Disusun Oleh:
VIVIN DESSY WULANDARI S.Kep,Ns
RS.PHC SURABAYA
Karya tulis ini diajukan sebagai salah satu persyaratan menyelesaikan pendidikan dan
pelatihan perawat ICU angkatan XLI
Di RSUD. Dr. Soetomo Surabaya
Disusun Oleh:
VIVIN DESSY WULANDARI S.Kep,Ns
RS.PHC SURABAYA
Telah disetujui untuk diajukan kehadapan dewan penguji Karya Tulis Ilmiah pada tanggal 12
Desember2017
Oleh :
Pembimbing
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. T
DENGAN DIAGNOSA CAD + TVD POST OP CABG
DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT RSUD DR.SOETOMO SURABAYA
Mengetahui
Ka.RuangICU Pembimbing
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat TUHAN YME, yang telah melimpahkan berkat
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir pelatihan ICU yang
berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. T DENGAN DIAGNOSA CAD + TVD
POST OP CABG DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT RSUD DR.SOETOMO
SURABAYA”. Tugas ini dimaksudkan untuk melengkapi dan memenuhi persyaratan dalam
menyelesaikan pelatihan ICU tingkat dasar Angkatan XLI RSUD Dr. Soetomo Surabaya. salam
selalu ku limpahkan keharibaan Rasulullah Muhammad SAW
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah banyak
membantu penyusunan karya tulis ilmiah ini:
Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dengan hati yang tulus kepada:
1. Bapak Direktur Pelaksanaan RSUD Dr. soetomo Surabaya yang telah
memberikan kesempatan dan fasilitas kepada kami untuk mengikuti dan
menyelesaikan pelatihan ICU tingkat dasar angkatan XLI.
2. Bapak direktur RS PHC Surabaya yang telah memberikan kesempatan kepada
saya untuk mengikuti pelatihan ICU tingkat dasar angkatan XLI.
3. Bapak Hamzah, dr. Sp.An (NIC), selaku Kepala Departemen Anastesi
Rs.Dr.Soetomo Surabaya.
4. Bapak Hardiono, dr. Sp.An.KIC, selaku kepala instalasi IRIR yang telah
memberikan kesempatan dinas di ICU lantai 2 GBPT (Gedung Bedah Pusat
Terpadu).Ibu Titin Suprihatin, SST, Spd, selaku kepala IRIR GBPT lantai 2.
5. Bapak Ainur Rusdi. S.Kep.Ns, selaku kepala ruangan ICU GBPT (Gedung
Bedah Pusat Terpadu) dan pembimbing yang telah memberikan kesempatan
dinas di ICU GBPT dan memberikan bimbingan kepada penulis untuk
melaksanakan asuhan keperawatan sehingga dapat terlaksana dengan baik.
6. Panitia pelatihan ICU tingkat dasar angkatan XLI.
7. Orang tua tercinta yang memberi dukungan moral maupun Spiritual.
8. Rekan-rekan peserta pelatihan ICU tingkat dasar angkatan XLI dan semua
pihak yang telah memberi bantuan dan semangat kepada penulis selama
melakukan asuhan keperawatan & penyusunan tugas akhir ini.
Semoga segala bantuan yang telah diberikan mendapat balasan dari Tuhan YME.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam karya tulis ini, untuk itu kritik
dan saran sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan penyusunan karya tulis ini.
2.1.8 Komplikasi
Riwayat penderita PJK umumnya mewarisi juga faktor-faktor risiko lainnya, seperti
abnormal kadar kolestrol, dan peningkatan tekanan darah. (A.Fauzi Yahya 2010: hal 28)
1. Disfungsi ventricular
2. Aritmia pasca STEMI
3. Gangguan hemodinamik
4. Ekstrasistol ventrikel Sindroma Koroner Akut Elevasi ST Tanpa Elevasi ST Infark
miokard Angina tak stabil
5. Takikardi dan fibrilasi atrium dan ventrikel
6. Syok kardiogenik
7. Gagal jantung kongestif
8. Perikarditis
9. Kematian mendadak
(Karikaturijo, 2010: hal 11 )
2.1.9 Konsep Asuhan Keperawatan Pasien CAD
2.1.9.1 Pengkajian
1. Identitas
Meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan, pendidikan, alamat,
tanggal MRS dan diagnosa medis. (Wantiyah,2010: hal 17)
2. Keluhan utama
Pasien pjk biasanya merasakan nyeri dada dan dapat dilakukan dengan skala nyeri 0-10, 0
tidak nyeri dan 10 nyeri palig tinggi. Pengakajian nyeri secara mendalam menggunakan
pendekatan PQRST, meliputi prepitasi dan penyembuh, kualitas dan kuatitas, intensitas,
durasi, lokasi, radiasi/penyebaran,onset.(Wantiyah,2010: hal 18)
3. Riwayat kesehatan lalu
Dalam hal ini yang perlu dikaji atau di tanyakan pada klien antara lain apakah klien
pernah menderita hipertensi atau diabetes millitus, infark miokard atau penyakit jantung
koroner itu sendiri sebelumnya. Serta ditanyakan apakah pernah MRS sebelumnya.
(Wantiyah,2010: hal 17)
4. Riwayat kesehatan sekarang
Dalam mengkaji hal ini menggunakan analisa systom PQRST. Untuk membantu klien
dalam mengutamakan masalah keluannya secara lengkap. Pada klien PJK umumnya
mengalami nyeri dada. (Wantiyah,2010: hal 18)
5. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji pada keluarga, apakah didalam keluarga ada yang menderita penyakit jantung
koroner.
6. Riwayat psikososial
Pada klien PJK biasanya yang muncul pada klien dengan penyakit jantung koroner adalah
menyangkal, takut, cemas, dan marah, ketergantungan, depresi dan penerimaan realistis.
(Wantiyah,2010: hal 18)
7. Pola aktivitas dan latihan
Hal ini perlu dilakukan pengkajian pada pasien dengan penyakit jantung koroner untuk
menilai kemampuan dan toleransi pasien dalam melakukan aktivitas. Pasien penyakit
jantung koroner mengalami penurunan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-
hari.(Panthee & Kritpracha, 2011:hal 15)
8. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Keadaan umum klien mulai pada saat pertama kali bertemu dengan klien dilanjutkan
mengukur tanda-tand vital. Kesadaran klien juga diamati apakah kompos mentis, apatis,
samnolen, delirium, semi koma atau koma. Keadaan sakit juga diamati apakah sedang,
berat, ringan atau tampak tidak sakit.
b. Tanda-tanda vital
Kesadaran compos mentis, penampilan tampak obesitas, tekanan darah 180/110 mmHg,
frekuensi nadi 88x/menit, frekuensi nafas 20 kali/menit, suhu 36,2 C.
(Gordon, 2015: hal 22)
c. Pemeriksaan fisik persistem
1) Sistem persyarafan, meliputi kesadaran, ukuran pupil, pergerakan seluruh ekstermitas
dan kemampuan menanggapi respon verbal maupun non verbal. (Aziza, 2010: hal 13)
2) Sistem penglihatan, pada klien PJK mata mengalami pandangan kabur.(Gordon, 2015:
hal 22)
3) Sistem pendengaran, pada klien PJK pada sistem pendengaran telinga , tidak
mengalami gangguan. (Gordon, 2015:hal 22)
4) Sistem abdomen, bersih, datar dan tidak ada pembesaran hati. (Gordon, 2015:hal 22)
Sistem respirasi, pengkajian dilakukan untuk mengetahui secara dinit tanda dan gejala
tidak adekuatnya ventilasi dan oksigenasi. Pengkajian meliputi persentase fraksi oksigen,
volume tidal, frekuensi pernapasan dan modus yang digunakan untuk bernapas. Pastikan
posisi ETT tepat pada tempatnya, pemeriksaan analisa gas darah dan elektrolit untuk
mendeteksi hipoksemia. (Aziza, 2010: hal 13)
5) Sistem respirasi, pengkajian dilakukan untuk mengetahui secara dinit tanda dan gejala
tidak adekuatnya ventilasi dan oksigenasi. Pengkajian meliputi persentase fraksi oksigen,
volume tidal, frekuensi pernapasan dan modus yang digunakan untuk bernapas. Pastikan
posisi ETT tepat pada tempatnya, pemeriksaan analisa gas darah dan elektrolit untuk
mendeteksi hipoksemia. (Aziza, 2010: hal 13)
6) Sistem kardiovaskuler, pengkajian dengan tekhnik inspeksi, auskultrasi, palpasi, dan
perkusi perawat melakukan pengukuran tekanan darah; suhu; denyut jantung dan
iramanya; pulsasi prifer; dan tempratur kulit. Auskultrasi bunyi jantung dapat
menghasilkan bunyi gallop S3 sebagai indikasi gagal jantung atau adanya bunyi gallop S4
tanda hipertensi sebagai komplikasi. Peningkatan irama napas merupakan salah satu tanda
cemas atau takut (Wantiyah,2010: hal 18)
7) Sistem gastrointestinal, pengkajian pada gastrointestinal meliputi auskultrasi bising
usus, palpasi abdomen (nyeri, distensi). (Aziza,2010: hal 13)
8) Sistem muskuluskeletal, pada klien PJK adanya kelemahan dan kelelahan otot
sehinggah timbul ketidak mampuan melakukan aktifitas yang diharapkan atau aktifitas
yang biasanya dilakukan. (Aziza,2010: hal 13)
9) Sistem endokrin, biasanya terdapat peningkatan kadar gula darah. (Aziza,2010: hal 13)
10) Sistem Integumen, pada klien PJK akral terasa hangat, turgor baik. (Gordon, 2015:hal
22)
11) Sistem perkemihan, kaji ada tidaknya pembengkakan dan nyeri pada daerah pinggang,
observasi dan palpasi pada daerah abdomen bawah untuk mengetahui adanya retensi urine
dan kaji tentang jenis cairan yang keluar . (Aziza,2010: hal 13)
9. Pemeriksaan penunjang
Untuk mendiagnosa PJK secara lebih tepat maka dilakukan pemeriksaan penunjang
diantaranya:
a. EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis, rekaman yang dilakukan saat
sedang nyeri dada sangat bermanfaat. Gambaran diagnosis dari EKG adalah :
1. Depresi segmen ST > 0,05 mV
Sumber: Debarus.wordpress.com (2013)
2. Inversi gelombang T, ditandai dengan > 0,2 mV inversi gelombang T yang
simetris di sandapan prekordial.
Perubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB) dan aritmia jantung,
terutama Sustained VT. Serial EKG harus dibuat jika ditemukan adanya perubahan
segmen ST, namun EKG yang normal pun tidak menyingkirkan diagnosis
APTS/NSTEMI. Pemeriksaaan EKG 12 sadapan pada pasien SKA dapat mengambarkan
kelainan yang terjadi dan ini dilakukan secara serial untuk evaluasi lebih lanjut dengan
berbagai ciri dan katagori:
1. Angina pektoris tidak stabil; depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang
T, kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu nyeri, tidak dijumpai gelombang Q
Chest X-Ray (foto dada) Thorax foto mungkin normal atau adanya kardiomegali, CHF
(gagal jantung kongestif) atau aneurisma ventrikiler (Kulick, 2014: hal 42).
c. Latihan tes stres jantung (treadmill)
Treadmill merupakan pemeriksaan penunjang yang standar dan banyak digunakan untuk
mendiagnosa PJK, ketika melakukan treadmill detak jantung, irama jantung, dan tekanan
darah terus-menerus dipantau, jika arteri koroner mengalami penyumbatan pada saat
melakukan latihan maka ditemukan segmen depresi ST pada hasil rekaman (Kulick, 2014:
hal 42).
d. Ekokardiogram
Ekokardiogram menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambar jantung,
selama ekokardiogram dapat ditentukan apakah semua bagian dari dinding jantung
berkontribusi normal dalam aktivitas memompa. Bagian yang bergerak lemah mungkin
telah rusak selama serangan jantung atau menerima terlalu sedikit oksigen, ini mungkin
menunjukkan penyakit arteri koroner (Mayo Clinik, 2012 hal 43).
e. Kateterisasi jantung atau angiografi adalah suatu tindakan invasif minimal dengan
memasukkan kateter (selang/pipa plastik) melalui pembuluh darah ke pembuluh darah
koroner yang memperdarahi jantung, prosedur ini disebut kateterisasi jantung.
Penyuntikkan cairan khusus ke dalam arteri atau intravena ini dikenal sebagai angiogram,
tujuan dari tindakan kateterisasi ini adalah untuk mendiagnosa dan sekaligus sebagai
tindakan terapi bila ditemukan adanya suatu kelainan (Mayo Clinik, 2012: hal 43).
f. CT scan (Computerized tomography Coronary angiogram)
Computerized tomography Coronary angiogram/CT Angiografi Koroner adalah
pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk membantu memvisualisasikan arteri
koroner dan suatu zat pewarna kontras disuntikkan melalui intravena selama CT scan,
sehingga dapat menghasilkan gambar arteri jantung, ini juga disebut sebagai ultrafast CT
scan yang berguna untuk mendeteksi kalsium dalam deposito lemak yang mempersempit
arteri koroner. Jika sejumlah besar kalsium ditemukan, maka memungkinkan terjadinya
PJK (Mayo Clinik, 2012: hal 43).
g. Magnetic resonance angiography (MRA)
Prosedur ini menggunakan teknologi MRI, sering dikombinasikan dengan penyuntikan zat
pewarna kontras, yang berguna untuk mendiagnosa adanya penyempitan atau
penyumbatan, meskipun pemeriksaan ini tidak sejelas pemeriksaan kateterisasi jantung
(Mayo Clinik, 2012: hal 44).
10. Penatalaksaan
Penatalaksanaan Menurut, Hermawatirisa,2014: hal 12
a. Hindari makanan kandungan kolesterol yang tinggi
Kolesterol jahat LDL di kenal sebgai penyebab utana terjadinya proses aterosklerosis,
yaitu proses pengerasan dinding pembuluh darah, terutama di jantung, otak, ginjal, dan
mata.
b. Konsumsi makanan yang berserat tinggi
c. Hindari mengonsumsi alcohol.
d. Merubah gaya hidup, memberhentikan kebiasaan merokok
e. Olahraga dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan memperbaiki kolateral
koroner sehingga PJK dapat dikurangi, olahraga bermanfaat karena
f. Memperbaiki fungsi paru dan pemberian O2 ke miokard
g. Menurunkan berat badan sehingga lemak lemak tubuh yang berlebih berkurang
bersama-sama dengan menurunnya LDL kolesterol
h. Menurunkan tekanan darah
i. Meningkatkan kesegaran jasmani
2.1.9.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut
Definisi: pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat adanya
kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau digambarkan dengan istilah seperti
(internasional asosiation for the study of pain) ; awitan yang tiba-tiba atau perlahan
dengan intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau dapat
diramalkan dan durasinya kurang dari 6 bulan.
Batasan karakteristik :
a. Mengungkapakan secara verbal atau melaporkan (nyeri) dengan isyarat
b. Posisi untuk menghindari nyeri
c. perubahan tonus otot
d. perubahan tekanan darah, pernafasan, atau nadi, dilatasi pupil
e. perubahan selera makan
f. perilaku distrasi
g. perilaku ekspresif
h. Perilaku menjaga atau sikap melindungi
i. fokus menyempit
j. bukti nyeri yang dapat diamati
k. berfokus pada diri sendiri
l. gangguan tidur
2. Penurunan curah jantung
Definisi: ketidakadekuatan pompa darah oleh jantung untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh.
Batasan karakteristik :
a. Gangguan Frekuensi dan Irama Jantung
b. Gangguan Preload
c. Gangguan Afterload
d. Gangguan kontraktilitas
e. Perilaku/Emosi
Faktor yang berhubungan :
a. Gangguan frekuensi atau irama jantung
b. Gangguan volume sekuncup
c. Gangguan preload
d. Gangguan aferload
e. Gangguan kontraktifitas
3. Intoleransi aktivitas
Definisi: ketidak cukupan energi fisiologis atau psikologisuntuk melanjutkan atau
menyelesaikan aktivitas sehari-hari yang ingin atau harus dilakukan.
Batasan karakteristik :
a. Ketidak nyamanan atau dispnea saat beraktivitas melaporkan keletihan atau
kelemahan secara verbal.
b. Frekuensi jantung atau tekanan darah tidak normal sebagai respon terhadap aktivitas
c. Perubahan EKG yang menunjukkan artitmia atau iskemia
Faktor yang berhubungan :
a. Tirah dan baring dan imobilitas.
b. Kelemahan umum
c. Ketidak seimbangan anatara suplai dan kebetuhan okisgen
d. Gaya hidup yang kurang gerak
2.9.1.3 Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut
Tujuan:
a. Memperlihatkan pengendalian nyeri,yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut (1
sampai dengan 5; tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu:
1) Mengenali awitan nyeri
2) Menggunakan tindakan pencegahan
3) Melaporkan nyeri dapat dilakukan
b. Menunjukkan tingkat nyeri, yang dibuktikan oleh indikator sebagai indikator berikut
(sebutkan 1-5; sangat berat, berat, sedang, ringan, atau tidak ada):
1) Ekpresi nyeri pada wajah
2) Gelisah atau ketegangan otot
3) Durasi episode nyeri
4) Merintih dan menangis
5) Gelisah
Kriteria Hasil NOC :
a. Tingkat Kenyamanan: tingkat persepsi positif terhadap kemudahan fisik dan
psikologis
b. Pengendalian nyeri: tindakan individu untuk mengendalikan nyeri
c. Tingkat nyeri keparahan yang dapat di amati atau dilaporkan
Intervensi NIC :
a. Pemberian Analgesik
b. Manajemen medikasi
c. Manajemen nyeri
d. Bantuan analgesia yang dikendalikan oleh pasien
e. Manajemen sedasi
Aktivitas Keperawatan
a. Pengkajian
1) Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk mengumpulkan
informasi pengkajian
2) Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada skala 0 sampai 10
(tidak ada nyeri atau ketidaknyamanan, 10=nyeri hebat)
3) Gunakan bagan alir nyeri untuk memantau peredaan nyeri oleh analgesik dan
kemungkinan efek sampingnya
4) Kaji dampak agama, budaya, kepercyaan, dan lingkungan terhadap nyeri dan repons
pasien
5) Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata kata sesuai usia dan tingkat
perkembanagan pasien
6) Manajemen nyeri NIC :
(a) Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, awitan
dan durasi, frekuensi dan kualitas dan intensitas atau keparahan nyeri, dan faktor
presipitasinya
(b) Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya pada mereka yag tidak
mampu berkomunikasi efektif
b. Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1) Sertakan dalam intruksi pemulangan pasien obat khusus yang harus di minum,
frekuensi pemberian, kemungkinan efeksamping, kemungkinan interaksi obat,
kewaspadaan khusus saat mengkonsumsi oabat tersebut (misalnya, pembatasan aktivitas
fisik, pembatasan diet), dan nama orang yang harus dihubungi bila mengalami nyeri
membandel.
2) Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika peredaan nyeri
tidak dapat dicapai
3) Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri dan
tawarkan strategi koping yang disarankan
4) Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesik narkotik atau opiod (misalnya, risiko
ketergantungan atau overdosis
5) Manajemen nyeri (NIC): berikan informasi tenteng nyeri , seperti penyebab nyeri,
berapa lama akan berlangsung, dan antisispasi ketidaknyamanan akibat prosedur
6) Majemen nyeri (NIC): Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis (misalnyaa,
umpan balik biologis, transcutaneus elektrical nerve stimulation (tens) hipnosis
relaksasi, imajinasi terbimbing, terapai musik, distraksi, terapai bermain, terapi aktivitas,
akupresur, kompres hangat atau dingin, dan masase sebelum atau setelah, dan jika
memungkinkan selama aktivitas yang menimbulkan nyeri ; sebelum nyeri terjadi atau
meningkat; dan berama penggunaan tindakan peredaran nyeri yang lain.
c. Aktivitas kolaboratif
1) Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiat yang terjadwal (misalnya,
setiap 4 jam selama 36 jam) atau PCA
2) Manajement nyeri NIC :
(a) Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih berat
(b) Laporkan kepada dokter jika tindakan berhasil
(c) Laporkan kepada dokter jika tindakn tidak berhasil atau jika keluhan saat ini
merupakan perubahan yang bermakna dari pengalaman nyeri pasien di maa lalu.
d. Aktivitas lain
1) Sesuaikan frekuensi dosis sesuai indikasi melalui pengkajian nyeri dan efek samping
2) Bantu pasien mengidentifikasi tindakan kenyaman yang efektif di masa lalu seperti
,distraksi,relaksasi ,atau kompers hangat dingin
3) Hadir di dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman
2. Penurunan curah jantung
Tujuan: penurunan curah jantung tidak sensitif terhadap isu keperawatan. Oleh sebab itu,
perawat sebaiknya tidak bertindak secara mandiri untuk melakukannya; upaya
kolaboratif perlu dan penting dilakukan.
Kriteria Hasil NOC
a. Manajemen syok: Volume
b. Pemantauan Tanda Vital Tingkat keparahan kehilangan darah : tingkat keparahan
pendarahan/hemoragi internal atau eksternal
c. Efektivitas Pompa Jantung : keadekuatan, volume darah yang diejeksikan dari
ventrikel kiri untuk mendukung tekanan perfusi sistemik
d. Status sirkulasi : tingkat pengaliran darah yang tidak terhambat, satu arah, dan
pada tekanan yang sesuai melalui pembuluh darah besar aliran sistemik dan
pulmonal.
e. Perfuisi jaringan : organ abdomen : keadekuatan aliran darah melewati pembuluh
darah kecil visera abdomen untuk mempertahankan fungsi organ.
f. Perfusi jaringan: jantung: keadekuatan aliran darah yang melewati vaskulatur
koroner untuk mempertahankan fungsi organ jantung
g. Perfusi jaringan: serebral : keadekuatan aliran darah yang melewati vaskulatur
serebral untuk mempertahankan fungsi otak
h. Perfusi jaringan: Perifer: keadekutan aliran darah yang melalui pembuluh darah
kecil ekstremitas untuk mempertahankan fungsi jaringan
i. Perfusi jaringan: pulmonal: keadekutan aliran darah yang melewati vaskulatur
pulmonal untuk memerfusi unit alveoli/kapiler
j. Status tanda vital: tingkat suhu, nadi, pernapasan, dan tekanan darah dalam
rentang normal.
Intervensi NIC :
a. Reduksi perdarahan
b. Perawatan jantung
c. Perawatan jantung, Akut
d. Promosi Perfusi Serebral
e. Perawatan Sirkulasi: insufisiensi arteri
f. Perawatan Sirkulasi : Alat Bantu Mekanis
g. Perawatan Sirkulasi: Insufisiensi Vena
h. Perawatan Embolus: Perifer
i. Perawatan Embolus: Paru
j. Regulasi Hemodinamik
k. Pengendalian Hemoragi
l. Terapi Intravena (IV)
m. Pemantauan Neurologis
n. Manajemen syok: Jantung
Aktivitas Keperawatan
Pada umumnya, tindakan keperawatan untuk diagnosis ini berfokus pada pemantauan
tanda-tanda vital dan gejala penurunan curah jantung, pengkajian penyebab yang
mendasari (mis, hipovolemia, disritmia), pelaksanaan protokol atau program dokter
untuk mengatasi penurunan curah jantung, dan pelaksanaan tindakan dukungan, seperti
perubahan posisi dan hidrasi.
a. Pengkajian
1) Kaji dan dokumentasikan tekanan darah, adanya sianosis, status pernapasan, dan
status mental
2) Pantau tanda kelebihan cairan (misalnya, edema dependen, kenaikan berat badan)
3) Kaji toleransi aktivitas pasien dengan memerhatikan adanya awitan napas pendek,
nyeri, palpitasi, atau limbung
4) Evaluasi respons pasien terhadap terapi oksigen
5) Kaji keruskan kognitif
6) Regulasi hemodinamik (NIC)
(a) Pantau fungsi pacemaker, jika perlu
(b) Pantau denyut perifer, pengisian ulang kapiler, dan suhu serta warna ekstremitas
(c) Pantau asupan dan haluaran, haluaran urine, dan berat badan pasien, jika perlu
(d) Pantau resistensi vaskular sistemik dan paru, jika perlu
(e) Auskultasi suara paru terhadap bunyi crackle atau suara napas tambahan lainnya
(f) Pantau dan dokumentasikan frekuensi jantung, irama, dan nadi
b. Penyuluhan untuk Pasien/Keluarga
1) Jelaskan tujuan pemberian oksigen perkanula nasal atau sungkup
2) Instruksikan mengenai pemeliharaan keakuratan asupan dan haluaran
3) Ajarkan pengguanaan, dosis, frekuensi, dan efek samping obat
4) Jarkan untuk melaporkan dan menggambarkan awitan palpitasi dan nyeri, durasi,
faktor pencetus, daerah, kualitas, dan intensitas
5) Instruksikan pasien dan keluarga dalam perencanaan untuk perawatan di rumah,
meliputi pembatasan aktivitas, pembatasan diet, dan penggunaan alat terapeutik
6) Berikan informasi tentang teknik penurunan stres, seperti biofeedback, relaksasi otot
progesif, meditasi dan latihan fisik
7) Ajarkan kebutuhan untuk menimbang berat badan setiap hari.
c. Aktifitas Kolaboratif
1) Konsultasikan dengan dokter menyangkut parameter pemberian atau penghentian
obat tekanan darah
2) Berikan dan titrasikan obat antiaritmia, inotropik, nitrogliserin, dan vasodilator
untuk mempertahankan kontraktilitas, preload, dan afterload sesuai dengan program
medis atau protokol
3) Berikan antikoagulan untuk mencegah pembentukan trombus perifer, sesuai dengan
program atau protokol
4) Tingkatkan penurunan afterload (misalnya, dengan pompa balon inta-aorta) sesuai
dengan program medis atau protokol
5) Lakukan perujukan ke perawat praktisi lanjutan untuk tindak-lanjut, jika diperlukan
6) Pertimbangkan perujukan ke petugas sosial, manajer kasus atau layanan kesehatan
komunitas dan layanan kesehatan di rumah
7) Lakukan perujukan ke petugas sosisal untuk mengevaluasi kemampuan membayar
obat yang diresepkan
8) Lakukan perujukan ke pusat rehabilitasi jantung jika diperlukan
d. Aktifitas Lain
1) Ubah posisi pasien ke posisi datar atau Trendelenburg ketika tekanan darah pasien
berada pada rentang lebih rendah dibandingkan dengan yang biasanya
2) Untuk hipotensi yang tiba-tiba, berat atau lama, pasang akses intravena untuk
pemberian cairan intravena atau obat untuk meningkatkan tekanan darah
3) Hubungkan efek nilai laboratorium, oksigen, obat, aktivitas, ansietas, dan/atau nyeri
pada disritmia
4) Jangan mengukur suhu dari rektum
5) Ubah posisi pasien setiap dua jam atau pertahankan aktivitas lain yang sesuai atau
dibutuhkan untuk menurunkan stasis sirkulasi perifer
6) Regulasi Hemodinamik (NIC) :
(a) Minimalkan atau hilangkan stresor lingkungan
(b) Pasang kateter urine, jika diperlukan
3. Intoleransi aktivitas
Definisi: ketidak cukupan energi fisiologis atau psikologisuntuk melanjutkan atau
menyelesaikan aktivitas sehari-hari yang ingin atau harus dilakukan.
Tujuan:
a. Menoleransi aktivitas yang biasa dilakukan, yang dibuktikan oleh toleransi aktivitas,
ketahanan, penghematan energy, kebugaran fisik, energi psikomotorik, dan perawatan
diri: aktivitas kehidpan sehari hari (AKSI)
b. Menujukkan aktivitas toleransi, yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut
seberat, disebutkan 1-5 gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak mengalami
gangguan :
1) saturasi oksigen saat aktivitas
2) frekuensi pernapsan saat beraktivitas
3) kemampuan untuk berbicara saat beraktivitas fisik
c. Mendemonstrasikan penghematan energi, yang dibuktikan oleh indikator sebagai
berikut (sebutkan 1-15:tidak pernah, jarang, kadang kadang, sering atau selalu
ditampilkan) :
1) Meyadari keterbasan energi
2) Menyeimbangkan aktivtas dan istirahat
3) Mengatur jadwal aktivitas untuk menghemat energy
Kriteria Hasil NOC :
a. Tolereransi aktivitas:respons fisiologis terhadap geraka yang memakan energi dalam
aktivitas sehari-hari.
b. Ketahanan: kapasitas unutuk menyelesaikan aktivitas
c. Peng hemat energi: tindakan individu untuk mengola energi untuk memulai dan
menyelesaikan aktiviatas.
d. Kebugaran fisik: pelaksanaan aktivitas fisik yang penuh fitalitas
e. Energi psikomotorik: dorongan dan energi idividu untuk mempertahankan aktivitas
hidup sehari-hari, nutrisi dan keamanan personal
f. Perwatan diri: ativitas kehidupa sehari-hari (aksi): kemampuan untuk melalukan
tugasa-tugas fisik yang paling dasar dan aktivitas perwatan pribadi secara mandiri
denga atau tanpa alat bantu.
g. Perawatan diri aktivitas kehidupan sehari hari instrumental(AKSI) :kemmpuan untuk
melakukuan aktvitas yang dibutuhkan dalam fungsi dirumah atau komunitas secara
amandiri dengan atau tampa alat bantu.
Intervensi NIC :
a. Terapi aktivitas:memberi anjuran tentang dan aktivitas fisik, kognitif, sosial, dan
spritual, yang spesifik untuk meningkatkan tentang, frekuensi, atau durasi aktivitas
individu (atau kelompok)
b. Menejemen energi: mengsur engunan energi untuk mengatasi atau mencegah
kelelahan dan mengoptimalkan fungsi
c. Menejemen lingkungan: memanipulasi lingkungan sekitr pasien untuk memperoleh
manfaat terapeotik, sekimulasi sensorik, dan pesejahteraan psikilogis
d. Terapi latian fisik: mobilitas sendi : menggunakan geakan tubuh aktif atau pasief
umtuk memerthankan atau memperbaiki fleksi bilitas sendi.
e. Terapai latian fisik: pengendalian otot: mengunakan aktivitas atau protokol latihan
yang spesifik untuk meningkatkan atau memulihkan gerakan tubuh yang terkontrol
f. Promosi latian fisik: latian kekuatan: mefasilitasi latian otot resistif secara rutin
untuk mempertahankan dan meningkatkan kekuatan otot
g. Bantuan pemeliharaan rumah: membantu apsien dan kluarga untuk menjaga rumah
sebagai tempat tinggal yang besih,aman dan, menyenangkan
h. Menejemen alam perasaan: memberi rasa keamanan, stabilitasi pemulihan, dan
pemeliharaan pasien yang mengalami disfunsi alam perasaan baik depresi namun
peningkatan alam perasaan
i. Bantuan perawatan diri: membantu individu untuk melakukan AKS
j. Bantuan perawtan diri aksi: membantu dan mengarahkan individu untuk melakukan
aktivitas kehidupan sehari hari instrumental (AKSI) yang diperlukan untuk berfungsi
dirumah atu dikomunitas
Aktivitas keperawatan
a. Pengkajian.
1) Kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur,
berdiri,ambulasi,dan melakukan aks dan aksi
2) Kaji respon emosi,sosial,dan spiritual terhadap aktivitas
3) Evaluasi motifasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktifitas
4) Menejemen energi (NIC)
(a) Tentukan penyebeb keletihan (misalnya,perawat,nyeri,dan pegobatan).
(b) Pantau respon kardioresparitori terhadap aktivitas (misalnya, takikardia,disritmia
lain lain,dispnea,diaforesis,pucat,tekanan hemodinamik,dan frekuensi pernapasan).
(c) Pantau respon oksigen pasien (misalnya,denyut nadi,irama jantung, dan frekuensi
pernapasan) terhadap aktivitas perawatan diri atau aktivitas keperawatan.
(d) Pantau asupan nutrisi untuk memastikan sumber-sumber energi yag adekuat.
(e) Pantau dan dokumentasikan pola tidur pasien dan lamanya waktu tidur dalam jam.
2. Foto thorax
Menyatakan ukuran jantung dan posisi vaskularisasi pulmonal dan perubahan idikatif
komplikasi(contoh atelaktasis), berbagai kondisi katub buatan dan kawat sternal, posisi
lead pac, garing intravaskuler/ jantung
3. EKG
Mengidentifikasi perubahan pada fungsi elektrik/ fungsi mekanik seperti yang dapat
terjadi pada fase segera pasca operasi. IM akut/ perioperasi, disfungsi katub, dan/atau
perikarditis.
4. Angiografi jantung
Tekanan serambi abnormal dan tekanan gradian melewati katub ada pada penyakit
katub. Penemuan penyakit arteri koroner, gangguan perfusi koroner dan kemungkinan
dinding abnormal.
5. Pemeriksaan nuklir
Gambaran jantung menunjukan penyakit arteri koroner serambi jantung dan
kemampuan fungsi pra bedah/ pasca bedah
2.2.8 PENATALAKSANAAN
a. Persiapan sebelum pelaksanaan CABG.
1) Persiapan pasien:
a) Informed concern
b) Obat-obatan pra operasi: aspirin, nitrogliserin, nifedipin, diltiazem
c) Pemeriksaan laborat lengkap terutama Hb, Hematokrit, jumlah lekosit, kadar
elektrolit, faal hemotasis, foto torak,ECG terbaru serta tes fungsi paru-paru (vital
capacity)
d) Persiapan darah 6-10 bag sesuai golongan darah pasien
e) Puasa malam 10-12 jam
f) Cukur area pembendahan
g) Lepaskan perhiasan, kontak lensa, mata palsu, gigi palsu (identifikasi, dan simpan
yang aman atau berikan keluraganya.
h) Cek benda-benda asing dalam mulut.
2) Persiapan alat dan bahan penunjang operasi
a) Bahan habis pakai (spuit, masker, jarum, benang dll)
b) Alat penunjang kamar operasi
c) Linen set : 3 set
d) Instrument dasar : 1 set dasar bedah jantung dewasa
e) Instrumen tambahan : 1 set tambahan bedah jantung
f) Intrumen AV graft : 1 set
g) Instrument mikrocoroner : 1 set
h) Instrument kateter : 1 set
b. Pelaksanaan CABG
1) Pemasangan CVP pada vena jugularis dekstra atau vena subklavia dekstra, arteri line
dan saturasi oksigen
2) Pasien dipindah dari ruang premedikasi ke kamar operasi
3) Pasang kateter dan kabel monitor suhu, diselipkan dibawah femur kiri pasien dan
diplester
4) Pasang plate diatermi di daerah pantat /pangkal femur bawah
5) Posisi pasien terlentang, kedua tangan disamping kiri dan kanan badan dan diikat
dengan duek kecil, dibawah punggung tepat di scapula diganjal guling kecil.
6) Bagian lutut kaki diganjal guling, untuk memudahkan pengambilan graft vena
7) Menyuntikkan agen induksi untuk membuat pasien tidak sadar
8) Petugas anestesi memasang ETT memulai ventilasi mekanik.
9) Melakukan desinfeksi dengan betadin 10 % mulai dari batas dagu dibawah bibir
kesamping leher melewati mid aksila samping kanan kiri, kedua kaki sampai batas
malleolus ke pangkal paha (kedua kaki diangkat) kemudian daerah pubis dan
kemaluan didesinfeksi terakhir selnjutnya didesinfeksi dengan larutan hibitan 1%
seperti urutan tersebut diatas dan dikeringkan dengan kasa steril.
10) Dada dibuka melalui jalur median sternotomi dan operator mulai memeriksa jantung
11) Pembuluh darah yang sering digunakan untuk bypass grafting ini antara lain; arteri
thoracic internal, arteri radial, dan vena saphena. Saat dilakukan pemotongan arteri
tersebut, klien diberi heparin untuk mencegah pembekuan darah.
12) Pada operasi “off pump”, operator menggunakan alat untuk menstabilkan jantung.
13) Pada operasi “on Pump”, maka ahli bedah membuat kanul ke dalam jantung dan
menginstruksikan kepada petugas perfusionist untuk memulai cardiopulmonary
bypass (CPB). Setelah CPB terpasang, operator ditempat klem lintas aorta (aortic
cross clamp) diseluruh aorta dan mengintruksikan perfusionist untuk memasukkan
cardioplegia untuk menghentikan jantung.
14) Ujung setiap pembuluh darah grefting dijahit pada arteri koronaria diluar daerah yang
diblok dan ujung alin dihubungkan pada aorta.
15) Jantung dihidupkan kembali; atau pada operasi “off pump” alat stabilisator
dipisahkan. Pada beberapa kasus, aorta didukung sebagian oleh klem C-Shaped,
jantung dihidupkan kembali dan penjahitan jaringan grafting ke aorta dilakukan
sembari jantung berdenyut.
16) Protamin diberikan untuk memberikan efek heparin
17) Sternum dijahit bersamaan dan insisi dijahit kembali.
18) Pasien akan dipindahkan ke unit perawatan intensif (ICU) untuk penyembuhan.
Setelah keadaan sadar dan stabil di ICU (sekitar 1 hari), pasien bisa dipindah ke ruang
rawat samapi pasien siap untuk pulang.
2.2.9 Konsep Asuhan Keperawatan Klien CABG
2.2.9.1 PENGKAJIAN
Pengkajian yang dilakukan yaitu:
- Wawancara pasien/keluarga dan lai-lain yang berkepentingan
- Meyakinkan bahwa pasien dan keluarga tahu akan kebutuhan pembedahan.
- Pekerjaan, jenis kelamin, dan beban tanggung jawabnya
- Riwayat perawatan
- Riwayat pengobatan lalu/alergi
- Pengkajian psikososial
- Riwayat penyakit lain sebelumnya
PEMERIKSAAN FISIK
1. B1 (breathing)
Napas cepat dan pendek, Ketidakmampuan untuk batuk dan napas dalam, Penurunan
pengembangan rongga dada, Sesak napas (normal karena torakotomi), Tanpa suara
napas (atelektasis), Perubahan pada ABGs / pulse axymetri.
2. B2 (blood)
Tekanan darah yang tidak stabil, irama jantung teratur, Disritmia / perubahan EKG,
Bunyi jantung abnormal : S3 / S4 murmur, Sianosis pada membran mukosa/kulit,
Dingin dan kulit lembab, Edema / JVD, Penurunan denyut nadi perifer, Hipotensi
postural
3. B3 (brain)
Sering pusing, Vertigo dan Kecemasan .
4. B4 (bladder)
Frekuensi miksi meningkat
5. B5 (bowel)
Menurunnya BB, bising usus menurun, edema (umum, lokal)
6. B6 (bone)
Kulit kering, turgor kulit menurun
2.2.9.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko penurunan curah jantung
2. Nyeri akut
3. Perubahan penampilan peran
4. Resiko gangguan pertukaran gas
5. Risiko pola pernapasan tidak efektif
6. Gangguan integritas kulit
7. Kekurangan pengetahuan mengenai kondisi, rencana pengobatan, perawatan diri, dan
debit kebutuhan
2.2.9.3 INTERVENSI
1. Risiko penurunan curah jantung
Faktor Resiko meliputi :
- Penurunan kontraktilitas miokard terhadap faktor sementara (contoh bedah dinding
ventrikuler, adanya IM, respons terhadap interaksi obat).
- Penurunan preload (hipovolemia)
- Gangguan pada konduksi elektrikal (disritmia)
Kemungkinan dibuktikan oleh : tidak dapat diterapkan adanya tanda- tanda dan gejala-
gejala membuat diagnosa aktual.
Hasil yang di harapkan:
- Menunjukkan penurunan episode angina dan disritmia.
- Menunjukkan peningkatan toleransi aktivitas.
- Berpartisipasi dalam aktivitas yang memaksimalkan/ meningkatkan fungsi jantung.
Intervensi:
Mandiri
1. Pantau kecenderungan frekuensi jantung dan TD. Khususnya mencatat hipotensi.
Waspada terhadap batas sistolik/diastolik khusus pada pasien
R/ takikardi adalah respon umum untuk ketidaknyamanan dan cemas.
Ketidakadekuatan penggantian darah/ cairan dan stress pembedahan. Takikardi terus
menerus meningkatkan kerja jantung dan dapat menurunkan curah jantung. Hipotensi
dapat terjadi akibat kekurangan cairan, disritmia, gagal jantung/syok.
2. Pantau disritmia jantung. Observasi respons pasien terhadap disritmia, contoh
penurunan TD.
R/ disritmia dapat terjadi sehubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit. Iskemia
miokardia atau gangguan pada konduksi elektrikal jantung.
3. Observasi perubahan status mental/ orientasi/ gerakan atau refleks tubuh, contoh
timbulnya bingung, disorientasi, gelisah, penurunan respons terhadap rangsang,
pingsan.
R/ dapat mengindikasikan penurunan aliran darah atau oksigenisasi serebral akibat
penurunan curah jantung.
4. Catat suhu kulit/ warna, dan kualitas / kesamaan nadi perifer.
R/ kulit hangat, merah muda, dan nadi kuat adalah indikator umum curah jantung
adekuat.
5. Ukur/catat pemasukan, pengeluaran, dan keseimbangan cairan.
R/ untuk menentukan kebutuhan cairan atau mengidentifikasi kelebihan cairan yang
dapat mempengaruhi curah jantung.
6. Jadwal istirahat/ periode tidur tanpa gangguan. Bantu aktivitas perawatan diri.
R/ mencegah kelemahan/ kelelahan dan stress kardiovaskuler berlebihan.
7. Pantau program aktivitas. Catat respons pasien, tanda vital sebelum/ selama/ setelah
aktivitas, terjadinya disritmia.
R/ latihan teratur merangsang sirkulasi / tonus kardiovaskuler dan meningkatkan rasa
sehat. Kemajuan aktivitas tergantung pada toleransi jantung.
8. Evaluasi adanya derajat cemas/emosi. Dorong penggunaan teknik relaksasi contoh
napas dalam, aktivitas senggang.
R/ reaksi emosi berlebihan dapat mempengaruhi tanda vital dan tahanan vaskuler
sistemik, juga mempengaruhi fungsi jantung.
9. Lihat adanya DVJ, edema perifer, kongesti paru, napas pendek, berkeringat,
perubahan EKG.
R/ meskipun tidak umum komplikasi CABG, perioperasi atau pasca operasi dapat
terjadi.
10. Laporkan adanya hipotensi (tidak responsif terhadap perubahan cairan, misalnya
takikardi, bunyi jantung tambahan, pingsan/ koma).
R/ terjadinya tamponade jantung dapat dengan cepat berlangsung menjadi henti
jantung mengisi secara adekuat untuk curah jantung yang efektif.
11. Kaji ulang seri EKG
R/ untuk mengikuti kemajuan normalisasi pola konduksi elektrikal/ fungsi ventrikel
setelah pembedahan atau mengidentifikasi komplikasi.
12. Berikan cairan IV/ transfusi darah sesuai indikasi
R/ cairan IV dipertahankan untuk penggantian cairan / obat jantung darurat.
Penggantian sel darah merah mungkin diindikasikan kadang kadang untuk
memperbaiki/ mempertahankan sirkulasi adekuat dan meningkatkan kapasitas
pembawa oksigen.
13. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
R/ meningkatkan oksigenasi maksimal, yang menurunkan kerja jantung, alat dalam
memperbaiki iskemia jantung dan disritmia.
14. Berikan elektrolit dan obat sesuai indikasi, contoh cairan elektrolit/ kalium,
antidisritmia, penyekat beta, digitalis, diuretik antikoagulan.
R/ elektrolit, obat antidisritmia, dan jantung lain diperlukan pada jangka pendek atau
jangka panjang untuk memaksimalkan kontraktilitas/ curah jantung.
15. Pertahankan kabel pacu yang ditempatkan melalui pembedahan (atrial/ventrikel) dan
melakukan pacu sesuai indikasi.
R/ diperlukan untuk mendukung curah jantung pada adanya gangguan konduksi
(disritmia berat) yang mempengaruhi fungsi jantung.
2. Nyeri akut (Ketidaknyamanan)
Dapat dihubungkan dengan :
- Sternotomi (insisi mediastinal)
- Iskemi Miokard ( IM, Angina)
- Inflamasi jaringan / pembentukan edema
- Trauma saraf intraoperasi
Kemungkinan dibuktikan oleh : Laporan nyeri / ketidaknyamanan insisi, parestesi,nyeri
pada tangan, lengan, bahu. Ansietas, gelisah, Mudah terangsang, Perilaku distraksi,
Peningkatan frekuensi jantung.
Hasil yang diharapkan:
- Menyatakan nyeri hilang / tak ada
- Menunjukkan postur tubuh rileks, kemampuan istirahat /tidur dengan cukup.
- Membedakan ketidaknyamanan bedah dari angina / nyeri jantung praoperasi.
Intervensi
Mandiri
1. Dorong pasien untuk melaporkan tipe, lokasi, dan intensitas nyeri, rentang skala 0-10,
tanyakan pasien bagaimana membandingkan dengan nyeri dada praoperasi.
R/ penting untuk pasien membedakan nyeri insisi dari tipe lain nyeri dada, contoh
angina.beberapa pasien CABG tidak mengalami ketidaknyamanan berat pada insisi
dada dan mengeluh lebih sering pada sisi donor. Nyeri berat pada area ini harus
diselidiki untuk kemungkinan komplikasi.
2. Observasi cemas, mudah terangsang, menangis, gelisah, gangguan tidur.
Pantau tanda vital.
R/ petunjuk nonverbal ini dapat mengindikasikan adanya derajat nyeri yang dialami.
3. Identifikasi / tingkatkan posisi nyaman menggunakan alat bantu bila perlu
R/ bantal/ gulungan selimut berguna untuk menyokong ekstremitas, mempertahankan
postur tubuh, dan penahan insisi untuk menurunkan tegangan otot/ meningkatkan
kenyamanan.
4. Berikan tindakan nyaman ( contoh pijatan punggung, perubahan posisi), bantu
aktivitas perawatan diri dan dorong aktivitas senggang sesuai indikasi.
R/ dapat meningkatkan relaksasi / perhatian tak langsung dan menurunkan frekuensi /
kebutuhan dosis analgesik.
5. Jadwalkan aktivitas perawatan untuk seimbang dengan peeriode tidur / istirahat
adekuat.
R/ untuk penyembuhan jantung dan daoat meningkatkan koping terhadap stress dan
ketidaknyamanan.
6. Identifikasi / dorong penggunaan perilaku seperti bimbingan imajinasi,distraksi,
visualisasi, napas dalam.
R/ teknik relaksasi pada penanganan stress, meningkatkan rasa sehat, dapat
menurunkan kebutuhan analgesik, dan meningkatkan penyembuhan.
7. Beritahu pasien bahwa wajar saja, meskipun lebih baik, untuk meminta analgesik
segera setelah ketidaknyamanan menjadi dilaporkan.
R/ adanya nyeri menyebabkan tegangan otot, yang mengganggu sirkulasi,
memperlambat proses penyembuhan, dan memperberat nyeri.
8. Beri obat pada saat prosedur / aktivitas sesuai indikasi
R/ kenyamanan/ kerjasama pasien pada pengobatan pernapasan, ambulasi, dan
prosedur dipermudah oleh pemberian analgesik.
9. Selidiki laporan nyeri pada area tak biasanya ( contoh betis kaki, abdomen) atau
keluhan tak jelas adanya ketidaknyamanan, khususnyabila disertai oleh perubahan
mental, tanda vital, dan kecepatan pernafasan.
R/ manifestasi dini terjadinya komplikasi, contoh tromboplebitis, infeksi, disfungsi
gastrointestinal.
10. Catat laporan nyeri dan kebas pada area ulnar ( keempat dan kelima) tangan sering
terjadi disertai nyeri / ketidak nyamanan pada tangan dan bahu. Beritahu pasien
bahwa masalah biasanya teratasi sesuai waktu.
R/ indikasi regangan cedera pleksus brakialis sebagai akibat posisi tangan selama
pembedahan.
3. Perubahan Penampilan Peran
Dapat dihubungkan dengan : Krisis situasi ( peran tergantung ) / proses penyembuhan,
Ragu – ragu akan masa depan
Kemungkinan dibuktikan oleh : Keterlambatan / gangguan kapasitas fisik untuk
melakukan peran. Perubahan peran biasanya atau tanggung jawab Perubahan persepsi
diri / orang lain terhadap peran
Hasil yang diharapkan :
- Menyatakan persepsi nyata dan penerimaan diri pada perubahan peran
- Bicara dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang telah terjadi
- Mengembangkan rencana nyata untuk adaptasi peneerimaan perubahan peran
Intervensi
1. Kaji peran pasien dalam hubungan keluarga. Identifikasi masalah tentang disfungsi
peran / gangguan, contoh penyembuhan, transisi sehat – sakit
R/ membantu mengetahui tanggung jawab pasien dan bagaimana efek penyakit
terhadap peran ini. Peran tergantung klien menimbulkan cemas dan masalah tentang
bagaimana pasien akan mampu menangani tanggung jawab peran biasanya.
2. Kaji tingkat cemas, persepsi pasien tentang derajat ancaman terhadap diri / hidup.
R/ Informasi memberikan dasar untuk identifikasi / perencanaan perawatan
individual.
3. Pertahankan perilaku positif terhadap pasien, berikan kesempatan untuk pasien
melakukan latihan kontrol sebanyak mungkin.
R/ membantu klien menerima perubahan yang terjadi dan mulai menyadari kontrol
terhadap diri sendiri.
4. Bantu pasien / orang terdekat mengembangkan strategi untuk menerima perubahan,
contoh pembagian tanggung jawab untuk anggota keluarga lain / teman atau
tetangga ; menerima bantuan sementara ( perawatan rumah / petugas kebun ) ; selidiki
adanya bantuan finansial.
R/ perencanaan untuk perubahan yang dapat terjadi / diperlukan meningkatkan rasa
kontrol dan menyelesaikan tanpa kehilangan harga diri.
5. Ketahui kenyataan proses kehilangan sehubungan dengan perubahan peran dan bantu
pasien untuk menerima kenyataan rasa marah dan sedih.
R/ bedah jantung merupakan titik dramatik pada hidup pasien, dan tak pernah sama
lagi. Kebutuhan pasien untuk mengenal perasaan ini sehubungan dengan penerimaan
terhadap hal tersebut dan terus memandang ke depan.
4. Risiko pola pernapasan tidak efektif
Faktor resiko meliputi :
- Ketidakadekuatan ventilasi ( nyeri / kelemahan otot)
- Penurunan kapasitas pembawa – oksigen ( kehilangan darah )
- Penurunan ekspansi paru ( atelektasis, pneumotorak / hemotorak )
Kemungkinan dibuktikan oleh : Tidak dapat diterapkan adanya tanda-tanda dan gejala
membuat diagnosa aktual.
Hasil yang diharapkan:
- Mempertahankan pola nafas normal /efektif bebas sianosis dan tanda / gejala lain dari
hipoksia dengan bunyi nafas sama secara bilateral, area paru bersih.
- Menunjukkan reakspansi lengkap dengan tak ada pneumotorak / hemotorak.
Intervensi:
1. Evaluasi frekuensi pernapasan dan kedalaman. Catat upaya pernapasan, contoh
adanya dispnea, penggunaan otot bantu napas, pelebaran nasal.
R/ respon pasien bervariasi. Kecepatan dan upaya mungkin meningkat karena nyeri,
takut, demam, penurunan volume sirkulasi (kehilangan darah atau cairan), akumulasi
sekretm hipoksiam atau distensi gaster. Penekanan pernapasan (penurunan kecepatan)
dapat terjadi dari penggunaan analgesik berlebihan. Pengenalan dini dan pengobatan
ventilasi abnormal dapat mencegah komplikasi.
2. Auskultasi bunyi napas. Catat area yang menurun / taka da bunyi napas dan adanya
bunyi tambahan, contoh krekels atau ronki.
R/ bunyi napas sering menurun pada dasar paru selama periode waktu setelah
pembedahan sehubungan dengan terjadinya atelektasis. Kehilangan bunyi napas aktif
pada area ventilasi sebelumnya dapat menunjukkan kolaps segmen paru. Khususnya
bila selang dada telah dilepaskan.
3. Observasi penyimpangan dada. Selidiki penurunan ekspansi atau ketidaksimetrisan
gerakan dada.
R/ udara atau cairan pada area pleural mencegah ekspansi lengkap dan memerlukan
pengkajian lanjut status ventilasi.
4. Observasi karakter batuk dan produksi sputum
R/ batuk sering dapat mempengaruhi iritasi dari selang ET operasi atau dapat
menunjukkan kongesti paru. Sputum pululen menunjukkan timbulnya infeksi paru.
5. Lihat kulit dan membran mucosa untuk adanya sianosis.
R/ sianosis menunjukkan kondisi hipoksia sehubungan dengan gagal jantung atau
komplikasi paru. Pucat umum dapat menunjukkan anemia karena kehilangan darah /
kegagalan penggantian darah atau kerusakan sel darah merah dari pompa bypass
kardiopulmonal.
6. Tinggikan kepala tempat tidur, letakkan pada posisi duduk tinggi atau semi fowler.
Bantu ambulasi dini/ peningkatan waktu tidur.
R/ merangsang fungsi pernapasan/ ekspansi paru. Efektif pada pencegahan dan
perbaikan kongesti paru.
7. Dorong pasien berpartisipasi/ bertanggung jawab selama napas dalam, gunakan alat
bantu dan batuk sesuai indikasi.
R/ membantu reekspansi / mempertahankan patensi jalan napas kecil khususnya
setelah melepaskan selang dada. Batuk tidak perlu kecuali ada mengi/ ronki,
menunjukkan retensi sekret.
8. Tekankan menahan dada dengan bantal selama napas dalam / batuk.
R/ menurunkan tegangan pada insisi, meningkatkan ekspansi paru.
9. Jelaskan bahwa batuk / pengobatan pernapasan tidak akan menghilangkan/ merusak
penanaman atau terbukanya insisi dada.
R/ berikan keyakinan bahwa cedera tidak akan terjadi dan dapat meningkatkan kerja
sama dalam program terapeutik.
10. Dorong pemasukan cairan maksimal dalam perbaikan jantung
R/ hidrasi adekuat membantu pengenceran sekret, memudahkan ekspektoran.
11. Beri obat analgesik sebelum pengobatan pernapasan sesuai indikasi
R/ memungkinkan kemudahan gerakan dada dan menurunkan ketidaknyamanan
sehubungan dengan nyeri insisi, memudahkan kerja sama pasien dengan keefektifan
pengobatan pernafasan.
12. Catat respon terhadap latihan napas dalam atau pengobatan pernapasan lain, catat
bunyi napas (sebelum/ setelah pengobatan), batuk/ produksi sputum.
R/ catat keefektifan terapi atau kebutuhan untuk intervensi lebih agresif.
13. Selidiki distress pernapasan, penurunan/ tak ada bunyi napas, takikardi, agitasi berat,
penurunan TD.
R/ hemotoraks/ pneumotoraks daoat terjadi setelah pelepasan selang dada dan
memerlukan upaya intervensi untuk mempertahankan fungsi pernapasan.
5. Kerusakan Integritas Kulit
Dapat dihubungan dengan : Insisi bedah , luka tusuk
Kemungkinan dibuktikan oleh : Kerusakan permukaan kulit
Hasil yang diharapkan:
- Menunjukkan perilaku/ teknik untuk meningkatkan penyembuhan, mencegah
komplikasi.
- Menunjukkan penyembuhan luka tepat waktu.
Intervensi
1. Anjurkan menggunakan baju katun halus dan hindari baju ketat, tutup/ beri bantalan
pada insisi sesuai indikasi, biarkan insisi terbuka terhadap udara sebanyak mungkin.
R/ menurunkan orotasi garis jahitan dan tekanan dari baju. Membiarkan insisi terbuka
terhadap udara meningkatkan proses penyembuhan dan menurunkan risiko infeksi.
2. Mandikan pasien dengan pancuran air hangat, cuci insisi dengan perlahan. Beri tahu
pasien hindari mandi dalam bak sampai diizinkan oleh dokter.
R/ mempertahankan insisi bersih, meningkatkan sirkulasi/ penyembuhan.
3. Sokong insisi dengan strip-Steri (sesuai kebutuhan) bila jahitan diangkat.
R/ membantu mempertahankan penyatuan tepi luka untuk meningkatkan
penyembuhan.
4. Dorong peningkatan kaki bila duduk di kursi
R/ meningkatkan sirkulasi, menurunkan edema untuk memperbaiki penyembuhan
luka.
5. Laporkan pada dokter : insisi yang tidak sembuh, pembukaan kembali insisi yang
telah sembuh, adanya drainase ( berdarah atau purulen), area lokal yang bengkak
dengan kemerahan, rasa nyeri meningkat, dan panas pada sentuhan.
R/ tanda/ gejala yang menandakan kegagalan penyembuhan, terjadinya komplikasi
yang memerlukan evaluasi / intervensi lanjut.
6. Tingkatkan nutrisi dan masukkan cairan adekuat
R/ membantu untuk mempertahankan volume sirkulasi yang baik untuk perfusi
jaringan dan memenuhi kebutuhan energi seluler untuk memudahkan proses
regenerasi/ penyembuhan jaringan.
6. Kekurangan pengetahuan mengenai kondisi, rencana pengobatan, perawatan diri, dan
debit kebutuhan
Dapat dihubungkan dengan :
- Kurang pemajanan
- Kesalahan interpretasi informasi
- Kurang mengingat
Kemungkinan dibuktikan oleh :
- Pertanyaan / meminta informasi
- Pengungkapan masalah
- Pernyataan kesalahan konsep
- Ketidakakuratan mengikuti instruksi
Hasil yang diharapkan:
- Berpartisipasi dalam proses belajar
- Melakukan tanggung jawab untuk pembelajaran sendiri
- Mulai mencari informasi / mengajukan pertanyaan
- Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapeutik.
Intervensi
1. Tegaskan penjelasan ahli bedah tentang prosedur pembedahan reguler, berikan
diagram bila perlu.
R/ memberikan informasi spesifik secara individual yang menciptakan dasar
pengetahuan untuk pengetahuan selanjutnya mengenai manajemen rumah.
2. Gabungkan informasi ini ke dalam diskusi tentang harapan pemulihan jangka pendek/
panjang.
R/ lama rehabilitasi dan prognosis tergantung.pada tipe prosedur pembedahan,
kondisi fisik praoperasi dan durasi komplikasi.
3. Tinjau program latihan yang ditentukan dan tingkatkan bertahap. Bantu pasien/ orang
terdekat untuk menyusun tujuan realistis.
R/ kemampuan individu dan harapannya tergantung pada tipe prosedur pembedahan,
fungsi jantung dasar, dan kondisi fisik sebelumnya
4. Dorong periode istirahat bergantian dengan aktivitas dan tugas-tugas ringan dengan
tugas berat. Hindari mengangkat berat, latihan isometrik/ peregangan bagian atas
tubuh.
R/ mencegah kelelahan/ keletihan berlebihan.
5. Pecahkan masalah dengan pasien/ orang terdekat untuk melanjutkan program
aktivitas progresif selama suhu ekstrem dan hari dimana polusi/ angin kencang, mis,
berjalan dengan jarak yang ditentukan sebelumnya dalam rumah sendiri atau ruang
tertutup/ pertokoan / pusat kebugaran.
R/ Mempunyai rencana akan gagal dalam melakukan latihan karena pengaruh-
pengaruh seperti cuaca.
6. Jadwalkan periode istirahat dan instirahat sejenak beberapa kali dalam sehari.
R/ istirahat dan tidur meningkatkan kemampuan koping, menurunkan kegugupan dan
meningkatkan penyembuhan.
7. Kuatkan pembatasan dari dokter tentang mengangkat, mengemudi, kembali bekerja
dan melakukan kembali aktivitas seksual
R/ pembatasan ini ada sampai setelah kunjungan pasca operasi pertama untuk
pengkajian terhadap penyembuhan sternum.
3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 IDENTITAS
Dilakukan pengkajian pada 16/11/2017 jam 17.00
Nama : Tn. T
Umur : 54 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Suku / bangsa : Jawa / Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Pensiunan
Pendidikan : Tamat SD
Alamat : Ploso gang G no 5
No. Register : 12565xxx
Tempat/tgl lahir : Surabaya, 24 April 1963
Tanggal MRS : 07 November 2017
Diagnosa : CAD + TVD Post op CABG
BB : 70 kg
Keluhan utama : Pasien terpasang ETT tersambung dengan ventilator, saat
dikaji pasien masih dalam pengaruh anasthesi, GCS tersedasi.
3.1.2 RIWAYAT PENYAKIT
a. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien MRS pada tanggal 07/11/17 dari poli bedah TKV dengan diagnosa CAD + TVD
Pre op CABG, keluarga pasien mengatan bahwa pasien sering mengeluh nyeri dada sajak
3 tahun yang lalu, nyeri dada hilang timbul menyebar sampai ke punggung +/-2 menit
akan muncul saat pasien beraktifitas akan hilang bila pasien beristirahat. Namun nyeri di
rasakan pasien semakin lama semakin sering dan memberat, bahkan saat instirahat dan
bangun tidur nyeri di rasakan oleh pasien.sehingga keluarga membawa pasien ke poli
bedah TKV dr.soetomo.Indikasi masuk ruang bedah oleh dokter TKV. Di rencanakan pre
op CABG tgl 10/11/2017 namun rencana tindakan operasi tertunda karena adanya pasien
lain yang di lakukan CABG. Di jadwal ulang pada 16 april 2016 jam 13,00 pasien selesai
dilakukan tindakan operasi CABG, mendapatkan tranfusi PRC 1 Kolf kemudian Pasien
masuk ICU RSUD SOETOMO tgl 16/11/17 jam 17.00,terpasang ETT no 7,5 cuff 8
tersambung dengan ventilator dengan mode ASV % MV 100, PEEP 5, FIO2 50. Flow
trigger 5.0, terpasang Infus D5 ½ NS 70 ml/jam, SP; Dobutamin 5 mg/ml, fentanyl 30
mcg/jam, nor epinephrine 0,1 mg/jam (50 nano), NTG 0,5 mg/jam..
b. Riwayat penyakit dahulu:
Keluarga pasien mengatakan pasien memiliki riwayat HT > 10 tahun yang lalu dan DM 2
tahun yang lalu berobat rutin di Rs.Soewandhi.
c. Riwayat penyakit keluarga :
Menurut keluarga, tidak ada dari pihak keluarga pasien keluarga yang memiliki penyakit
Hipertensi,Diabet dan operasi jantung
d. Riwayat Alergi
Keluarga pasien mengatakan, pasien tidak memiliki alergi obat,makanan dan lingkungan
seperti suhu dingin.
Pemeriksaan Fisik
Irama nafas : Teratur
Suara nafas tambahan : Roncki -/-
Pernafasa
B2:
GCS : tersedasi
Konjungtiva : warna merah muda,tidak pucat
CPOT score :2
B4: Perkemihan
Kebersihan area genital : Bersih
Jumlah cairan masuk : Infus RL 500 ml di ok
Infus PZ 200 ml di ok
PRC 1 kolf = 300 ml di ok
Total intake 1000 ml selama di ok
Buang air kecil : lewat dower kateter no 16 balon 15 ml (terpasang 16
(Bladder)
November 2017)
B5:
NGT : Tidak
Nafsu makan : tgl 17/11/2017 berkurang makan habis ½ porsi
Minum : tgl 17/11/2017 di batasi 500 ml/24 jam
Muskulos Pencernaa
B6:
BGA tanggal 17/11/17 pkl 02.16 dengan O2 nasal 2 lpm suhu 360C :
Nama Hasil Nilai normal
Ph 7,45 7,35-7,45
PCO2 32,2 45-35
PO2 79,7 80-100
Be -1,7 -2+2
HCO3 22,6 21-25
AaDO2 29,1 5-20
BGA tanggal 18/11/17 pkl 05.16 dengan O2 nasal 2 lpm suhu 360C :
Nama Hasil Nilai normal
Ph 7,388 7,35-7,45
PCO2 29,8 45-35
PO2 99,1 80-100
Be -7,1 -2+2
HCO3 18,1 21-25
AaDO2 36,4 5-20
BGA tanggal 18/11/17 pkl 10.55 dengan O2 nasal 2 lpm suhu 360C:
Nama Hasil Nilai normal
Ph 7,419 7,35-7,45
PCO2 30,2 45-35
PO2 119,7 80-100
Be -5 -2+2
HCO3 19,7 21-25
Hasil pemeriksaan laborat :
Tanggal Nama Hasil Nilai normal
16/11/2017 HB 11.1 11 – 14,7
Hematocrit 32,1 35,2 - 46,7
Leukosit 10,61 3,37 – 10
Trombosit 147 150 – 450
PPT 12,4
APTT 12
BUN 6
Serum kreatinin 1,69 0,50 – 1,20
SGOT 43
SGPT 14
Albumin 3,1
GDA 223 40 – 121
Ca 8,1
Mg 3,2
Natrium 140 136 -146
Kalium 6,7 3,5 -5,1
Clorida 98 98-115
17/11/2017 Natrium 141 136 -146
Kalium 5.4 3,5 -5,1
Clorida 1074 98-115
CKMB 29,1
TROPONIN I 8.3
Ca 8.1
18/11/2017 Natrium 144 136 -146
Pkl 08.00 Kalium 5,1 3,5 -5,1
Clorida 108 98-115
CKMB 15.21
TROPONIN I 5.02
Ca 81
Pemeriksaan radiologi :
Thorak foto tanggal 25/09/2017 :
- Cor : membesar dengan CTR 57 % tampak kalsifikasi aortic knob
- Kesan cardiomegaly di sertai aortosclerosis
- Pulmo tak tampak infiltrate
ECG tanggal 09/11/2017
- Sinus Bradikadi 55x/mnt,axis normal, T inversi lateral (1,Avl,V5-V6)
Ekokardiogram Tangggal 20/02/2017 :
- Katub-katub dalam batas normal
- Thrombus (-), Vegetasi (-)
- LV normokinetik
- EF 72%, defek IAS 2,6, L to R shunt
- LVH konsertik remodeling
- LVCo : 5,2
- LVCI : 2,82
Catheterisasi (21/02/2017)
- LMEA : Stenosis 25 % di distal
- LAD : diffuse disease calsified 25 % stenosisat distal,proximal 95 %, stenosis di mid 95 %,
- LCX : diffuse disease calcifid ostial 25 %, Prox 95 %, mid 75 %, distal 99 %.
- RCA :diffuse disease calcifed prox 95 %, stenosis 75 %, distal 99%. Distal RCA mendapat
kolateral dari cabang septal
- Kesimpulan: PJK Triple Vessel defect
- PS ASA : PJK TVD left atrium,HT,DM,sinus Bradiakrdi
3.1.5 TERAPI
- Infus :
D5 1/2 Ns 70 ml/jam
- Drain saat datang 20 ml
- Injeksi :
SP: Dobutamin 5 mcq/kqBB/jam
SP: Fentanyl 30 mcg/jam
SP: Nor Epineprine 0,1 mg/ml (50 nano)
Cefazolin 1 gr untuk profilaksis (pre CABG)
Ranitidine 50 mg/8jam
Metoklopramide 10 mg/8jam
Matamizole 1 gr/8jam
3.1.6 DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN
1. Resiko Gangguan Pertukaran Gas
2. Penurunan Curah Jantung
3. Nyeri akut
4. Ketidak seimbangan cairan elektrolit
5. Intoleransi aktivitas
6. Resiko infeksi pada luka
3 17.00 1. Memhkaji skala nyeri, lokasi, 16/11/2017 S : tidak terkaji (px terpasang ventilator)
21.00
s/d intensitas nyeri O : Px nafas dengan ventilator mode spontan
21.00 2. Memonitoring Hemodinamik ps 10 peep 5 fio2 30 % mv 6,0 TV 610
3. Mengajarkan teknik relaksai ftot 12 Spo2 100 % rh-/- wh-/- perfusi
napas dalam, distraksi serta HKM TD= 98/56 mmH dengan NE 50
lingkungan yang nyaman nano, nadi 81x/mnt, suhu 36oC GCS 4x6
4. Memberikan agen-agen pupil2+/2+ CPOT score 2
analgesic (metamizole 1 gr) A : Masalah teratasi sebagian
sesuai dengan advice dokter P : Lanjutan intervensi 1-4
17/11/ 3 07.00 1. Memhkaji skala nyeri, 17/11/2017 S : px mengatakan nyeri luka operasi
14.00
2017 s/d lokasi, intensitas nyeri berkurang
14.00 2. Memonitoring O: Px nafas spontan dengan O2 nasal 3 Lpm
Hemodinamik SPO2 100% rh -/- wh-/- perfusi HKM suhu
3. Mengajarkan teknik 360C TD 95/56 mmHg nadi 79x/mnt,gcs
relaksai napas dalam, 456 pupil 2+/2+ skala nyeri 1
distraksi serta lingkungan A : masalah teratasi sebagian
yang nyaman P : intervensi di lanjutkan 1-4
4. Memberikan agen-agen
analgesic (metamizole 1
gr) sesuai dengan advice
dokter
17/11/ 4 07.00 1. Memonitor perubahan EKG 17/11/2017 S : px mengatakan dada berdebar
14.00
2017 s/d 2. Mengobservasi dan O : Px nafas spontan dengan O2 nasal 3 Lpm
14.00 doumentasikan data SPO2 100% rh -/- wh-/- perfusi HKM suhu
laboratorium serial : kadar 360C TD 95/56 mmHg nadi 79x/mnt,gcs
Natrium, Kalium, Magnesium, 456 pupil 2+/2+ Hasil lab K 5,4
Kalsium, Chlorida. A : Masalah teratasi sebagian
3. Pertahankan kseimbangan P : intervensi dilanjutkan 1-4
elketrolit yang adekuat dengan
memberikan electrolit yang
dibutuhkan sesuai advice
dokter
4. Mempertahankan
keseimbangan elektrolit yang
adekuat dengan memberikan
elektrolit yang dibutuhkan
sesuai advice dokter
(memberikan D40+insulin 2
unit IV.Ca gluconas 10 % IV
pelan 20 menit)
18/11/ 3 07.00 1. Memhkaji skala nyeri, lokasi, 18/11/2017 S : px mengatakan tidak nyeri pada luka
14.00
2017 s/d intensitas nyeri operasi
14.00 2. Memonitoring Hemodinamik O : Px nafas spontan dengan O2 nasal 3 Lpm
3. Mengajarkan teknik relaksai SPO2 100% rh -/- wh-/- perfusi HKM suhu
napas dalam, distraksi serta 360C TD 130/62 mmHg, nadi 100x/mnt, gcs
lingkungan yang nyaman 456 pupil 2+/2+ skala nyeri 0
4. Memberikan agen-agen A : masalah teratasi
analgesic (metamizole 1 gr) P : lanjutkan observasi
sesuai dengan advice dokter
18/11/ 4 07.00 1. Memonitor perubahan EKG 18/11/2017 S : tak terkaji karena terpasang ventilator
14.00
2017 s/d 2. Mengobservasi dan O : Px nafas spontan dengan O2 nasal 3 Lpm
14.00 doumentasikan data SPO2 100% rh -/- wh-/- perfusi HKM suhu
laboratorium serial : kadar 360C TD 130/62 mmHg, nadi 100x/mnt,
Natrium, Kalium, Magnesium, gcs 456 pupil 2+/2+ Hasil lab K 4,7
Kalsium, Chlorida. A: Masalah teratasi
3. Pertahankan kseimbangan P : lanjutkan observasi
elketrolit yang adekuat dengan
memberikan electrolit yang
dibutuhkan sesuai advice
dokter
4. Mempertahankan
keseimbangan elektrolit yang
adekuat dengan memberikan
elektrolit yang dibutuhkan
sesuai advice dokter
(memberikan D40+insulin 2
unit IV.Ca gluconas 10 % IV
pelan 20 menit)
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Coronary Artery Desease adalah suatu keadaan yang terjadi pada arteri coroner
yang menyebabkan arteri menyempit atau tersumbat. Jika suatu arteri menyempit
atau terhambat, aliran darah ke jantung yang disuplai arteri tersebut berkurang.
Jika aliran darah yang tersisa tidak dapat mencukupi kebutuhan oksigen pada
jantung, area tersebut akan mengalami iskemi dan cedera serta dapat terjadi
kondisi infark miokardium.
5.2 Saran
Adapun saran dari peneliti yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :
1. Bagi Profesi Keperawatan
Perawat sebagai petugas pelayanan kesehatan primer hendaknya
mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang cukup dalam memberikan
Asuhan Keperawatan dengan diagnosa CAD+TVD Secundum Post Op CABG
Closure dengan ventilasi mekanik. Untuk meningkatkan mutu pelayanan yang
profesional alangkah baiknya diadakan seminar atau symposium dalam bidang
keperawatan yang diberikan oleh perawat kepada klien dan keluarga. Dalam
mencapai hasil keperawatan yang diharapkan, diperlukan hubungan baik dan
keterlibatan pasien, keluarga dan tim kesehatan yang lain sehingga akan
menimbulkan kerjasama yang baik dalam pemberian asuhan keperawatan
secara komprehensif dengan harapan perawat mempunyai respon yang tinggi
terhadap keluhan pasien sehingga intervensi yang diberikan dapat membantu
menyelesaikan masalah yang dialami oleh pasien.
2. Bagi Institusi
Pendidikan dan pengetahuan perawat secara berkelanjutan perlu
ditingkatkan baik secara formal dan informal khususnya pengetahuan yang
berhubungan dengan pasien dan perawat, dengan harapan perawat mampu
memberikan asuhan keperawatan sesuai standart asuhan keperawatan dan kode
etik.
3. Bagi Pasien Dan Keluarga
Diharapkan pasien dan keluarga dapat meningkatkan pemahaman dan
keingintahuan (keaktifan) dalam mencari informasi melalui konseling yang
diberikan petugas kesehatan guna perawatan selanjutnya setelah keluar rumah
sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Baughman, Diace C dan Joann C. Hackley. 2000. Buku Saku Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC
Price, Sylvia A dan Lorrane M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Vol 2. Jakarta: EGC
Tarwoto, Watonah, dan Eros Siti Suryati. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: CV Sagung Seto
Aziz, Abdul. 2011. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Ventilasi Mekanik. diakses
http://senyumbening.blogspot.com/2011/04/asuhan-keperawatan-pasien-dengan.html
(07 Juni 2014, 09.06)
Basuri, Chairul. 2012. Triase dalam KGD. Diakses
http://healthandnewsdarulmuttaqin.blogspot.com/2012/10/ventilasi-mekanik.html (07
Juni 2014, 09.12)
Herdman, T. Heather .2012. Buku NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan.
EGC:Jakarta
Priangga, D. Satria. 2011. Ventilator Mekanis. Diakses
http://satriadwipriangga.blogspot.com/2011/11/ventilator-mekanis.html (07 Juni 2014,
09.07)
Zahar, Nuraini. 2012. Konsep dasar ventilasi mekanik. diakses
http://nurainiperawatpjnhk.blogspot.com/2012/09/ventilasi-mekanik.html (07 Juni
2014, 09.02)
LAMPIRAN
ASESMENT PASIEN JATUH KHUSUS DEWASA
RISK FALL FOR ADULT
Lakukan pengkajian resiko jatuh pada saat pasien masuk, terdapat perubahan kondisi
pasien/terapi, pasien dipindahkan keruangan/departemen lain, pasien resiko tinggi
setiap 24 jam atau sesaat setelah terjadi kasus jatuh.
Skor : 0 – 24 Tidak Ada Resiko (TR)
25- 44 Resiko Rendah (RR)
≥ 45 Resiko Tinggi (RT)
SKOR RISIKO JATUH