadha Sakti (SA
Radio). Selengkapnya diuraikan sebagaimana berikut ini:

a) PT. Bhakti Agung Pratama (PT. BAP)


Pengelolaan bisnis yang dilakukan PT. BAP pada dasarnya tidak jauh ber- beda dengan
pengelolaan bisnis pada umumnya. Namun dalam operasionalnya ada beberapa hal
yang ditekankan sebagai dasar pijakan dalam pengelolaan bisnis, yaitu yang berkaitan
dengan dasar bisnis yang digunakan dan orientasi bisnis sebagaimana yang sudah
dijelaskan di awal.
Menganalisa model bisnis PT. BAP harus lebih dahulu mengetahui model bisnis yang
diterapkan oleh masing-masing unit usaha yang ada di bawahnya. Unit usaha yang ada
di bawah payung PT. BAP menerapkan model pengelolaan bisnis yang berbeda-beda.
Hal itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
(1) Percetakan Sultan Agung Press (SApress)
Perusahaan yang bergerak di bidang jasa layanan cetak ini menjalankan usahanya
dengan model kombinasi antara model pengelolaan secara mandiri dengan model
pengelolaan kerjasama. Hanya saja pelibatan pihak ketiga tersebut tidak
menggunakan akad kerjasama bagi hasil, melainkan lebih pada konsep
pengalihan order cetak dengan kompensasi pembayaran berupa sejumlah uang
yang disepakati di awal.

24
(2) Property
Usaha properti yang dijalankan oleh PT. BAP adalah proyek perumahan yang ada
di dua lokasi, yaitu Perumahan Griya Agung yang berlokasi di Bangetayu
Semarang dan Perumahan Villa Agung Regency di Pudak Payung Kota
Semarang dan Ungaran Kabupaten Semarang. Pada bisnis ini PT. BAP bermitra
dengan beberapa pihak, diantaranya adalah dengan pemilik tanah dan kontraktor
(pihak yang menangani pembangunan unit rumah). Konsep kemitraan dengan
pemilik tanah adalah dengan cara pembelian lahan tanah melalui pembayaran
tempo saat tanah dan rumah laku terjual. Pola kemitraan ini sangat membantu PT.
BAP dalam permodalan. PT. BAP tidak perlu menyediakan dana khusus (modal
awal) untuk pembelihan lahan tanah, karena sudah disediakan oleh pihak mitra.
Bahkan pembayarannya bisa berlaku tempo saat tanah dan rumah tersebut sudah
laku. Selain itu masih ada distribusi bagi hasil dari nilai total profit usaha property
ini saat semua lahan tanah dan bangunan habis terjual.
(3) Pumanisa (Pujasera Mahasiswa dan Apresiasi Seni Sultan Agung)
Pumanisa berada di sebuah gedung milik YBWSA yang terdiri atas tiga lantai.
Lantai 1 adalah untuk layanan jasa mahasiswa yang bersifat umum (non
makanan), lantai 2 dipergunakan untuk layanan jasa makanan dan minuman
(pujasera), sedangkan lantai 3 dimanfaatkan untuk ruang kuliah mahasiswa
keperawatan Unissula. Model pengelolaan usaha pada lantai 1 dan 2 tidaklah
sama. Lantai 1 dikelola dengan sistem sewa lokal (ruang) senilai Rp. 500.000,- per
bulan per lokal, sedangkan lantai 2 dikelola dengan model bagi hasil (revenue
sharring atau omzet sharring) sebesar 7% dari pendapatan harian para mitra pe-
dagang. Namun, semua mitra pengusaha, baik di lantai 1 maupun 2, masih di-
kenakan biaya kebersihan, keamanan, dan listrik secara bulanan.
Model bagi hasil yang dilakukan oleh PT. BAP semacam itu bukanlah model bagi
hasil yang lazim dilakukan, karena bagi hasil biasanya dilakukan dengan model
profit sharing (bagi untung) atau omzet sharing (bagi pendapatan) tanpa ada
biaya-baiya tambahan lain di luar bagi hasil yang telah disepakati. Sementara
model bagi hasil yang dilakukan di lantai 2 Pumanisa, selain model omzet sharing
masih ada beban biaya tambahan sebagaimana disebutkan di atas. Akan tetapi
karena sudah disepakati sejak awal, bisnis di lantai 2 Pumanisa berjalan dengan

25
baik dan tanpa kendala yang berarti.
Hanya sayangnya, model bisnis yang dilakukan di Pumanisa lantai 2 ini memiliki
kelemahan dan rentan terjadi perselisihan. Kelemahan itu terletak pada sistem
pelaporan pendapatan harian yang dilakukan oleh para mitra pedagang kepada
PT. BAP. Selama ini besaran riel pendapatan harian yang dilaporkan tidak dapat
dideteksi dengan baik. Hal itu karena PT. BAP belum menerapkan sistem
pelaporan pendapatan satu kasir. Pelaporan pendapatan penjualan harian hanya
mengandalkan kejujuran masing-masing mitra pedagang. Sehingga dapat saja ada
mitra pedagang yang tidak jujur dalam pelaporannya. Tentu hal itu akan berimbas
pada kurang maksimalnya pen- dapatan PT. BAP selaku pengelola Pumanisa.
(4) Depo Air Minum RO dan Isi Ulang “Quasa”
Usaha Depo air minum isi ulang dan RO yang ditangani oleh PT. BAP
dilaksanakan secara mandiri, tanpa bekerjasama dengan mitra kerja yang lain.
Termasuk juga dalam hal kepemilikan modalnya yang secara penuh dimiliki oleh
PT. BAP. PT. BAP memiliki karyawan yang secara khusus menangani usaha
tersebut. PT. BAP hanya membeli pasokan air dari mitra pemasok air yang
kemudian penanganan bisnisnya dilakukan oleh PT. BAP. Model ini adalah
model yang umum dilakukan pada usaha depo air minum RO dan isi ulang yang
masih berskala kecil. Sayangnya, merk Quasa hingga kini belum didaftarkan hak
patennya oleh PT. BAP. Keberadaan merk ini akan berpengaruh pada segment
pasar yang dibidik. Mengingat merk dagang Quasa belum terdaftar, maka air
minum ini hanya bisa diedarkan untuk internal YBWSA. Karena pasarnya
terbatas pada kalangan internal YBWSA, maka pengembangan usaha depo air
minum isi ulang dan RO ini stagnan.
(5) Takessa (Tabung Kesehatan Sultan Agung)
Takessa dikelola secara mandiri oleh PT. BAP. Tidak sebagaimana per- usahaan
asuransi lain yang melibatkan banyak nasabah, Takessa hanya me- libatkan
internal YBWSA. Artinya, anggota Takessa hanya terdiri atas karyawan YBWSA
berikut bapel-bapelnya. Dengan pembayaran premi yang dipotongkan dari gaji
karyawan sebesar 5% dari gaji pokok (dalam realitasnya nilai uang tersebut tidak
dipotongkan dari gaji karyawan tetapi ditanggung sepenuhnya oleh YBWSA),
maka karyawan yang bersangkutan akan mendapatkan fasilitas jaminan kesehatan

26
yang dikelola oleh Takessa. Premi yang dibayarkan oleh anggota ini dikelola PT.
BAP untuk salah satunya membayar klaim-klaim dari anggota jika mengalami
suatu hal pada dirinya (sakit/meninggal). Hal itu berarti, PT. BAP tidak
memerlukan modal kerja, karena PT. BAP hanya menge- lola aliran uang masuk
(premi anggota) dan aliran uang keluar (klaim ang- gota).
(6) Minimarket Batama
Minimarket Batama ini dikelola sendiri secara mandiri oleh PT. BAP dengan
mengadopsi konsep minimarket pada umumnya. Maka sebagaimana minimarket
lain, minimarket Batama tetap bekerjasama dengan mitra pe- masok (suplier)
untuk mensuplay pasokan barang-barang yang didisplay di minimarket.
Hubungan kerjasama antara PT. BAP dan suplier sebatas hubung- an akad
dagang yang dibayar belakangan (konsinyasi). Jadi dalam pengelolaan
minimarket batama, PT. BAP secara penuh menguasai modalnya.
(7) Grosir Senkusa (Sentra Kulakan Sultan Agung)
Model pengelolaan unit usaha grosir Senkusa tidak jauh berbeda dengan
minimarket Batama. Hanya saja, Senkusa menjual produk dengan sistem grosir,
bukan eceran sebagaimana yang dipraktikkan di minimarket Batama.
(8) Aset Manajemen
Model pengelolaan bisnis di bidang asset manajemen ini, PT. BAP hanya
mengelola persewaan lahan/bangunan yang dimiliki oleh YBWSA. Seluruh asset
dimiliki YBWSA, sementara PT. BAP hanya bertindak sebagai pengelola
persewaannya. Model ini tidak jauh berbeda dengan persewan lahan/ bangunan
yang umum dilakukan. Hanya saja pada persewaan lahan parkir di Rumah Sakit
Islam Sultan Agung, model pengelolaannya tidak hanya per- sewaan lahan, tetapi
ada bagi hasil dari nilai profit yang diperoleh oleh mitra. Mitra ini mengelola
parkir dengan membayar uang sewa lahan dengan nilai tertentu kepada PT. BAP
dan di akhir bulan mitra ini diwajibkan untuk mem- bayar bagi hasil 5% dari nilai
profit yang diperolehnya selama 1 bulan yang ter- laporkan. Dalam konteks ini
PT. BAP memperoleh dua keuntungan, yaitu keuntungan dari menyewakan lahan
parkir dan keuntungan bagi hasil dari nilai profit mitra selama 1 bulan yang
terlaporkan.

27
(9) Sultan Agung Tour (SAtour)
Perusahaan Tour dan Travel yang berdiri pada tahun 2005 ini menangani
berbagai jasa layanan pariwisata, antara lain: wisata domestik, ticketing
(pesawat dan kereta), rental mobil, persewaan bus pariwisata, umrah dan haji.
Ada beberapa produk yang ditangani oleh SAtour secara mandiri, tanpa
melibatkan pihak lain, namun ada juga produk layanannya yang bermitra dengan
pihak lain karena alasan tertentu.
Untuk penjualan produk rental mobil dan persewaan bus pariwisata, SAtour
sekedar mencari keuntungan dari jasa menjualkan armada milik pihak lain.
Sementara penanganan produk yang bermitra dengan pihak lain adalah umrah
dan haji. Dalam hal ini SAtour berkedudukan sebagai agen atau perwakilan dari
perusahaan induk. SAtour tidak menangani secara keseluruhan program
perjalanan umrah dan hajinya secara mandiri, tetapi berkonsorsium (bekerjasama)
dengan pihak lain, mengingat perijinan umrah yang belum dimilikinya,
kemampuan modal yang kurang memadai dengan resiko kegagalan yang cukup
tinggi, dan kondisidi lapangan yang seringkali berubah-ubah karena adanya
kebijakan-kebijakan yang juga sering berubah-ubah (baik dari pemerintah
Indonesia sendiri maupun dari pemerintah Arab Saudi).

b) PT. Radio Suara Kalimasadha Sakti (SA Radio)


Perusahaan kedua di bawah payung LPU YBWSA adalah Radio Suara Kalimasadha
Sakti (SA Radio), yaitu radio komersil yang selain menyuarakan dakwah Islam sesuai
visi misi YBWSA, juga menjalankan usaha selayaknya bisnis di bidang kepenyiaran.
Namun demikian, upaya perolehan pendapatan melalui bisnis media ini tidak terlalu
ditekankan oleh YBWSA mengingat beberapa alasan, yaitu:
(1) Dakwah Islam sangat diutamakan YBWSA. Maka dakwah melalui radio ini
didorong agar terus berlangsung, dengan berbagai konsekuensinya.
(2) Keberadaan SA Radio menjadi satu kebutuhan bagi YBWSA sebagai media
untuk pendidikan umat menuju terwujudnya generasi khairu ummah.
(3) Perlunya YBWSA memiliki media berbasis Islam sebagai penyeimbang media
lain yang sering menginformasikan hal-hal yang berbau negatif terhadap umat
Islam.

28
(4) Radio ini juga menjadi media pembelajaran dan pelatihan bagi mahasiswa
Unissula, terutama dalam hal kepenyiaran dan pengelolaan radio dakwah Islam.
Mengingat beberapa alasan tersebut, maka bisnis LPU YBWSA melalui media radio ini
lebih dilakukan dengan model pengelolaan mandiri, dibiayai sendiri tanpa ada
kerjasama dengan pihak lain. Operasional dibiayai dominan oleh YBWSA, meskipun
ada pasokan iklan dari luar YBWSA. Konsep ini yang menyebabkan usaha melalui SA
Radio ini berjalan dengan baik, lancar dan tidak berkendala.

 Relasi Pengelolaan Bisnis Syariah LPU YBWSA dengan Perkembangan Unit


Usaha yang Dikelola

Secara umum, model usaha yang diterapkan oleh sebuah perusahaan tergantung
pada jenis usaha yang dikelola. Usaha yang dikembangkan LPU YBWSA yang dalam
hal ini terwakili oleh PT. PT. BAP dan SA Radio, hubungan itu dapat tergambar pada
hasil yang diperoleh. Usaha-usaha yang dikelola PT. BAP secara umum mengalami
perkembangan yang cukup baik. Artinya ada peningkatan pendapatan dengan variasi
model pengelolaan bisnis yang digunakan. Hal itu terlihat pada perkembangan bisnis
SApress, SAtour, mini- market Batama, Pumanisa, Senkusa, air minum Quasa, dan
property.

Sejak awal, SApress terus mengalami peningkatan pendapatan. Pada fase


tertentu memang mengalami kerugian, tetapi kecenderungannya lebih pada peningkatan
hingga tahun 2015 dengan omzet menembus angka kisaran 2 milyar/tahun.48 Model
pengelolaan yang diterapkan PT. BAP melalui manaje- men SApress sudah dianggap
tepat dengan mengawinkan dua model, yaitu model pengelolaan mandiri dan model
partnership, meskipun model partner- ship yang dilakukan bukan model partnership
murni, tetapi lebih pada model partnership by case (kemitraan pada kasus-kasus
tertentu).

Hal yang tidak jauh berbeda terjadi pada SAtour yang omzet terakhir pada tahun
2015 sudah menembus angka kisaran 4 Milyar.49 Sumbangan terbesar dari omzet itu
diperoleh dari usaha umrah dan haji. Melalui program ini omzet SAtour terdongkrak
cukup baik. Meskipun SAtour belum mengelolanya secara mandiri, tetapi usaha ini
cukup potensial, karena terus meningkatnya animo masyarakat untuk beribadah ke tanah

29
suci dan semakin lamanya masa tunggu untuk beribadah haji. Adapun model partnership
yang diterapkan SAtour dalam pengelolaan program umrah dan haji ini dirasa sudah
tepat mengingat kodisi SAtour yang belum memiliki perangkat yang memadai, selain
perijinan pe- nyelenggaraan ibadah umrah/haji yang belum dimiliki. Namun SAtour
perlu berhati-hati dalam menetapkan mitra konsorsium (perusahaan umrah dan haji yang
menjadi induk SAtour), karena jika salah mitra, hal itu akan berdampak pada keruntuhan
bisnis SAtour mengingat bisnis ini adalah bisnis yang potensi kerugiannya sangat tinggi.

Sedangkan model usaha minimarket Batama dan Senkusa tidak jauh ber- beda
dengan model usaha minimarket konvensional. Mengingat posisi mini- market Batama
dan Senkusa yang berada di dalam kampus, maka segment pasar kedua usaha tersebut
juga terbatas pada komunitas kampus. Namun demikian, usaha ini mampu memperoleh
omzet yang cukup baik, yaitu sudah kisaran 10 Milyar di tahun 2015.

Kondisi beberapa unit usaha PT. BAP yang mengalami perkembangan


sebagaimana tersebut di atas berbeda dengan kondisi Takessa yang akhirnya ditutup. Hal
itu lebih disebabkan karena model pengelolaan yang tidak sesuai. Melalui pengelolaan
mandiri dengan jumlah anggota yang terbatas (seg- mented), yaitu hanya karyawan
YBWSA dan bapelnya, sangat mempengaruhi perolehan hasil usaha. Jumlah anggota
Takessa yang terbatas dengan jumlah premi yang otomastis juga terbatas, tidak mampu
menanggung beban klaim yang cukup besar. Inilah maka Takessa mengalami kerugian
yang dari tahun ke tahun terus meningkat dan akhirnya terpaksa dihentikan
operasionalnya.

PT. BAP sebenarnya sudah berusaha mengatasi problem pengelolaan Takessa,


dengan alternatif menaikkan premi asuransi atau menambah segment pasar. Namun dua
hal itu juga mengandung problem yang tidak mudah untuk diatasi. Upaya menaikkan
premi anggota akan mengalami penolakan yang cukup serius dari anggota, mengingat
pemotongan yang cukup besar dari gaji akan berpengaruh pada menurunnya pendapatan
mereka. Apabila biaya premi Takessa itu sepenuhnya ditanggung oleh YBWSA, maka
akan terjadi beban yang cukup besar di YBWSA dengan resiko yang juga tetap besar
(terutama resiko menanggung beban klaim yang tidak bisa diprediksi sebelumnya).
Sementara upaya untuk meluaskan segment pasar anggota Takessa mem- punyai
problem pada nilai pertanggungan yang akan diberikan Takessa, apa- kah bisa bersaing

30
dengan nilai pertanggungan yang diberikan oleh perusahaan asuransi lain yang selama
ini sudah lebih dahulu berkembang, seperti Askes (sekarang BPJS)? Jika tidak mampu
menyamai kualitas layanan yang diberikan dengan nilai premi yang kompetitif, maka hal
itu akan sia-sia saja ditawarkan kepada publik.

Pada usaha property yang dikelola dengan model partnership (kerjasama bagi
hasil) dengan modal dari dua pihak, yaitu modal dari pemilik tanah dan modal usaha PT.
BAP, ternyata cukup berhasil. Karena modal tanah dari pihak mitra, maka PT. BAP
diringankan dalam modal awal. Hal inilah yang membuat PT. BAP mampu bertahan di
usaha property ini. Secara riel ada peningkatan omzet yang cukup signifikan atas proyek
dua perumahan yang dikelola oleh PT. BAP. Hal itu dibuktikan pada laporan akhir tahun
2011, dimana PT. BAP mengalami pertumbuhan asset yang signifikan sejak beroperasi
di tahun 2009. Pada akhir tahun 2009, PT BAP mempunyai aktiva sebesar Rp. 777,5
juta. Pada akhir tahun 2010 meningkat menjadi Rp. 3,5 milyar.52 Pertumbuhan asset ini
terutama dipengaruhi oleh berdirinya divisi property. Dari laporan Rugi Laba, PT BAP
juga mengalami pertumbuhan pendapatan/omzet. Tahun 2009 omzet PT BAP sebesar
Rp. 2,7 milyar, tahun 2010 meningkat menjadi Rp. 3,9 milyar, dan pada tahun 2011
menjadi Rp. 6 milyar. Pertumbuhan pendapatan 46,9% pertahun dipacu karena bisnis
property.

Sementara khusus untuk model bisnis yang dijalankan oleh SA Radio tidak jauh
berbeda dengan model-model konvensional, karena usahanya dikelola dengan
mengandalkan pemasukan dari perolehan iklan. Uang iklan itulah yang dipergunakan
oleh manajemen SA Radio untuk memenuhi kebutuhan manaje- men. Namun sebagian
besar pendapatan justru diperoleh dari dropping YBWSA. Hal itu karena YBWSA
sudah berkomitmen untuk membiayai SA Radio, mengingat keberadaan SA Radio
sebagai media informasi, dakwah Islam dan media pendidikan rakyat sangat diperlukan
oleh umat Islam.

31
32
BAB III

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian sebagaimana tersebut di atas, maka model pengelolaan


bisnis syari’ah di Lembaga Pengembangan Usaha (LPU) Yayasan Badan Wakaf Sultan
Agung (YBWSA) Semarang dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. LPU menggunakan beberapa model bisnis, sesuai dengan tipe usaha yang dijalankan.
Artinya, tipe dan jenis usaha yang dijalankan mempengaruhi model bisnis yang
diterapkan. Tetapi ada satu konsep yang dijadikan dasar pijakan dalam berbisnis, yaitu
LPU tidak melulu mencari keuntungan (profit oreinted), namun juga ada nilai manfaat
(benefit oreinted). Beberapa fariasi model bisnis yang diterapkan oleh LPU, yaitu: 1)
Sole proprietorship (kepemilikan tunggal), diterapkan pada unit usaha Takessa dan
depo air minum Quasa (di bawah holding PT. BAP), dan SA Radio (berdiri sendiri di
bawah LPU). 2) Partnership, diterapkan pada unit usaha property, retail, dan Pumanisa
(ketiganya di bawah holding PT. BAP). 3) Kombinasi antara sole proprietorship dan
partnership, yaitu: SApress, Asset Manajemen, dan SAtour (ketiganya di bawah
holding PT. BAP)

2. Model pengelolaan bisnis yang diterapkan perusahaan dapat me- nentukan keberhasilan
sebuah usaha/bisnis. Oleh karena itu menjadi sangat penting bagi perusahaan untuk
memberikan perhatian pada model penge- lolaan bisnis yang dijalankannya.

B. Saran

Guna mengembangkan model pengelolaan bisnis syari’ah, maka Lembaga


Pengembangan Usaha (LPU) Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung (YBWSA)
Semarang perlu melakukan beberapa hal, yaitu: 1) LPU YBWSA perlu meng- evaluasi
beberapa model bisnis yang diterapkan sehingga tidak mengalami kerugian. Pengelolaan
Takessa yang berujung pada kerugian menunjukkan kurang tepatnya analisa yang
dilakukan dalam menentukan model pengelolaan bisnisnya. Juga pengelolaan Pumanisa
sebaiknya diterapkan sistem pelaporan satu kasir agar lebih akurat dan maksimal
profitabilitasnya. 2) Perlunya dilakukan dialog yang intensif sebagai edukasi kepada
masyarakat maupun pelaku usaha mengenai model bisnis syari’ah yang belum banyak

33
dikenal. Edukasi kepada masyarakat akan mampu menciptakan pasar syari’ah yang kuat
karena masyarakat dapat mengetahui beragam model-model bisnis syari’ah, dan
diarapkan akan lebih memilih model bisnis syaria daripada model bisnis konvensional.
Edukasi terhadap pelaku usaha akan mendorong berkembangnya model-model bisnis
syari’ah yang dikembangkan karena dapat memudahkan semua pihak dalam memilih
usaha dengan model pengelolaan bisnis yang akan diterapkan.

34
DAFTAR PUSTAKA

DOI: http://dx.doi.org/10.21580/ws.2016.24.1.1140

Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, Vol. 24 No. 1, Mei 2016, 165-190

Al-Buraey, Muhammad A., 1986. ISLAM: Landasan Alternatif Administrasi


Pembangunan, Cetakan Pertama, CV.Rajawali, Jakarta.

Samdin, dkk. 2012. MENGELOLA BISNIS SYARIAH: Konsep Dasar &


Implementasi. Kendari:

dll

35

Anda mungkin juga menyukai