Anda di halaman 1dari 6

KONSTRUKTIVISME

A. Konstruktivisme
Konstruktivistik merupakan salah satu cabang yang relatif baru dalam psikologi
kognitif yang memberikan dampak penting bagi pemikiran para perancang proses
pembelajaran. Para ahli konstruktivistik memiliki pandangan yang beragam tentang isu-
isu seputar pembelajaran. Konsep paling utama dalam pemikiran para ahli
konstruktivistik adalah pandangan tentang belajar yang merupakan produk konstruksi
dari individu yang belajar (Pribadi, 2009). Creswell (2009) berpendapat bahwa
konstruktivisme mengarahkan peneliti untuk mencari cara pandang yang beragam dan
meluas dari pada yang lebih terarah dan sempit.
Menurut Julaeha & Asandhimitra (2004) asal kata konstruktivisme adalah "to
construct" dari Bahasa lnggris yang berarti membentuk. Konstruktivisme adalah salah
satu aliran filsafat yang mempunyai pandangan bahwa pengetahuan yang kita miliki
adalah hasil dari proses konstruksi atau bentukan kita sendiri. Dengan kata lain, kita akan
memiliki pengetahuan apabila kita terlibat aktif dalam proses penemuan pengetahuan
dan pembentukannya dalam diri kita. Para ahli konstruktivisme berpandangan bahwa
pengetahuan merupakan perolehan individu melalui keterlibatan aktif dalam
menempuh proses belajar (Pribadi, 2009).

B. Pemahaman Konstruktivisme
Konstruktivisme rnerupakan salah satu aliran yang berasal dari teori belajar kognitif.
Tujuan penggunaan pendekatan konstruktivistik dalam pembelajaran adalah untuk
membantu meningkatkan pemahaman siswa terhadap isi atau materi pelajaran.
Konstruktivisme memiliki keterkaitan yang erat dengan metode pembelajaran penemuan
(discovery learning) dan konsep belajar bermakna (meaningful learning). Kedua metode
pembelajaran ini berada dalam konteks teori belajar kognitif. (Pribadi, 2009)
Konsrtruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa
pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan bukanlah suatu
imitasi dari kenyataan (realitas). Menurut Von Glasersfeld menegaskan bahwa
pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan. Pengetahuan bukanlah gambaran dari
suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiataan seseorang. (Sardiman, 2012)
Menurut Salvin mengemukakan teori pembelajaran konstruktivisme merupakan teori
pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa

1
siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek
informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevesinya apabila aturan-aturan itu
tidak sesuai lagi. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan
pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk
dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. (Trianto, 2010)
Konstrukstivisme, satu diantara paham yang menyatakan bahwa positivisme dan
postpositivisme merupakan paham yang keliru dalam mengungkap realitas dunia. Karena
itu kerangka berpikir kedua paham tersebut harus ditinggalkan dan diganti dengan paham
tersebut harus ditinggal dan ini muncul melalui proses yang cukup lama setelah sekian
generasi ilmuwan berpegang teguh pada paradigma positivisme. Konstruktivisme
muncul setelah sejumlah ilmuwan menolak tiga prinsip dasar positivisme (Muslih,
2016):
1. Ilmu merupakan upaya mengungkap realitas
2. Hubungan antara subjek dan objek penelitian harus dapat dijelaskan
3. Hasil temuan memungkinkan untuk digunakan proses generalisasi pada waktu dan
tempat yang berbeda.

Pada awal perkembangannya, paradigma ini mengembangkan sejumlah indikator


sebagai pijakan dalam melaksanakan penelitian dan pengembangan ilmu. Beberapa
indikator itu antara lain :

1. Penggunaan metode kualitatif dalam proses pengumpulan data dan kegiatan analisis
data
2. Mencari relevansi idikator kualitas untuk mencari data-data lapangan,
3. Teori-teori yang dikembangkan harus lebih bersifat membumi (grounded theory)
4. Kegiatan ilmu harus bersifat natural (apa adanay) dalam pengamatan dan
mengjindarkan diri dengan kegiatan penelitian yang telah diatur dan bersifat serta
berorientasi laboratorium.
5. Pola-pola yang diteliti dan berisi kategori-kategori jawaban menjadi unti analisis
dari variabel-variabel penelitian yang kaku dan steril
6. Penelitian lebih bersifat partisipatif dari pada mengontrol sumber-sumber informasi
dan lain-lainnya.

Secara ontologis, paradigma ini menyatakan bahwa realitas bersifat sosial dan
karena itu akan menumbuhkan bangunan teori atas realitas majemuk dari

2
masyarakatnya. Dengan demikian, tidak ada suatu realitas yang dapat dijelas-kan
secara tuntas oleh suatu ilmu pengetahuan. Realitas ada sebagai seperangkat bangunan
yang menyeluruh dan bermakna yang bersifat konfliktual dan dialektis. Karena itu,
paham ini menganut prinsip relativitas dalam memandang suatu feno-mena alam atau
sosial. Jika tujuan penemuan ilmu dalam positivisme adalah untuk membuat
generalisasi terhadap fenomena alam lainnya, maka konstruktivisme lebih cenderung
menciptakan ilmu yang diekspresikan dalam bentuk pola-pola teori, jaringan atau
hubungan timbal balik sebagai hipotesis kerja, bersifat sementara, lokal dan spesifik.
Dengan per-nyataan lain, bahwa realitas itu merupakan konstruksi mental, bardasarkan
pengalaman sosial, bersifat lokal dan spesifik dan tergantung pada orang yang
melakukannya. Karena itu suatu realitas yang diamati seseorang tidak bisa
digeneralisasikan kepada semua orang seperti yang biasa dilakukan kalangan positivis
atau postpositivis (Muslih, 2016).

Sejalan dengan itu, secara filosofis, hubungan epis-temologis antara


pengamatan dan objek, menurut aliran ini bersifat suatu kesatuan, subjektif dan
merupakan hasil perpadu-an interaksi di antara keduanya. Sementara secara
metodolo-gis, paham ini secara jelas menyatakan bahwa penelitian harus dilakukan
di luar laboratorium, yaitu di alam bebas secara se-wajarnya (natural) untuk
menangkap fenomena alam apa ada-nya dan secara menyeluruh tanpa campur tangan
dan mani-pulasi pengamat atau pihak peneliti. Dengan setting natural ini, maka
metode yang paling banyak digunakan adalah metode kualitatif daripada metode
kuantitatif (Muslih, 2016).

Suatu teori muncul berdasarkan data yang ada, bukan dibuat sebelumnya,
dalam bentuk hipotesis sebagaimana dalam penelitian kuantitatif. Untuk itu
pengumpulan data dilakukan metode hermeneutik dan dialektik yang difokuskan
pada konstruksi, rekonstruksi dan elaborasi suatu proses sosial. Metode pertama
dilakukan melalui identifikasi kebenaran atau konstruksi pendapat dari orang-
perorang, sedangkan metode kedua mencoba untuk membandingkan dan
menyilangkan pendapat dari orang-perorang yang diperoleh melalui metode pertama
untuk memperoleh suatu konsensus kebenaran yang disepakati bersama. Dengan
demikian, hasil akhir dari suatu kebenaran merupakan perpaduan pendapat yang
bersifat reflektif, subjektif dan spesifik mengenai hal-hal tertentu (Muslih, 2016).

3
Dengan ditemukannya paradigma konstruktivisme ini, dapat memberikan
alternatif paradigma dalam mencari kebenaran tentang realitas sosial, sekaligus
menandai terjadinya pergeseran model rasionalitas untuk mencari dan menentukan
aturan-aturan ke model rasionalitas praktis yang menekankan peranan contoh dan
interpretasi mental. Konstruktivisme dapat melihat warna dan corak yang berbeda
dalam berbagai disiplin ilmu, khususnya disiplin ilmu-ilmu sosial, yang memerlukan
intensitas interaksi antara peneliti dan objek yang dicermati, sehingga akan
berpengaruh pada nilai-nilai yang dianut, etika, akumulasi pengetahuan, model
pengetahuan dan diskusi ilmiah (Muslih, 2016).

C. Konstruktivisme dan Metode Penelitian


Secara metodelogis, konstruktivisme dapat rancang dengan pendekatan pertanyaan-
pertanyaan terbuka, pendekatan yang lebih spontan, dan lebih menggunakan teks atau
gambaran daripada angka. Secara praktis, ahli konstruktivisme berada dalam konteks,
lebih menyukau pengumpulan makna dari peserta penelitian, sehingga dapat
memfokuskan diri pada satu fenomena, namun juga subyektivitas pribadi terlibat dalam
penelitian. Selain itu ahli konstruktivisme menilai konteks peserta penelitian,
mengupayakan validasi temuan penelitian, kemudian menginterpretasikannya, membuat
perubahan ataupun bekerja sama dengan peserta penelitian, sebagaimana dia dapat
subyektif dalam penelitian itu (Charreire Petit and Huault. 2008; Dudosky, 2019)

Table 1: Is a paradigm shift relevant in the field of constructivist organizational


knowledge? Espoused principles and principles in use
Espoused principles Principles in use Is a paradigm shift
relevant ?

Organizational knowledge Epistemic positioning of


Status of “reality” is the Studying social
complex, dynamic,
(organizational socially research, justified by the constructs does not
imply the epistemic
knowledge) constructed and context- social constructs observed. shift
based.
Role of language,
discourses
and stories
Co-construction of
Methods of problems No specific tool Contradiction in terms
development of with the actors of both methods and
scientific knowledge No possibility to separate discourse. Nothing
the researcher from the appears as specific in

4
the
phenomenon under process by which the
investigation researcher produces
knowledge.
Status of scientific Importance of subjectivity Search for objectivity Contradiction between
knowledge and
results and complexity the status of
organizational
knowledge (subjective)
and the quest for the
objective establishment
of a scientific corpus of
knowledge.
Internal contradiction

Table 2ii: Basic assumptions characterizing the positivist – constructivist debate in the
field of organizational knowledge: some proposals

Constructivis
Issue Positivism & post-positivism m
Knowledge as social
Conception of Knowledge as a structure or as a Construction and meaning-making
knowledge concrete process process

The knowledge’s priority Knowledge as a stock Knowledge as a flow


metaphor
Commitment to the system
under study (speaking from the
Conception of researcher’s role Exteriorized position (speaking inside)
from the outside). Reflexivity regarding the status
Limitation of contamination biases, Of the tools and of the researcher
distancing from methodological
tools
Epistemological foundations Reaching the truth To Obtain phenomenological
insight, revelation.
Assimilating the meanings and the
interpretations of the context.
Methods and instrumentations Surveys Action research (change to know)
Triangulations Ethnography
Experimentations Storytelling
Language, action and interaction as
priority modes for the creation of
knowledge.
Criteria of scientificity Internal validity Appropriateness
Consistency Training
External validity

5
DAFTAR PUSTAKA
Charreire Petit, Sandra, Huault, Isabelle. 2008. ‘From Practice-Based Knowledge to the
Practice of Research: Revisiting Constructivist Research Works on Knowledge’.
Management Learning 39 (1): 73–91.
Creswell, John W. 2009. Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods
Approaches. 3rd ed. Thousand Oaks, Calif: Sage Publications.
Dudovskiy, John. 2019. ‘Constructivism Research Philosophy’. Research-Methodology
(blog). 2019. https://research-methodology.net/research-
philosophy/epistomology/constructivism/.
Muslih, M. 2016. Filsafat Ilmu: Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori
Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta : Lesfi
Pribadi, A. Benny. 2019. Pendekatan Konstruktivitis Dalam Pembelajaran. E-Journal Jurusan
IP FKIP. Akses : http://repository.ut.ac.id/7276/1/L0022-18.pdf pada 29 Februari 2019
Pukul. 12.00 WITA.
Sardiman, A.M. 2012. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers.
Trianto, 2010, Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik. Jakarta: PT Prestasi Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai