Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN HIDROKEL TESTIS

DIRUANGAN OK RSUD dr. DORIS SYLVANUS

Disusun oleh :

NAMA : Ayu Novita Sari

NIM : PO.62.20.1.17.320

PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN REGULER IV

POLTEKKES KEMENKES PALANGKA RAYA

TAHUN 2019
I. Konsep Dasar Penyakit
A. Pengertian
Hydrocele adalah suatu penyakit dimana penderita mengalami kondisi berupa
penumpukan cairan pada selaput yang melindungi testis. Hydrocele adalah
penumpukan cairan yang berlebihan antara lapisan parietalis dan visceralis tunika
vaginalis testis. (Pramono, 2008).
Hidrokel adalah sesuatu yang tidak nyeri bila ditekan, massa berisi cairan yang
dihasilkan dari gangguan drainase limfatik dari skrotum dan pembengkakan tunika
vaginalis yang mengelilingi testis (Lewis, 2014).
Hidrokel adalah penyebab umum dari pembengkakan skrotum dan disebabkan
oleh ruang paten di tunika vaginalis. Hidrokel terjadi ketika ada akumulasi abnormal
cairan serosa antara lapisan parietal dan visceral dari tunika vaginalis yang
mengelilingi testis (Parks & Leung, 2013).
Hidrokel adalah pelebaran kantong buah zakar karena terkumpulnya cairan limfe
di dalam tunica vaginalis testis. Hidrokel dapat terjadi pada satu atau dua kantung buah
zakar (Kemenkes RI, 2013).

Hidrokel adalah penumpukan cairan yang berlebihan di antara lapisan parietalis


dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan yang berada di dalam
rongga itu memang ada dan berada dalam keseimbangan antara produksi dan
reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya. Penyebabnya karena gangguan dalam
pembentukan alat genitalia external, yaitu kegagalan penutupan saluran tempat
turunnya testis dari rongga perut ke dalam skrotum. Cairan peritoneum mengalir
melalui saluran yang terbuka tersebut dan terperangkap di dalam skrotum sehingga
skrotum membengkak.1,3
Sekitar 10% bayi baru lahir mengalami hidrokel, dan umumnya akan hilang sendiri
dalam tahun pertama kehidupan. Biasanya tidak terasa nyeri dan jarang
membahayakan sehingga tidak membutuhkan pengobatan segera. Pada bayi hidrokel
dapat terjadi mulai dari dalam rahim. Pada usia kehamilan 28 minggu, testis turun dari
rongga perut bayi ke dalam skrotum, dimana setiap testis ada kantong yang
mengikutinya sehingga terisi cairan yang mengelilingi testis tersebut. Pada orang
dewasa, hidrokel bisa berasal dari proses radang atau cedera pada skrotum. Radang
yang terjadi bisa berupa epididimitis (radang epididimis) atau orchitis (radang testis).
B. Etiologi
Hidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena hal berikut ini.
1. Belum sempurnanya penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran cairan
peritoneum ke prosesus vaginalis (Hernia Komunikan)
2. Belum sempurnanya sistem limfatik di daerah skrotum dalam melakukan
reabsorbsi cairan hidrokel.
Pada bayi laki-laki, hidrokel dapat terjadi mulai dari dalam rahim. Pada usia
kehamilan 28 minggu, testis turun dari rongga perut bayi ke dalam skrotum, dimana
setiap testis ada kantong yang mengikutinya sehingga terisi cairan yang mengelilingi
testis tersebut.
Pada orang dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan sekunder.
Penyebab sekunder dapat terjadi karena didapatkan kelainan pada testis atau
epididimis yang menyebabkan terganggunya sistem sekresi atau reabsorbsi cairan di
kantong hidrokel. Kelainan pada testis itu mungkin suatu tumor, infeksi, atau trauma
pada testis/epididimis, dan penyumbatan cairan atau darah di dalam korda
spermatika. Kemudian hal ini dapat menyebabkan produksi cairan yang berlebihan
oleh testis, maupun obstruksi aliran limfe atau vena di dalam funikulus spermatikus.

C. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis hidrokel kongenital tergantung pada jumlah cairan yang
tertimbun. Bila timbunan cairan hanya sedikit, maka testis terlihat seakan-akan sedikit
membesar dan teraba lunak. Bila timbunan cairan banyak terlihat skrotum membesar
dan agak tegang. Pasien mengeluh adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak
nyeri. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya benjolan di kantong skrotum dengan
konsistensi kistus dan pada pemeriksaan penerawangan menunjukkan adanya
transiluminasi.
D. Patofisiologi
Hidrokel adalah pengumpulan cairan pada sebagian prosesus vaginalis yang
masih terbuka. Kantong hidrokel dapat berhubungan melalui saluran mikroskopis
dengan rongga peritoneum dan berbentuk katup sehingga cairan dari rongga
peritoneum dapat masuk ke dalam kantong hidrokel dan sukar kembali ke rongga
peritoneum (Mantu, 1993). Pada kehidupan fetal, prosesus vaginalis dapat berbentuk
kantong yang mencapai scrotum. Hidrokel disebabkan oleh kelainan kongenital
(bawaan sejak lahir) ataupun ketidaksempurnaan dari prosesus vaginalis tersebut
sehingga menyebabkan tidak menutupnya rongga peritoneum dengan prosessus
vaginalis sehingga terbentuklah rongga antara tunika vaginalis dengan cavum
peritoneal dan menyebabkan terakumulasinya cairan yang berasal dari sistem limfatik
disekitarnya. Cairan seharusnya seimbang antara produksi dan reabsorbsi oleh sistem
limfatik di sekitarnya, tetapi pada penyakit ini terjadi gangguan sistem sekresi atau
reabsorbsi cairan limfa sehingga terjadi penimbunan pada tunika vaginalis. Akibat dari
tekanan yang terus-menerus, terjadi obstruksi aliran limfe atau vena di dalam funikulus
spermatikus dan terjadi atrofi testis yang dikarenakan akibat dari tekanan pembuluh
darah yang ada di daerah sekitar testis tersebut.
Hidrokel dapat ditemukan dimana saja sepanjang funikulus spermatikus dan juga
dapat ditemukan di sekitar testis yang terdapat dalam rongga perut pada undensensus
testis. Hidrokel infantilis biasanya akan menghilang dalam tahun pertama, umumnya
tidak memerlukan pengobatan jika secara klinis tidak disertai hernia inguinalis.
Hidrokel testis dapat meluas ke atas atau berupa beberapa kantong yang saling
berhubungan sepanjang processus vaginalis peritonei. Hidrokel akan tampak lebih
besar dan kencang pada sore hari karena banyak cairan yang masuk dalam kantong
sewaktu anak dalam posisi tegak, tapi kemudian akan mengecil pada esok paginya
setelah anak tidur semalaman.
Pada orang dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan sekunder.
Penyebab sekunder terjadi karena didapatkan kelainan pada testis atau epididimis yang
menyebabkan terganggunya sistem sekresi atau reabsorpsi cairan di kantong hidrokel.
Kelainan tersebut mungkin merupakan suatu tumor, infeksi atau trauma pada testis
atau epididimis. Dalam keadaan normal cairan yang berada di dalam rongga tunika
vaginalis berada dalam keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi dalam sistem
limfatik (Purnomo, 2003).
E. Pathway

F. Klasifikasi
Menurut letak kantong hidrokel terhadap testis, secara klinis dibedakan beberapa
macam hidrokel, yaitu :
1. Hidrokel testis
Kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga testis tak dapat diraba.
Pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak berubah sepanjang hari.
2. Hidrokel funikulus
Kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak di sebelah kranial dari testis,
sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada di luar kantong hidrokel. Pada
anamnesis kantong hidrokel besarnya tetap sepanjang hari.
3. Hidrokel Komunikan 
Terdapat hubungan antara prosesus vaginalis dengan rongga peritoneum sehingga
prosesus vaginalis dapat terisi cairan peritoneum. Pada anamnesis kantong hidrokel
besarnya dapat berubah-ubah yaitu bertambah pada saat anak menangis. Pada
palpasi kantong hidrokel terpisah dari testis dan dapat dimasukkan kedalam rongga
abdomen 
Hidrokel dapat diklasifikasi menjadi dua jenis berdasarkan kapan terjadinya
yaitu:
1. Hidrokel_primer
Hidrokel primer terlihat pada anak akibat kegagalan penutupan prosesus vaginalis.
Prosesus vaginalis adalah suatu divertikulum peritoneum embrionik yang melintasi
kanalis inguinalis dan membentuk tunika vaginalis. Hidrokel jenis ini tidak
diperlukan terapi karena dengan sendirinya rongga ini akan menutup dan cairan
dalam tunika akan diabsorpsi.
2. Hidrokel_sekunder
Pada orang dewasa, hidrokel sekunder cenderung berkembang lambat dalam suatu
masa dan dianggap sekunder terhadap obstruksi aliran keluar limfe. Dapat
disebabkan oleh kelainan testis atau epididimis. Keadaan ini dapat karena radang
atau karena suatu proses neoplastik. Radang lapisan mesotel dan tunika vaginalis
menyebabkan terjadinya produksi cairan berlebihan yang tidak dapat dibuang
keluar dalam jumlah yang cukup oleh saluran limfe dalam lapisan luar tunika.
Berdasarkan kejadian hidrokel dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis adalah :
1. Hidrokel akut
Biasanya berlangsung dengan cepat dan dapat menyebabkan nyeri. Cairan
berrwarna kemerahan mengandung protein, fibrin, eritrosit dan sel polimorf.
2. Hidrokel kronis
Hidrokel jenis ini hanya menyebabkan peregangan tunika secara perlahan dan
walaupun akan menjadi besar dan memberikan rasa berat, jarang menyebabkan
nyeri.

G. Tanda dan Gejala

Hidrokel adalah kondisi yang biasanya tidak menyebabkan rasa sakit dan
menimbulkan tanda-tanda apapun. Satu-satunya gejala yang dapat dilihat dan
dirasakan adalah adanya pembengkakan di bagian skrotum laki-laki.

Walaupun tidak menyakitkan, benjolan atau bengkak biasanya mengakibatkan


rasa tidak nyaman dan mengganjal di area skrotum. Pada pria dewasa, mungkin
bagian skrotum atau testis akan terasa lebih berat dari biasanya. Dalam beberapa
kasus, bagian yang bengkak mungkin terasa lebih berat dan penuh di pagi hari
dibanding malam hari.
Jika Anda mengalami hidrokel jenis nonkomunikan, ukuran area yang
membengkak tidak akan berubah.

Sedangkan tipe komunikan, ukuran skrotum yang membengkak bisa mengecil


dan membesar dalam satu hari. Hal ini terjadi jikla bagian yang bengkak ditekan,
cairan dapat bergerak dan pindah ke bagian perut.

Gejala penyakit ini juga mungkin disertai dengan timbulnya rasa nyeri, muncul
kemerahan di area skrotum, dan bagian bawah penis terasa tertekan.

Pembengkakan ini dapat terjadi di kedua testis. Untuk mengetahui lebih lanjut
gejala dari penyakit ini, sebaiknya konsultasi ke dokter Anda.

Apabila Anda merasakan tanda-tanda atau gejala di bawah ini, Anda harus
segera menghubungi dokter atau tenaga profesional medis terdekat:

1. Anda atau anak mengalami pembengkakan pada skrotum

Meskipun Anda tidak yakin apakah bengkak di area skrotum merupakan


hidrokel atau bukan, Anda tetap harus memeriksakannya ke dokter. Penting untuk
mengetahui apakah ada kemungkinan lain yang dapat menyebabkan selangkangan
bengkak.

2. Hidrokel pada bayi tidak menghilang setelah 1 tahun

Jika pembengkakan di selangkangan bayi tidak menghilang setelah setahun


berlalu, atau area yang bengkak terlihat membesar, Anda harus segera membawa
bayi Anda ke dokter.

3. Skrotum terasa sakit

Umumnya, kondisi ini tidak menyebabkan rasa sakit. Jadi, apabila muncul
nyeri di area yang bengkak, Anda harus waspada dan segera memeriksakan diri ke
dokter. Rasa sakit bisa jadi diakibatkan oleh penyumbatan aliran darah di testis, atau
terdapat masalah kesehatan lainnya.

Hidrokel biasanya telah terbentuk sejak bayi belum lahir dan masih berada di
dalam kandungan. Ketika hampir mendekati waktu kelahiran, testis bayi laki-laki
akan turun dari perut menuju skrotum. Skrotum adalah kulit berupa kantung yang
akan menahan testis saat turun.

Pada masa perkembangan bayi, setiap testis yang dibungkus oleh kulit skrotum
akan memiliki cairan di sekitarnya. Umumnya, kantung ini akan menutup dengan
sendirinya dan tubuh akan menyerap cairan tersebut pada tahun pertama setelah bayi
lahir.

Namun, dalam beberapa kasus cairan tersebut tetap berada di dalam skrotum
hingga akhirnya hidrokel terjadi.
Sampai saat ini, penyebab utama mengapa cairan tersebut tidak terserap belum
juga diketahui. Pada orang dewasa, kondisi ini bisa jadi disebabkan oleh cedera atau
operasi pada area selangkangan.

Kemungkinan lainnya adalah adanya radang atau infeksi epididimis atau testis.


Dalam kasus yang langka terjadi, hidrokel kemungkinan terjadi bersamaan dengan
kanker pada testis atau ginjal bagian kiri. Jenis hidrokel ini dapat terjadi pada semua
umur tapi paling umum pada pria berumur lebih dari 40 tahun.

Berikut adalah beberapa penyebab yang mungkin dapat menyebabkan


kemunculan hidrokel:

 Cedera skrotum
 Penyumbatan pada pembuluh darah atau sistem saraf
 Infeksi pada skrotum atau testis
 Penyakit atau infeksi menular seksual (IMS)

H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan hidrokel
adalah sebagai berikut :
1. Transiluminasi
Merupakan langkah diagnostik yang paling penting untuk menemukan
massa skrotum. Pemeriksaan ini dilakukan didalam suatu ruangan yang gelap,
sumber cahaya diletakkan pada sisi pembesaran skrotum. Struktur vaskuler,
tumor, darah, hernia dan testis normal tidak dapat ditembusi sinar. Trasmisi
cahaya sebagai bayangan merah menunjukkan rongga yang mengandung
cairan serosa, seperti hidrokel.
2. Ultrasonografi
Ultrasonografi dapat mengirimkan gelombang suara melewati skrotum
dan membantu melihat adanya hernia, kumpulan cairan (hidrokel), vena
abnormal (varikokel) dan kemungkinan adanya tumor.
3. Transilumisasi Scrotum
Bila dilakukan transiluminasi pada hidrokel terlihat translusen, terlihat
benjolan terang dengan masa gelap oval dari bayangan testis.
Pada pasien pemeriksaan Transiluminasi scotum kiri dan kanan (+)
I. Pencegahan
Hidrokel pada bayi baru lahir tidak dapat dicegah karena kondisi telah
berkembang sebelum kelahiran. Namun perawatan sebelum bayi lahir dapat dilakukan
untuk membantu mencegah hidrokel pada bayi laki-laki. Pada laki-laki dewasa, untuk
mencegah hidrokel sebaiknya menghindari daerah kelamin dari cedera misalnya
mengikuti aturan keselamatan ketika sedang berolahraga. Pilihan gaya hidup sehat,
berolahraga, makan-makanan yang bergizi seimbang, dan menghindari penyakit
menular seksual juga dianjurkan untuk membantu mencegah hidrokel (Belville &
Swierzewski, 2011).

J. Penatalaksanaan
Tindakan untuk mengatasi cairan hidrokel menurut Mursalim (2012) adalah :
1. Aspirasi
Aspirasi cairan hidrokel tidak dianjurkan karena selain angka kekambuhannya
tinggi, kadang kala dapat menimbulkan penyulit berupa infeksi. Beberapa
indikasi untuk melakukan operasi pada hidrokel adalah sebagai berikut :
a. Hidrokel yang besar sehingga dapat menekan pembuluh darah
b. Indikasi kosmetik
c. Hidrokel permagna yang dirasakan terlalu berat dan mengganggu pasien
dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari.
2. Hidrokelektomi
Pada hidrokel kongenital dilakukan pendekatan inguinal karena seringkali
hidrokel ini disertai dengan hernia inguinalis sehingga pada saat operasi hidrokel,
sekaligus melakukan herniografi. Pada hidrokel testis dewasa dilakukan
pendekatan scrotal dengan melakukan eksisi dan marsupialisasi kantong hidrokel
sesuai cara Winkelman atau aplikasi kantong hidrokel sesuai cara Lord. Pada
hidrokel funikulus dilakukan ekstirpasi hidrokel secara in toto. Pada hidrokel
tidak ada terapi khusus yang diperlukan karena cairan lambat laun akan diserap,
biasanya menghilang sebelum umur 2 tahun. Tindakan pembedahan untuk
mengangkat hidrokel ini bisa dlakukan anestesi umum ataupun regional (spinal).
Indikasi operasi perbaikan hidrokel menurut Noviana (2011) adalah sebagai
berikut :
1. Gagal untuk hilang pada umur 2 tahun
2. Rasa tidak nyaman terus-menerus akibat hidrokel permagna
3. Pembesaran volume cairan hidrokel sehingga dapat menekan pembuluh
darah
4. Adanya infeksi sekunder (sangat jarang)
Penatalaksanaan Post Operasi
Penyembuhan post-operasi hidrokel biasanya cepat. Terapi yang dapat diberikan
menurut Noviana (2011) antara lain sebagai berikut.
1. Analgetik
a. Ibuprofen 10mg/kg setiap 6-8 jam;
b. paracetamol 15 mg/kg setiap 6-8 jam;
c. hindari penggunaan narkotika pada bayi karena adanya risiko apneu
d. Paracetamol dengan kodein (1mg/kg kodein) setiap 6-8 jam
2. Sekitar 2 minggu setelah operasi, posisi mengangkang harus dihindari untuk
mencegah perpindahan testis yang mobile keluar dari scrotum, dimana dapat
terjebak oleh jaringan ikat dan mengakibatkan cryptorchidism sekunder.
3. Aktivitas olahraga harus dibatasi selama 4-6 minggu.

Caudal Anesthesia
Caudal epidural analgesia adalah salah satu regional anestesi yang paling umum
digunakan pada pasien pediatri. Juga digunakan pada operasi anorektal pada dewasa.
Ruangan caudal adalah bagian sakral dari ruangan epidural. Analgesia kaudal
memerlukan penetrasi jarum dan atau kateter melalui ligament sacrococcygeal yang
menutupi hiatus sacralis. Hiatus dirasakan sebagai groove atau notch diatas
coccygeus dan diantara dua prominen, kornu sakralis. Jadi hiatus sacralis terdapat
diantara kedua kornu sakralis kanan-kiri. Anatomi ini lebih mudah dilihat pada bayi
dan anak. Spina iliaca superior posterior dan hiatus sacralis membentuk suatu
segitiga equilateral. Pada pasien dewasa adanya kalsifikasi ligamentum
sacrococcygeal menyebabkan anestesi kaudal menjadi sulit atau tidak mungkin
dilakukan. Dalam kanalis sakralis, sacus dura meluas ke vertebra S1 pada dewasa
dan S3 pada bayi, menyebabkan tusukan intratekal yang tidak disengaja sering
terjadi pada bayi.
Pada anak-anak, anestesi kaudal sering dikombinasi dengan anestesi umum untuk
suplemen intraoperatif dan analgesia pascabedah. Teknik ini umumnya digunakan
untuk prosedur dibawah diapraghma, termasuk operasi urogenital, rektal, inguinal,
dan ekstrimitas bawah. Blok kaudal pada pediatrik paling sering dilakukan setelah
induksi anestesi umum. Pasien ditempatkan dalam posisi lateral atau prone dengan
satu atau kedua lutut fleksi, kemudian raba hiatus sakralis. Setelah dilakukan
tindakan asepsis dan antiseptis, tutupi dengan doek bolong, tusukan jarum no 18-23
dengan sudut 450 kearah sefalad sampai dirasakan letusan ketika jarum menembus
membrana sacrococcygeal. Sudut jarum kemudian didatarkan dan didorong masuk
lebih jauh. Lakukan aspirasi untuk melihat adanya darah atau CSF, bila negatif dapat
dilakukan pemberian obat anestesi lokalnya. Beberapa klinisi menganjurkan tetap
melakukan test dose seperti tindakan epidural lainnya, walaupun banyak secara
sederhana dilakukan dengan dosis inkremental dengan melakukan aspirasi berulang-
ulang/sering. Takikardia (bila digunakan epinefrin) atau adanya peningkatan ukuran
gelombang T pada EKG menunjukkan adanya suntikan intravaskuler. Data klinis
telah menunjukkan bahwa komplikasi kiddie caudal (kaudal anestesi yang dilakukan
pada anak-anak) sangat rendah. Komplikasi akibat total spinal atau suntikan
intravaskuler menyebabkan terjadinya kejang-kejang atau henti jantung. Juga telah
dilaporkan adanya suntikan intraosseous yang menimbulkan toksisitas sistemik.
Figure 16–19. Positioning an anesthetized child for caudal block and palpation
for the sacral hiatus. An assistant gently helps flex the spine.

Dapat digunakan bupivacain atau ropivacain 0,125%-0,25% dengan atau tanpa


epinefrin dengan dosis sebanyak 0,5-1 ml/kg. Dapat ditambahkan opioid (misalnya
50-70 ug/kg morfin), walaupun tidak dianjurkan untuk pasien bedah rawat jalan
disebabkan resiko depresi nafas yang terjadi lambat. Efek analgesi memanjang
sampai periode pascabedah. Pasien bedah rawat jalan pediatri dengan aman dapat
diulangkan dari RS bila masih ada blokade motoris ringan dan belum bisa kencing,
kebanyakan anak bisa mulai kencing setelah 8 jam.
Suntikan ulangan dapat dilakukan dengan suntikan jarum ulangan atau melalui
kateter yang ditutup dengan plester dan disambungkan ke ekstension tube. Anestesi
epidural yang lebih tinggi dapat diperoleh dengan mendorong kateter kearah ruang
epidural lumbal atau torakal dari tusukan di kaudal pada pasien infant dan anak-anak
(berbeda dengan dewasa dimana kateter didorong 2-6 cm unuk menghindari
komplikasi). Teknik lain dengan memakai stimulator saraf atau fluoroscopy untuk
menentukan sampai sejauh mana kateter akan ditempatkan. Lebih kecil ukuran
kateter makin sulit untuk memasukkannya dan mempunyai resiko terjadi kinking.
Kateter yang didorong ke ruang epidural torakal untuk mencapai level blokk T2-T4
pada ex-prematur infant yang dilakukan operasi hernia. Hal ini dilakukan dengan
menggunakan kloroprokain 1 ml/kg sebagai dosis bolus dan dose inkremental 0,3
ml/kg sampai level yang diinginkan tercapai.

K. . Terapi
      Hidrokel biasanya tidak berbahaya dan pengobatan biasanya baru dilakukan jika
penderita sudah merasa terganggu atau merasa tidak nyaman atau jika hidrokelnya
sedemikian besar sehingga mengancam aliran darah ke testis.8
       
       Pengobatannya bisa berupa aspirasi (pengisapan cairan) dengan bantuan sebuah
jarum atau pembedahan. Tetapi jika dilakukan aspirasi, kemungkinan besar hidrokel
akan berulang dan bisa terjadi infeksi. Setelah dilakukan aspirasi, bisa disuntikkan
zat sklerotik tetrasiklin, natrium tetra desil sulfat atau urea untuk
menyumbat/menutup lubang di kantung skrotum sehingga cairan tidak akan
tertimbun kembali. Hidrokel yang berhubungan dengan hernia inguinalis harus
diatasi dengan pembedahan sesegera mungkin. Hidrokel pada bayi biasanya
ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun dengan harapan setelah prosesus
vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh sendiri, tetapi jika hidrokel masih tetap
ada atau bertambah besar perlu dipikirkan untuk dilakukan koreksi.8
Beberapa indikasi untuk melakukan operasi pada hidrokel adalah :
(1) Hidrokel yang besar sehingga dapat menekan pembuluh darah
(2) Indikasi kosmetik
(3) Hidrokel permagna yang dirasakan terlalu berat dan mengganggu pasien
     dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
       Tindakan pembedahan berupa hidrokelektomi. Pengangkatan hidrokel bisa
dilakukan anestesi umum ataupun regional (spinal).

Hidrokelektomi
       Pada hidrokel kongenital dilakukan pendekatan inguinal karena seringkali
hidrokel ini disertai dengan hernia inguinalis sehingga pada saat operasi hidrokel,
sekaligus melakukanherniografi. Pada hidrokel testis dewasa dilakukan pendekatan
scrotal dengan melakukan eksisi dan marsupialisasi kantong hidrokel sesuai cara
Winkelman atau cara Lord. Pada hidrokel funikulus dilakukan ekstirpasi hidrokel
secara in toto. Pada hidrokel tidak ada terapi khusus yang diperlukan karena cairan
lambat laun akan diserap, biasanya menghilang sebelum umur 1 tahun.
 Teknik Operasi
Secara singkat tehnik dari hidrokelektomi dapat dijelaskan sebagai berikut:
• Dengan pembiusan regional atau umum.
• Posisi pasien terlentang (supinasi).
• Desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik.
• Lapangan pembedahan dipersempit dengan linen steril.
• Insisi kulit pada raphe pada bagian skrotum yang paling menonjol lapis demi lapis
sampai tampak tunika vaginalis.
• Dilakukan preparasi tumpul untuk meluksir hidrokel, bila hidrokelnya besar sekali
dilakukan aspirasi isi kantong terlebih dahulu.
• Insisi bagian yang paling menonjol dari hidrokel, kemudian dilakukan:
• Teknik Jaboulay: tunika vaginalis parietalis dimarsupialisasi dan bila diperlukan
diplikasi dengan benang chromic cat gut.
• Teknik Lord: tunika vaginalis parietalis dieksisi dan tepinya diplikasi dengan
benang chromic cat gut.
• Luka operasi ditutup lapis demi lapis dengan benang chromic cat gut.
 Komplikasi pasca bedah ialah perdarahan dan infeksi luka operasi.

L. Komplikasi
Jika dibiarkan, hidrokel yang cukup besar mudah mengalami trauma dan
hidrokel permagna bisa menekan pembuluh darah yang menuju ke testis sehingga
menimbulkan atrofi testis (Purnomo,2010). Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien
dengan hidrokel yaitu:
1. Perdarahan yang disebabkan karena trauma dan aspirasi;
2. Mengganggu kesuburan dan fungsi seksual pasien;
3. Infeksi testi;
4. Kompresi pada peredaran darah testis.
II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identittas
Identitas meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin, status, pendidikan, pekerjaan,
suku bangsa, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, no RM, diagnosa medis,
ditambah lagi dengan identitas penanggung jawab.
2. Status Kesehatan
a. Status kesehatan saat ini
Nyeri pada bagian genetalianya khususnya skrotum, biasanya terasa kaku dan
besar, serta sering kali klien mengeluh tidak bisa ereksi dan setelah dilakukan
operasi terasa nyeri pada skrotum karena bekas operasi.
b. Status kesehatan masa lalu
Bagaimana status kesehatan masa lalu berupa kelainan pada saat bayi, riwayat
kecelakaan pada bagian skrotum, riwayat mengonsumsi obat-obatan,
perkembangan saat anak-anak dan riwayat, riwayat imunisasi
3. Pola Kebutuhan Dasar
a. Pola persepsi dan manajemen kesehatan
Menggambarkan informasi atau riwayat pasien mengenai status kesehatan dan
praktek pencegahan penyakit, riwayat tumbuh kembang dan keamanan atau
proteksi. Bagaimana manajemen pasien dalam memelihara kesehatan, adakah
kebiasaan merokok, mengkonsumsi alkohol, dan apakah pasien mempunyai
riwayat alergi terhadap obat, makanan atau yang lainnya.
b. Pola nutrisi dan metabolik
Yang dikaji dalam nutrisi yaitu bagaimana nutrisi pada saat sebelum masuk
rumah sakit maupun sesudah masuk rumah sakit. Dalam hal ini yang perlu
dikaji adalah kuantitas dan jenis makanan atau formula yang dikinsumsi setiap
hari (gunakan pencatatan makanan per 24 jam), masalah dengan pemberian
makanan, konsumsi suplemen vitamin, perilaku diet termasuk citra tubuh, jenis
diet, frekuensi pertambahan berat badan, atau tindakan muntah yang disengaja.
c. Pola eliminasi
Yang dikaji adalah kebiasaan BAK dan BAB (frekuensi, jumlah, warna, bau,
nyeri, kemampuan mengontrol air kecil, adanya perubahan-perubahan lain),
kemampuan perawatan diri, penggunaan bantuan untuk ekskresi.
d. Pola aktivitas dan latihan
Meliputi informasi riwayat pasien tentang pola latihan, keseimbangan, tipe
dan keteraturan latihan, aktivitas yang dilakukan di rumah dan aktivitas saat
RMS. Pengkajian untuk aktivitas disini adalah kemampuan perawatan diri,
makan/minum, mandi, toileting, berpakian, mobilisasi di tempat tidur,
berpindah, ambulasi ROM. Dimana disini ada skor untuk tiap aktivitas yang
dilakukan yaitu :
0 : mandiri
1 : alat bantu
2 : dibantu orang lain
3 : dibantu orang lain dan alat
4 : tergantung total.
e. Kognitif dan persepsi
Menggambarkan penginderaan khusus (penglihatan, pendengaran, rasa, sentuh,
bau), penggunaan alat bantu (seperti: kacamata, alat bantu dengar), perubahan
dalam penginderaan, persepsi akan kenyamanan, alat bantu untuk menurunkan
rasa tidak nyaman, tingkat pendidikan, kemampuan membuat keputusan.
f. Persepsi - konsep diri
Bagaimana pasien mampu mengenal diri dan menerimanya seperti harga diri,
ideal diri pasien dalam hidupnya, identitas diri dan gambaran akan dirinya.
Pola persepsi diri perlu dikaji, meliputi : (Harga diri, Ideal diri, Identitas diri,
Gambaran diri).
g. Pola tidur dan istirahat
Pengkajian pola tidur dan istirahat harus mencakup waktu mulai tidur dan
bangun, kualitas tidur, riwayat tidur siang, keyakinan budaya, penggunaan alat
mempermudah tidur, jadwal istirahat dan relaksasi, gejala dari perubahan pola
tidur, faktor-faktor yang mempengaruhi, misalnya: nyeri.
h. Pola peran dan hubungan
Mengkaji hubungan pasien dengan keluarga dan orang sekitar baik-baik saja
atau tidak dan dapat berkomunikasi menggunakan bahasa verbal maupun non
verbal.
i. Pola seksual - reproduksi
Masalah atau problem seksual, gambaran perilaku seksual seperti (perilaku
seksual yang aman), pengetahuan tentang seksualitas dan reproduksi, dampak
pada status kesehatan, riwayat menstruasi dan reproduksi.
j. Pola toleransi stress - koping
Penyebab stress belakangan ini, penetapan tingkat stress, gambaran umum dan
spesifik respon stress, strategi mengatasi stress yang biasa digunakan dan
efektifitasnya, perubahan kehidupan dan kehilangan, strategi koping yang biasa
digunakan, penilaian kemampuan pengendalian akan kejadian-kejadian yang
dialami, pengetahuan dan penggunaan teknik manajemen stress, hubungan
antara manajemen stress terhadap dinamika keluarga.
k. Pola nilai kepercayaan
Latar belakang budaya atau etnik status ekonomi, perilaku sehat yang berkaitan
dengan kelompok budaya atau etnik, tujuan kehidupan, apa yang penting bagi
klien dan keluarga, pentingnya agama, dampak masalah kesehatan pada
spiritualitas
4. Pengkajian Fisik
a. Keadaan umum
Benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri dan post operasi nyeri pada area
genitalia.
b. Keadaan fisik (Data fokus)
2) Genetalia
Benjolan di kantong skrotum dengan konsistensi kistus dan pada
pemeriksaan penerawangan menunjukkan adanya transiluminasi.
a) Inspeksi : terdapat benjolan yang hanya ada di scrotum, bila dilakukan
transiluminasi pada hidrokel terlihat transulen.
b) Auskultasi : pada hidrokel tidak terdapat suara bising usus.
c) Palpasi : hidrokel terasa seperti kistik, hidrokel tidak dapat didorong.
5. Pemeriksaan Penunjang
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik pada kulit jaringan pasca trauma
pembedahan
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya insisi pasca operasi dan
program pembatasan gerak
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan melakukan aktivitas
4. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invansif luka post operasi
5. Resiko perdarahan berhubungan dengan insisi post operasi
C. Intervensi

NO No.Dx TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


1 1 Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji status nyeri (lokasi, frekuensi, 1. Memberikan data dasar untuk
keperawatan selama ...x24 jam durasi, dan intensitas nyeri). menentukan dan mengevaluasi
diharapakan nyeri pasien intervensi yang diberikan.
2. Observasi tanda-tanda vital. 2. Untuk mengetahui perkembangan
berkurang atau hilang.
keadaan umum pasien.
Kriteria hasil :
3. Berikan posisi yang nyaman/ semi 2. Menurunkan stimulus terhadap
1. Klien tampak rileks.
fowler. renjatan nyeri.
2. Skala nyeri 0-3 3. Ajarkan tekhnik relaksasi, seperti 3. Meningkatkan relaksasi yang dapat
napas dalam, visualisasi, dan menurnkan rasa nyeri klien.
bimbingan imajinasi.
4. Kolaborasi dengan dokter dalam 4. Sebagai profilaksis untuk
pemberian analgesik. menghilangkan atau mengurangi rasa
nyeri dan spasme otot.
2 2 Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan perawatan luka pasca 1. Untuk mengevaluasi penyembuhan
keperawatan selama ... x 24 jam operasi secara teratur. dan meminimalkan komplikasi.
2. Bantu latihan rentan gerak khusus 2. Mencegah perubahan bentuk.
diharapkan tidak ada gangguan
untuk area yang sakit dan yang tidak
mobilitas fisik, dengan kriteria
sakit mulai secara dini.
hasil :
3. Dorong latihan aktif atau isometrik 3. Meningkatkan kekuatan otot untuk
1. Menyatakan pemahaman
untuk paha atas dan lengan atas. pemindahan.
individual dan tindakan 4. Kaji derajat imobilitas yang 4. Pasien mungkin dibatasi oleh
dihasilkan oleh adanya luka post pandangan diri atau persepsi tentang
operasi di daerah genetalia keterbatasan fisik.
5. Bantu atau dorong perawatan diri. 5. Meningkatkan kekuatan otot dan
keamanan sirkulasi.
6. Berikan atau bantu dalam mobilisasi 6. Mobilisasi dini menurunkan
2. Menunjukan keinginan
dengan kursi roda. komplikasi tirah baring.
berpartisipasi dalam
3 3 Setelah dilakukan tindakan
aktivitas. 1. Monitor kemampuan perawatan diri 1. untuk memnentukan kebutuhan
keperawatan selama ...x24 jam pasien secara mandiri. tindakan pasien selanjutnya.
2. Berikan lingkungan yang terapeutik 2. Untuk embantu memfasilitasi
diharapkan pasien dapat
dengan memfasilitasi diri mandi kebutuhan mandi pasien.
melakukan aktivitas perawatan
pasien.
diri secara mandiri dengan
3. Dorong pasien untuk melakukan 3. Untuk meningkatkan kemmapuan
kriteria hasil :
aktivitas normal sehari-hari sampai ADL pasien.
1. ADL pasien terpenuhi
batas kemampuan pasien.
2. Mampu membersihkan 4. Ajarkan keluarga untuk 4. Keluarga merupakan orang terdekat
tubuh secara mandiri berpartisipasi dalam membantu pasien.
pasien dalam melakukan ADL.
4 4 Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi keadaan luka bekas 1. Mengidentifikasi adanya infeksi.
keperawatan selama ...x 24 jam operasi. (lubor, kalor, dolor, tumor,
diharapkan klien tidak fungsiolaisa)
2. Berikan perawatan luka pasca 2. Untuk menjaga kebersihan luka
menunjukkan tanda - tanda
operasi secara teratur. pasien agar mempercepat
infeksi dengan kriteria hasil :
penyembuhan luka.
1. Klien tidak mengalami
3. Gunakan tehnik septik dan aseptik 3. Mencegah terpajan organisme
infeksi. selama perawatan luka. infeksius.
4. Tekankan tehnik cuci tangan yang 4. Mencegah kontaminasi silang dan
2. Dapat mencapai waktu
baik untuk setiap individu yang menurunkan resiko penyebaran
penyembuhan.
kontak dengan pasien. infeksi.
3. Tanda – tanda vital dalam
5. Kolaborasi dengan dokter untuk 5. Untuk mencegah infeksi dan
batas normal dan tidak ada
memberi obat antibiotik. membantu proses penyembuhan.
tanda-tanda shock.
5 5 Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor risiko terjadinya pendarahan 1. Untuk mengdeteksi secara dini
keperawatan selama ... x 24 jam tanda-tanda pendarahan
2. Lindungi pasien dari trauma yang 2. Trauma dapat meningkatkan risiko
diharapkan pasien tidak
dapat menyebabkan pendarahan. terjadinya pendarahan.
mengalami pendarahan pasca
3. Intruksikan pasien untuk 3. Vitamin K berperan dalam proses
pembedahan dengan kriteria
meningkatkan makanan yang kaya penyembuhan luka sehingga
hasil :
akan vitamin K. meminimalkan terjadinya
1. Tekanan darah pasien
pendarahan.
dalam batas normal. 4. Kolaborasi dengan dokter pemberian 4. Obat dapat membantu penyembuhan
2. Penyembuhan luka pasien obat misalnya antasida jika secara cepat.
cepat. diperlukan.
3. Integritas jaringan normal.
D. Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses perawatan. Implementasi
merupakan tahap pengerjaan atau tindakan dari intervensi yang telah disusun.
Tindakan keperawatan disesuaikan dengan intervensi yang dilakukan.

E. Evaluasi
1. Dx 1: Nyeri berkurang atau hilang
2. Dx 2: Tidak ada gangguan mobilitas fisik
3. Dx 3: Pasien dapat melakukan aktivitas perawatan diri secara mandiri
4. Dx 4: Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
5. Dx 5: Pasien tidak mengalami pendarahan pasca pembedahan
DAFTAR PUSTAKA

Belville, William & Stanley Swierzewski. 2011. Hydrocele Prognosis, Prevention.


http://www.healthcommunities.com/hydrocele/prognosis-prevention. shtml [09 Januari 2017]
Herdman, T. Heather. 2012 . Nanda Internasional Diagnosis Keperawatan 2012-2014 .
Yogyakarta : EGC
M.Bulechek, Gloria dkk. 2016. Nursing Intervention Classification (NIC) Edisi Keenam .
Yogyakarta : Mocomedia
Moorhead, Sue dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi kKelima .
Yogyakarta : Mocomedia
Mursalim, Andrianto. 2012. Hidrocele. http://www.scribd.com/doc/83776693/
hidrocele#download [09 Januari 2017]

Anda mungkin juga menyukai