Anda di halaman 1dari 15

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Deskripsi Teoritis
1. Kemampuan Kognitif
Kemampuan kognitif adalah atribut yang menunjukkan kapasitas intelektual atau fungsi
fikir manusia. Kemampuan ini dibedakan menjadi kemampuan aktual dan kemampuan potensial.
Kemampuan aktual merupakan hasil dari proses pembelajaran yang biasanya disebut sebagai
prestasi. Kemampuan potensial merupakan peluang individu berkembang untuk mencapai
mencapai prestasi maksimal. Potensi individu akan berkembang bila ada stimulus dari
lingkungan.1
Kemampuan kognitif berkenaan dengan kemampuan pengembangan keterampilan
intelektual (knowledge) yang terdiri dari enam tingkatan yaitu mengingat (remember),
memahami (understand), menerapkan (apply), menganalisis (analysis), mengevaluasi
(evaluation), mencipta (create).2
a. Mengingat (C1)
Mengingat merupakan proses menumbuhkan kemampuan untuk meretasi atau
kemampuan untuk mengingat materi pelajaran sampai jangka tertentu. 3 Mengingat artinya
mendapatkan kembali atau pengembalian pengetahuan relevan yang tersimpan dari memori
jangka panjang. Pengetahuan ini dapat berupa pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan
metakognisi.4 Pengetahuan mengingat sangat penting sebagai bekal untuk pembelajaran
bermakna dan penyelesaian masalah, karena pengetahuan tersebut dipakai dalam tugas-tugas
yang kompleks. Proses-proses kognitif dalam kategori mengingat meliputi mengingat dan
mengenali kembali.5
b. Memahami(C2)

1
Saifuddin Azwar, “Konstruksi Tes Kemampuan Kognitif”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016), h.10-11
2
Saifuddin Azwar, “Konstruksi Tes Kemampuan Kognitif”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016), h. 66.
3
Lorin W. Anderson, David R. Krathwohl, “Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran,
Pengajaran, dan Asesmen : Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom”, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2015), h. 99.
4
Wowo Sunaryo Kuswana, “Taksonomi Kognitif”, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2012), h. 115.
5
Lorin W. Anderson, David R. Krathwohl, “Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran,
Pengajaran, dan Asesmen : Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom”, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2015), h. 103-104
Memahami merupakan proses mengkontruksi makna dari materi pembelajaran, termasuk
apa yang diucapkan, ditulis, dan digambar oleh guru.6 Kemampuan kognitif yang berpijak pada
kemampuan mentransfer yaitu memahami. Siswa dikatakan memahami jika mereka dapat
mengkonstruksi makna dari pesan-pesan pembelajaran baik secara lisan, tulisan, ataupun grafis,
dan dapat menghubungkan atau memadukan pengetahuan yang baru didapat kedalam kerangka
kognitif pengetahuan lama mereka. Proses-proses kognitif dalam kategori memahami meliputi
menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan, merangkum, menyimpulkan, membandingkan,
dan menjelaskan.7
c. Menerapkan/ Mengaplikasikan (C3)
Proses kognitif mengaplikasikan melibatkan penggunaan prosedur-prosedur tertentu
untuk menyelesaikan masalah. Mengaplikasikan berkaitan erat dengan pengetahuan prosedural.
Mengesekusi dan mengimplementasi merupakan dua proses kognitif yang termasuk dalam
kategori mengaplikasikan.8
d. Menganalisis (C4)
Menganalisis melibatkan proses menentukan pemecah materi jadi bagian-bagian pokok
dan menggambarkan bagaimana bagian-bagian tersebut dihubungkan satu sama lain maupun
menjadi sebuah struktur keseluruhan atau tujuan. Kategori proses menganalisis meliputi proses
kognitif membedakan, mengorganisasi, dan mengatribusikan.9
e. Mengevaluasi (C5)
Mengevaluasi atau menilai merupakan proses membuat keputusan berdasarkan kriteria
dan standar. Kategori mengevaluasi mencakup proses-proses kognitif berupa mengambil
keputusan berdasarkan kriteria internal (memeriksa), mengambil keputusan berdasarkan kriteria
eksternal (mengkritik).10
f. Mencipta (C6)
Mencipta melibatkan proses menyusun elemen-elemen jadi sebuah keseluruhan yang
koheren atau fungsional. Proses mencipta dapat dibagi menjadi tiga tahap, penggambaran

6
Lorin W. Anderson, David R. Krathwohl, “Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan
Asesmen : Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h. 100
7
Lorin W. Anderson, David R. Krathwohl, “Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan
Asesmen : Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h. 105-106.
8
Lorin W. Anderson, David R. Krathwohl, “Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan
Asesmen : Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h. 116-119
9
Lorin W. Anderson, David R. Krathwohl, “Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan
Asesmen : Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h.120
10
Lorin W. Anderson, David R. Krathwohl, “Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan
Asesmen : Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h. 125.
masalah dengan memahami tugas dan mencari solusinya (merumuskan), perencanaan solusi dan
mengubahnya menjadi rencana aksi (merencanakan), dan eksekusi solusi dengan melaksanakan
rencana dan mengkonstruksi solusi (memproduksi).11

2. Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS)


a. Pengertian Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS)
Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Claparade, yang kemudian digunakan oleh
Bloom dan Bloder untuk meneliti proses pemecahan masalah pada siswa SMA. Art Whimbey
dan Jack Lochhead telah mengembangkan metode ini pada pengajaran matematika dan fisika.
Metode ini termasuk metode yang digunakan untuk pemikiran tingkat tinggi, TAPPS dapat
memonitor siswa sehingga siswa dapat mengetahui apa yang dipahami dan apa yang belum
dipahaminya.
Thinking aloud artinya berpikir yang di verbal kan, pair artinya berpasangan dan problem
solving artinya pemecahan atau penyelesaian masalah. Jadi Thinking Aloud Pair Problem
Solving (TAPPS) mempunyai arti sebagai teknik berpikir yang diverbalkan secara berpasangan
untuk menyelesaikan masalah. Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) adalah metode
artikulasi-refleksi yang dikembangkan dan diteliti selama bertahun-tahun oleh Whimbey dan
Lochhead yang merupakan suatu metode pembelajaran yang mengkombinasikan dari berpikir
keras dan teknik mengungkapkan kembali.12 Metode ini melibatkan siswa bekerjasama dengan
cara berpasangan dalam menyelesaikan suatu masalah, setiap siswa mempunyai tugas masing-
masing yaitu menjadi problem solver dan listener.13
Problem solver bertugas untuk mengungkapkan semua hal yang terpikirkan dalam
menyelesaikan suatu masalah dalam soal tersebut kepada pendengar atau listener, sedangkan
listener bertugas untuk mendengarkan semua pendapat dari problem solver, memahami setiap
langkah maupun kesalahan yang dibuat problem solver.14Peran listener lebih sulit daripada peran
problem solver, dikarenakan listener harus terlibat penuh dalam proses pemecahan masalah yang
diungkapkan oleh problem solver.15
11
Lorin W. Anderson, David R. Krathwohl, “Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan
Asesmen : Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h. 128-133.
12
David H. Jonassen, Learning to solve Problems An Instructional Design Guide, (San Fransisco: Pfeiffer,
2004), h. 139
13
Ibid
14
Ibid
15
Harry Benham, Using “Talking Aloud Pair Problem Solving” to Enhance Student performance in
Produktivity Software Course, Issues in Information System,2009Vol. X, No. 1, h. 150
b. Pelaksanaan Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS)
Whimbbey dan Lochhead menjelaskan metode ini menggambarkan pasangan yang
bekerja sama sebagai problem solver dan listener untuk memecahkan suatu permasalahan, dan
setelah selesai bertukar peran. Setiap siswa mempunyai tugas masing-masing dan guru
dianjurkan untuk mengarahkan siswa. Proses ini telah terbukti efektif dalam membantu siswa
belajar.16
Tugas dari Problem solver dan listener adalah sebagai berikut:17
1) Menjadi seorang problem solver
a) Menyiapkan buku catatan, alat tulis, kalkulator, dan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk
memecahkan masalah.
b) Membacakan masalah dengan suara keras.
c) Mulai untuk memecahkan masalah sendiri. Problem solver mengemukakan semua pendapat
serta gagasan yang terpikirkan, mengemukakan semua langkah yang akan dilakukan untuk
menyelesaikan masalah tersebut serta menjelaskan apa, mengapa, dan bagaimana langkah
tersebut diambil agar listener mengerti penjelasan yang dilakukan problem solver.
d) Problem solver harus lebih berani dalam mengungkapkan segala pemikirannya. Anggaplah
bahwa listener tidak sedang mengevaluasi.
e) Mencoba untuk tetap menyelesaikan masalah tersebut sekalipun problem solver menganggap
masalah tersebut mudah.
2) Menjadi seorang listener
a) Memahami secara detail setiap langkah yang diambil problem solver.
b) Menuntun problem solver untuk terus berbicara, tetapi tidak mengganggu problem solver
ketika berpikir.
c) Memastikan bahwa langkah dari solusi permasalahan yang diungkapkan oleh problem solver
tidak ada yang salah, dan tidak ada langkah dari solusi tersebut yang hilang.
d) Membantu problem solver agar lebih teliti dalam mengungkapkan solusi dari
permasalahannya.
e) Memastikan dari bahwa listener mengerti setiap langkah dari solusi tersebut.

16
Arthur Whimbey & J. Lochhead,Problem Solving & comprehension. (London: Lawrence Erlbaum
Associates,1999), h. 39
17
Elizabeth F. Barkley, “Student Engagement Techniques” A Handbook For College Faculty. (San
Francisco: Jossey Bass, 2010). h. 260
f) Jangan biarkan problem solver melanjutkan pemaparannya jika listener tidak mengerti apa
yang dipaparkan problem solver dan jika listener berpikir ada sesuatu kekeliruan.
g) Memberikan isyarat pada problem solver, jika problem solver melakukan kesalahan dalam
proses berpikirnya atau dalam perhitungannya, tetapi listener jangan memberikan jawaban
yang benar.
Kedua siswa saling bertukar peran, ketika masalah yang diberikan oleh guru telah
terselesaikan, hal ini berguna agar siswa dapat belajar memberikan analisa dan menyampaikan
pendapatnya sebagai pembicara dan tugas lain adalah siswa dapat belajar untuk menganalisa dan
mengevaluasi suatu pekerjaan orang lain. Guru berperan untuk memonitor siswa dalam
pembelajaran ini, sehingga dapat mengetahui tingkat pemahaman siswa. guru tidak
diperkenankan untuk membantu problem solver dalam memberi penjelasan kepada listener.
Guru ketika mendengarkan adanya kesalahan, guru hanya bisa meluruskan sedikit agar kesalahan
tersebut tidak berkepanjangan. Guru dapat berkeliling mengamati kegiatan tiap pasangan siswa
dan memberikan perhatian khusus kepada listener yaitu melatih mengajukan pertanyaan kepada
problem solver. Keberhasilan metode pembelajaran TAPPS akan tercapai bila listener berhasil
membuat problem solver memberikan alasan dan menjelaskan apa yang mereka lakukan untuk
memecahkan masalah yang dihadapinya. Jika terdapat kesulitan yang sangat sulit untuk
dipecahkan bagi kelompok tertentu, guru dapat membantu pasangan tersebut diantaranya dengan
cara, menjadi listener dengan memberikan pertanyaan yang merujuk kepada bagian yang dirasa
sulit oleh problem solver namun tidak mengungkapkan seluruh jawaban yang dibutuhkan oleh
siswa. sehingga problem solver akan terpancing untuk memecahkan permasalahan yang
dihadapinya.
c. Langkah-langkah dalam menerapkan Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving
(TAPPS)
Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) secara garis besar dilakukan
melalui tahapan: siswa mendapatkan permasalahan yang berbeda dengan pasangannya. Siswa
menjalani peran sebagai problem solver untuk menyelesaikan permasalahannya kepada listener
nya. Setelah selesai, dilanjutkan untuk permasalahan kedua dengan bertukar peran. Berikut
merupakan langkah-langkah terperinci dalam menerapkan Metode Thinking Aloud Pair Problem
Solving (TAPPS) sebagai berikut:
1) Siswa dibagi menjadi berkelompok
2) Setiap kelompoknya terdiri dari 2 orang siswa
3) Siswa diminta duduk secara berpasangan dan saling berhadapan
4) Setiap anggota kelompok menentukan siapa yang terlebih dahulu menjadi problem solver
dan siapa yang menjadi listener
5) Guru memberikan soal kepada setiap kelompok
6) Yang berperan sebagai problem solver harus membacakan soal dengan jelas kepada listener
7) Sebelum problem solver memberikan gagasannya mengenai soal tersebut, ia terlebih dahulu
harus melakukan penalaran terhadap soal yang diberikan guru
8) Setelah itu barulah problem solver menyampaikan hasil penalaran nya kepada listener
9) Listener bertugas untuk mendengarkan apa yang disampaikan oleh problem solver dan
memahami setiap langkah, jawaban, dan analisa yang diberikan
10) Listener tidak diperkenankan menambahkan jawaban problem solver karena listener disini
hanya berhak untuk memberitahukan apa bila terjadi kekeliruan dalam analisa problem
solver
11) Apabila suatu soal atau masalah telah terselesaikan oleh problem solver maka mereka segera
bertukar tugas. Problem solver menjadi listener dan listener menjadi problem solver.
12) Setelah mereka bertukar tugas lalu guru memberikan masalah yang baru yang harus
diselesaikan oleh problem solver yang baru, hal ini dilakukan agar setiap siswa
berkesempatan untuk memberikan hasil analisa mereka dan berkesempatan juga menjadi
pendengar.
d. Keunggulan Metode Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS)
Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS)dapat memungkinkan siswa untuk
berlatih konsep, menghubungkannya dengan kerangka kerja yang ada, dan menghasilkan
pemahaman yang lebih dalam materi yang dipelajari siswa.Siswa dapat menggunakan metode
TAPPS untuk menyampaikan hasil pemikiran yang telah diselesaikan kepada siswa lainnya serta
membantu mengingat langkah-langkah dari cara kerja yang diselesaikan dalam memecahkan
masalah yang diberikan.18
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa keunggulan
dalam pembelajaran dengan menggunakan metode Thinking Aloud Pair Problem Solving
(TAPPS), diantaranya:
1) Ketika siswa bertindak sebagai problem solver, memungkinkan siswa dapat berlatih konsep
dan dapat menghubungkan dengan kerangka kerja yang ada.
2) Dapat meningkatkan kemampuan berpikir analitis.
3) Dapat membantu mengingat langkah-langkah dari cara kerja yang diselesaikan ketika
menyampaikan hasil pemikiran dalam menyelesaikan permasalahan.
4) Meningkatkan kemampuan mendengarkan aktif.
5) Menumbuhkan rasa percaya diri dalam memecahkan masalah.
Melalui metode TAPPS siswa belajar bertanggung jawab dalam menyelesaikan suatu
permasalahan yang diberikan dan juga bertanggung jawab dalam tugas yang diperankan oleh
tiap-tiap siswa. tidak sekedar menjadi penerima informasi yang pasif, siswa juga harus terlibat
aktif dalam mencari informasi-informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah.

18
David, Loc. cit
e. Kelemahan Metode Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS)
Selain memiliki kelebihan, Johnson berpendapat bahwa TAPPS juga memiliki
kekurangan antara lain:19
1) Banyak siswa tidak senang apabila disuruh bekerja sama dengan yang lain. Maka dari itu
penting pembentukan kelompok dengan cara heterogen.
2) Guru khawatir bahwa akan terjadi kekacauan di kelas. kondisi seperti ini dapat diatasi
dengan guru mengkondisikan kelas atau pembelajaran dengan memotivasi siswa.
3) Keraguan pada anggota kelompok akan hilangnya karakteristik atau keunikan pribadi
mereka karena harus menyesuaikan diri dengan teman pasangannya (kelompoknya). Solusi
dalam hal ini, penguasaan materi atau konsep yang akan dipelajari.
4) TAPPS memerlukan banyak waktu, sehingga diperlukannya menejemen waktu yang tepat
sesuai dengan alokasi waktu yang sudah disediakan.

19
Irna Wijayanti, Pengaruh Metode Pembelajaran TAPPS (Thinking Aloud Pair Problem Solving)
terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa kelas VII MTs Negeri Jetis Tahun Ajaran 2013/2014, Skripsi
Universitas Islam Negeri Jakarta, h. 5
3. Teori Kinetik Gas

Gambar 2.1 Peta Konsep Teori Kinetik Gas

Gambar 2.1 merupakan peta konsep yang menggambarkan materi teori kinetik gas. Teori
kinetik gas membahas tentang gas ideal, partikel dan prinsip ekuirpatisi energi. Gas ideal yang
memenuhi hukum Boyle, Charles, dan Boyle-Gay Lussac. Teori kinetik gas juga menjelaskan
tentang partikel yang memiliki besaran seperti kecepatan, momentum dan energi kinetik. Energi
kinetik gas akan mempengaruhi energi dalam. Pada energi dalam berkaitan dengan gas
monoatomik dan gas diatomik.

a. Konsep Mol dan Massa Molekul


Banyaknya mol suatu zat bisa dinotasikan dengan n. dalam Si, mol didefinisikan sebagai
banyaknya zat yang mengandung N A molekul (partikel). N A (Bilangan Avogadro) adalah
banyaknya atom karbon (partikel dalam 12 g C-12). Besarnya nilai N A adalah 6,022 ×1023.
Massa molekul suatu zat adalah massa dalam kilogram dari satu kilo mol zat. Hubungan antara
massa dan mol dapat diperhatikan pada persamaan berikut.20
n
n= (2.1)
M

20
Marthen Kanginan, Fisika: untuk SMA Kelas XI, (Jakarta: Erlangga, 2006), h.285-286
b. Hukum-Hukum Gas Ideal
1) Hukum Boyle
Seorang ilmuwan Robert Boyle menyatakan bahwa suhu gas yang berada dalam bejana
tertutup dijaga tetap, maka tekanan gas itu berbanding terbalik dengan volumenya. Hal ini
kemudian dikenal sebagai Hukum Boyle. Secara matematis, Hukum Boyle dituliskan dalam
persamaan berikut.
P1 V 1=P2 V 2 (2.2)
2) Hukum Charles - Gay Lussac
Jaques Charles dan Joseph Gay Lussac menyatakan bahwa jika tekanan gas di dalam
ruang tertutup dijaga tetap, maka volume gas berbanding lurus dengan temperatur. Pernyataan
Charles ini dikenal sebagai Hukum Charles dan dituliskan dalam bentuk persamaan berikut
V1 V2
= (2.3)
T 1 T2
3) Hukum Boyle - Gay Lussac
Persamaan hukum Boyle, hukum Charles-Gay Lussac dapat digabungkan menjadi satu
persamaan. Hasil gabungan kedua hukum tersebut dikenal sebagai hukum Boyle-Gay Lussac.
Hukum ini dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut.21
P 1 V 1 P1 V 2
= (2.4)
T1 T2
c. Persamaan Gas Ideal
Persamaan keadaan gas adalah persamaan yang dapat memberikan hubungan antar
tekanan, volume dan suhu gas dalam wadah. Persamaannya dapat ditulis pada persamaan
berikut.
PV =nRT (2.5)
Apabila terdapat besarnya partikel gas dalam suatu wadah, maka bentuk persamaannya
dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut.
PV =NkT (2.6)
Dengan besarnya tetapan gas umum R=8,314 J /mol . K dan tetapan Boltzman
k =1,38 ×10−23 J / K .22
d. Tekanan dan Energi Kinetik Gas

21
Purwoko dan Fendi, Physics: For Senior High School Year XI, (Jakarta: Yudistira, 2009), h.254-256
22
Ibid.h.256
Teori kinetik gas didasarkan pada beberapa asumsi tentang gas ideal, yaitu sebagai
berikut:
1) Gas ideal dari molekul-molekul yang sangat banyak dan jarak pisah antarmolekul jauh lebih
besar daripada ukurannya.
2) Molekul-molekul memenuhi hukum gerak Newton, tetapi secara keseluruhan mereka
bergerak lurus secara acak dengan kecepatan tetap.
3) Molekul-molekul mengalami tumbukan lenting sempurna satu sama lain dan dengan dinding
wadah nya.
4) Gaya-gaya antarmolekul dapat diadakan, kecuali selama satu tumbukan yang berlangsung
sangat singkat.
5) Gas yang dipertimbangkan adalah suatu zat tunggal, sehingga semua molekul adalah
identik.23
Jika gas disebut berada di dalam ruangan tertutup, molekul-molekulnya akan menumbuk
dinding ruangan dengan kecepatan tertentu, molekul-molekulnya akan menumbuk dinding
ruangan dengan kecepatan tertentu. Tekanan gas di dalam sebuah ruangan tertutup sama dengan
tekanan gas pada dindingnya akibat ditumbuk molekul gas. Gaya tumbukan yang merupakan laju
momentum terhadap dinding inilah yang memberikan tekanan gas dan menyebabkan adanya
energi kinetik gas. Besarnya tekanan dan energi kinetik rata-rata suatu gas dapat ditentukan
dalam persamaan berikut.24
1 Nm v 2 3
P= dan EK= Kt (2.7)
3 V 2
e. Kelajuan Efektif Gas
Dari persamaan sebelumnya, diperoleh bahwa tekanan gas berhubungan dengan rata-rata
kuadrat kelajuan. Karena molekul gas tidak seluruhnya bergerak dengan kecepatan sama, maka
rata-ratakuadrat kelajuan dapat dinyatakan dengan persamaan berikut.
v RMS= √ v 2 (2.8)
Dengan v RMS (kelajuan efektif suatu gas), energi kinetik rata-rata suatu partikel gas dapat
dinyatakan dalam persamaan berikut.
1
Ek = m v 2RMS (2.9)
2
Maka kelajuan efektifnya dirumuskan dalam persamaan berikut.

23
Marthen Kanginan, Fisika: untuk SMA Kelas XI, (Jakarta: Erlangga, 2006), h.293-294
24
Ibid.,h.296-297
3 kT
v RMS=
m √ (2.10)
Agar dapat melihat hubungan kelajuan efektif dengan massa serta tekanan gas, diperoleh dalam
bentuk persamaan berikut.25
3 RT 3p
v RMS=
M √
dan v RMS=
f. Teorema Ekipartisi Energi
ρ √ (2.11)

Menurut teorema ekipartisi energi, energi kinetik rata-rata per molekul gas secara umum
dirumuskan dalam persamaan berikut.

1
Em=Ek=f ( kT ) (2.12)
2
Dengan f = derajat kebebasan.

25
Ibid.,h.298-301
g. Energi dalam dan Derajat Kebebasan Molekul Gas
Energi dalam (U) suatu gas didefinisikan sebagai jumlah energi kinetik seluruh molekul
gas. Untuk gas monoatomik, seperti He, Ne, dan Ar yang memiliki 3 derajat kebebasan (f = 3),
energi dalamnya adalah
3
U = kT (2.13)
2
B. Hasil Penelitian Relevan
Hasil Penelitian yang relevan dengan penelitian penulis yang berjudul “Pengaruh
Pendekatan Thinking Aloud Pairs Problem Solving (TAPPS) terhadap Pemahaman Kognitif
Siswa SMA pada Konsep Teori Kinetik Gas” adalah sebagai berikut:

1. Ni Luh Putri Setiawati dkk, dalam jurnal nya yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran
Kooperatif Thinking aloud Pair Problem Solving (TAPPS) Berbantuan LKS Terhadap Sikap
Sosial dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VI SLB Negeri Gianyar”. Hasil
penelitiannya memberikan informasi bahwa metode Thinking Aloud Pairs Problem Solving
(TAPPS) menuntut siswa lebih banyak bekerja dan berpikir daripada mendengarkan dan
sekedar menerima informasi sehingga konsep yang diperoleh dapat tertanam lebih kuat.26
2. Khoirul Musthofa, dalam jurnal nya yang berjudul “Pembelajaran Fisika Dengan
Cooperative Learning Tipe Jigsaw Untuk Mengoptimalkan Aktivitas dan Kemampuan
Kognitif Siswa Kelas X-6 SMA MTA Surakarta”. Hasil penelitiannya memberikan
informasi bahwa rendahnya kemampuan kognitif siswa terjadi karena beberapa faktor
diantaranya yaitu minat siswa terhadap pembelajaran fisika yang masih rendah serta masih
banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam menerima materi pelajaran fisika.27
3. Clara Tarania, dkk., dalam jurnal nya yang berjudul “Hasil Belajar Kognitif Siswa Melalui
Implementasi Media Pembelajaran Teori Kinetik Gas Berbasis Pendekatan Inkuiri di Kelas X
MIA 3 SMA Negeri 4 Penakbaru”. Hasil penelitiannya memberikan informasi bahwa hasil
belajar kognitif fisika siswa khususnya pada materi teori kinetik gas masih belum mencapai
angka yang memuaskan.28

26
Ni Luh Putri Setiawati dkk., Pengaruh Model Pembelajarab Kooperatif Thinking aloud Pair Problem Solving
(TAPPS) Berbantuan LKS Terhadap Sikap Sosial dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VI SLB Negeri
Gianyar, E-Jurnal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Vol. 5 No.1, 2015
27
Khoirul Musthofa, Pembelajaran Fisika Dengan Cooperative Learning Tipe Jigsaw Untuk Mengoptimalkan
Aktivitas dan Kemampuan Kognitif Siswa Kelas X-6 SMA MTA Surakarta, Jurnal Pendidikan Fisika, 2013
28
Clara Tarania, dkk., Hasil Belajar Kognitif Siswa Melalui Implementasi Media Pembelajaran Teori Kinetik
Gas Berbasis Pendekatan Inkuiri di Kelas X MIA 3 SMA Negeri 4 Penakbaru, Universitas Riau, 2017
4. Fakhruddin, Nuroktaviani, dalam jurnal nya yang berjudul “Hasil Belajar Kognitif Fisika
Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Problem Possing pada Materi Pokok
Kinematika di Kelas XI IPA MAN 1 Pekanbaru”. Hasil penelitiannya memberikan informasi
bahwa Proses belajar mengajar memerlukan bentuk pengajaran yang sesuai agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai.29
5. Irmayanti, dkk., dalam jurnal nya yang berjudul “Pengaruh Pendekatan Saintifik dalam
Strategi Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) untuk Meningkatkan
Kemampuan Pemecahan Masalah Fisika Siswa Kelas X SMAN 08 Palu”. Hasil penelitiannya
memberikan informasi bahwa Metode TAPPS mengutamakan kerja sama antar pasangan
dalam memecahkan suatu permasalahan.30
6. Mega Agustina dkk., dalam jurnal nya yang berjudul “Analisis Penguasaan Konsep-Konsep
Teori Kinetik Gas Menggunakan Taksonomi Bloom Berbasis HOTS pada Siswa Kelas XI
IPA di MAN Jember”. Hasil penelitiannya memberikan informasi bahwa pemahaman
konsep dapat membantu siswa dalam memecahkan masalah, tidak hanya pelajaran di
sekolah, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari.31
7. Alifah, dalam jurnal nya yang berjudul “Kemampuan Siswa dalam Menyelesaikan Soal-Soal
Uraian Terstruktur Pokok Bahasan Teori Kinetik Gas”. Hasil penelitiannya memberikan
informasi bahwa materi teori kinetik gas lebih banyak membahas konsep-konsep sehingga
peserta didik lebih banyak berpikir untuk bisa memahami materi tersebut.32

C. Kerangka Berpikir

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir Penelitian

D. Hipotesis Penelitian

29
Fakhruddin, Nuroktaviani, Hasil Belajar Kognitif Fisika Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran
Problem Possing pada Materi Pokok Kinematika di Kelas XI IPA MAN 1 Pekanbaru, Jurnal Geliga Sains 3 (1),
2009
30
Irmayanti, dkk., Pengaruh Pendekatan Saintifik dalam Strategi Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem
Solving (TAPPS) untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Fisika Siswa Kelas X SMAN 08 Palu,
Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako Online (JPFT) Vol.6.3, 2018
31
Mega Agustina dkk., Analisis Penguasaan Konsep-Konsep Teori Kinetik Gas Menggunakan Taksonomi
Bloom Berbasis HOTS pada Siswa Kelas XI IPA di MAN Jember, Jurnal Pembelajaran Fisiska Vol. 7 No.4, 2018
32
Alifah, Kemampuan Siswa dalam Menyelesaikan Soal-Soal Uraian Terstruktur Pokok Bahasan Teori Kinetik
Gas, Edu Sains Vol. 3 No. 2, 2015
Berdasarkan rumusan masalah, kajian teori dan kerangka berpikir yang telah
dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis yang dapat diajukan pada penelitian ini adalah,
pendekatan Thinking Aloud Pairs Problem Solving (TAPPS) terbukti berpengaruh terhadap
kemampuan kognitif siswa pada konsep teori kinetik gas.

Anda mungkin juga menyukai