Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK PEMICU 1

MODUL GINJAL DAN CAIRAN TUBUH


SEMESTER 4

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 4

Luthfi Putra Suseno I1011151050


Heri Irawan I1011161057
Kim Liung I1011181006
Chairunnisa Rida Oktafiani I1011181014
Muhamad Reza Setiawan I1011181020
Agusriani Putri I1011181038
Aura Salsabilla Zakaria I1011181050
Jihan Nabila I1011181053
Verina Chantika Putri Siregar I1011181060
Afifah Marwah AlQadrie I1011181076
Gloria Gianha Langi I1011181088
Abed Nego Kei I1011181092
Clarisa Josevine I1011181097

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pemicu
Danang 21 tahun, seorang mahasiswa FK Untan mendapati BAK nya
berwarna kuning bening di pagi hari setelah sarapan pagi. Selama kuliah,
Danang sangat aktif dan sering terlupa untuk minum. Di sore harinya Danang
rutin olahraga jogging selama 30 menit. Setelah jogging, Danang mendapati
kali ini BAK nya sedikit dan berwarna kuning pekat. Selain itu, Danang juga
merasa sangat haus, lalu disarankan oleh temannya untuk minum air mineral
yang cukup.

1.2 Klarifikasi dan Definisi


a. Jogging: salah satu olahraga yang dilakukan dengan cara berjalan atau
berlari kecil-kecil
1.3 Kata Kunci
a. Danang 21 tahun
b. BAK pagi kuning bening
c. BAK sore kuning pekat dan sedikit
d. Jogging
e. Haus
f. Jarang minum
g. Rutin beraktivitas

1.4 Rumusan Masalah


Laki-laki 21 tahun mendapati BAK nya sedikit dan berwarna kuning pekat
setelah melakukan berbagai aktivitas serta sering lupa minum.
1.5 Analisis Masalah

Danang, 21 tahun

Urin kuning bening


Pagi Hari

Homeostasis cairan Beraktivitas Aktif beraktivitas dan


tubuh kurang minum

Urin Kuning Pekat Volume Urin Sedikit

Dehidrasi
Sistem Urinaria

1.6 Hipotesis
Laki-laki 21 tahun mengalami dehidrasi ringan akibat kurang
mengkonsumsi air dan melakukan aktivitas fisik.

1.7 Pertanyaan Diskusi


1. Sistem urinaria
a. Anatomi
b. Histologi
2. Fisiologi sistem urinaria
a. Filtrasi
b. Reabsorpsi
c. Sekresi
d. Ekskresi
3. Cairan Tubuh
a. Homeostasis cairan tubuh
b. Kompartemen cairan tubuh
4. Urin
a. Definisi
b. Komponen
c. Produksi
d. Karakteristik urin normal
e. Faktor yang memengaruhi
f. Pemeriksaan penunjang
5. Dehidrasi
a. Definisi
b. Klasifikasi
c. Patogenesis
d. Faktor yang mempengaruhi
e. Manifestasi Klinis
f. Tatalaksana
g. Komplikasi
6. Mekanisme Haus
7. bagaimana persyarafan proses miksi?
8. Jumlah kebutuhan cairan tubuh pada orang dewasa mau pun anak-anak ?
9. Bagaimana mekanisme pemekatan dan pengenceran urin?
10. Hubungan produksi Urin terhadap
a. Usia
b. Aktivitas Fisik
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sistem Urinaria


A. Anatomi

Gambar 1. Sistem urinaria manusia diambil dari Buku fisiologi


kedokteran Guyton dan Hall edisi ke-12

Sistem urinaria terdiri dari sepasang ginjal dan beberapa saluran.


Saluran ini tediri dari pelvis ginjal, ureter, kandung kemih (Vesica
urinaria), dan Uretra . Konstruksi dari sistem urinaria selain uretra sama
pada kedua jenis kelamin. Urethra pada penis laki-laki termasuk dalam
genitalia eksterna laki-laki karena merupakan tempat keluarnya urin dan
semen.1
Ginjal merupakan organ tubuh dengan bentuk sperti kacang (Bean
Shape organ). Persyarafan, vaskularisasi, dan aliran limfa ginjal berada di
daerah margin medial ginjal yang disebut sebagai Hilum renale. Hilum
ginjal akan bersambung dengan sinus ginjal. 2 Ginjal dibagi menjadi
korteks dan medula. Daerah medula terbagi menjadi beberapa bagian oleh
tonjolan dari area korteks yang disebut piramida ginjal. Di antara piramida-
piramida ini terdapat columnae renales. Daerah yang memuat satu
piramida ginjal dan area kortikal di sekitarnya disebut lobus renalis.1
Medula ginjal memiliki tonjolan yang disebut papillae renalis dan akan
masuk ke dalam sinus ginjal. Daerah sekitar yang mengelilingi tonjolan ini
disebut sebagai minor calyx. Minor calyx akan menerima urin dan
meneruskannya ke ureter. Beberapa minor calyx akan bergabung menjadi
major calyx dan 2-3 major calyx akan membentuk pelvis ginjal yang
merupakan ujung atas ureter yang berbentuk seperti corong. 2

Gambar 2. Ginjal manusia diambil dari Buku fisiologi kedokteran


Guyton dan Hall edisi ke-12

Ureter merupakan saluran yang tersusun atas jaringan otot. Ureter


akan mentrasportasikan urin dari ginjal menuju kandung kemih (Vesica
Urinaria).2 Saluran ini merupakan terusan dari pelvis ginjal pada daerah
ureteropelvic junction. Saluran ureter secara retropitoneal pada bagian
medial dari otot psoas major. Saluran ini akan berlanjut dan bergabung
dengan dasar kandung kemih.
Kandung kemih terletak di bagian depan pelvis. Meskipun demikian,
bagian atas kandung kemih dapat membesar hingga ke dalam rongga
abdomen. Kandung kemih dibagi menjadi apex, corpus, dan fundus.
Bagian fundusnya memiliki suatu bangunan bernama trigonum vesicae
yang terbentuk oleh Ostium urethra internum dan dua Ostium ureteris.
Kandung kemih dapat menampung urin sebanyak 500-1500 ml. Akan
tetapi, keinginan untuk berkemih (BAK) akan dimulai saat urin yang
ditampung telah mencapai 250-500 ml.1 Dinding kandung kemih terdiri
dari lapisan mukosa interna, tiga lapisan otot polos, dan tunica adventitia
eksterna atau tunica serosa kranial (Peritoneum).
Uretra merupakan saluran lanjutan dari dasar kandung kemih dan
berakhir di lubang ekternal perineum. Uretra memiliki perbedaan jalur
pada kedua jenis kelamin. Uretra pada perempuan jauh lebih pendek
sekitar 4 cm sedangkan pada laki-laki uretra bisa mencapai panjang 20
cm.2 Jalur uretra pada perempuan sedikit melengkung karena melewati
inferior melalui dasar panggul ke perineum, di mana saluran ini melewati
kantong perineum yang dalam dan membran perineum sebelum membuka
di ruang depan yang terletak di antara labia minora. Bukaan uretra
perempuan berada di anterior bukaan vagina di vestibula. Uretra pada laki-
laki melengkung sebanyak 2 kali sepanjang jalurnya .Jalur uretra laki-laki
dimulai dari pangkal kandung kemih dan melewati bagian inferior melalui
prostat. Saluran ini melewati kantong perineum yang dalam dan membran
perineum dan segera memasuki akar penis. Ketika uretra keluar dari
kantong perineum yang dalam, uretra melengkung ke arah depan bagian
anterior di akar penis. Ketika penis tidak bertenaga, uretra membuat
tikungan lain, yang lebih lebih rendah, ketika melewati dari akar ke tubuh
penis. Selama ereksi, tikungan antara akar dan tubuh penis akan
menghilang.2

Gambar 3. Uretra pada wanita (A) dan laki-laki (B) diambil dari Buku
Gray’s Basic Anatomy
B. Histologi
1. Tubulus Uriniferus
Tubulus uriniferus merupakan unit fungsional terkecil dalam ginjal.
Tubulus uriniferus terdiri dari nefron dan tubulus koligens. Nefron
terdiri dari dua bangunan, korpus renalis dengan tubulus renalis. Korpus
renalis terdiri atas 2 macam bangunan yaitu kapsul Bowman dan
glomerulus.3 Kapsul Bowman merupakan pelebaran ujung proksimal
saluran keluar ginjal (nefron) yang dibatasi epitel. Bagian ini
diinvaginasi oleh glomerulus. Dinding sebelah luar disebut lapis parietal
(pars parietal) sedangkan dinding dalam disebut lapis viseral (pars
viseralis) yang melekat erat pada glomerulus. Ruang diantara ke dua
lapisan ini sebut ruang Bowman yang berisi cairan ultrafiltrasi. Dari
ruang ini cairan ultrafiltrasi akan masuk ke dalam tubulus kontortus
proksimal.
Glomerulus merupakan bangunan yang berbentuk khas, bundar
dengan warna yang lebih tua daripada sekitarnya karena sel-selnya
tersusun lebih padat. Glomerulus merupakan pembuluh kapiler.
Glomerulus ini akan diliputi oleh epitel pars viseralis kapsul Bowman.
Di sebelah luar terdapat ruang Bowman yang akan menampung cairan
ultra filtrasi dan meneruskannya ke tubulus kontortus proksimal.
Kapsul Bowman lapis parietal pada satu kutub bertautan dengan
tubulus kontortus proksimal yang membentuk kutub tubular (urinary
pole), sedangkan pada kutub yang berlawanan bertautan dengan arteriol
yang masuk dan keluar dari glomerulus terdapat kutub yang disebut
kutub vaskular. Arteriol glomerular aferent masuk kemudian
bercabang-cabang lagi menjadi sejumlah kapiler yang bergulung-
gulung. Pembuluh kapiler ini diliputi oleh sel-sel khusus yang disebut
sel podosit. Sel podosit ini dapat dilihat dengan mikroskop elektron.
Kapiler-kapiler ini kemudian bergabung lagi membentuk arteriol yang
selanjutnya keluar dari glomerulus dan menjadi arteriol glomerular
eferen.5
2. Aparatus Juksta-Glomerular
Sel-sel otot polos dinding arteriol aferent di dekat glomerulus
berubah sifatnya menjadi sel epiteloid. Sel-sel ini tampak terang dan di
dalam sitoplasmanya terdapat granula yang mengandung enzim renin,
suatu enzim yang diperlukan dalam mengontrol tekanan darah. Sel-sel
ini dikenal sebagai sel juksta glomerular.
Sel-sel juksta glomerular di sisi luar akan berhimpitan dengan sel-
sel makula densa, yang merupakan epitel dinding tubulus kontortus
distal yang berjalan berhimpitan dengan kutub vaskular. Pada bagian ini
sel dinding tubulus tersusun lebih padat daripada bagian lain. Sel-sel
makula densa ini sensitif terhadap perubahan konsentrasi ion natrium
dalam cairan di tubulus kontortus distal. Menurunnya konsentrasi ion
natrium dalam cairan tubulus kontortus distal akan merangsang sel-sel
makula densa (berfungsi sebagai osmoreseptor) untuk memberikan
sinyal kepada sel-sel juksta glomerulus agar mengeluarkan renin. Sel
makula densa dan juksta glomerular bersama-sama membentuk aparatus
juksta-glomerular.
Di antara aparatus juksta glomerular dan arteriol eferen glomerulus
terdapat sekelompok sel kecil-kecil yang terang disebut sel mesangial
ekstraglomerular atau sel polkisen (bantalan) atau sel lacis. Fungsi sel-
sel ini masih belum jelas, tetapi diduga sel-sel ini berperan dalam
mekanisma umpan balik tubuloglomerular. Perubahan konsentrasi ion
natrium pada makula densa akan memberi sinyal yang secara langsung
mengontrol aliran darah glomerular. Sel-sel mesangial ekstraglomerular
diduga berperan dalam penerusan sinyal di makula densa ke sel-sel
juksta glomerular. Selain itu sel-sel ini menghasilkan hormon
eritropoetin, yaitu suatu hormon yang akan merangsang sintesa sel-sel
darah merah (eritrosit) di sumsum tulang.
3. Tubulus Ginjal
a. Tubulus Kontortus Proksimal
Tubulus kontortus proksimal berjalan berkelok-kelok dan
berakhir sebagai saluran yang lurus di medula ginjal (pars
desendens Ansa Henle). Dindingnya disusun oleh selapis sel kuboid
dengan batas-batas yang sukar dilihat. Inti sel bulat, bundar, biru
dan biasanya terletak agak berjauhan satu sama lain. Sitoplasmanya
bewarna kemerahan. Permukaan sel yang menghadap ke lumen
mempunyai mikrovili (brush border). Tubulus ini terletak di korteks
ginjal.
Fungsi tubulus kontortus proksimal adalah mengurangi isi
filtrat glomerulus 80-85 persen dengan cara reabsorpsi via transport
dan pompa natrium. Glukosa, asam amino dan protein seperti
bikarbonat, akan direabsorpsi.
b. Ansa Henle
Ansa henle terbagi atas 3 bagian yaitu bagian tebal turun (pars
desendens), bagian tipis (segmen tipis) dan bagian tebal naik (pars
asendens). Segmen tebal turun mempunyai gambaran mirip dengan
tubulus kontortus proksimal, sedangkan segmen tebal naik
mempunyai gambaran mirip tubulus kontortus distal. Segmen tipis
ansa henle mempunyai tampilan mirip pembuluh kapiler darah,
tetapi epitelnya sekalipun hanya terdiri atas selapis sel gepeng,
sedikit lebih tebal sehingga sitoplasmanya lebih jelas terlihat. Selain
itu lumennya tampak kosong. Ansa henle terletak di medula ginjal..
c. Tubulus kontortus dista
Tubulus kontortus distal berjalan berkelok-kelok. Dindingnya
disusun oleh selapis sel kuboid dengan batas antar sel yang lebih
jelas dibandingkan tubulus kontortus proksimal. Inti sel bundar dan
bewarna biru. Jarak antar inti sel berdekatan. Sitoplasma sel
bewarna kebiruan dan permukaan sel yang mengahadap lumen
tidak mempunyai mikrovili.
d. Tubulus koligen
Saluran ini mempunyai gambaran mirip tubulus kontortus
distal tetapi dinding sel epitelnya jauh lebih jelas, selnya lebih tinggi
dan lebih pucat. Di bagian medula yang lebih ke tengah beberapa
tubulus koligen akan bersatu membentuk duktus yang lebih besar
yang bermuara ke apeks papila. Saluran ini disebut duktus papilaris
(Bellini). Muara ke permukaan papil sangat besar, banyak dan rapat
sehingga papil tampak seperti sebuah tapisan (area kribrosa).
Fungsi tubulus koligen adalah menyalurkan kemih dari nefron ke
pelvis ureter dengan sedikit absorpsi air yang dipengaruhi oleh
hormon antidiuretik (ADH).
4. Ureter
Secara histologi, ureter terdiri atas lapisan mukosa, muskularis dan
adventisia. Lapisan mukosa terdiri atas epitel transisional yang
disokong oleh lamina propria. Epitel transisional ini terdiri atas 4-5 lapis
sel. Sel permukaan bervariasi dalam hal bentuk mulai dari kuboid
sampai gepeng. Sel-sel permukaan ini mempunyai batas cekung pada
lumen dan dapat berinti dua. Sel-sel permukaan ini dikenal sebagai sel
payung. Lamina propria terdiri atas jaringan fibrosa yang relatif padat
dengan banyak serat elastin.
Lapisan muskularisnya terdiri atas atas serat otot polos longitudinal
disebelah dalam dan sirkular di sebelah luar (berlawan dengan susunan
otot polos di saluran cerna). Lapisan adventisia atau serosa terdiri atas
lapisan jaringan ikat fibroelsatin. Fungsi ureter adalah meneruskan urin
yang diproduksi oleh ginjal ke dalam kandung kemih.
5. Vesika Urinaria
Vesika urinaria terdiri atas lapisan mukosa, muskularis dan
serosa/adventisia. Mukosanya dilapisi oleh epitel transisional yang lebih
tebal dibandingkan ureter (terdiri atas 6-8 lapis sel) dengan jaringan ikat
longgar yang membentuk lamina propria dibawahnya. Tunika
muskularisnya terdiri atas berkas-berkas serat otot polos yang tersusun
berlapis-lapis yang arahnya tampak tak membentuk aturan tertentu.
Diantara berkas-berkas ini terdapat jaringan ikat longgar. Tunika
adventisianya terdiri atas jaringan fibroelastik. Fungsi kandung kemih
adalah menampung urin yang akan dikeluarkan kedunia luar melalui
uretra.
6. Uretra
Panjang uretra pria antara 15-20 cm dan terbagi atas 3 bagian yaitu:
1. Pars Prostatika, yaitu bagian uretra mulai dari muara uretra pada
kandung kemih hingga bagian yang menembus kelenjar prostat.
Pada bagian ini bermuara 2 saluran yaitu duktus ejakulatorius dan
saluran keluar kelenjar prostat.
2. Pars membranasea yaitu bagian yang berjalan dari puncak prostat
di antara otot rangka pelvis menembus membran perineal dan
berakhir pada bulbus korpus kavernosus uretra.
3. Pars kavernosa atau spongiosa yaitu bagian uretra yang
menembus korpus kavernosum dan bermuara pada glands penis.
Epitel uretra bervariasi dari transisional di uretra pars prostatika,
lalu pada bagian lain berubah menjadi epitel berlapis atau bertingkat
silindris dan akhirnya epitel gepeng berlapis tanpa keratin pada ujung
uretra pars kavernosa yang melebar yaitu di fosa navikularis. Terdapat
sedikit sel goblet penghasil mukus. Di bawah epitel terdapat lamina
propria terdiri atas jaringan ikat fibro-elastis longgar.
Pada wanita uretra jauh lebih pendek karena hanya 4 cm
panjangnya. Epitelnya bervariasi dari transisional di dekat muara
kandung kemih, lalu berlapis silindris atau bertingkat hingga berlapis
gepeng di bagian ujungnya. Muskularisnya terdiri atas 2 lapisan otot
polos tersusun serupa dengan ureter.4,5,6,7

2.2 Fisiologi Sistem Urinaria


A. Filtrasi
Cairan mengalami penyaringan besar besara (filtrasi) dari glomerulus
menuju kapsul bowman fltrasi di glomerulus melewati 3 lapisan yang
membentuk membrane glomerulus yaitu dinding kapiler glomerulus,
lapisan gelatinosa aseluler yang dikenal sebagai membrane basal dan
lapisan dalam kapsum bowmen. Ketiga lapisan tersebut berfungsi sebagai
saringan molekul halus yang menahan sel darah merah dan protein plasma,
tetapi H2O dan zat terlarut lain dengan ukuran molekuler kecil dapat
melewatinya. Rute yang diambil oleh bahan yang terfiltrasi untuk
melintasi membrane glomerulus seluruhnya bersifat ekstrasel. Pertama
melalui pori pori kapiler, kemudian membrane basal aseluler dan terakhir
melalui celah filtrasi kapsul.8,9,10,11

Dinding Kapiler Lapisan dalam Kapsul


Membrane Basal
Glomerulus Bowman
Podosit:
 sel mirip gurita
Terdiri dari Terdiri dari yang mengelilingi
selapis sel endotel glikoprotein dan berkas glomerulus.
gepeng kolagen  Memiliki tonjolan
memanjang yang
saling menjalin.
Celah filtrasi:
 kaki – kaki podosit
Memiliki lubang Berada diantara
yang saling
dengan banyak glomerulus dan kapsul
berdekatan.
pori pori besar bowman
 Tempat keluar
masuk cairan

Kolagen: menghasilkan
Sangat permeable
kekuatan structural.
terhadap H2O dan
Glikoprotein:
zat terlarut
menghambat filtrasi
lainnya
protein plasma kecil.
1. Faktor yang mempengaruhi filtrasi
a. Tekanan Darah Kapiler Glomerulus
Tekanan darah kapiler glomerulus adalah gaya pendorong
utama yang berperan dalam menginduksi filtrasi glomerulus.
Perpindahan cairan dari plasma membrane glomerulus menuju
kapsul bowman disebabkan oleh gaya fiksi pasif yang serupa
dengan gaya yang terdapat di kapiler tubuh namun kapiler
glomerulus jauh lebih permeable sehingga untuk tekanan filtrasi
yang sama lebih banyak cairan yang terfiltrasi dan filtrasi terjadi
di keseluruhan panjang kapiler.8,9,10,11

Gaya Efek Besar (mmHg)

Tekanan darah Mendorong


55mmHg
kapiler glomerulus filtrasi

Tekana osmotic Melawan


30mmHg
koloid plasma filtrasi

Tekanan hidrostatik Melawan


15mmHg
kapsul bowman filtrasi

Mendorong
Tekanan filtrasi netto 10mmHg
filtrasi

Terdapat 4 gaya fisik yang terlibat dalam filtrasi glomerulus:


a) Tekanan darah kapiler glomerulus.
Merupakan tekanan yang ditimbulkan oleh darah
didalam kapiler glomerulus, tekanan ini bergantung pada
kontraksi jantung dan resistensi arteriol aferen dan eferen
terhadap aliran darah. Tekanan darah kapiler glomerulus
sebesar 55mmHg di karenakan garis tengah arteriol aferen
lebih besar daripada garis tengah arteriol eferen
(tertampungnya darah di kapiler).
Darah akan lebih mudah masuk melalui arteriol aferen
yang lebih lebar dan lebih sulit keluar melalui arteriol eferen
yang lebih sempit. Tingginya resistensi arteriol eferen
menyebabkan tekanan darah disepanjang kapiler tidak
mengalami penurunan tekanan.
Tekanan darah glomerulus yang meningkat dan tidak
menurun ini cenderung mendorong cairan menuju kapsul
bowman dan merupakan gaya utama yang menghasilkan
filtrasi glomerulus.
b) Tekanan osmotic koloid plasma.
Tekanan ini ditimbulkan oleh distribusi protein – protein
yang tidak seimbang di kedua sisi membrane glomerulus.
Karena tidak dapat di filtrasi, protein – protein plasma
terdapat di kapiler glomerulus tetapi tidak di temukan di
kapsum bowman.
Konsentrasi H2O di kapsul bowman lebih tinggi dari
pada konsentrasinya di kapiler glomerulus sehingga terdapat
kecendrungan H2O untuk berpindah secara osmotis
mengikuti penurunan gradient konsentrasinya dari kapsul
bowman ke kapiler glomerulus melewari filtrasi glomerulus.
c) Tekanan hidrostatik kapsul bowman.
Cairan di dalam kapsul bowman menimbulkan tekanan
hidrostatik. Tekanan ini cenderung mendorong cairan keluar
dari kapsul bowman melawan filtrasi cairan dari glomerulus
ke dalam kapsul bowman.
d) Tekanan filtrasi netto
Merupakan tekanan yang mendorong filtrasi didapat dari
perbedaan besar tekanan darah kapiler glomerulus dan
jumlah tekanan yang melawan filtrasi (55- (30+15) = 10).
Tekanan ringan ini lah yang menyebabkan perpindahan
sejumlah besar cairan dari darah menembus membrane
glomerulus yang sangat permeable.
2. Laju filtrasi glomerulus (Glomerular Filtration Rate (GFR)
Perubahan pada salah satu gaya fisik dapat mempengaruhi GFR
namun, faktor tersering yang menyebabkan perubahan GFR adalah
perubahan tekanan darah kapiler glomerulus. Tekana osmotic koloid
plasma dan tekanan hidrostatik kapsul bowman tidak di bawah control
sehingga dalam keadaan normal besar tekanan tidak akan berubah.
Namun, keduanya dapat berubah dalam keadaan patologis dan tidak
sengaja mempengaruhi GFR.8,9,10,11
Peningkatan GFR disebabkan karena tekanan osmotik koloid
plasma yang melawan filtrasi menurun (bergitu sebaliknya untuk
penurunan GFR), akibat dari penurunan konsentrasi protein plasma.
Penurunan tekanan osmotic koloid plasma dapat terjadi pada pada
pasien luka bakar yang kehilangan sejumlah besar cairan plasma kaya
protein memalui kulit yang terbakar. Peningkatan tekanan osmotic
koloid plasma dapat terjadi pada pasien dehidrasi karena diare.11
Peningkatan tekanan hidrostatik kapsul bowman secara tidak
terkontrol dan filtrasi dapat berkurang akibat adanya obstruksi saluran
kemih seperti batu ginjal atau hipertrofi prostat. Pembendungan cairan
di belakang obstruksi menyebabkan tekanan hidrostatik kapsul
bowman meningkat.11
Tekanan darah kapiler glomerulus dapat dikontrol untuk
menyesuaikan GFR untuk memenuhu kebutuhan tubuh. GFR di
control oleh 2 mekanisme, yaitu:
a) Otoregulasi
untuk mencegah perubahan spontan GFR yang sebagian
besar dicegah oleh mekanisme pengatur intrinsik yang dicetus
oleh ginjal itu sendiri.
glomerul
us
Tekanan
darah kapiler
Arteriol
Meningkatnya glomerulus Arteriol eferen
aferen
tekanan darah
arteri

(meningkatkan
aliran darah ke Tekanan filtrasi netto
Gambar A

glomerul
us
Tekanan
darah kapiler
Arteriol
Vasokontraksi glomerulus Arteriol eferen
aferen
(penurunan aliran
darah ke
glomerulus)
Tekanan filtrasi netto
Gambar B

glomerulu
s
Tekanan darah
Arteriol
kapiler glomerulus
aferen
vasodilatasi Arteriol eferen

(peningkatan aliran
darah ke
glomerulus) Tekanan filtrasi netto

Gambar C
Gambar A di atas merupakan gambaran efek langsung
tekanan darah arteri pada laju filtrasi glomerulus. Gambar B dan
C merupakan gambaran penyesuaian arteriol aferen untuk
mengubah GFR, gambar B merupakan gambaran penyesuaian
arteriol untuk mengurangi GFR dan gambar C merupakan
gambaran penyesuaian arteriol untuk meningkatkan GFR.

b) Kontrol simpatis ekstrinsik GFR.


Pengaturan ini bertujuan untuk mengatur jangka panjang
tekanan darah arteri. Kontrol ekstrinsik LFG, yang diperantarai
oleh sinyal sistem saraf simpatis ke arteriol aferen, ditujukan
untuk mengatur tekanan darah arteri. Sistem saraf parasimpatis
tidak memiliki pengaruh apapun pada ginjal. Jika volume plasma
berkurang (sebagai contoh, akibat perdarahan) maka penurunan
tekanan darah arteri yang rerjadi dideteksi oleh baroresepror arkus
aorra dan sinus karotis, yang memicu refleks saraf untuk
meningkatkan tekanan darah ke arah normal.10
Respons refleks ini dikoordinasikan oleh pusat kontrol
kardiovaskular di batang otak dan terutama diperantarai oleh
peningkatan aktivitas simpatis ke jantung dan pembuluh darah.
Meskipun peningkatan curah jantung dan resistensi perifer total
yang terjadi membantu meningkatkan tekanan darah menuju
normal namun volume plasma tetap kurang. Dalam jangka
panjang, volume plasma harus dipulihkan ke normal. Salah satu
kompensasi untuk berkurangnya volume plasma adalah
penurunan pengeluaran urin sehingga lebih banyak cairan yang
ditahan di tubuh. Pengeluaran urin berkurang sebagian karena
penurunan LFG; jika cairan yang difiltrasi berkurang maka yang
tersedia untuk diekskresikan juga berkurang.10
B. Reabsorpsi

Reabsorpsi air dan zat terlarut dari lumen tubulus ke cairan ekstraseluler
bergantung pada transpor aktif. Filtrat yang mengalir keluar dari kapsula
Bowman ke tubulus proksimal memiliki konsentrasi zat terlarut yang sama
dengan cairan ekstraseluler sehingga untuk memindahkan zat terlarut keluar
dari lumen, sel tubulus harus menggunakan transpor aktif guna menciptakan
gradien konsentrasi atau gradien elektrokimia. Air secara osmotik mengikuti
zat terlarut saat zat terlarut direabsorpsi.11,12
Transpor aktif Na+ dari lumen tubulus ke cairan ekstraseluler
menciptakan gradien elektrik transepitel di mana lumen menjadi lebih
negatif dibandingkan cairan ekstraseluler (ECF). Anion kemudian
mengikuti Na+ yang bermuatan positif keluar dari lumen. Hilangnya Na+
dan anion dari lumen ke ECF mendilutasi cairan luminal dan
meningkatkan konsentrasi ECF sehingga air meninggalkan tubulus
melalui osmosis. Hilangnya volume dari lumen meningkatkan konsentrasi
zat terlarut (termasuk K+, Ca2+, dan urea) yang tertinggal dalam filtrat.
Jumlah zat terlarut yang sama dalam volume yang lebih kecil sama dengan
konsentrasi zat terlarut yang lebih tinggi. Setelah konsentrasi zat terlarut
luminal lebih tinggi dari konsentrasi terlarut dalam cairan ekstraseluler, zat
terlarut akan berdifusi keluar dari lumen apabila epitel tubulus bersifat
permeabel terhadap zat yang bersangkutan.11,12
Reabsorpsi melibatkan transpor transepitelial (juga disebut
transcellular transport) dan transpor paraseluler. Dalam transpor
transepitelial, zat melintasi membran apikal dan basolateral dari sel epitel
tubulus untuk mencapai cairan interstitial. Pada jalur paracellular, zat
melewati cell junction yang terletak antara dua sel yang berdekatan. Rute
yang diambil oleh zat terlarut bergantung pada permeabilitas epitel
junction dan pada gradien elektrokimia zat terlarut.11,12
Mekanisme transportasi zat terlarut yang bergerak melalui transpor
transepitelial ditentukan oleh gradien konsentrasi atau gradient
elektrokimia zat bersangkutan. Larutan bergerak menuruni gradiennya
melalui kanal terbuka atau difusi terfasilitasi untuk melintasi membran sel.
Molekul yang perlu didorong melawan gradiennya digerakkan oleh
transpor aktif primer atau transpor aktif indirek (biasanya sekunder).
Natrium terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam banyak
proses transportasi pasif dan aktif.11,12
C. Sekresi
Proses ginjal ketiga adalah sekresi tubulus, adalah pemindahan
selektif bahan-bahan dari kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus.
Proses ini adalah rute kedua bagi bagi masuknya bahan ke dalam tubulus
ginjal dari darah, dengan yang pertama adalah melalui filtrasi glomerulus.
Hanya sekitar 20% plasma yang mengalir melalui kapiler glomerulus
difiltrasi ke dalam kapsul Bowman; sisa 80% mengalir melalui arteriol
eferen ke dalam kapiler peritubulus. Sekresi tubulus merupakan
mekanisme untuk mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan
mengekstraksi sejumlah tertentu bahan dari 80% plasma yang tidak
terfiltrasi di kapiler peritubulus dan memindahkannya ke bahan yang sudah
ada di tubulus sebagai hasil filtrasi.10
Seperti reabsorpsi tubulus, sekresi tubulus melibatkan transpor
transepitel (melalui epitel dan memerlukan ATP), tetapi kini langkah-
langkahnya dibalik. Setiap bahan yang masuk ke cairan tubulus, baik
melalui filtrasi glomerulus maupun sekresi tubulus, dan tidak direabsorpsi
akan dieliminasi dalam urine. Bahan-bahan terpenting yang disekresikan
oleh tubulus adalah ion hidrogen (H+), ion kalium (K+), serta anion dan
kation organik, yang banyak di antaranya adalah senyawa yang asing bagi
tubuh.10

D. Ekskresi
Ekskresi urine adalah pengeluaran bahan-bahan dari tubuh ke dalam
urin. Ini bukan merupakan proses terpisah tetapi merupakan hasil dari tiga
proses perrama di atas. Semua konstituen plasma yang terfiltrasi atau
disekresikan tetapi tidak direabsorpsi akan tetap di tubulus dan mengalir
ke pelvis ginjal untuk diekskresikan sebagai urin dan dikeluarkan dari
tubuh. Perhatikan bahwa semua yang difiltrasi dan kemudian direabsorpsi,
atau tidak difiltrasi sama sekali, masuk ke darah vena dari kapiler. 10
2.3 Cairan Tubuh
A. Homeostasis Cairan Tubuh
Ginjal bersama dengan hormon – hormon yang berperan dalam
keseimbangan air dan garam, bertanggung jawab untuk mempertahankan
volume dan osmolaritas cairan ekstrasel (lingkurang internal). 10
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 (dua)
parameter penting, yaitu: volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan
ekstrasel. Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan
mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan
ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal
mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan
air dalam urin sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan
kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.10
1. Pengaturan volume cairan ekstrasel
Penurunan volume cairan ekstrasel menyebabkan penurunan
tekanan darah arteri dengan menurunkan volume plasma. Sebaliknya,
peningkatan volume cairan ekstrasel dapat menyebabkan peningkatan
tekanan darah arteri dengan memperbanyak volume plasma.
Pengontrolan volume cairan ekstrasel penting untuk pengaturan
tekanan darah jangka panjang. Pengaturan volume cairan ekstrasel
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:10
a. Mempertahankan keseimbangan asupan dan keluaran (intake &
output) air
Untuk mempertahankan volume cairan tubuh kurang lebih
tetap, maka harus ada keseimbangan antara air yang ke luar dan
yang masuk ke dalam tubuh. Hal ini terjadi karena adanya
pertukaran cairan antar kompartmen dan antara tubuh dengan
lingkungan luarnya. Water turnover dibagi dalam:
i. External fluid exchange, pertukaran antara tubuh dengan
lingkungan luar.
ii. Internal fluid exchange, pertukaran cairan antar pembagai
kompartmen, seperti proses filtrasi dan reabsorpsi di kapiler
ginjal.
b. Memperhatikan keseimbangan garam
Seperti halnya keseimbangan air, keseimbangan garam juga
perlu dipertahankan sehingga asupan garam sama dengan
keluarannya. Permasalahannya adalah seseorang hampir tidak
pernah memperhatikan jumlah garam yang ia konsumsi sehingga
sesuai dengan kebutuhannya. Tetapi, seseorang mengkonsumsi
garam sesuai dengan seleranya dan cenderung lebih dari
kebutuhan. Kelebihan garam yang dikonsumsi harus
diekskresikan dalam urin untuk mempertahankan keseimbangan
garam. Ginjal mengontrol jumlah garam yang diekskresi dengan
cara:10
i. Mengontrol jumlah garam (natrium) yang difiltrasi dengan
pengaturan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)/ Glomerulus
Filtration Rate(GFR).
ii. Mengontrol jumlah yang direabsorbsi di tubulus ginjal.
Jumlah Na+ yang direabsorbsi juga bergantung pada sistem
yang berperan mengontrol tekanan darah. Sistem Renin-
Angiotensin-Aldosteron mengatur reabsorbsi Na+ dan retensi
Na+ di tubulus distal dan collecting. Retensi Na+ meningkatkan
retensi air sehingga meningkatkan volume plasma dan
menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri . Selain sistem
renin-angiotensin-aldosteron, Atrial Natriuretic Peptide (ANP)
atau hormon atriopeptin menurunkan reabsorbsi natrium dan air.
Hormon ini disekresi oleh sel atrium jantung jika mengalami
distensi akibat peningkatan volume plasma. Penurunan reabsorbsi
natrium dan air di tubulus ginjal meningkatkan eksresi urin
sehingga mengembalikan volume darah kembali normal.
2. Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel
Osmolaritas cairan adalah ukuran konsentrasi partikel solut (zat
terlarut) dalam suatu larutan. Semakin tinggi osmolaritas, semakin
tinggi konsentrasi solute atau semakin rendah konsentrasi air dalam
larutan tersebut. Air akan berpindah dengan cara osmosis dari area
yang konsentrasi solutnya lebih rendah (konsentrasi air lebih tinggi)
ke area yang konsentrasi solutnya lebih tinggi (konsentrasi air lebih
rendah). 10
Osmosis hanya terjadi jika terjadi perbedaan konsentrasi solut
yang tidak dapat menembus membran plasma di intrasel dan ekstrasel.
Ion natrium merupakan solut yang banyak ditemukan di cairan
ekstrasel, dan ion utama yang berperan penting dalam menentukan
aktivitas osmotik cairan ekstrasel. Sedangkan di dalam cairan intrasel,
ion kalium bertanggung jawab dalam menentukan aktivitas osmotik
cairan intrasel. Distribusi yang tidak merata dari ion natrium dan
kalium ini menyebabkan perubahan kadar kedua ion ini bertanggung
jawab dalam menentukan aktivitas osmotik di kedua kompartmen ini.
Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel oleh tubuh dilakukan
melalui:10
a. Perubahan osmolaritas di nefron
Di sepanjang tubulus yang membentuk nefron ginjal, terjadi
perubahan osmolaritas yang pada akhirnya akan membentuk urin
yang sesuai dengan keadaan cairan tubuh secara keseluruhan di
duktus koligen. Glomerulus menghasilkan cairan yang isosmotik
di tubulus proksimal (± 300 mOsm).
Dinding tubulus ansa Henle pars desending sangat permeable
terhadap air, sehingga di bagian ini terjadi reabsorbsi cairan ke
kapiler peritubular atau vasa recta. Hal ini menyebabkan cairan di
dalam lumen tubulus menjadi hiperosmotik. Dinding tubulus ansa
henle pars asenden tidak permeable terhadap air dan secara aktif
memindahkan NaCl keluar tubulus. Hal ini menyebabkan
reabsorbsi garam tanpa osmosis air. Sehingga cairan yang sampai
ke tubulus distal dan duktus koligen menjadi hipoosmotik.
Permeabilitas dinding tubulus distal dan duktus koligen bervariasi
bergantung pada ada tidaknya vasopresin (ADH). Sehingga urin
yang dibentuk di duktus koligen dan akhirnya di keluarkan ke
pelvis ginjal dan ureter juga bergantung pada ada tidaknya
vasopresin/ ADH.

B. Kompartemen Cairan Tubuh


Komponen terbesar tunggal dari tubuh adalah air. Air merupakan
perlarut bagi semua yang terlarut. Air tubuh total atau total body water
(TBW) adalah persentase dari berat air dibagi dengan berat badan total,
yang bervariasi berdasarkan kelamin, umur, dan kandungan lemak yang
ada di dalam tubuh.14 Air yang terkandung sampai sekitar 60 persen pada
laki-laki dewasa. Sedangkan untuk wanita dewasa terkandung 50 persen
dari total berat badan. Pada neonates dan anak-anak, presentase ini relatif
lebih besar dibandingkan orang dewasa.15 Cairan tubuh dibagi menjadi dua
kompartemen menurut anatomi dan fisiologisnya, yakni cairan intraseluler
dan cairan ekstraseluler. Dua pertiga bagian (67%) merupakan cairan
tubuh yang berada di dalam sel disebut dengan cairan intraseluler.
Sepertiganya (33%) berada diluar sel yakni cairan ekstraseluler.16 Cairan
ekstraseluler dibagi menjadi 3 bagian lagi yaitu cairan interstitial yang
merupakan cairan limfatik yang menempati ruang di sel tersebut. Cairan
interstitial menempati 80 persen dari cairan ekstraseluler atau 5 persen dari
total berat badan. Cairan intravaskuler atau plasma darah yang meliputi 20
persen cairan ekstraseluler atau 15 persen dari total berat badan. 5 Selain
itu, ada juga cairan transelular yang termasuk cairan gastrointestinal (GI),
cairan empedu, urin, cairan serebrospinal, aqueous humour, cairan sendi,
cairan pleura, cairan peritoneum, dan cairan perikardial. 16 Pada cairan
intraseluler, membran sel bagian luar memegang peranan yang sangat
penting dalam mengatur volume dan komposisi intraseluler. Oleh karena
membran sel relatif tidak permeabel terhadap ion Na dan K, Potassium
akan lebih terkonsentrasi di intraseluler, sedangakan Sodium akan
dikonsentrasikan di ekstraseluler. Potasium merupakan kation utama pada
cairan intraseluler, dan pada anion utamanya merupakan fosfat. Zat terlarut
yang ada didalam cairan tubuh terdiri dari elektrolit dan non elektrolit. Non
elektrolit adalah zat terlarut yang tidak terlarut dan tidak bermuatan listrik
yang terdiri dari protein, urea, glukosa, oksigen, karbon dioksida dan
asam-asam organik lainnya. Elektrolit tubuh terdiri dari natrium (Na+),
kalium (K+), kalsium (Ca2+), magnesium (Mg2+), klorida (Cl-),
bikarbonat (HCO3 -), fosfat (HPO4 2-), dan sulfat (SO4 2-). Ion yang
bermuatan positif disebut kation dan yang bermuatan negatif disebut
anion.15

2.4 Urin
A. Definisi
Urin merupakan limbah cair yang dihasilkan oleh ginjal. Urin adalah
cairan bening dan transparan yang biasanya berwarna kuning. Jumlah rata-
rata urin yang diekskresikan dalam 24 jam adalah antara 5 hingga 8 gelas
atau 40 dan 60 ons. Secara kimia, urin terutama merupakan larutan garam
dan zat encer yang disebut urea dan asam urat. Biasanya, mengandung
sekitar 960 bagian air hingga 40 bagian materi padat. 17

B. Komponen
Jumlah dan komposisi urin dapat berubah tergantung dari pemasukan
bahan makanan, berat badan, usia, jenis kelamin dan lingkungan hidup
seperti temperatur, kelembaban, aktivitas tubuh dan keadaan kesehatan. 18
Cairan dan materi pembentuk urin berasal dari darah atau cairan interstitial.
Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang
penting bagi tubuh, misalnya glukosa diserap kembali ke dalam tubuh
melalui molekul pembawa. Urin mengandung berbagai produk sisa dengan
konsentrasi tinggi ditambah sejumlah bahan dengan jumlah bervariasi yang
diatur oleh ginjal dan kelebihannya akan dikeluarkan melalui urin. Produk
sisa tersebut meliputi 95% cairan yaitu H2O dan 5% berbentuk padat berupa
sedimen urin, yang mengandung zat metabolism (asam urat, glukosa, asam
amino, kreatinin), garam-garam terlarut (natrium dan klorida), sisa-sisa
elektrolit (fosfat, oksalat, iodium kalium, kalsium, magnesium, potasium,
ion hidrogen, sodium, bikarbonat, dan amoniak), asam organik (asak lemak,
asam sulfat, asam laktat, asam karbonat), asam anorganik (sulfur dan fosfor),
polutan lingkungan (pestisida) dan zat- zat yang berlebihan dalam darah
misalnya vitamin C dan obat-obatan.19

C. Produksi
Produksi urin terjadi di kedua ginjal manusia melalui beberapa proses.
Proses yang pertama adalah proses filtrasi melalui dinding kapiler
glomerulus ke dalam tubulus renalis di ginjal. Proses berikutnya adalah
sekresi dan eksresi yang terjadi dalam tubulus renalis dan kemudian di
salurkan ke dalam pelvis renalis. Proses ini berperan penting dalam
menentukan komposisi urin sesuai kondisi tubuh. Dari pelvis renalis, urin
dialirkan ke vesika urinaria untuk dikeluarkan dalam proses miksi. 6
Jumlah produksi urin dewasa normal adalah 800 – 2000 mL/hari atau 1
cc/kgBB/jam dengan jumlah intake cairan 2 L/hari.10

Output/Produksi Urine Normal


0.5 to 1.5 cc/kg/jam
Pasien BAK setiap ± 6 jam sekali
Oliguria
Penurunan output urine < 300cc/m2/24 jam
< 0.5 cc/kg/jam pada anak-anak
< 1.0 cc/kg/jam pada infant
Umumnya < 500 cc/hari pada dewasa
Anuria
Tidak ada output urine atau output urine sedikit
Umumnya < 100 mL/hari pada dewasa

(Gambar A: Produksi Urin Normal20)


D. Karakteristik urin normal
Berikut karakteristik urin normal:21
1. Volume urin
Volume urin dewasa normal daerah tropis untuk urin 24jam
berkisar antara 750ml dan 1250ml. Faktor yang mempengaruhi jumlah
urin adalah: suhu, iklim, jenis dan jumlah makanan, pekerjaan
jasmani, banyaknya keringat yang dikeluarkan, umur dan luas
permukaan badan.
2. Warna urin
Warna urin yang dikeluarkan tergantung dari konsentrasi dan sifat
bahan yang larut dalam urin. Warna urin normal: putih jernih, kuning
muda atau kuning. Warna urin berhubungan dengan derasnya diuresis
(banyak kencing), lebih besar diuresis lebih condong putih jernih.
Pada dehidrasi atau demam, warna urin lebih kuning dan pekat dari
biasanya.
3. Kekeruhan
Urin yang baru dikemihkan biasanya jernih. Kekeruhan yang
timbul bila urin didiamkan beberapa jam disebabkan oleh
berkembangnya kuman. Kekeruhan ringan biasanya disebabkan oleh
nubecula. Pada infeksi traktus urinarius, urin keruh akibat lendir, sel-
sel epitel dan leukosit lama-lama mengendap.
4. Bau urin
Biasanya spesifik. Urin normal baunya tidak keras. Bau khusus
pada urin dapat disebabkan oleh makanan misalnya: jengkol, pete,
durian, dan dapat juga disebabkan oleh obat-obatan misalnya mentol
dan terpetin. Pada karsinoma saluran kemih, urin akan berbau amonia
karena kuman menguraikan ureum dalam urin.
5. Derajat keasaman (pH)
PH urin dewasa normal adalah 4,6-7,5, pH urin 24 jam biasanya
asam, hal ini disebabkan karena zat-zat sisa metabolisme badan yang
biasanya bersifat asam.
6. Berat jenis
Pengukuran berat jenis untuk mengetahui daya konsentraso dan
data dilusi ginjal. Normal berat jenis berbanding terbalik dengan
jumlah urin. Normal berat jenis adalah 1003-1030. Tingginya berat
jenis memberikan kesan tentang pekatnya urin.

E. Faktor yang mempengaruhi


1. Hormon Antidiuretik
Hormon antidiuretik dikeluarkan oleh kelenjer saraf hipofisis.
Pengeluaran hormon ini ditentukan oleh reseptor khusus di dalam otak
yang secara terus menerus mengendalikan tekanan osmotik darah. Oleh
karena itu, Hormon ini akan memengaruhi proses reabsorbsi air pada
tubulus kortortus distal sehingga permeabilitas sel terhadap air akan
meningkat.
Pada saat tubuh kekurangan cairan, kosentrasi air dalam darah
menurun. Akibatnya sekresi ADH meningkat dan dialirkan oleh darah
menuju ginjal. ADH meningkat permeabilitas sel terhadap air
permeabilitas saluran pengumpul. Dengan demikian, air akan berdifusi
keluar dari pipa pengumpul, lalu masuk ke dalam darah. Keadaan
tersebut dapat memulihkan kosentrasi air dalam darah. Akibatnya urin
yang di hasilkan lebih pekat. Sebaliknya, pada saat tubuh kelebihan
cairan kosentrasi air dalam darah meningkat sehingga sekresi ADH
menurun yang mengakibatkan urine yang di hasilkan lebih cair dan
banyak. Kekurangan hormon antidiuretik akan dapat menyebabkan
penyakit diabetes insipidus.
2. Hormon insulin
Hormon insulin adalah hormon yang dikeluarkan oleh pulau
langerhans dalam pangkreas. Hormon insulin berfungsi mengatur gula
dalam darah. Penderita kencing manis (diametes melitus) memiliki
kosentrasi hormon insulin yang rendah, sehingga kadar gula dalam
darah akan tinggi. Akibat dari keadaan tersebut adalah terjadinya
gangguan rearbsorpsi di dalam tubulus distal, sehingga dalam urine
masih terdapat glukosa
3. Usia
Anak balita lebih sering mengeluarkan urine. Hal ini karena anak
balita belum bisa mengendalikan rangsangan untuk mikturasi. Selain
itu ,anak balita juga mengkomsumsi lebih banyak makanan yang
berwujud cairan sehingga urin yang di hasilkan lebih banyak sedangkan
pengeluaran urin pada masa lansia akan lebih sedikit. Hal ini karena
setelah usia 40 tahun, jumlah nefron yang berfungsi akan menurun kira-
kira 10% setiap tahun. Kondisi ini akan mengurangi kemampuan ginjal
dalam memproses pengeluaran urine.
4. Gaya hidup dan aktivitas
Seseorang yang sering berolahraga urine yang terbentuk akan lebih
sedikit dan lebih pekat. Hal ini karena cairan tubuh lebih banyak
digunakan untuk membentuk energi. Oleh karena itu, cairan yang
dikeluarkan lebih banyak dalam bentuk keringat.
5. Kondisi kesehatan
Seseorang yang sehat produksi urinenya berbeda dengan orang
yang sakit. Orang yang sedang sakit bisa mengeluarkan urin lebih
banyak ataupun lebih sedikit tergantung pada jenis penyakit yang
dideritanya.
6. Psikologis
Orang yang sedang cemas, aktivitas metabiolismenya akan lebih
cepat sehingga akan lebih sering mengeluarkan urine.
7. Cuaca
Apabila cuaca panas, cairan tubuh lebih banyak di keluarkan dalam
bentuk keringat. Jika cuaca dingin cairan tubuh akan di keluarkan dalam
bentuk urine.
8. Jumlah air yang diminum
Jumlah air yang di minum tentu akan mempengaruhi kosentrasi air
dalam darah. Jika kita meminum banyak air, kosentrasi air dalam dara
menjadi tinggi, dan kosentrasi protein dalam darah menurun, sehingga
filtrasi akan menjadi berkurang. Selain itu, keadaan seperti ini
menyebabkan darah lebih encer, sehingga sekresi ADH akan berkurang.
Menurunya filtrasi dan berkurangnya ADH akan menyebabkan
menurunya penyerapan air, sehingga urin yang di hasilkan akan
meningkat dan encer.

F. Pemeriksaan penunjang
1. Urinalisis
Urinalisis berasal dari bahasa Inggris urinalysis yang merupakan
gabungan dari kata urine dan analysis. Urinalisis adalah pemeriksaan
sampel urine secara fisik, kimia dan mikroskopik. 21 Tujuan urinalisis
secara umum adalah untuk mendeteksikelainan ginjal, saluran kemih,
serta untuk mendeteksi kelainan-kelainan di berbagai organ tubuh lain
seperti hati, saluran empedu, pankreas, dan lain – lain.21 Pemeriksaan
ini juga berguna untuk membantu penegakan diagnosis; untuk
penapisan penyakit asimptomatik, kongenital, atau yang diturunkan;
untuk membantu perkembangan penyakit; dan untuk memantau
efektifitas pengobatan atau komplikasi. Pemeriksaan urine secara
kualitatif bertujuan untuk mengidentifikasi zat-zat yang secara normal
ada dalam urine dan zat-zat yang seharusnya tidak ada dalam urine.
Secara kuantitatif (atau semi-kuantitatif) pemeriksaan urine bertujuan
untuk mengetahui jumlah zat-zat tersebut di dalam urine. Permintaan
urinalisis diindikasikan pada pasien dengan evalusi kesehatan secara
umum, gangguan endokrin, gangguan pada ginjal atau traktus urinarius,
monitoring pasien dengan diabetes, kehamilan, kasus toksikologi atau
over dosis obat. Secara kualitatif pemeriksaan urine bertujuan untuk
mengidentifikasi zat-zat yang secara normal ada dalam urine dan zat-zat
yang seharusnya tidak ada dalam urine. Secara kuantitatif (atau semi-
kuantitatif) pemeriksaan urine bertujuan untuk mengetahui jumlah zat-
zat tersebut di dalam urine.
a. Jenis urinalisis
Tes urine terdiri dari pemeriksaan makroskopik, mikroskopik
dan pemeriksaan kimia urine. Analisis fisik atau makroskopik
meliputi tes warna, kejernihan, dan berat jenis. Analisis
mikroskopik untuk melihat sedimen urineseperti eritrosit,
leukosit, sel epitel, kristal, dan lain-lain. Analisis kimia meliputi
tes protein, glukosa, keton, darah, bilirubin, urobilinogen, nitrit,
dan lekosit estrase.21
i. Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dimulai dengan penampakan
warna dan kekeruhan. Urine normal yang baru dikeluarkan
tampak jernih sampai sedikit berkabut dan berwarna kuning
oleh pigmenurokrom dan urobilin. Intensitas warna urine
sesuai dengan konsentrasi urine. Urine yang encer hampir
tidak berwarna, urineyang pekat berwarna kuning tua atau
sawo matang. Kekeruhan biasanya terjadi karena kristalisasi
atau pengendapan urat (dalam urine asam) atau fosfat (dalam
urine basa). Kekeruhan juga bisa disebabkan oleh bahan
seluler berlebihan atau protein dalam urine.
ii. Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik atau pemeriksaan sedimen
urine termasuk pemeriksaan rutin yang ditunjukan untuk
mendeteksi kelainan ginjal dan saluran kemih serta
memantau hasil pengobatan. Pemeriksaan mikroskopik
diperlukan untuk mengamati sel dan benda berbentuk partikel
lainnya.
iii. Pemeriksaan kimia
Pemeriksaan kimia urine mencakup pemeriksaan
glukosa, protein (albumin), bilirubin, urobilinogen, pH, berat
jenis, darah (hemoglobin), benda keton (asam asetoasetat
dan/atau aseton), nitrit, dan leukosit esterase. Dengan
perkembangan teknologi, semua parameter tersebut telah
dapat diperiksa dengan menggunakan strip reagen atau
dipstick. Pemeriksaan kimia urine menggunakan dipstick
urineprinsipnya adalah dengan mencelupka strip kedalam
spesimen urine. Dipstick akan menyerap dan terjadi reaksi
kimia yang kemudiaan akan mengubah warnanya dalam
hitungan detik atau menit. Warna yang terbentuk
dibandingkan dengan bagan warna masing-masing strip
untuk menentukan hasil tes. Jenis dan tingkat perubahan
warna memberikan jenis dan kadar zat-zat kimia tertentu
yang ada di urine.21

2.5 Dehidrasi
A. Definisi
Dehidrasi adalah keadaan yang diakibatkan oleh hilangnya cairan
tubuh yang berlebihan.17
B. Klasifikasi

ASSESS DEHYDRATION STATUS

MILD
MODERATE
(<5%) SEVERE
(6-9%)
May have no (>10%)
Significant thirst
symptoms Significant thirst
Oliguria
Mild thirst Tachycardia
Sunken eyes
Concentrated Urine Low pulse volume
Dry mucous
Cool extremities
membranes
Reduced skin turgor
Weakness
Marked hypotension
Light headed
Confusion
Postural hypotension
(>20 mmHg)

Tablel 1: Nilai status dehidrasi 8

Berdasarkan table di atas, derajat dehidrasi seseorang dibagi


berdasarkan defisit berat badan, dapat di golongkan sebagai berikut:9
a. Dehidrasi ringan (defisit < 5% BB)
Keadaan umum sadar baik, rasa haus (+), sirkulasi darah nadi
normal, pernapasan biasa, mata agak cekung, turgor biasa, dan
kencing biasa.
b. Dehidrasi sedang (defisit 5 – 10% BB)
Keadaaan umum gelisah, rasa haus (++), sirkulasi darah nadi cepat
(120-140), pernapasan agak cepat, mata cekung, turgor agak
berkurang, dan kencing sedikit.
c. Dehidrasi berat (defisit >10% BB)
Keadaan umum apatis/koma, rasa haus (+++), sirkulasi darah cepat
(>140), pernapasan kussmaul (cepat dan dalam), mata cekung
sekali, turgor kurang sekali, dan kencing tidak ada.

C. Patogenesis
Air dalam tubuh mengikuti keseimbangan dinamis berdasarkan
tekanan osmotik. Normalnya terjadi keseimbangan cairan antara yang
masuk dan dikeluarkan tubuh. Asupan air yang tinggi akan menurunkan
osmolitas plasma dan peningkatan volume arteri efektif sehingga
menyebabkan regulasi osmotik dan regulasi volume teraktivitasi. 22
Kekurangan cairan atau air minum dapat meningkatkan konsentrasi
ionik pada kompartemen ekstrakuler dan terjadi pengerutan sel sehingga
menyebabkan sensor otak untuk mengontrol minum dan mengontrol
ekskresi urin. Pada stadium permulaan water depletion, ion natrium dan
chlor ikut menghilang dengan cairan tubuh, tetapi kemudian terjadi
reabsorpsi ion melalui tubulus ginjal yang berlebihan, sehingga
ekstraseluler mengandung natrium dan chlor yang berlebihan dan terjadi
hipertoni. Hal ini menyebabkan air akan keluar dari sel sehingga terjadi
dehidrasi intraseluler dan inilah yang menimbulkan rasa haus. Selain itu
timbul perangsangan terhadap hipofisis yang kemudian melepaskan
hormon antidiuretik sehingga terjadinya oliguria. Hal ini menimbulkan
rasa haus, air liur kering, dan badan terasa lemas.22
D. Faktor yang mempengaruhi
Berikut faktor-faktor Yang Mempengaruhi Dehidrasi:23
a. Status Gizi
Kandungan air dalam sel lemak lebih rendah dari pada kandungan
air di dalam didalam sel otot, sehingga pada orang gemuk
perbandingan antara air dan lemak sebesar 50%: 50% sedangkan pada
orang kurus perbandingan tersebut adalah 67%: 7%. Penelitian yang
dilakukan di SMP Al Azhar 14 Semarang menunjukan kejadian
dehidrasi pada remaja obesitas yaitu sebesar 83,9%.
Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan menghitung IMT
(Indeks Massa Tubuh). Dengan rumus sebagai berikut:
Berat Badan (kg)
IMT = Tinggi badan (m)x Tinggi badan(m)

Status gizi anak diatas 5-18 tahun menurut WHO dihitung


berdasarkan Z score dengan perbandingan indeks massa tubuh dengan
umur (IMT/U). Status gizi anak menurut IMT/U dikategorikan
menjadi 5 kategori yaitu sangat kurus, kurus, normal, gemuk, obesitas.
b. Jenis Kelamin
Perempuan lebih rentan mengalami dehidrasi dibandingkan
dengan laki-laki karena cairan tubuh perempuan lebih sedikit
dibandingkan laki-laki (Sulistomo,2014). Usia lebih dari 12 tahun
akan mempengaruhi total air tubuh antara laki-laki dan perempuan,
dimana laki-laki lebih banyak kandungan air tubuhnya dibandingkan
dengan perempuan karena laki-laki mempunyai massa tubuh yang
lebih tinggi dibandingkan perempuan (Briawan dkk, 2011).
c. Suhu
Para atlet biasanya sudah dapat sudah mengalami aklimatisasi dan
tubuhnya dapat mengatasi masalah defisit cairan ini, kecuali pada suhu
udara sangat panas. Umumnya seorang atlet tidak akan mengalami
gangguan performa atau kesehatan bila berolahraga pada suhu dingin
(0-5◦C) atau suhu 21-22˚C. Akan tetapi bia berolahraga pada suhu
udara >30◦C dan cairan tubuh berkurang >2% dapat mengganggu
power absolute dan dapat menyebabkan heat injury (Sulistomo, 2014).
d. Aktivitas Fisik
Remaja lebih sering mengalami dehidrasi karena banyaknya
aktivitas fisik remaja yang dapat menguras tenaga dan cairan tubuh
sehingga menyebabkan kurangnya konsumsi cairan (Briawan
dkk,2011). Menurut hasil penelitian The Indonesian Regional
Hydration Studymengenaiasupan air dilakukan di Indonesia
mengungkapkan bahwa kejadian dehidrasi ringan pada remaja sebesar
49,5% ternyata lebih tinggi dibandingkan orang dewasa sebesar
42,5%. Hal ini menunjukkan bahwa masih kurangnya konsumsi air
pada remaja di Indonesia. Sebuah penelitian di Brazil menunjukan
bahwa 22% atlet remaja ternyata masih mengkonsumsi air dibawah
jumlah yang cukup
e. Konsumsi Air
Konsumsi air dari sumber makanan dan minuman sangat
dibutuhkan oleh tubuh untuk proses sirkulasi dalam tubuh untuk
transport sel dan pengatur suhu tubuh, apabila air yang keluar tidak
digantikan dengan jumlah cairan yang cukup maka akan
mengakibatkan sel-sel kehilangan air, kehilangan air inilah yang akan
menyebabkan dehidrasi
f. Pengetahuan
Pengetahuan tentang air dan konsumsi air yang baik akan
mempengaruhi konsumsi secara kulaitas maupun kuantitas.
Pengetahuan yang semakin baik akan mendorong seseorang untuk
mengkonsumsi air sesuai kebutuhan sehingga resiko terkena dehidrasi
lebih kecil.
g. Usia
Dalam hal ini usia berpengaruh dalam asupan air individu dan
kebutuhan air individu. Anak di masa pertumbuhan memiliki proporsi
cairan tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa,
oleh karena itu jumlah cairan yang dutuhkan dan jumlah cairan yang
hiang juga lebih besar dibandingkan degan orang dewasa
E. Manifestasi klinis
Dehidrasi merupakan kondisi kekurangan cairan tubuh karena jumlah
cairan yang keluar lebih banyak daripada jumlah cairan yang masuk.
Dehidrasi dapat mengganggu keseimbangan dan pengaturan suhu tubuh
dan pada tingkat yang sudah sangat berat bisa berujung pada penurunan
kesadaran dan koma. beberapa gejala umum yang timbul pada orang yang
mengalami dehidrasi yaitu rasa haus, mulut dan lidah kering dengan air
liur kental, kulit kering, pusing, mudah mengantuk dan cepat lelah,
konstipasi, warna urin gelap dan pekat, elastisitas kulit (turgor kulit)
menurun.24

F. Tatalaksana
Tujuan dari manajemen klinis pada dehidrasi adalah untuk mengganti
defisit cairan dan kehilangan yang sedang berlangsung dengan cara yang
paling tidak invasif namun efektif. Volume sirkulasi efektif memiliki
dampak pada perfusi jaringan distal sehingga hipovolemia yang tidak
ditangani dapat menyebabkan kerusakan organ iskemik. Penanganan dari
dehidrasi berat harus segera dilakukan; tatalaksana dehidrasi berat
umumnya dilakukan secara intravena (IV), tetapi telah dilaporkan juga
dapat berhasil dengan cara alternatif seperti ORT (oral rehydration
therapy), melalui nasogastric tube (NGT), dan dengan pemberian
subkutan. Pada hipovolemia sedang, ORT, IV, atau cairan subkutan dapat
digunakan. ORT direkomendasikan untuk anak-anak dengan dehidrasi
ringan-sedang. Rehidrasi oral tidak sesuai pada pasien dengan tingkat
kesadaran yang berkurang, ileus paralitik, dehidrasi parah, atau syok.
Pasien juga dapat datang dengan kontraindikasi lain terhadap rehidrasi
oral, seperti gangguan pernapasan parah atau potensi dilakukannya proses
pembedahan.25
Pasien anak dengan dehidrasi ringan hingga sedang harus menerima
50 mL/kg hingga 100 mL/kg larutan rehidrasi oral (ORS) selama 2 jam
hingga 4 jam untuk memperbaiki defisit cairan. Untuk anak-anak dengan
muntah yang signifikan, ORS pada awalnya harus diberikan dalam 5-mL
aliquot setiap 1 hingga 2 menit. Pemberian cairan dengan sendok teh,
jarum suntik, atau pipet dapat memfasilitasi resusitasi cairan awal. Volume
cairan dapat ditingkatkan sesuai toleransi. Replesi untuk kehilangan cairan
yang sedang berlangsung dapat diperkirakan 5 mL/kg hingga 10 mL/kg (5
mL/kg untuk setiap emesis dan 10 mL/kg untuk setiap episode diare). 25

Beberapa ORS tersedia secara komersial. ORS berbasis glukosa yang


ideal memiliki rasio glukosa:natrium sebesar 1:1 guna mendorong ko-
transpor glukosa dan natrium di seluruh mukosa usus sehingga
meningkatkan penyerapan air. Atas dasar tersebut, ORS yang tersedia
secara komersial dinilai lebih ideal dibandingkan cairan bening lainnya
seperti minuman olahraga dan cairan lain yang memiliki osmolalitas tinggi
dan rasio glukosa:natrium yang tidak sesuai. Larutan hiperosmolar, seperti
soda, dilaporkan dapat menyebabkan diare osmotik pada anak-anak
dengan gastroenteritis sehingga memperburuk kehilangan cairan. Air putih
saja tidak cukup dan dapat menyebabkan hiponatremia dan
hipoglikemia.25
Dalam tatalaksana dehidrasi hipernatremik hiperosmolar, perlu
dihitung perkiraan defisit cairan pada pasien. Formula di bawah
mengasumsikan bahwa berat badan predehidrasi diketahui. Penggantian
cairan terdiri atas perkiraan defisit cairan ditambah keluaran urin dan
kehilangan cairan insensibel/insensible fluid loss (500 mL/hari). Pada
hiponatremia berat, kadar natrium serum harus dikoreksi selama beberapa
hari (tidak lebih dari 1 mEq/jam) untuk menghindari mielinolisis pontine
serebral.26

Defisit Cairan = (Na+ serum/140) x BB sebelum kehilangan


cairan (kg) x 0,5 – (BB sekarang [kg] x 0,5)

Untuk individu dengan dehidrasi ringan hingga sedang,


hipodermoclysis hadir sebagai pilihan untuk menghidrasi lansia di panti
jompo dan di rumah. Kandidat untuk infus subkutan meliputi individu
dengan tanda-tanda dehidrasi ringan hingga sedang. Infus subkutan tidak
dianjurkan bagi individu yang mengalami dehidrasi parah yang
memerlukan rawat inap, memiliki tanda-tanda syok atau sudah mengalami
syok atau hipotensi, memerlukan pemberian agen farmakologis parenteral,
mengalami gagal jantung berat, infark miokard akut, edema menyeluruh,
infeksi kulit, atau penyakit alergi kulit pada situs injeksi. Saline normal
(0,9%), salin setengah normal (0,45%), 5% glukosa dalam infus air
(D5W), atau larutan Ringer telah digunakan dalam infus subkutan. Volume
yang dapat dicapai dilaporkan bervariasi dari 1500 mL per hari, atau
hingga 3000 mL per hari apabila menggunakan 2 situs.26
Pemberian cairan IV secara klinis diindikasikan pada dehidrasi berat
atau kegagalan teknik rehidrasi alternatif pada dehidrasi ringan hingga
sedang. Dosis bolus pediatrik yang disarankan adalah 10 mL/kg hingga 20
mL/kg, yang dapat diulang sesuai kebutuhan. Tingkat pemberian bolus
biasanya lebih dari satu jam tetapi waktu administrasi yang ideal tidak
didefinisikan dengan jelas.
Terdapat variasi dalam praktik pemberian cairan. Variasi terjadi dalam
penggunaan cairan IV (vs teknik alternatif), laju pemberian, dan jenis
cairan yang digunakan. Cairan isotonik direkomendasikan untuk
mengembalikan volume sirkulasi karena larutan hipertonik atau hipotonik
dapat menyebabkan edema serebral dan mengubah komposisi elektrolit.
Cairan isotonik yang paling umum digunakan adalah 0,9% natrium klorida
(normal saline [NS]). Terdapat pula studi yang mendukung penggunaan
larutan garam seimbang untuk menghindari hiperkloremia. Larutan
seimbang yang digunakan pada anak-anak meliputi Plasma-Lyte 148 (juga
dikenal sebagai Plasma-Lyte A) dan solusi Lactated Ringer (juga dikenal
sebagai larutan Hartmann). Larutan tersebut memiliki anion organik
tambahan (misalnya, asetat, glukonat, dan sitrat) sehingga memiliki
konsentrasi klorida yang lebih rendah dibandingkan NS.25

G. Komplikasi
Dehidrasi yang tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan
timbulnya komplikasi pada tubuh Anda. Beberapa komplikasi yang dapat
muncul akibat dehidrasi yang tidak ditangani, yaitu:27
1. Kejang yang muncul akibat gangguan keseimbangan elektrolit dalam
tubuh, terutama natrium dan kalium.
2. Permasalahan pada ginjal dan saluran kemih, terutama jika dehidrasi
yang dialami terjadi berulang kali. Dehidrasi dapat menyebabkan
infeksi saluran kemih, batu ginjal, batu kandung kemih, bahkan gagal
ginjal.
3. Cedera akibat suhu tinggi (heat injury). Jika sedang melakukan
aktivitas fisik berat, namun tidak menjaga asupan cairan tubuh, dapat
mengalami dehidrasi yang memicu terjadinya heat injury. Gejala heat
injury yang tergolong ringan bisa berupa kram. Sedangkan gejala
beratnya bisa berupa kelelahan dan heat stroke.
4. Syok hipovolemik, Ini merupakan komplikasi akibat dehidrasi paling
serius, dan bahkan berpotensi membahayakan jiwa. Kekurangan
cairan dapat menyebabkan volume darah di dalam tubuh menjadi
berkurang, sehingga tekanan darah dan kadar oksigen menjadi
menurun.

2.6 Mekanisme Haus


Haus merupakan keinginan untuk minum cairan yang menghasilkan naluri
dasar untuk minum. Rasa haus merupakan mekanisme penting yang terlibat
dalam menjaga keseimbangan cairan.28 Rasa haus muncul akibat kekurangan
cairan atau peningkatan konsentrasi osmolit tertentu seperti natrium. Apabila
volume air tubuh turun di bawah ambang batas tertentu atau konsentrasi
osmolit menjadi terlalu tinggi, struktur di otak akan mendeteksi perubahan
konstituen darah dan menghasilkan sinyal berupa rasa haus. 29
Area otak yang berkontribusi terhadap rasa haus terletak terutama di otak
tengah dan otak belakang. Secara khusus, hipotalamus memainkan peran
penting dalam pengaturan rasa haus. Area postrema dan nukleus traktus solitari
(NTS) memberi sinyal pada organ subfornikal (SFO) dan ke nukleus
parabrachial lateral (LPBN). Pensinyalan ke nukleus parabrachial lateral
bergantung pada neurotransmitter serotonin. Sinyal dari nukleus parabrachial
lateral diteruskan ke nukleus preoptik medianus (nNOS). Nukleus preoptik
medianus dan organ subfornikal menerima sinyal penurunan volume dan
peningkatan konsentrasi osmolit. Sinyal akhirnya diterima di korteks otak
bagian depan di mana rasa haus muncul. Organ subfornikal dan organum
vasculosum dari lamina terminalis (OVLT) berkontribusi dalam mengatur
keseimbangan cairan tubuh secara keseluruhan dengan memberi sinyal ke
hipotalamus untuk membentuk vasopresin yang kemudian dilepaskan oleh
kelenjar hipofisis.29
Di samping respon ginjal dan perilaku, keseimbangan cairan dan elektrolit
turut melibatkan peran sistem pernapasan dan kardiovaskular. Penyesuaian
yang dilakukan oleh paru-paru dan sistem kardiovaskular terutama berada di
bawah kendali saraf sehingga dapat dilakukan dengan cukup cepat. Sebagai
contoh, perubahan kecil dalam tekanan darah yang disebabkan oleh kenaikan
atau penurunan volume darah dengan cepat dikoreksi oleh pusat-pusat kontrol
kardiovaskular di otak. Jika perubahan volume bersifat persisten atau
volumenya besar, ginjal akan bergerak untuk membantu mempertahankan
homeostasis.11
Sinyal dari baroreseptor karotis dan aorta dan reseptor volume atrium
memulai respons saraf cepat yang dimediasi melalui pusat kontrol
kardiovaskular dan respons yang lebih lambat akan muncul dari ginjal.
Tekanan darah rendah dapat merangsang rasa haus. Dalam kedua situasi
tersebut, fungsi ginjal terintegrasi dengan sistem kardiovaskular untuk menjaga
tekanan darah dalam kisaran normal.11
Ingesti garam turut dapat mempengaruhi rasa haus. Penambahan NaCl ke
dalam tubuh akan meningkatkan osmolaritas. Stimulus tersebut akan memicu
dua respon, yakni sekresi vasopresin dan rasa haus. Pelepasan vasopresin
menyebabkan ginjal menghemat air (dengan menyerap kembali air dari filtrat)
dan memekatkan urin. Rasa haus mendorong seseorang untuk minum air atau
cairan lain. Asupan cairan yang meningkat akan menurunkan osmolaritas,
namun kombinasi asupan garam dan air akan meningkatkan volume ECF dan
tekanan darah. Peningkatan ini kemudian memicu serangkaian jalur kontrol
lain, yang menyebabkan volume ECF, tekanan darah, dan osmolaritas total
tubuh kembali ke kisaran normal dengan mengeluarkan garam dan air yang
berlebih.
2.7 Proses Persyarafan Miksi
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi urine.
Miksi melibatkan dua tahap utama: Pertama, kandung kemih terisi secara
progresif hingga tegangan pada dindingnya meningkat melampaui nilai
ambang batas; keadaan ini akan mencetuskan tahap kedua, yaitu adanya refleks
saraf disebut refleks miksi yang akan mengosongkan kandung kemih atau, jika
gagal, setidaknya akan menyebabkan keinginan berkemih yang disadari.
Meskipun refleks miksi adalah refleks medula spinalis yang bersifat otonom,
refleks ini dapat dihambat atau difasilitasi oleh pusat-pusat di korteks serebri
atau batang otak.30

2.8 Jumlah Kebutuhan Cairan Tubuh pada Anak-anak dan Dewasa


Individu dengan plasma osmolality atau pOSM normal (mis. 285-295
mOsm / kg) dapat dianggap terhidrasi secara normal tanpa memperhatikan
asupan air total harian (TWI atau Total Water Intake) atau biomarker kemih
karena otak secara aktif mengatur kedua tubuh total volume air dan konsentrasi
darah di berbagai TWI. Dengan demikian, seseorang dengan asupan air
suboptimal dapat dievaluasi untuk di-euhydrasi karena pertahanan POSM
melalui pengurangan produksi urin dan respons kompensasi lainnya.
Kebutuhan air dan keseimbangan air seseorang selain dipengaruhi umur, jenis
kelamin, suhu lingkungan, dan aktivitas fisik, juga dipengaruhi ukuran fisik
atau status gizi. EFSA menyatakan bahwa asupan air tunggal tidak dapat
memenuhi kebutuhan setiap orang dalam kelompok populasi mana pun karena
kebutuhan individu akan air berkaitan dengan konsumsi kalori, kapasitas
pengenceran konsentrat ginjal, dan kehilangan air melalui ekskresi dan
sekresi.31
Asupan yang Memadai mewakili jumlah yang harus memenuhi kebutuhan
hampir semua orang dalam kelompok tahap kehidupan tertentu yang sehat,
mengonsumsi diet rata-rata, dan melakukan aktivitas fisik tingkat sedang.
Kebutuhan mengacu pada total asupan air (TWI = air putih + minuman +
kelembaban makanan).31
Tabel Perbandingan rekomendasi asupan cairan EFSA dan NAM31

2.9 Mekanisme Pemekatan dan Pengenceran Urin


Mekanisme pemekatan dan pengenceran urin diatur oleh proses filtrasi,
sekresi, dan reabsorbsi. Pemekatan urin akan terjadi ketika urin memiliki
komponen air yang menurun dan komponen terlarut dan tidak terlarut yang
tinggi, sedangan pengenceran urin terjadi ketika urin memiliki komponen air
yang tinggi dan komponen terlarut ataupun tidak terlarut yang menurun.10
Pada proses filtrasi terjadi perpindahan air dari glomerulus ke kapsula
bowman. Perpindahan ini disebabkan karena adanya net filtration pressure
yang lebih pada glomerulus sehingga terjadi perpindahan air. Pada proses
sekresi dan reabsorbsi akan terjadi pemasukan sisa sisa metabolism ke dalam
filtrate glomerulus dan pengambilan kembali komponen penting tubuh yang
terlepas dari saringan filtrasi. Proses pengaturan pengeluaran air pada filtrasi,
dan proses pengambilan dan pengeluaran komponen terlarut maupun tidak
terlarut pada urin menyebabkan terjadinya penmekatan dan pengenceran urin. 10

2.10 Hubungan Produksi Urin Terhadap:


A. Usia
Ginjal merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh
melalui urin. Darah yang masuk akan disaring oleh unit terkecil dari ginjal,
yang disebut nefron. Pada lansia terjadi penurunan jumlah nefron sebesar
5-7% setiap dekade mulai usia 25 tahun. Bersihan kreatinin (CCT)
menurun 0,75 ml/tahun dan mengakibatkan berkurangnya kemampuan
ginjal untuk mengeluarkan sisa metabolisme lewat urin, termasuk sisa
obat-obatan.32 Selain itu, presentase H2O tubuh juga berkurang progresif
seiring usia sehingga produksi urin menjadi lebih sedikit.10

B. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah aktivitas yang terjadi sebagai akibat dari
kontraksi otot dengan menggunakan energi secara proporsional, yang
sangat erat kaitannya dengan kebugaran fisik. Ketika kita aktif beraktifitas
fisik (intensitas tinggi), otomatis semakin banyak pula kita merilbatkan
otot otot pada tubuh dan berimbas pada meningkatnya energi yang
dibutuhkan. Oleh karena itu cairan tubuh akan lebih banyak digunakan
untuk pembentukan energi agar dapat menyesuaikan dengan aktivitas fisik
yang tinggi (dikeluarkan lebih banyak dalam bentuk keringat). Yang
akhirnya berpengaruh terhadap produksi urin yang akan menjadi lebih
pekat dan lebih sedikit dibanding dengan ketika aktivitas fisik rendah. 33
Aktivitas fisik mampu meningkatkan jumlah kebutuhan cairan dalam
tubuh.34 hal ini disebabkan karena pengeluran cairan tubuh melalui
keringat maupun paru paru yang meningkat akibat laju pernapasan dan
panas tubuh yang meningkat. Hal ini akan mempengaruhi produksi urin
jika pengembalian cairan segera tidak dilakukan. Hal itu disebabkan
karena penurunan cairan tubuh akibat aktivitas fisik akan merangsang
vasopresin melalui hipotalamus yang kemudian akan menyebabkan
terjadinya pengingkatan reabsorbsi cairan pada tubulus nefron distal.
Peningkatan reabsorbsi dari tubulus nefron distal tersebut akan
menyebabkan produksi urin yang sedikit dan lebih pekat.34
BAB III
KESIMPULAN

Laki-laki 21 tahun mengalami dehidrasi ringan akibat kurang


mengkonsumsi air dan melakukan aktivitas fisik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Paulsen F. & Waschke J. Sobotta Atlas Anatomi Manusia: Anatomi Umum dan
Muskuloskeletal Edisi 23 Jilid 2. Jakarta: EGC ; 2010.
2. Drake RL, Vogl AW, Mitchell WM. Gray’s Basic Anatomi. London: Churchill
Livingstone ; 2012.
3. Paulsen F, dan Waschke J. Sobotta atlas of human anatomy: Internal Organs.
15th Edition. Elsevier Urban & Fischer; 2011.
4. Mescher LA.. 2010. Junqueira’s Basic Histology Text & Atlas. 12th ed.
California: Lange Medical Publications.
5. Gartner LP, Hiatt JL. 2006. Color Textbook of Histology. 3rd ed. Philadelphia:
Saunders Elsevier.
6. Wylie, L. Esensial Anatomi &amp; Fisiologi dalam Asuhan Maternitas.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2011.
7. Muttaqin, Arif &amp; Sari, Kurmala. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi
Asuhan Keperawatan Medikal bedah. Jakarta: Salemba medika; 2011.
8. Primary Option for Acute Care. CLINICAL GUIDELINE Acute Adult
Dehydration. 2015;(July):1-3
9. Garcia-Meca E, Sanchez-Ballesta JP. Corporate Governance and Earnings
Management: A Meta-Analysis. Corp Gov An Int Rev[Internet].2009
Sep;17(5):594-610. Available from:http://doi.wiley.com/10.1111/j.1467-
8683.2009.00753x
10. Sherwood L. Human Anatomy and Physiology fromm Cell to System. In:
Fisiologi Manusia dari sel ke sistem. 2013
11. Silverthorm DU, Johnson BR. Human Physiology. 8th ed. Harlow, United
Kingdom: Pearson Education Canada;2019
12. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology. 14 th ed.
Hoboken, New Jersey: John Wiley & Sons;2014
13. Mangku, dr, Sp. An. KIC & Senapathi, dr, Sp. An. Buku Ajar Ilmu Anestesi
dan Reanimasi. Jakarta: PT. Indeks; 2010.
14. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhail’s Clinical
Anesthesiology Fifth Edition. Mc Graw Hill Education; 2013.
15. Miller RD. Miller’s Anesthesia. 8th Edition. Philadelphia, PA: Elsevier
Saunders; 2015.
16. Longnecker DE. Anesthesiology. 2nd Edition. Virginia: The McGrawHills
Companies; 2012.
17. Dorland N. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi ke 28. Mahode AA, editor.
Jakarta: EGC; 2011.
18. Wirawan R. 2011. Pemeriksaan Hematologi Dasar. In: R Wirawan,
Pemeriksaan Laboratorium Hematologi. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. h. 25-
76.
19. Irianto K, Kusno W. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Bandung: Yrama Widya.
2007.
20. Centers for Disease Control and Prevention. Urine output. Retrieved from
https://www.cdc.gov/dengue/training/cme/ccm/page57297.html
21. Gandasoebrata R. 2013. Penuntun Laboratorium Klinis. Edisi 15. Dian Rakyat.
Jakarta
22. Suraatmaja. Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto;
2010.
23. Santoso, B. I., Hardiansyah, Siregar, P. & Pardede, S. O. 2012. Air Bagi
Kesehatan, Jakarta, Centra Communications.
24. Buanasita A, Andriyanto, Sulistyowati I. Perbedaan Tingkat Konsumsi Energi,
Lemak, Cairan, dan Status Hidrasi Mahasiswa Obesitas dan Non Obesitas.
Indonesian Journal of Human Nutrition. Vol.2. No.1: 11 – 22. 2015
25. Santillanes G, Rose E. Evaluation and Management of Dehydration in
Children. Emergency medicine clinics of North America. 2018;36(2):259-73.
26. Thomas DR, Cote TR, Lawhorne L, Levenson SA, Rubenstein LZ, Smith DA,
et al. Understanding Clinical Dehydration and Its Treatment. Journal of the
American Medical Directors Association. 2008;9(5):292-301.
27. Popkin, et al. (2010). Water, Hydration and Health. Nutr Rev. 68(8), pp. 439–
458.
28. Stanhewicz AE, Larry Kenney W. Determinants of water and sodium intake
and output. Nutrition Reviews. 2015;73(suppl_2):73-82.
29. McKinley MJ, Denton DA, Ryan PJ, Yao ST, Stefanidis A, Oldfield BJ. From
sensory circumventricular organs to cerebral cortex: Neural pathways
controlling thirst and hunger. Journal of Neuroendocrinology.
2019;31(3):e12689.
30. Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.
Jakarta: EGC, 1022
31. Armstrong LE, Johnson EC. Water Intake, Water Balance, and the Elusive
Daily Water Requirement. Nutrients. 2018.
32. O’callaghan, Chris. At a Glance Sitem Ginjal Edisi kedua. Jakarta: Erlangga;
2009.
33. Soempono, B. Fisiologi olahraga, dalam Soewono (ed) Buku Monograf
Fisiologi Manusia, UGM, Yogyakarta. 993.
34. Derbyshire, Emma. Dr. (2013). Hydration and Urinary Tract Healt. Natural
Hydration Council.

Anda mungkin juga menyukai