DISUSUN OLEH
KELOMPOK 4
1.1 Pemicu
Danang 21 tahun, seorang mahasiswa FK Untan mendapati BAK nya
berwarna kuning bening di pagi hari setelah sarapan pagi. Selama kuliah,
Danang sangat aktif dan sering terlupa untuk minum. Di sore harinya Danang
rutin olahraga jogging selama 30 menit. Setelah jogging, Danang mendapati
kali ini BAK nya sedikit dan berwarna kuning pekat. Selain itu, Danang juga
merasa sangat haus, lalu disarankan oleh temannya untuk minum air mineral
yang cukup.
Danang, 21 tahun
Dehidrasi
Sistem Urinaria
1.6 Hipotesis
Laki-laki 21 tahun mengalami dehidrasi ringan akibat kurang
mengkonsumsi air dan melakukan aktivitas fisik.
Gambar 3. Uretra pada wanita (A) dan laki-laki (B) diambil dari Buku
Gray’s Basic Anatomy
B. Histologi
1. Tubulus Uriniferus
Tubulus uriniferus merupakan unit fungsional terkecil dalam ginjal.
Tubulus uriniferus terdiri dari nefron dan tubulus koligens. Nefron
terdiri dari dua bangunan, korpus renalis dengan tubulus renalis. Korpus
renalis terdiri atas 2 macam bangunan yaitu kapsul Bowman dan
glomerulus.3 Kapsul Bowman merupakan pelebaran ujung proksimal
saluran keluar ginjal (nefron) yang dibatasi epitel. Bagian ini
diinvaginasi oleh glomerulus. Dinding sebelah luar disebut lapis parietal
(pars parietal) sedangkan dinding dalam disebut lapis viseral (pars
viseralis) yang melekat erat pada glomerulus. Ruang diantara ke dua
lapisan ini sebut ruang Bowman yang berisi cairan ultrafiltrasi. Dari
ruang ini cairan ultrafiltrasi akan masuk ke dalam tubulus kontortus
proksimal.
Glomerulus merupakan bangunan yang berbentuk khas, bundar
dengan warna yang lebih tua daripada sekitarnya karena sel-selnya
tersusun lebih padat. Glomerulus merupakan pembuluh kapiler.
Glomerulus ini akan diliputi oleh epitel pars viseralis kapsul Bowman.
Di sebelah luar terdapat ruang Bowman yang akan menampung cairan
ultra filtrasi dan meneruskannya ke tubulus kontortus proksimal.
Kapsul Bowman lapis parietal pada satu kutub bertautan dengan
tubulus kontortus proksimal yang membentuk kutub tubular (urinary
pole), sedangkan pada kutub yang berlawanan bertautan dengan arteriol
yang masuk dan keluar dari glomerulus terdapat kutub yang disebut
kutub vaskular. Arteriol glomerular aferent masuk kemudian
bercabang-cabang lagi menjadi sejumlah kapiler yang bergulung-
gulung. Pembuluh kapiler ini diliputi oleh sel-sel khusus yang disebut
sel podosit. Sel podosit ini dapat dilihat dengan mikroskop elektron.
Kapiler-kapiler ini kemudian bergabung lagi membentuk arteriol yang
selanjutnya keluar dari glomerulus dan menjadi arteriol glomerular
eferen.5
2. Aparatus Juksta-Glomerular
Sel-sel otot polos dinding arteriol aferent di dekat glomerulus
berubah sifatnya menjadi sel epiteloid. Sel-sel ini tampak terang dan di
dalam sitoplasmanya terdapat granula yang mengandung enzim renin,
suatu enzim yang diperlukan dalam mengontrol tekanan darah. Sel-sel
ini dikenal sebagai sel juksta glomerular.
Sel-sel juksta glomerular di sisi luar akan berhimpitan dengan sel-
sel makula densa, yang merupakan epitel dinding tubulus kontortus
distal yang berjalan berhimpitan dengan kutub vaskular. Pada bagian ini
sel dinding tubulus tersusun lebih padat daripada bagian lain. Sel-sel
makula densa ini sensitif terhadap perubahan konsentrasi ion natrium
dalam cairan di tubulus kontortus distal. Menurunnya konsentrasi ion
natrium dalam cairan tubulus kontortus distal akan merangsang sel-sel
makula densa (berfungsi sebagai osmoreseptor) untuk memberikan
sinyal kepada sel-sel juksta glomerulus agar mengeluarkan renin. Sel
makula densa dan juksta glomerular bersama-sama membentuk aparatus
juksta-glomerular.
Di antara aparatus juksta glomerular dan arteriol eferen glomerulus
terdapat sekelompok sel kecil-kecil yang terang disebut sel mesangial
ekstraglomerular atau sel polkisen (bantalan) atau sel lacis. Fungsi sel-
sel ini masih belum jelas, tetapi diduga sel-sel ini berperan dalam
mekanisma umpan balik tubuloglomerular. Perubahan konsentrasi ion
natrium pada makula densa akan memberi sinyal yang secara langsung
mengontrol aliran darah glomerular. Sel-sel mesangial ekstraglomerular
diduga berperan dalam penerusan sinyal di makula densa ke sel-sel
juksta glomerular. Selain itu sel-sel ini menghasilkan hormon
eritropoetin, yaitu suatu hormon yang akan merangsang sintesa sel-sel
darah merah (eritrosit) di sumsum tulang.
3. Tubulus Ginjal
a. Tubulus Kontortus Proksimal
Tubulus kontortus proksimal berjalan berkelok-kelok dan
berakhir sebagai saluran yang lurus di medula ginjal (pars
desendens Ansa Henle). Dindingnya disusun oleh selapis sel kuboid
dengan batas-batas yang sukar dilihat. Inti sel bulat, bundar, biru
dan biasanya terletak agak berjauhan satu sama lain. Sitoplasmanya
bewarna kemerahan. Permukaan sel yang menghadap ke lumen
mempunyai mikrovili (brush border). Tubulus ini terletak di korteks
ginjal.
Fungsi tubulus kontortus proksimal adalah mengurangi isi
filtrat glomerulus 80-85 persen dengan cara reabsorpsi via transport
dan pompa natrium. Glukosa, asam amino dan protein seperti
bikarbonat, akan direabsorpsi.
b. Ansa Henle
Ansa henle terbagi atas 3 bagian yaitu bagian tebal turun (pars
desendens), bagian tipis (segmen tipis) dan bagian tebal naik (pars
asendens). Segmen tebal turun mempunyai gambaran mirip dengan
tubulus kontortus proksimal, sedangkan segmen tebal naik
mempunyai gambaran mirip tubulus kontortus distal. Segmen tipis
ansa henle mempunyai tampilan mirip pembuluh kapiler darah,
tetapi epitelnya sekalipun hanya terdiri atas selapis sel gepeng,
sedikit lebih tebal sehingga sitoplasmanya lebih jelas terlihat. Selain
itu lumennya tampak kosong. Ansa henle terletak di medula ginjal..
c. Tubulus kontortus dista
Tubulus kontortus distal berjalan berkelok-kelok. Dindingnya
disusun oleh selapis sel kuboid dengan batas antar sel yang lebih
jelas dibandingkan tubulus kontortus proksimal. Inti sel bundar dan
bewarna biru. Jarak antar inti sel berdekatan. Sitoplasma sel
bewarna kebiruan dan permukaan sel yang mengahadap lumen
tidak mempunyai mikrovili.
d. Tubulus koligen
Saluran ini mempunyai gambaran mirip tubulus kontortus
distal tetapi dinding sel epitelnya jauh lebih jelas, selnya lebih tinggi
dan lebih pucat. Di bagian medula yang lebih ke tengah beberapa
tubulus koligen akan bersatu membentuk duktus yang lebih besar
yang bermuara ke apeks papila. Saluran ini disebut duktus papilaris
(Bellini). Muara ke permukaan papil sangat besar, banyak dan rapat
sehingga papil tampak seperti sebuah tapisan (area kribrosa).
Fungsi tubulus koligen adalah menyalurkan kemih dari nefron ke
pelvis ureter dengan sedikit absorpsi air yang dipengaruhi oleh
hormon antidiuretik (ADH).
4. Ureter
Secara histologi, ureter terdiri atas lapisan mukosa, muskularis dan
adventisia. Lapisan mukosa terdiri atas epitel transisional yang
disokong oleh lamina propria. Epitel transisional ini terdiri atas 4-5 lapis
sel. Sel permukaan bervariasi dalam hal bentuk mulai dari kuboid
sampai gepeng. Sel-sel permukaan ini mempunyai batas cekung pada
lumen dan dapat berinti dua. Sel-sel permukaan ini dikenal sebagai sel
payung. Lamina propria terdiri atas jaringan fibrosa yang relatif padat
dengan banyak serat elastin.
Lapisan muskularisnya terdiri atas atas serat otot polos longitudinal
disebelah dalam dan sirkular di sebelah luar (berlawan dengan susunan
otot polos di saluran cerna). Lapisan adventisia atau serosa terdiri atas
lapisan jaringan ikat fibroelsatin. Fungsi ureter adalah meneruskan urin
yang diproduksi oleh ginjal ke dalam kandung kemih.
5. Vesika Urinaria
Vesika urinaria terdiri atas lapisan mukosa, muskularis dan
serosa/adventisia. Mukosanya dilapisi oleh epitel transisional yang lebih
tebal dibandingkan ureter (terdiri atas 6-8 lapis sel) dengan jaringan ikat
longgar yang membentuk lamina propria dibawahnya. Tunika
muskularisnya terdiri atas berkas-berkas serat otot polos yang tersusun
berlapis-lapis yang arahnya tampak tak membentuk aturan tertentu.
Diantara berkas-berkas ini terdapat jaringan ikat longgar. Tunika
adventisianya terdiri atas jaringan fibroelastik. Fungsi kandung kemih
adalah menampung urin yang akan dikeluarkan kedunia luar melalui
uretra.
6. Uretra
Panjang uretra pria antara 15-20 cm dan terbagi atas 3 bagian yaitu:
1. Pars Prostatika, yaitu bagian uretra mulai dari muara uretra pada
kandung kemih hingga bagian yang menembus kelenjar prostat.
Pada bagian ini bermuara 2 saluran yaitu duktus ejakulatorius dan
saluran keluar kelenjar prostat.
2. Pars membranasea yaitu bagian yang berjalan dari puncak prostat
di antara otot rangka pelvis menembus membran perineal dan
berakhir pada bulbus korpus kavernosus uretra.
3. Pars kavernosa atau spongiosa yaitu bagian uretra yang
menembus korpus kavernosum dan bermuara pada glands penis.
Epitel uretra bervariasi dari transisional di uretra pars prostatika,
lalu pada bagian lain berubah menjadi epitel berlapis atau bertingkat
silindris dan akhirnya epitel gepeng berlapis tanpa keratin pada ujung
uretra pars kavernosa yang melebar yaitu di fosa navikularis. Terdapat
sedikit sel goblet penghasil mukus. Di bawah epitel terdapat lamina
propria terdiri atas jaringan ikat fibro-elastis longgar.
Pada wanita uretra jauh lebih pendek karena hanya 4 cm
panjangnya. Epitelnya bervariasi dari transisional di dekat muara
kandung kemih, lalu berlapis silindris atau bertingkat hingga berlapis
gepeng di bagian ujungnya. Muskularisnya terdiri atas 2 lapisan otot
polos tersusun serupa dengan ureter.4,5,6,7
Kolagen: menghasilkan
Sangat permeable
kekuatan structural.
terhadap H2O dan
Glikoprotein:
zat terlarut
menghambat filtrasi
lainnya
protein plasma kecil.
1. Faktor yang mempengaruhi filtrasi
a. Tekanan Darah Kapiler Glomerulus
Tekanan darah kapiler glomerulus adalah gaya pendorong
utama yang berperan dalam menginduksi filtrasi glomerulus.
Perpindahan cairan dari plasma membrane glomerulus menuju
kapsul bowman disebabkan oleh gaya fiksi pasif yang serupa
dengan gaya yang terdapat di kapiler tubuh namun kapiler
glomerulus jauh lebih permeable sehingga untuk tekanan filtrasi
yang sama lebih banyak cairan yang terfiltrasi dan filtrasi terjadi
di keseluruhan panjang kapiler.8,9,10,11
Mendorong
Tekanan filtrasi netto 10mmHg
filtrasi
(meningkatkan
aliran darah ke Tekanan filtrasi netto
Gambar A
glomerul
us
Tekanan
darah kapiler
Arteriol
Vasokontraksi glomerulus Arteriol eferen
aferen
(penurunan aliran
darah ke
glomerulus)
Tekanan filtrasi netto
Gambar B
glomerulu
s
Tekanan darah
Arteriol
kapiler glomerulus
aferen
vasodilatasi Arteriol eferen
(peningkatan aliran
darah ke
glomerulus) Tekanan filtrasi netto
Gambar C
Gambar A di atas merupakan gambaran efek langsung
tekanan darah arteri pada laju filtrasi glomerulus. Gambar B dan
C merupakan gambaran penyesuaian arteriol aferen untuk
mengubah GFR, gambar B merupakan gambaran penyesuaian
arteriol untuk mengurangi GFR dan gambar C merupakan
gambaran penyesuaian arteriol untuk meningkatkan GFR.
Reabsorpsi air dan zat terlarut dari lumen tubulus ke cairan ekstraseluler
bergantung pada transpor aktif. Filtrat yang mengalir keluar dari kapsula
Bowman ke tubulus proksimal memiliki konsentrasi zat terlarut yang sama
dengan cairan ekstraseluler sehingga untuk memindahkan zat terlarut keluar
dari lumen, sel tubulus harus menggunakan transpor aktif guna menciptakan
gradien konsentrasi atau gradien elektrokimia. Air secara osmotik mengikuti
zat terlarut saat zat terlarut direabsorpsi.11,12
Transpor aktif Na+ dari lumen tubulus ke cairan ekstraseluler
menciptakan gradien elektrik transepitel di mana lumen menjadi lebih
negatif dibandingkan cairan ekstraseluler (ECF). Anion kemudian
mengikuti Na+ yang bermuatan positif keluar dari lumen. Hilangnya Na+
dan anion dari lumen ke ECF mendilutasi cairan luminal dan
meningkatkan konsentrasi ECF sehingga air meninggalkan tubulus
melalui osmosis. Hilangnya volume dari lumen meningkatkan konsentrasi
zat terlarut (termasuk K+, Ca2+, dan urea) yang tertinggal dalam filtrat.
Jumlah zat terlarut yang sama dalam volume yang lebih kecil sama dengan
konsentrasi zat terlarut yang lebih tinggi. Setelah konsentrasi zat terlarut
luminal lebih tinggi dari konsentrasi terlarut dalam cairan ekstraseluler, zat
terlarut akan berdifusi keluar dari lumen apabila epitel tubulus bersifat
permeabel terhadap zat yang bersangkutan.11,12
Reabsorpsi melibatkan transpor transepitelial (juga disebut
transcellular transport) dan transpor paraseluler. Dalam transpor
transepitelial, zat melintasi membran apikal dan basolateral dari sel epitel
tubulus untuk mencapai cairan interstitial. Pada jalur paracellular, zat
melewati cell junction yang terletak antara dua sel yang berdekatan. Rute
yang diambil oleh zat terlarut bergantung pada permeabilitas epitel
junction dan pada gradien elektrokimia zat terlarut.11,12
Mekanisme transportasi zat terlarut yang bergerak melalui transpor
transepitelial ditentukan oleh gradien konsentrasi atau gradient
elektrokimia zat bersangkutan. Larutan bergerak menuruni gradiennya
melalui kanal terbuka atau difusi terfasilitasi untuk melintasi membran sel.
Molekul yang perlu didorong melawan gradiennya digerakkan oleh
transpor aktif primer atau transpor aktif indirek (biasanya sekunder).
Natrium terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam banyak
proses transportasi pasif dan aktif.11,12
C. Sekresi
Proses ginjal ketiga adalah sekresi tubulus, adalah pemindahan
selektif bahan-bahan dari kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus.
Proses ini adalah rute kedua bagi bagi masuknya bahan ke dalam tubulus
ginjal dari darah, dengan yang pertama adalah melalui filtrasi glomerulus.
Hanya sekitar 20% plasma yang mengalir melalui kapiler glomerulus
difiltrasi ke dalam kapsul Bowman; sisa 80% mengalir melalui arteriol
eferen ke dalam kapiler peritubulus. Sekresi tubulus merupakan
mekanisme untuk mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan
mengekstraksi sejumlah tertentu bahan dari 80% plasma yang tidak
terfiltrasi di kapiler peritubulus dan memindahkannya ke bahan yang sudah
ada di tubulus sebagai hasil filtrasi.10
Seperti reabsorpsi tubulus, sekresi tubulus melibatkan transpor
transepitel (melalui epitel dan memerlukan ATP), tetapi kini langkah-
langkahnya dibalik. Setiap bahan yang masuk ke cairan tubulus, baik
melalui filtrasi glomerulus maupun sekresi tubulus, dan tidak direabsorpsi
akan dieliminasi dalam urine. Bahan-bahan terpenting yang disekresikan
oleh tubulus adalah ion hidrogen (H+), ion kalium (K+), serta anion dan
kation organik, yang banyak di antaranya adalah senyawa yang asing bagi
tubuh.10
D. Ekskresi
Ekskresi urine adalah pengeluaran bahan-bahan dari tubuh ke dalam
urin. Ini bukan merupakan proses terpisah tetapi merupakan hasil dari tiga
proses perrama di atas. Semua konstituen plasma yang terfiltrasi atau
disekresikan tetapi tidak direabsorpsi akan tetap di tubulus dan mengalir
ke pelvis ginjal untuk diekskresikan sebagai urin dan dikeluarkan dari
tubuh. Perhatikan bahwa semua yang difiltrasi dan kemudian direabsorpsi,
atau tidak difiltrasi sama sekali, masuk ke darah vena dari kapiler. 10
2.3 Cairan Tubuh
A. Homeostasis Cairan Tubuh
Ginjal bersama dengan hormon – hormon yang berperan dalam
keseimbangan air dan garam, bertanggung jawab untuk mempertahankan
volume dan osmolaritas cairan ekstrasel (lingkurang internal). 10
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 (dua)
parameter penting, yaitu: volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan
ekstrasel. Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan
mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan
ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal
mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan
air dalam urin sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan
kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.10
1. Pengaturan volume cairan ekstrasel
Penurunan volume cairan ekstrasel menyebabkan penurunan
tekanan darah arteri dengan menurunkan volume plasma. Sebaliknya,
peningkatan volume cairan ekstrasel dapat menyebabkan peningkatan
tekanan darah arteri dengan memperbanyak volume plasma.
Pengontrolan volume cairan ekstrasel penting untuk pengaturan
tekanan darah jangka panjang. Pengaturan volume cairan ekstrasel
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:10
a. Mempertahankan keseimbangan asupan dan keluaran (intake &
output) air
Untuk mempertahankan volume cairan tubuh kurang lebih
tetap, maka harus ada keseimbangan antara air yang ke luar dan
yang masuk ke dalam tubuh. Hal ini terjadi karena adanya
pertukaran cairan antar kompartmen dan antara tubuh dengan
lingkungan luarnya. Water turnover dibagi dalam:
i. External fluid exchange, pertukaran antara tubuh dengan
lingkungan luar.
ii. Internal fluid exchange, pertukaran cairan antar pembagai
kompartmen, seperti proses filtrasi dan reabsorpsi di kapiler
ginjal.
b. Memperhatikan keseimbangan garam
Seperti halnya keseimbangan air, keseimbangan garam juga
perlu dipertahankan sehingga asupan garam sama dengan
keluarannya. Permasalahannya adalah seseorang hampir tidak
pernah memperhatikan jumlah garam yang ia konsumsi sehingga
sesuai dengan kebutuhannya. Tetapi, seseorang mengkonsumsi
garam sesuai dengan seleranya dan cenderung lebih dari
kebutuhan. Kelebihan garam yang dikonsumsi harus
diekskresikan dalam urin untuk mempertahankan keseimbangan
garam. Ginjal mengontrol jumlah garam yang diekskresi dengan
cara:10
i. Mengontrol jumlah garam (natrium) yang difiltrasi dengan
pengaturan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)/ Glomerulus
Filtration Rate(GFR).
ii. Mengontrol jumlah yang direabsorbsi di tubulus ginjal.
Jumlah Na+ yang direabsorbsi juga bergantung pada sistem
yang berperan mengontrol tekanan darah. Sistem Renin-
Angiotensin-Aldosteron mengatur reabsorbsi Na+ dan retensi
Na+ di tubulus distal dan collecting. Retensi Na+ meningkatkan
retensi air sehingga meningkatkan volume plasma dan
menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri . Selain sistem
renin-angiotensin-aldosteron, Atrial Natriuretic Peptide (ANP)
atau hormon atriopeptin menurunkan reabsorbsi natrium dan air.
Hormon ini disekresi oleh sel atrium jantung jika mengalami
distensi akibat peningkatan volume plasma. Penurunan reabsorbsi
natrium dan air di tubulus ginjal meningkatkan eksresi urin
sehingga mengembalikan volume darah kembali normal.
2. Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel
Osmolaritas cairan adalah ukuran konsentrasi partikel solut (zat
terlarut) dalam suatu larutan. Semakin tinggi osmolaritas, semakin
tinggi konsentrasi solute atau semakin rendah konsentrasi air dalam
larutan tersebut. Air akan berpindah dengan cara osmosis dari area
yang konsentrasi solutnya lebih rendah (konsentrasi air lebih tinggi)
ke area yang konsentrasi solutnya lebih tinggi (konsentrasi air lebih
rendah). 10
Osmosis hanya terjadi jika terjadi perbedaan konsentrasi solut
yang tidak dapat menembus membran plasma di intrasel dan ekstrasel.
Ion natrium merupakan solut yang banyak ditemukan di cairan
ekstrasel, dan ion utama yang berperan penting dalam menentukan
aktivitas osmotik cairan ekstrasel. Sedangkan di dalam cairan intrasel,
ion kalium bertanggung jawab dalam menentukan aktivitas osmotik
cairan intrasel. Distribusi yang tidak merata dari ion natrium dan
kalium ini menyebabkan perubahan kadar kedua ion ini bertanggung
jawab dalam menentukan aktivitas osmotik di kedua kompartmen ini.
Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel oleh tubuh dilakukan
melalui:10
a. Perubahan osmolaritas di nefron
Di sepanjang tubulus yang membentuk nefron ginjal, terjadi
perubahan osmolaritas yang pada akhirnya akan membentuk urin
yang sesuai dengan keadaan cairan tubuh secara keseluruhan di
duktus koligen. Glomerulus menghasilkan cairan yang isosmotik
di tubulus proksimal (± 300 mOsm).
Dinding tubulus ansa Henle pars desending sangat permeable
terhadap air, sehingga di bagian ini terjadi reabsorbsi cairan ke
kapiler peritubular atau vasa recta. Hal ini menyebabkan cairan di
dalam lumen tubulus menjadi hiperosmotik. Dinding tubulus ansa
henle pars asenden tidak permeable terhadap air dan secara aktif
memindahkan NaCl keluar tubulus. Hal ini menyebabkan
reabsorbsi garam tanpa osmosis air. Sehingga cairan yang sampai
ke tubulus distal dan duktus koligen menjadi hipoosmotik.
Permeabilitas dinding tubulus distal dan duktus koligen bervariasi
bergantung pada ada tidaknya vasopresin (ADH). Sehingga urin
yang dibentuk di duktus koligen dan akhirnya di keluarkan ke
pelvis ginjal dan ureter juga bergantung pada ada tidaknya
vasopresin/ ADH.
2.4 Urin
A. Definisi
Urin merupakan limbah cair yang dihasilkan oleh ginjal. Urin adalah
cairan bening dan transparan yang biasanya berwarna kuning. Jumlah rata-
rata urin yang diekskresikan dalam 24 jam adalah antara 5 hingga 8 gelas
atau 40 dan 60 ons. Secara kimia, urin terutama merupakan larutan garam
dan zat encer yang disebut urea dan asam urat. Biasanya, mengandung
sekitar 960 bagian air hingga 40 bagian materi padat. 17
B. Komponen
Jumlah dan komposisi urin dapat berubah tergantung dari pemasukan
bahan makanan, berat badan, usia, jenis kelamin dan lingkungan hidup
seperti temperatur, kelembaban, aktivitas tubuh dan keadaan kesehatan. 18
Cairan dan materi pembentuk urin berasal dari darah atau cairan interstitial.
Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang
penting bagi tubuh, misalnya glukosa diserap kembali ke dalam tubuh
melalui molekul pembawa. Urin mengandung berbagai produk sisa dengan
konsentrasi tinggi ditambah sejumlah bahan dengan jumlah bervariasi yang
diatur oleh ginjal dan kelebihannya akan dikeluarkan melalui urin. Produk
sisa tersebut meliputi 95% cairan yaitu H2O dan 5% berbentuk padat berupa
sedimen urin, yang mengandung zat metabolism (asam urat, glukosa, asam
amino, kreatinin), garam-garam terlarut (natrium dan klorida), sisa-sisa
elektrolit (fosfat, oksalat, iodium kalium, kalsium, magnesium, potasium,
ion hidrogen, sodium, bikarbonat, dan amoniak), asam organik (asak lemak,
asam sulfat, asam laktat, asam karbonat), asam anorganik (sulfur dan fosfor),
polutan lingkungan (pestisida) dan zat- zat yang berlebihan dalam darah
misalnya vitamin C dan obat-obatan.19
C. Produksi
Produksi urin terjadi di kedua ginjal manusia melalui beberapa proses.
Proses yang pertama adalah proses filtrasi melalui dinding kapiler
glomerulus ke dalam tubulus renalis di ginjal. Proses berikutnya adalah
sekresi dan eksresi yang terjadi dalam tubulus renalis dan kemudian di
salurkan ke dalam pelvis renalis. Proses ini berperan penting dalam
menentukan komposisi urin sesuai kondisi tubuh. Dari pelvis renalis, urin
dialirkan ke vesika urinaria untuk dikeluarkan dalam proses miksi. 6
Jumlah produksi urin dewasa normal adalah 800 – 2000 mL/hari atau 1
cc/kgBB/jam dengan jumlah intake cairan 2 L/hari.10
F. Pemeriksaan penunjang
1. Urinalisis
Urinalisis berasal dari bahasa Inggris urinalysis yang merupakan
gabungan dari kata urine dan analysis. Urinalisis adalah pemeriksaan
sampel urine secara fisik, kimia dan mikroskopik. 21 Tujuan urinalisis
secara umum adalah untuk mendeteksikelainan ginjal, saluran kemih,
serta untuk mendeteksi kelainan-kelainan di berbagai organ tubuh lain
seperti hati, saluran empedu, pankreas, dan lain – lain.21 Pemeriksaan
ini juga berguna untuk membantu penegakan diagnosis; untuk
penapisan penyakit asimptomatik, kongenital, atau yang diturunkan;
untuk membantu perkembangan penyakit; dan untuk memantau
efektifitas pengobatan atau komplikasi. Pemeriksaan urine secara
kualitatif bertujuan untuk mengidentifikasi zat-zat yang secara normal
ada dalam urine dan zat-zat yang seharusnya tidak ada dalam urine.
Secara kuantitatif (atau semi-kuantitatif) pemeriksaan urine bertujuan
untuk mengetahui jumlah zat-zat tersebut di dalam urine. Permintaan
urinalisis diindikasikan pada pasien dengan evalusi kesehatan secara
umum, gangguan endokrin, gangguan pada ginjal atau traktus urinarius,
monitoring pasien dengan diabetes, kehamilan, kasus toksikologi atau
over dosis obat. Secara kualitatif pemeriksaan urine bertujuan untuk
mengidentifikasi zat-zat yang secara normal ada dalam urine dan zat-zat
yang seharusnya tidak ada dalam urine. Secara kuantitatif (atau semi-
kuantitatif) pemeriksaan urine bertujuan untuk mengetahui jumlah zat-
zat tersebut di dalam urine.
a. Jenis urinalisis
Tes urine terdiri dari pemeriksaan makroskopik, mikroskopik
dan pemeriksaan kimia urine. Analisis fisik atau makroskopik
meliputi tes warna, kejernihan, dan berat jenis. Analisis
mikroskopik untuk melihat sedimen urineseperti eritrosit,
leukosit, sel epitel, kristal, dan lain-lain. Analisis kimia meliputi
tes protein, glukosa, keton, darah, bilirubin, urobilinogen, nitrit,
dan lekosit estrase.21
i. Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dimulai dengan penampakan
warna dan kekeruhan. Urine normal yang baru dikeluarkan
tampak jernih sampai sedikit berkabut dan berwarna kuning
oleh pigmenurokrom dan urobilin. Intensitas warna urine
sesuai dengan konsentrasi urine. Urine yang encer hampir
tidak berwarna, urineyang pekat berwarna kuning tua atau
sawo matang. Kekeruhan biasanya terjadi karena kristalisasi
atau pengendapan urat (dalam urine asam) atau fosfat (dalam
urine basa). Kekeruhan juga bisa disebabkan oleh bahan
seluler berlebihan atau protein dalam urine.
ii. Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik atau pemeriksaan sedimen
urine termasuk pemeriksaan rutin yang ditunjukan untuk
mendeteksi kelainan ginjal dan saluran kemih serta
memantau hasil pengobatan. Pemeriksaan mikroskopik
diperlukan untuk mengamati sel dan benda berbentuk partikel
lainnya.
iii. Pemeriksaan kimia
Pemeriksaan kimia urine mencakup pemeriksaan
glukosa, protein (albumin), bilirubin, urobilinogen, pH, berat
jenis, darah (hemoglobin), benda keton (asam asetoasetat
dan/atau aseton), nitrit, dan leukosit esterase. Dengan
perkembangan teknologi, semua parameter tersebut telah
dapat diperiksa dengan menggunakan strip reagen atau
dipstick. Pemeriksaan kimia urine menggunakan dipstick
urineprinsipnya adalah dengan mencelupka strip kedalam
spesimen urine. Dipstick akan menyerap dan terjadi reaksi
kimia yang kemudiaan akan mengubah warnanya dalam
hitungan detik atau menit. Warna yang terbentuk
dibandingkan dengan bagan warna masing-masing strip
untuk menentukan hasil tes. Jenis dan tingkat perubahan
warna memberikan jenis dan kadar zat-zat kimia tertentu
yang ada di urine.21
2.5 Dehidrasi
A. Definisi
Dehidrasi adalah keadaan yang diakibatkan oleh hilangnya cairan
tubuh yang berlebihan.17
B. Klasifikasi
MILD
MODERATE
(<5%) SEVERE
(6-9%)
May have no (>10%)
Significant thirst
symptoms Significant thirst
Oliguria
Mild thirst Tachycardia
Sunken eyes
Concentrated Urine Low pulse volume
Dry mucous
Cool extremities
membranes
Reduced skin turgor
Weakness
Marked hypotension
Light headed
Confusion
Postural hypotension
(>20 mmHg)
C. Patogenesis
Air dalam tubuh mengikuti keseimbangan dinamis berdasarkan
tekanan osmotik. Normalnya terjadi keseimbangan cairan antara yang
masuk dan dikeluarkan tubuh. Asupan air yang tinggi akan menurunkan
osmolitas plasma dan peningkatan volume arteri efektif sehingga
menyebabkan regulasi osmotik dan regulasi volume teraktivitasi. 22
Kekurangan cairan atau air minum dapat meningkatkan konsentrasi
ionik pada kompartemen ekstrakuler dan terjadi pengerutan sel sehingga
menyebabkan sensor otak untuk mengontrol minum dan mengontrol
ekskresi urin. Pada stadium permulaan water depletion, ion natrium dan
chlor ikut menghilang dengan cairan tubuh, tetapi kemudian terjadi
reabsorpsi ion melalui tubulus ginjal yang berlebihan, sehingga
ekstraseluler mengandung natrium dan chlor yang berlebihan dan terjadi
hipertoni. Hal ini menyebabkan air akan keluar dari sel sehingga terjadi
dehidrasi intraseluler dan inilah yang menimbulkan rasa haus. Selain itu
timbul perangsangan terhadap hipofisis yang kemudian melepaskan
hormon antidiuretik sehingga terjadinya oliguria. Hal ini menimbulkan
rasa haus, air liur kering, dan badan terasa lemas.22
D. Faktor yang mempengaruhi
Berikut faktor-faktor Yang Mempengaruhi Dehidrasi:23
a. Status Gizi
Kandungan air dalam sel lemak lebih rendah dari pada kandungan
air di dalam didalam sel otot, sehingga pada orang gemuk
perbandingan antara air dan lemak sebesar 50%: 50% sedangkan pada
orang kurus perbandingan tersebut adalah 67%: 7%. Penelitian yang
dilakukan di SMP Al Azhar 14 Semarang menunjukan kejadian
dehidrasi pada remaja obesitas yaitu sebesar 83,9%.
Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan menghitung IMT
(Indeks Massa Tubuh). Dengan rumus sebagai berikut:
Berat Badan (kg)
IMT = Tinggi badan (m)x Tinggi badan(m)
F. Tatalaksana
Tujuan dari manajemen klinis pada dehidrasi adalah untuk mengganti
defisit cairan dan kehilangan yang sedang berlangsung dengan cara yang
paling tidak invasif namun efektif. Volume sirkulasi efektif memiliki
dampak pada perfusi jaringan distal sehingga hipovolemia yang tidak
ditangani dapat menyebabkan kerusakan organ iskemik. Penanganan dari
dehidrasi berat harus segera dilakukan; tatalaksana dehidrasi berat
umumnya dilakukan secara intravena (IV), tetapi telah dilaporkan juga
dapat berhasil dengan cara alternatif seperti ORT (oral rehydration
therapy), melalui nasogastric tube (NGT), dan dengan pemberian
subkutan. Pada hipovolemia sedang, ORT, IV, atau cairan subkutan dapat
digunakan. ORT direkomendasikan untuk anak-anak dengan dehidrasi
ringan-sedang. Rehidrasi oral tidak sesuai pada pasien dengan tingkat
kesadaran yang berkurang, ileus paralitik, dehidrasi parah, atau syok.
Pasien juga dapat datang dengan kontraindikasi lain terhadap rehidrasi
oral, seperti gangguan pernapasan parah atau potensi dilakukannya proses
pembedahan.25
Pasien anak dengan dehidrasi ringan hingga sedang harus menerima
50 mL/kg hingga 100 mL/kg larutan rehidrasi oral (ORS) selama 2 jam
hingga 4 jam untuk memperbaiki defisit cairan. Untuk anak-anak dengan
muntah yang signifikan, ORS pada awalnya harus diberikan dalam 5-mL
aliquot setiap 1 hingga 2 menit. Pemberian cairan dengan sendok teh,
jarum suntik, atau pipet dapat memfasilitasi resusitasi cairan awal. Volume
cairan dapat ditingkatkan sesuai toleransi. Replesi untuk kehilangan cairan
yang sedang berlangsung dapat diperkirakan 5 mL/kg hingga 10 mL/kg (5
mL/kg untuk setiap emesis dan 10 mL/kg untuk setiap episode diare). 25
G. Komplikasi
Dehidrasi yang tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan
timbulnya komplikasi pada tubuh Anda. Beberapa komplikasi yang dapat
muncul akibat dehidrasi yang tidak ditangani, yaitu:27
1. Kejang yang muncul akibat gangguan keseimbangan elektrolit dalam
tubuh, terutama natrium dan kalium.
2. Permasalahan pada ginjal dan saluran kemih, terutama jika dehidrasi
yang dialami terjadi berulang kali. Dehidrasi dapat menyebabkan
infeksi saluran kemih, batu ginjal, batu kandung kemih, bahkan gagal
ginjal.
3. Cedera akibat suhu tinggi (heat injury). Jika sedang melakukan
aktivitas fisik berat, namun tidak menjaga asupan cairan tubuh, dapat
mengalami dehidrasi yang memicu terjadinya heat injury. Gejala heat
injury yang tergolong ringan bisa berupa kram. Sedangkan gejala
beratnya bisa berupa kelelahan dan heat stroke.
4. Syok hipovolemik, Ini merupakan komplikasi akibat dehidrasi paling
serius, dan bahkan berpotensi membahayakan jiwa. Kekurangan
cairan dapat menyebabkan volume darah di dalam tubuh menjadi
berkurang, sehingga tekanan darah dan kadar oksigen menjadi
menurun.
B. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah aktivitas yang terjadi sebagai akibat dari
kontraksi otot dengan menggunakan energi secara proporsional, yang
sangat erat kaitannya dengan kebugaran fisik. Ketika kita aktif beraktifitas
fisik (intensitas tinggi), otomatis semakin banyak pula kita merilbatkan
otot otot pada tubuh dan berimbas pada meningkatnya energi yang
dibutuhkan. Oleh karena itu cairan tubuh akan lebih banyak digunakan
untuk pembentukan energi agar dapat menyesuaikan dengan aktivitas fisik
yang tinggi (dikeluarkan lebih banyak dalam bentuk keringat). Yang
akhirnya berpengaruh terhadap produksi urin yang akan menjadi lebih
pekat dan lebih sedikit dibanding dengan ketika aktivitas fisik rendah. 33
Aktivitas fisik mampu meningkatkan jumlah kebutuhan cairan dalam
tubuh.34 hal ini disebabkan karena pengeluran cairan tubuh melalui
keringat maupun paru paru yang meningkat akibat laju pernapasan dan
panas tubuh yang meningkat. Hal ini akan mempengaruhi produksi urin
jika pengembalian cairan segera tidak dilakukan. Hal itu disebabkan
karena penurunan cairan tubuh akibat aktivitas fisik akan merangsang
vasopresin melalui hipotalamus yang kemudian akan menyebabkan
terjadinya pengingkatan reabsorbsi cairan pada tubulus nefron distal.
Peningkatan reabsorbsi dari tubulus nefron distal tersebut akan
menyebabkan produksi urin yang sedikit dan lebih pekat.34
BAB III
KESIMPULAN
1. Paulsen F. & Waschke J. Sobotta Atlas Anatomi Manusia: Anatomi Umum dan
Muskuloskeletal Edisi 23 Jilid 2. Jakarta: EGC ; 2010.
2. Drake RL, Vogl AW, Mitchell WM. Gray’s Basic Anatomi. London: Churchill
Livingstone ; 2012.
3. Paulsen F, dan Waschke J. Sobotta atlas of human anatomy: Internal Organs.
15th Edition. Elsevier Urban & Fischer; 2011.
4. Mescher LA.. 2010. Junqueira’s Basic Histology Text & Atlas. 12th ed.
California: Lange Medical Publications.
5. Gartner LP, Hiatt JL. 2006. Color Textbook of Histology. 3rd ed. Philadelphia:
Saunders Elsevier.
6. Wylie, L. Esensial Anatomi & Fisiologi dalam Asuhan Maternitas.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2011.
7. Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi
Asuhan Keperawatan Medikal bedah. Jakarta: Salemba medika; 2011.
8. Primary Option for Acute Care. CLINICAL GUIDELINE Acute Adult
Dehydration. 2015;(July):1-3
9. Garcia-Meca E, Sanchez-Ballesta JP. Corporate Governance and Earnings
Management: A Meta-Analysis. Corp Gov An Int Rev[Internet].2009
Sep;17(5):594-610. Available from:http://doi.wiley.com/10.1111/j.1467-
8683.2009.00753x
10. Sherwood L. Human Anatomy and Physiology fromm Cell to System. In:
Fisiologi Manusia dari sel ke sistem. 2013
11. Silverthorm DU, Johnson BR. Human Physiology. 8th ed. Harlow, United
Kingdom: Pearson Education Canada;2019
12. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology. 14 th ed.
Hoboken, New Jersey: John Wiley & Sons;2014
13. Mangku, dr, Sp. An. KIC & Senapathi, dr, Sp. An. Buku Ajar Ilmu Anestesi
dan Reanimasi. Jakarta: PT. Indeks; 2010.
14. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhail’s Clinical
Anesthesiology Fifth Edition. Mc Graw Hill Education; 2013.
15. Miller RD. Miller’s Anesthesia. 8th Edition. Philadelphia, PA: Elsevier
Saunders; 2015.
16. Longnecker DE. Anesthesiology. 2nd Edition. Virginia: The McGrawHills
Companies; 2012.
17. Dorland N. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi ke 28. Mahode AA, editor.
Jakarta: EGC; 2011.
18. Wirawan R. 2011. Pemeriksaan Hematologi Dasar. In: R Wirawan,
Pemeriksaan Laboratorium Hematologi. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. h. 25-
76.
19. Irianto K, Kusno W. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Bandung: Yrama Widya.
2007.
20. Centers for Disease Control and Prevention. Urine output. Retrieved from
https://www.cdc.gov/dengue/training/cme/ccm/page57297.html
21. Gandasoebrata R. 2013. Penuntun Laboratorium Klinis. Edisi 15. Dian Rakyat.
Jakarta
22. Suraatmaja. Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto;
2010.
23. Santoso, B. I., Hardiansyah, Siregar, P. & Pardede, S. O. 2012. Air Bagi
Kesehatan, Jakarta, Centra Communications.
24. Buanasita A, Andriyanto, Sulistyowati I. Perbedaan Tingkat Konsumsi Energi,
Lemak, Cairan, dan Status Hidrasi Mahasiswa Obesitas dan Non Obesitas.
Indonesian Journal of Human Nutrition. Vol.2. No.1: 11 – 22. 2015
25. Santillanes G, Rose E. Evaluation and Management of Dehydration in
Children. Emergency medicine clinics of North America. 2018;36(2):259-73.
26. Thomas DR, Cote TR, Lawhorne L, Levenson SA, Rubenstein LZ, Smith DA,
et al. Understanding Clinical Dehydration and Its Treatment. Journal of the
American Medical Directors Association. 2008;9(5):292-301.
27. Popkin, et al. (2010). Water, Hydration and Health. Nutr Rev. 68(8), pp. 439–
458.
28. Stanhewicz AE, Larry Kenney W. Determinants of water and sodium intake
and output. Nutrition Reviews. 2015;73(suppl_2):73-82.
29. McKinley MJ, Denton DA, Ryan PJ, Yao ST, Stefanidis A, Oldfield BJ. From
sensory circumventricular organs to cerebral cortex: Neural pathways
controlling thirst and hunger. Journal of Neuroendocrinology.
2019;31(3):e12689.
30. Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.
Jakarta: EGC, 1022
31. Armstrong LE, Johnson EC. Water Intake, Water Balance, and the Elusive
Daily Water Requirement. Nutrients. 2018.
32. O’callaghan, Chris. At a Glance Sitem Ginjal Edisi kedua. Jakarta: Erlangga;
2009.
33. Soempono, B. Fisiologi olahraga, dalam Soewono (ed) Buku Monograf
Fisiologi Manusia, UGM, Yogyakarta. 993.
34. Derbyshire, Emma. Dr. (2013). Hydration and Urinary Tract Healt. Natural
Hydration Council.