DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 4
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Pemicu
Wanita usia 37 tahun , seorang guru di Sekolah Dasar Negeri Kota
Pontianak, mengeluh sering buang air kecil, hingga 10x sehari. Keluhan
dirasakan sejak 3 hari terakhir. Nyeri saat berkemih serta terasa panas
sewaktu berkemih, biasanya di akhir berkemih. Pasien mengeluh rasa tidak
puas setelah buang air kecil (anyang-anyangan). Pasien juga sulit menahan
rasa ingin berkemih. Urin berwarna kuning pekat. Dia juga mengeluhkan
nyeri perut bagian bawah. Tidak ada riwayat demam. Pasien baru pulang
dari bepergian ke luar kota seminggu yang lalu dan beberapa kali buang air
kecil di toilet umum. Pasien juga mengeluh sejak 1 minggu yang lalu timbul
cairan keputihan yang keluar dari vagina kadang terasa gatal.
Wanita 37 tahun
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan
Pemeriksaan
Laboratorium:
1. Urinalisis
Diagnosis :
Urinary Tract
Infection
Tata Laksana
Edukasi
1.6. Hipotesis
Wanita 37 tahun mengalami infeksi saluran kemih (UTI)
PEMBAHASAN
3.3. Poliuria
3.3.1. Definisi
Poliuria adalah suatu keadaan dimana volume air kemih dalam 24
jam meningkat melebihi batas 24 jam meningkat melebihi batas
normal yang disebabkan oleh gangguan fungsi ginjal dalam
mengkonsentrasi air kemih.37
3.3.2. Faktor yang mempengaruhi
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi poliuria
pascatransplantasi yaitu peptida natriuretik (ANP, BNP, CNP, dan
urodilatin) yang merupakan biomarker paling berperan dalam
proses natriuresis dan diuresis pascatransplantasi ginjal. Urodilatin
memiliki potensi lebih besar menyebabkan poliuria
pascatransplantasi ginjal dibandingkan ANP, BNP, dan CNP,
namun perlu penelitian lebih lanjut untuk memastikannya hingga
ke tingkat molekuler. Pemeriksaan RIA untuk peptida natriuretik
dan urodilatin baru dilakukan untuk keperluan penelitian dan
belum digunakan secara luas kepada pasien.37
3.3.3. Mekanisme
Poliuria disebabkan oleh diuresis air atau diuresis osmotik.
Banyak pasien yang mengalami poliuria juga mengalami
hipernatremia karena mereka mengekskresikan volume urin yang
besar dengan konsentrasi natrium (Na+) yang rendah ditambah ion
kalium (K+), misalnya pada pasien dengan diabetes insipidus atau
pasien dengan diuresis osmotik yang diinduksi urea.38
Pada diuresis air, setelah seseorang mengkonsumsi asupan air
dalam jumlah yang mampu menurunkan PNa sehingga cukup untuk
menghambat pelepasan vasopresin, kanal air aquaporin 2 (AQP2)
tidak akan dimasukkan ke dalam selaput luminal sel utama dalam
duktus kolektus. Segmen nefron tersebut sekarang menjadi kedap
air dan volume filtrat yang dikirim ke nefron distal akan
diekskresikan dalam urin (kecuali untuk volume yang diserap
kembali dalam duktus koledikus medula (MDC) bagian dalam
melalui permeabilitas air residual, yang tidak memerlukan
kehadiran vasopresin). Nilai laju aliran urin maksimum pada
manusia dewasa normal adalah 10-15 mL/menit, yang terjadi 60-
90 menit setelah konsumsi air berjumlah besar. Apabila
diekstrapolasi menjadi periode 24 jam, volume urin akan berkisar
antara 15-22 L.38
Pada diuresis osmotik, ekskresi osmol yang tinggi menjadi
penyebab poliuria karena kerja vasopresin. Ketika hal tersebut
terjadi, AQP2 akan hadir dalam membran luminal sel-sel utama
dalam duktus kolektus kortikal dan medular sehingga osmolalitas
dari cairan luminal menjadi sama dengan osmolalitas interstitial
meduler. Laju aliran urin dalam keadaan ini akan ditentukan oleh
tingkat ekskresi osmol, namun tidak semua osmol memiliki
kemampuan yang sama untuk meningkatkan volume urin. Hanya
osmol yang tidak mencapai konsentrasi yang sama di lumen MCD
dan di kompartemen interstitial meduler yang merupakan osmol
yang efektif. Oleh karena itu, laju aliran urin selama diuresis
osmotik ditentukan oleh laju ekskresi osmol efektif dan osmolalitas
efektif dalam kompartemen interstitial meduler.38
3.4. Keputihan
3.4.1. Fisiologis
Keputihan yang terjadi pada wanita dapat bersifat normal dan
abnormal. Keputihan normal terjadi sesuai dengan proses
menstruasi. Gejala keputihan yang normal adalah tidak berbau,
jernih, tidak gatal, dan tidak perih.39 Keputihan merupakan
mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi melalui pengeluaran
cairan disekitar dinding vagina. Cairan normalnya biasanya putih
jernih, bersifat non offensive yang dapat berubah kapan saja.
Biasanya awalnya akan tebal dan lengket pada masa menstruari
namun akan menjadi lebih berair dan jelas pada masa ovulasi.40
Proses menstruasi pada wanita terjadi dalam tiga tahapan, yaitu
proliferasi, sekresi, dan menstruasi. Pada masing-masing proses
mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap endometrium.
Keputihan secara fisiologis terjadi sebelum menstruasi karena
pengaruh dari proses menstruasi yang melibatkan hormon estrogen
dan progesteron.39
3.4.2. Keputihan
WHO menyatakan bahwa masalah kesehatan reproduksi
wanita yang buruk telah mencapai 33% dari jumlah total beban
penyakit yang menyerang para wanita di seluruh dunia. 41
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) dalam
Leo, mengemukakan keputihan sebagai gejala yang sangat sering
dialami oleh sebagian besar wanita.42,43 Keputihan (fuor albus,
leukorea, vaginal discharge) adalah istilah keluarnya cairan dari
genitalia seorang wanita yang bukan darah. Secara epidemiologi,
fluor albus patologis dapat menyerang wanita mulai dari usia
muda, usia reproduksi sehat maupun usia tua dan tidak mengenal
tingkat pendidikan, ekonomi dan sosial budaya.44 Pada keadaan
normal, cairan yang keluar berupa mukus atau lendir yang jernih,
tidak berbau mencolok, dan agak lengket.Pada keadaan patologis
terjadi perubahan cairan genital dalam jumlah, konsistensi, warna,
dan bau.45 Suatu penelitian menyatakan sekitar 90% remaja putri di
Indonesia berpotensi mengalami keputihan karena Indonesia
adalah daerah yang beriklim tropis, sehingga jamur, virus dan
bakteri mudah tumbuh dan berkembang yang mengakibatkan
banyaknya kasus keputihan pada remaja putri Indonesia. Ini
menunjukkan remaja putri mempunyai risiko lebih tinggi terhadap
infeksi atau keputihan patologis.46
Keputihan (fluor albus) dapat merupakan suatu keadaan yang
normal (fisiologis) atau sebagai tanda dari adanya suatu penyakit
(patologis). Keputihan yang normal biasanya bening sampai
keputihan, tidak berbau dan tidak menimbulkan keluhan.
Keputihan yang patologis biasanya berwarna
kekuningan/kehijauan/keabu-abuan, berbau amis atau busuk,
jumlah sekret umumnya banyak dan menimbulkan keluhan seperti
gatal, kemerahan (eritema), edema, rasa terbakar pada daerah
intim, nyeri pada saat berhubungan seksual (dyspareunia) atau
nyeri saat berkemih (dysuria.), penyebab patologis terjadi karena
infeksi jamur, infeksi bakteri, infeksi parasit jenis protozoa dan
infeksi gonorhoe 47
Keputihan yang terjadi tersebut cenderung disebabkan oleh
masih minimnya kesadaran untuk menjaga kesehatan terutama
kesehatan organ genitalia. Selain itu, keputihan sering dikaitkan
dengan kadar keasaman daerah sekitar vagina, bisa terjadi akibat
pH vagina tidak seimbang. Sementara kadar keasaman vagina
disebabkan oleh dua hal yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor eksternal antara lain kurangnya personal hygiene, pakaian
dalam yang ketat, dan penggunaan WC umum yang tercemar
bakteri Clamydia.48
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Wanita 37 tahun mengalami infeksi saluran kemih bawah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mehta P, Reddivari AKR. Dysuria. [Updated 2019 Nov 12]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK549918/
2. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Unit Kerja Koordinasi (UKK).
Jakarta: Nefrologi; 2011.
3. A Potter, & Perry, A. G. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, Dan Praktik, edisi 4, Volume.2. Jakarta: EGC;2006
4. Johnson MD, C. C. (1991). Definitions, Classification, and Clinical Presentation
of Urinary Tract Infections. Medical Clinics of North America, 75(2), 241–252.
doi:10.1016/s0025-7125(16)30451-5
5. Achmad IA, dkk. Guidelines Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih
(ISK) dan Genetalia Pria. Jakarta.2007.hal.1
6. Ginting Yosia. Antimicrobial Usage of UTIs in Elderly in Abstracts Book
8th. JADE. Jakarta : Divisi penyakit tropis dan Infeksi IPD-RSCM ;
2007.h.18
7. McLellan, Lisa K, and David A Hunstad. “Urinary Tract Infection:
Pathogenesis and Outlook.” Trends in molecular medicine vol. 22,11
(2016): 946-957. doi:10.1016/j.molmed.2016.09.003
8. Adib,M.. Infeksi Tersering Pada Penderita Infeksi Saluran Kencing Di
Laboratorium Klinika Surabaya. Jurnal Adib Baru, Akademi Analis
Kesehatan, Malang. 2011.
9. Semaradana,W.G.P . Infeksi Saluran Kemih akibat Pemasangan Kateter –
Diagnosis dan Penatalaksanaan, Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana, Denpasar, Bali. CDK-221. 2014 : 41(10)
10. Tessy, Ardaya dan Suwanto. Infeksi Sluran Kemih dalam Suyono,H.S,
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Ketiga. Mikrobiologi
Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2001.
11. Dharma, P.S. 2015. Penyakit Ginjal : Deteksi Dini Dan Pencegahan. CV
Solusi Distribusi, Yogyakarta.
12. Setyorini H, Tjempakasari A, dan Mardiana N. Risk Factor for Urinary
Tract Infection in Hospitalized Patients. BHSJ ; 2019 : 2(01) :p. 4-8.
13. Ramzan M, Bakhsh S, Salam A, Khan GM, Mustafa G. Risk Factors in
Urinary Tract Infection. GJMS ; 2004 : 2(02) : p. 50-53.
14. Irawan E dan Mulyana H. Literature Review Faktor-Faktor Penyebab
Infeksi Saluran Kemih (ISK). Prosiding Seminar Nasional dan Diseminasi
Penelitian Kesehatan ; 2018 : p. 89-100.
15. Pardede SO, Tambunan T, Alatas H, Trihono PP, Hidayati EL. Konsensus
infeksi saluran kemih pada anak. UKK Nefrologi IDAI. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI; 2011.
16. Jantausch B, Kher K. Urinary tract infection. Dalam: Kher KK, Schnaper
HW, Makker SP, penyunting. Clinical pediatric nephrology. Edisi ke-2.
London: Informa Health Care; 2007;h.553-73.
17. Goldberg B, Jantausch B. Urinary tract infection. Dalam: Kher KK,
Schnaper HM, Breenbaum LA, penyunting. Clinical pediatric nephrology.
Edisi ke-3. New York: CRC PRESS;2017;h.967-91
18. Bensman A, Dunand O, Ulinski T. Urinary tract infection. Dalam: Avner
ED, Harmon WE, Niaudet P, Yoshikawa N, penyunting. Pediatric
nephrology. Edisi ke-6. Berlin Heidelberg: Springer-Verlag; 2009.h.1229-
310.
19. Greenberg, M. I., 2008, Teks-Atlas Kedokteran Kedaruratan, Jakarta,
Erlangga.
20. Lambert H, Coultard M. The child with urinary tract infection. Dalam:
Webb NJA, Postlethwaite RJ, penyunting, Clinical Paediatric Nephrology,
edisi ke-8, Oxford, Oxford University Press, 2010,h.197-225.5.
21. Smellie JM. Management and investigation of children with urinary tract
infection. Dalam: Postlethwaite RJ, penyunting, Clinical Paediatric
Nephrology, edisi ke-7. Oxford: Butterworth-Heinemann, 2011:h.160-
74.30.
22. Yilmaz A, Sevketoglu E, Gedikbasi A, Karyagar S, Kiyak A,
Mulazimoglu M, dkk. Early prediction of urinary tract infection with
urinary neutrophil gelatinase associated lipocalin. Pediatr Nephrol
2009;24:2387-92.
23. Jones KV, Asscher AW. Urinary tract infection and vesico-ureteral reflux.
Dalam: Edelmann CM, Bernstein J, Meadow SR, Spitzer A, Travis LB,
penyunting. Pediatric Kidney Disease edisi ke-9. Boston: Little Brown,
2012;h.1943-91.
24. Bensman A, Dunand O, Ulinski T. Urinary tract infection. Dalam: Avner
ED, Harmon WE, Niaudet P, Yoshikawa N, penyunting. Pediatric
Nephrology, edisi ke-6, SpringerVerlag, Berlin Heidelberg, 2009,h.1229-
310.7.
25. Kanellopoulos TA, Salakos C, Spiliopoulou I, Ellina A, Nikolakopoulou
NM, Papanastasiou DM. First urinary tract infection in neonate, infants,
and young children: a comparative study. Pediatr Nephrol 2009;21;1131-7.
26. Pecile P, Miorin E, Romanello C, Vidal E, Contrado M, Valent F. dkk.
Age-related renal parenchymal lesions in children with first febrile urinary
tract infections. Pediatrics 2009;124:23-9.
27. Garin EH, Olavarria F, Araya C, Broussain M, Barrera C, Young L.
Diagnostic significance of clinical and laboratory findings to localize site
of urinary infection. Pediatr Nephrol 2011;22:1002-6.
28. Rodriquez LM, Robles B, Marugan JM, Suarez A, Santos F. Urinary
interleukin-6 is useful in distinguishing between upper and lower urinary
tract infections. Pediatr Nephrol 2009;23:429-33.28.
29. Levy I, Comarsca J, Davidovits M, Klinger G, Sirota L, Linder N. Urinary
tract infection in preterm infants: the protective role of breastfeeding.
Pediatr Nephrol 2009;24:527-31
30. Stamm WE. Urinary tract infection. Dalam: Greenberg A, Cheny AK,
Coffman TM, Falk RJ, Jennette JC, penyunting, Primer on kidney
diseases: San Diego: National Kidney Foundation, Academic Press,
2010;h.243-6
31. Paschke AA, Zaoutis T, Conway PH, Xie D, Keren R. Previous
antimicrobial exposure is associated with drug-resistant urinary tract
infections in children. Pediatrics 2010;125:664-72.
32. American Academy of Pediatrics, Committee on quality inprovement,
subcommittee on urinary tract infection. Practice parameter: The
diagnosis, treatment, and evaluation of the initial urinary tract infection in
febrile infants and young children. Pediatrics 2011,103:843-52.
33. Sukandar, E. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FK
UI. 2004.
34. Sukandar E. Neurologi klinik. Edisi ketiga. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah
(PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD; 2006.
35. Tan, C. & Chlebicki, M. NCBI. Urinary tract infections in adults.
Singapore Medical Journal. 57(9), pp. 485–490. 2016
36. U.S. Department of Health & Human Services Office on Women’s Health.
Urinary Tract Infections. 2018.
37. Yunanto A, Rodjani A. Biomarker Prediktor Kejadian Poliuria pada
Resipien Pascatransplantasi Ginjal. 2015;3(3).
38. Halperin ML, Kamel KS. Fluid, Electrolyte, and Acid-Base Physiology: A
Problem-Based Approach. 5th ed. Philadelphia, PA: Elsevier; 2017.
39. Marhaeni GA. Keputihan Pada Wanita. Jurnal Skala Husada. Denpasar.
2016;13: 30-38.
40. Vanishree L Rao. Vaginal discharge. Elsevier.2019
41. WHO. Mental Health Aspects of Women’s Reproductive Health: A Global
Review of the Literature. Geneva: WHO Press; 2009:1
42. Depkes RI. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : Depkes RI. 2008.
43. Widyastuti, Yani, Anita Rahmawati, Yuliasti Eka Purnamaningrum.
Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitramaya; 2009.
44. Setiani, Tri Indah, Tri Prabowo, Dyah Pradnya Paramita. Kebersihan
Organ Kewanitaan dan Kejadian Keputihan Patologi pada Santriwati di
Pondok Pesantren Al Munawwir Yogyakarta. JKNI. 2015;3(1):39-42
45. Zubier, Farida. Edkasi Sabun Ekstrak Sirih Merah dalam Mengurangi
Gejala Keputihan Fisiologis. Jurnal Kedokteran Indonesia. 2010:10
46. Kusmiran, Eny. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta:
Salemba Medika; 2012.
47. Supriyatiningsih. Monograf Penggunaan Vaginal Douching terhadap
Kejadian Candidiasis pada Kasus Leukorea.Yogyakarta. LP3M
Universitas Muhamamdiyah. 2015.
48. Katharini, Kusrini, Yuliawati Prasetyowati. Hubungan Personal Hygiene
dengan Kejadian Keputihan pada Siswi SMU Muhammadiyah Metro
Tahun 2009. Jurnal Kesehatan “Metro Sai Wawai”. 2009;2(2):45-51
49. Mpotane T, Ntswabule V, Mcpherson C, dan Botes E. The Role of Toilet
in Transmission of Vaginal and Urinary Tract Infection in Huis
Welgemoed, Cut Campus. Interim : Interdisciplinary Journal ; 2013 :
12(01): p. 26-31
50. Prince, Sylvia A. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit.
Volume 2. Jakarta: EGC; 2012. p. 918-924,1321.
51. Khuzaiyah, S., Krisiyanti, R., Mayasari, C. M. Karakteristik Wanita
dengan Flour Albus. Jurnal Ilmiah Kesehatan (JIK). 2015 :VII (1)
52. Tan CW, Chlebicki MP. Urinary tract infections in adults. Singapore Med
J. 2016;57(9):485-90.
53. Clinical Methods: The History, Physical, and Laboratory Examinations.
3rd edition.
54. Jawets melnick medical microbiology ed 27