Anda di halaman 1dari 11

UAS Ilmu Perundang-Undangan

BAB I

RANGKUMAN KLIPING KORBAN

Dikutip dari BBC Indonesia, Gubernur nonaktif Sulawesi Tenggara, Nur Alam
divonis 12 tahun penjara karena terlibat dalam kasus korupsi karena memberikan
izin Usaha Pertambangan. Nur Alam dianggap telah menggunakan kerugian
keuangan negara bukan hanya dari kerugian materiil saja, namun dapat dilihat oula
dari segi lingkungan, bahkan hingga pemulihannya. Tak main-main, ia merugikan
keuangan negara mencapai Rp4,3 Trilliun,atau diklaim dua kali lipat dari kasus
dugaan suap proyek KTP Elektronik yang diklaim mencapai 2,3 Trilliun.

Karena perbuatannya, ia dijatuhkan pidana oleh majelis hakim dengan pidana


penjara selama 12 tahun dan pidana denda sebesar Rp1 miliar, dengan ketentuan
apabila denda itu tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama enam
bulan. Namun, melihat kasus Nur Alam ini bukan hanya kasus korupsi, tapi
kejahatan lingkungan. Kita melihat kasus korupsi dan kejahatan lingkungan itu kan
sebenarnya suatu kasus yang secara garis besar kejahatan kepada kemanusiaan
ditambah Nur Alam menjabat gubernur selama dua periode. Sebagai seorang
penyelenggara negara, semestinya memberi contoh kepada rakyat untuk tidak
korupsi dan memegang teguh integritas.

Sumber Berita :

https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-43554605
BAB II

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERKAITAN DENGAN KLIPING


KORAN

Berdasarkan klipping koran diatas, maka peraturan perundang-undangan


yang berkaitan dengan hukum keuangan negara diatas adalah Undang-Undang
Nomor 17 tahun 2003 dan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, kebijakan pengelolaan keuangan negara dilaksanakan
sesuai asas-asas yang baik dalam pengelolaan keuangan negara yaitu asas
kesatuan yaitu asas yang menghendaki semua pendapatan dan belanja
negara/daerah disajikan dalam satu dokumen, asas universalitas yaitu asas yang
mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan secara utuh dalam
dokumen anggaran, asas tahunan yaitu asas yang menghendaki adanya batasan
masa berlaku anggaran untuk satu tahun tertentu dan asas spesialitas yaitu asas
yang mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terperinci secara jelas
peruntukannya.
BAB III

PENDAPAT HUKUM YANG DIAMBIL

DARI PERTEMUAN KE-10 DAN PERTEMUAN KE 11

Pendapat hukum yang didapat oleh penulis berdasarkan materi yang telah
disajikan pada pertemuan ke-10 dan pertemuan ke-11. Pada pertemuan ke-10
mengenai pengujian gugatan terhadap perundang-undangan yang membahas
pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi. Kemudian dalam materi
pertemuan ke-11 mengenai Bahasa Hukum dan Transformasi Hukum. Untuk itu,
penulis akan menggunakan Bab 10 dan 11 untuk menganalisa Kliping Koran diatas.
BAB IV

PENDAPAT HUKUM

1. Pendapat hukum menggunakan pertemuan ke-10 dikaitkan dengan


kasus korupsi Gubernur Sultra Nur Alam.

MODEL PENGUJIAN UU MAHKAMAH KONSTITUSI

Dalam penyusunan APBN terdapat tahapan dari proses perencanaan


sampai dengan pertanggungjawaban yang dikenal dengan siklus APBN.
Siklus APBN meliputi tahap perencanaan dalam bentuk RAPBN,
pembahasan dan penetapan RAPBN menjadi APBN, pelaksanaan APBN,
tahap pengawasan pelaksanaan APBN oleh instansi yang berwenang dan
pertanggungjawaban APBN agar terhindar dari kasus serupa seperti korupsi
yang melibatkan seorang Gubernur. Pelaksanaan APBN secara khusus diatur
dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Undang-undang tersebut telah di uji dihadapan Mahkamah Konstitusi, guna
dalam pelaksanaan APBN disamping sebagai pembiayaan operasional
pemerintahan juga mempunyai implikasi penting terhadap perekonomian
negara, mengingat fungsi APBN adalah sebagai sistem kebijakan fiskal
negara. Pengujian konstitusional undang-undang terhadap Undang-Undang
Dasar 1945 (UUD 1945) yang diajukan kepada Mahkamah Konstitusi (MK)
adalah untuk menilai kesesuaian antara produk hukum yakni undang-undang
dengan UUD 1945 yang didasarkan pada norma-norma yang tertulis di
dalamnya. Terdapat tiga norma hukum dalam pengujian norma hukum, yaitu
keputusan normatif yang mengatur, keputusan normative yang mengandung
penetapan administrative, dan keputusan normative yang bersifat
pengahakiman (judgement) merupakan general and abstract norm disebut
vonis. Dalam kasus Korupsi Gubernur Sultra Nur Alam menggunakan
keputusan normative yang ketiga. Pengujian perundang-undangan tentang
keuangan negara ini merupskan constitutional review atau pengujian
konstitusional adalah pengujian mengenai konstitusionalitas dari norma
hukum yang sedang diuji (judicial review on the constitutionaly of law).
Kasus korupsi dan kejahatan lingkungan yang dilakukan oleh
Gurbernur Sultra ini berhubungan dengan Kebijakan fiscal, karena
kebijakan fiskal adalah kebijakan dalam hal penerimaan dan pengeluaran
negara yang memiliki kekuatan hukum di hadapan Mahkamah Konstitusi.
Dalam pembuktiannya, Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU
Nomor 17 Tahun 2003 dimaknai sebagai semua hak negara yang berasal,
bersumber, dan diperoleh negara, tanpa memperhatikan faktor kewajiban
dan risiko yang akan membahayakan keuangan negara pada umumnya
dan APBN pada khususnya untuk mewujudkan tujuan bernegara
mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Keuangan negara yang dibahayakan akan berpengaruh pada


wujud dalam pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja negara
(APBN), dan bukan pada wujud pengelolaan keuangan lainnya yang
merupakan ketentuan di dalam pasal 2 huruf g dan huruf i UU Nomor 17
Tahun 2003, juga tidak memberikan pengakuan, jaminan, perlindungan,
dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan
hukum dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban pada keuangan
negara, sehingga akan dapat menghambat dukungan memajukan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan hukum. Meskipun saat ini sudah ada
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik
Negara dan Undang-Undang lainnya dalam pengelolaan keuangan
perusahaan negara/perusahaan daerah dan badan hukum. Akan tetapi
dalam praktiknya pengelolaan, penyelenggaraan, pengurusan,
pemeriksaan, dan pertanggung jawabannya tetap mengacu pada UU
Nomor 17 Tahun 2003. Undang-Undang yang mengacu pada
pertanggung jawaban tersebut sesuai dengan putusan MK, dimana segala
sesuatu permasalahan yang menjerat seseorang, maka seseorang
tersebut harus siap menerima dampaknya (Ini berhbungan dengan materi
ke 10 kakak, dimana MK berpegang teguh pada prinsip pengujian
Undang-Undang MK) Dampak Pasal 2 huruf g dan huruf i UU Nomor 17
Tahun 2003 pada sektor keuangan lain, yaitu keuangan perusahaan
negara/daerah dan badan hukum yang mendapatkan fasilitas Pemerintah
adalah pengelolaan sektor keuangan tersebut kadangkala dijadikan alat
politik untuk mengamankan kekuasaan dalam kondisi yang tetap dan
stabil. Sesuai dengan konsep manajemen keuangan yang baik, ruang
lingkup keuangan negara sebagaimana diatur dalam Pasal 2 huruf g dan
huruf i UU Nomor 17 Tahun 2003 menimbulkan paradoks rasionalitas
dalam tiga hal, yaitu tata kelola, pengaturan, dan risiko. Resiko ini yang
dikhawatirkan terjadi kendala, seperti penyalahgunaan anggaran atau
korupsi, seperti yang dilakukan Gubernur Sultra, Nur Alam.

Sebelum adanya putusan final terkait dengan pengujian terhadap


undang-undang yang diujikan, maka undang-undang tersebut masih tetap
berlaku. Akan tetapi setelah pengujian Undang-Undang diputus final,
maka putusan tersebut langsung berlaku mengikat sejak diucapkan dalam
sidang pleno terbuka untuk umum. Sehingga efek keberlakuannya bersifat
prospektif ke depan (forward looking), bukan berlaku ke belakang
(backward looking), artinya segala perbuatan hukum yang dilakukan
berdasar undangundang yang belum dinyatakan mempunyai tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat adalah perbuatan hukum yang sah
secara hukum, termasuk akibat-akibatnya yang ditimbulkan oleh
perbuatan hukum yang sah itu, juga sah secara hukum. (Ini sesuai dengan
materi ke 10tentang MK dalam memnmutuskan perkara melihat segala
aspek perbuatan hukum, undang-undang yang tentunya di uji terlebih
dahulu) Akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan hukum akan timbul
sebuah putusan, dimana putusan itu akan menentukan berat ringannya
hukuman. Dan dalam kasus yang menjerat Gubernur Sultra, Nur Alam, ia
dinyatakan bersalah terkait kasus korupsi Pertambangan, dan dijatuhkan
vonis selama 12 tahun penjara.

Adanya ketentuan pasal 2 huruf g dan i UU nomor 17 tahun 2003


tentang keuangan negara mengandung inkonstitusionalitas dengan pasal 23
ayat (1) UUD 1945, dikarenakan wujud pengelolaan sektor keuangan lainnya,
yaitu keuangan perusahaan negara/perusahaan daerah, serta perusahaan
lain berbadan hukum sebagai wujud keuangan negara. Ketentuan tersebut
menurut penalaran hukum dapat dipastikan akan mengaburkan tujuan
keuangan negara dalam tujuan bernegara untuk mewujudkan
sebesarbesarnya kemakmuran rakyat, khususnya dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa. (Hal ini seperti tujuan dalam kasus yang terjadi, yaitu
pengungkapan korupsi di MK). Melihat hal ini, penulis setuju dengan
peraturan perundang-undangan nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan
negara, karena undang-undang ini menegaskan bagi para pelanggar yang
melanggar dan melakukan kesalahan, maka akan dihukum seberat-beratnya.

2. Pendapat Hukum dengan menggunakan pertemuan ke-11 dikaitkan dengan


kliping koran Kasus Korupsi Gubernur Sultra Nur Alam

Bahasa

Bahasa merupakan sebuah dasar manusia untuk bisa berkomunikasi.


Dengan adanya Bahasa, maka segala sesuatu akan berjalan dengan baik, seperti
halnya keuangan negara yang memiliki keweangan dan tanggung jawab. Sesuai
dengan prinsip tersebut kementerian keuangan berwenang dan bertanggung jawab
atas pengelolaan aset dan kewajiban negara secara nasional, sementara
kementerian negara/lembaga berwenang dan bertanggung jawab atas
penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing
yang harus sesuai dengan Bahasa hukum dan transformasi hukum yang berlaku.
Penjelasan umum Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
negara merumuskan bahwa Konsekuensi pembagian tugas antara Menteri
Keuangan dan para menteri lainnya tercermin dalam pelaksanaan anggaran. Untuk
meningkatkan akuntabilitas dan menjamin terselenggaranya saling uji (check and
balance) dalam proses pelaksanaan anggaran perlu dilakukan pemisahan secara
tegas antara pemegang kewenangan administratif dengan pemegang kewenangan
kebendaharaan.

Bahasa Hukum dan Transformasi Hukum

Bahasa hukum dan transformasi hukum berkaitan dengan penyelenggaraan


kewenangan administratif diserahkan kepada kementerian negara/lembaga, dimana
penyelenggaraan kewenangan kebendaharaan diserahkan kepada Kementerian
Keuangan. Kewenangan administratif tersebut meliputi kewenangan untuki
melakukan perikatan atau tindakan-tindakan lainnya yang mengakibatkan terjadinya
penerimaan atau pengeluaran negara, melakukan pengujian dan pembebanan
tagihan yang diajukan kepada kementerian negara/lembaga sehubungan dengan
realisasi perikatan tersebut, serta memerintahkan pembayaran atau menagih
penerimaan yang timbul sebagai akibat pelaksanaan anggaran yang terkadang di
salah gunakan seperti kasus korupsi gubernur Sultra, Nur Alam.

Di lain pihak, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dan


pejabat lainnya yang ditunjuk sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara bukanlah
sekedar kasir yang hanya berwenang melaksanakan penerimaan dan pengeluaran
negara tanpa berhak menilai kebenaran penerimaan dan pengeluaran tersebut. Hal
ini sesuai dengan pertemuan ke-11 tentang Bahasa hukum dan transformasi hukum,
karena prinsip ini perlu dilaksanakan secara konsisten agar terdapat kejelasan
dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme
checks and balances serta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme
dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan. Dalam penyelenggaraan kenegaraan
dan pemerintahan, pertanggungjawaban itu melekat pada jabatan, yang secara
yuridis dilekati dengan kewenangan. Unsur yang terkait dalam hal ini ialah perspektif
Bahasa hukum dan transformasi hukum yang berlaku, hukum adanya kewenangan
inilah yang memunculkan adanya pertanggungjawaban.

Pemberian wewenang tertentu untuk melakukan tindakan hukum tertentu,


menimbulkan pertanggungjawaban atas penggunaan wewenang tersebut. Tanggung
jawab keuangan negara mengandung dua aspek, yaitu aspek internal dan aspek
eksternal. Pertanggungjawaban yang beraspek internal hanya diwujudkan dalam
bentuk laporan pelaksanaan kekuasaan. Pertanggungjawaban dengan aspek
eksternal adalah pertanggungjawaban terhadap pihak ketiga, apabila dalam
melaksanakan kekuasaan itu menimbulkan suatu derita atau kerugian. Suatu
kerugian yang merugikan negara dan orang banyak, seperti yang dilakukan
Gubernur Sultra, Nur Alam menurut unsur hukum ia wajib diberikan hukuman yang
sangat berat karena merugikan dalam skala yang besar.

Undang-undang nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara mengatur


juga mengenai pengelolaan dan pertanggung jawaban keuangan publik yang lebih
efektif dalam melaksanakan tertib administrasi keuangan dengan akuntabilitas yang
tinggi. Demikian pula ketentuan pasal, terhadap pengujian terkait dengan kekayaan
negara yang telah dipisahkan menjadi modal usaha BUMN dan BUMD. Mahkamah
Konstitusi berpendapat bahwa kekayaan yang dirampas oleh Gubernur Sultra
tersebut bukan merupakan transaksi yang mengalihkan suatu hak, sehingga akibat
hukumnya tidak terjadi peralihan hak dari negara kepada BUMN, BUMD, atau nama
lain. Dengan demikian kekayaan negara yang dipisahkan masih tetap menjadi
kekayaan negara .

Berdasarkan uraian di atas maka dalam pengelolaan keuangan negara yang


sudah dilaksanakan Pemerintah, mempunyai kewajiban untuk mempertanggung-
jawabkannya karena pertanggungjawaban itu melekat pada jabatan dimana secara
yuridis jabatan tersebut selalu dilekati dengan kewenangan. Dalam perspektif
hukum, adanya kewenangan jika terjadi penyelewengan kekuasaan seperti yang
dilakukan oleh Gubernur Sultra inilah yang memunculkan adanya
pertanggungjawaban. Pemerintah dapat melakukan perbuatan hukum di bidang
hukum publik maupun hukum perdata. Dengan demikian maka apabila Pemerintah
melakukan perbuatan melawan hukum (onrecht matigedaad) juga tidak
dipermasalahkan apakah yang dilanggar itu peraturan hukum publik ataukah
peraturan hukum perdata.

Kriteria perbuatan yang dapat n.enimbulkan kerugian keuangan negara diatur


dalam pasal 34 dan 35 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara yang meliputi perbuatan: penyimpanqan kebijakan yang telah ditetapkan,
kebijakan dimaksud tercermin pada manfaatlhasil yang harus dicapai dengan
pelaksanaan fungsi danprogram penyimpangan kegiatan anggaran yang telah
ditetapkan pelanggaran hukum atau melalaikan kewajiban. Perbuatan yang
dilakukan oleh Gubernur Sultra tersebut lebih jelas dapat dilihat pada ketentuan
pasal 34 dan Pasal 35 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara.

Langgaran hukum atau kelalaian yang dilakukan oleh Gubernur Sultra dalam
rangka pelaksanaan kewenangan administrasi atau oleh bendahara dalam rangka
pelaksanaan kewenangan kebendaharaan. Perbuatan yang dapat menimbulkan
kerugian keuangan negara dengan pengenaan sanksi yang lebih memberatkan
karena dipandang sebagai extra ordinary crime adalah tindak pidana korupsi . tindak
pidana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana
diubah dengan Undangundang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi dirumuskan dalam Pasal 2 ayat (1) yang meliputi perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi secara melawan
hukum.

Dalam penjelasan pasal tersebut ditegaskan bahwa perbuatan dengan secara


melawan hukum adalah mencakup perbuatan melawan hukum secara formil
maupun dalam arti meteriil, yaitu meskipun perbuatan itu tidak diatur dalam
peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela
karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial
dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana. Dalam ketentuan ini,
Bahasa hukum dan transformasi hukum yang berlaku memperlihatkan kata "depat'
sebelum frasa "merugikan keuangan atau perekonomian negara" menunjukkan
bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana
korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan
bukan dengan timbulnya akibat. Melihat hal ini, penulis setuju bahwa teori yang
dikemukakan dalam pertemuan ke-11 tentang perbuatan hukum dalam arti Doing,
bahwa seseorang yang melakukan pelanggaran secara hukum, maka orang
tersebut adalah subjek hukum yang melakukan kejahatan dan harus dihukum sesuai
dengan UU yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-43554605

Anda mungkin juga menyukai