Anda di halaman 1dari 10

-1-

BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN


REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN


NOMOR 3 TAHUN 2018
TENTANG
PROSEDUR PENJAMINAN OPERASI KATARAK, REHABILITASI MEDIK DAN
BAYI BARU LAHIR DALAM PROGRAM JAMINAN KESEHATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DIREKTUR UTAMA
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN,

Menimbang : a. bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial


diamanatkan oleh Undang-Undang Sistem Jaminan
Sosial Nasional untuk mengembangkan sistem
pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu pelayanan,
dan sistem pembayaran pelayanan kesehatan untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas jaminan
kesehatan;
b. bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43A
ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013
tentang Jaminan Kesehatan sebagaimana telah
beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan
Presiden Nomor 28 Tahun 2016 tentang Perubahan
Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013
tentang Jaminan Kesehatan wajib untuk
mengembangkan teknis operasionalisasi sistem
pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu pelayanan,
-2-

dan sistem pembayaran pelayanan kesehatan untuk


meningkatkan efisiensi dan efektivitas;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Kesehatan tentang Prosedur Penjaminan
Operasi Katarak, Rehabilitasi Medik dan Bayi Baru
Lahir Dalam Program Jaminan Kesehatan;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang


Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
3. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456);
4. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5256);
5. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang
Jaminan Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 29) sebagaimana telah
beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan
Presiden Nomor 28 Tahun 2016 tentang Perubahan
Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013
tentang Jaminan Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 62);

6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013


-3-

tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan


Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2013 Nomor 1400) sebagaimana telah beberapa kali
diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Ketiga atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013
tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan
Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2018 Nomor 367);
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014
tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan
Kesehatan Nasional (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 874);
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 36 Tahun 2015
tentang Pencegahan Kecurangan (Fraud) Dalam
Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Pada Sistem
Jaminan Sosial Nasional (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 739);
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 52 Tahun 2016
tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dalam
Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1601)
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir
dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun
2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 52 Tahun 2016 tentang Standar
Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan
Program Jaminan Kesehatan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 143);
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 76 Tahun 2016
tentang tentang Pedoman Indonesian Case Base
Groups (INA-CBG) Dalam Pelaksanaan Jaminan
Kesehatan Nasional (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2017 Nomor 92);
-4-

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL
KESEHATAN TENTANG PROSEDUR PENJAMINAN
OPERASI KATARAK, REHABILITASI MEDIK DAN BAYI
BARU LAHIR DALAM PROGRAM JAMINAN KESEHATAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Badan ini yang dimaksud dengan:
1. Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa
perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh
manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan
dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang
diberikan kepada setiap orang yang telah membayar
iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah.
2. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang
selanjutnya disebut BPJS Kesehatan adalah badan
hukum publik yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan kesehatan.
3. Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing
yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di
Indonesia, yang telah membayar iuran.
4. Fasilitas Kesehatan adalah fasilitas pelayanan
kesehatan yang digunakan untuk menyelenggarakan
upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik promotif,
preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan
oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau
Masyarakat.
5. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan yang
selanjutnya disingkat FKRTL adalah Fasilitas
Kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan
perorangan yang bersifat spesialistik atau sub
-5-

spesialistik yang meliputi rawat jalan tingkat lanjutan,


rawat inap tingkat lanjutan dan rawat inap di ruang
perawatan khusus.
6. Pelayanan Operasi Katarak adalah pelayanan
kesehatan yang diberikan kepada peserta yang
memiliki kelainan mata katarak yang dilakukan oleh
dokter spesialis atau subspesialis mata pada Fasilitas
yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
7. Pelayanan Rehabilitasi Medik adalah pelayanan
kesehatan terhadap gangguan fungsi yang diakibatkan
oleh keadaan/kondisi sakit, penyakit atau cedera
melalui panduan intervensi medik, keterapian fisik,
dan/atau rehabilitatif untuk mencapai kemampuan
fungsi yang optimal yang dilakukan oleh dokter
spesialis atau subspesialis Rehabilitasi Medik.
8. Kunjungan adalah episode pertemuan antara pasien
dan dokter spesialis atau subspesialis yang dapat
berupa konsultasi, pemeriksaan penunjang dan/atau
tata laksana medis.
9. Organisasi profesi adalah Ikatan Dokter Indonesia.

BAB II
PROSEDUR PENJAMINAN OPERASI KATARAK,
REHABILITASI MEDIK DAN BAYI BARU LAHIR

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 2
Dalam rangka kendali mutu dan kendali biaya pelayanan
kesehatan, BPJS Kesehatan mengatur prosedur
penjaminan pelayanan kesehatan untuk:
a. operasi katarak;
b. rehabilitasi medik; dan
c. bayi baru lahir.
-6-

Bagian Kedua
Prosedur Penjaminan Operasi Katarak

Pasal 3
(1) BPJS Kesehatan menjamin operasi katarak
berdasarkan indikasi medis. dan standar pelayanan
dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan
BPJS Kesehatan.
(2) Penjaminan operasi katarak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diberikan kepada Peserta penderita
penyakit katarak dengan visus kurang dari atau
sama dengan 6/18 preoperatif sesuai dengan indikasi
medis.
(3) Dalam hal sesuai dengan indikasi medis penetapan
visus belum memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dan ditemukan indikasi
medis lain yang membutuhkan operasi katarak,
maka dilakukan penjaminan dan pembayarannya
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan .
(4) Pelayanan operasi katarak sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dapat dilakukan melalui tindakan:
a. Phacoemulsification;
b. Small Incision Cataract Surgery (SICS);
c. Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE); atau
d. Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE),
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 4
Pelayanan operasi katarak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (4), diberikan oleh dokter yang telah memiliki
kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
-7-

Pasal 5
(1) Pelayanan operasi katarak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (1) diberikan dengan
mempertimbangkan jumlah maksimal tindakan
operatif setiap bulan dengan jumlah 60 operasi
katarak per SIP dokter untuk masing-masing fasilitas
kesehatan yang memiliki dokter spesialis mata.
(2) Pelayanan operasi katarak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dapat melebihi jumlah maksimal
tindakan operatif setiap bulan apabila terdapat kasus
operasi gawat darurat (emergency).

Bagian Ketiga
Prosedur Penjaminan Rehabilitasi Medik

Pasal 6
(1) BPJS Kesehatan menjamin pelayanan rehabilitasi
medik berdasarkan indikasi medis dan standar
pelayanan dengan mempertimbangkan kemampuan
keuangan BPJS Kesehatan.
(2) Penjaminan pelayanan rehabilitasi medik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
paling banyak 2 (dua) kali kunjungan per peserta per
minggu atau paling banyak 8 (delapan) kali
kunjungan per peserta per bulan.
(3) Dalam hal pelayanan rehabilitasi medik diberikan
melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), penjaminan dan pembayarannya sesuai dengan
ketentuan yang disepakati bersama antara BPJS
Kesehatan dengan organisasi profesi.perhimpunan
dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi.
(4) Pelayanan rehabilitasi medik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan di fasilitas kesehatan yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dan memiliki
-8-

dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi.


(5) Dalam hal tidak terdapat dokter spesialis kedokteran
fisik dan rehabilitasi di fasilitas kesehatan dalam
satu kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), pemberian pelayanan dapat diberikan
pelimpahan kewenangan didelegasikan kepada dokter
yang sudah mendapatkan pelatihan memiliki
kewenangan untuk melakukan praktik kedokteran
rehabilitasi medik terbatas yang diakui oleh
organisasi profesi. berdasarkan kompetensi yang
diakui oleh kolegium dan/atau perhimpunan dokter
spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi.
(6) Ketentuan sebagaimanan dimaksud ayat 5 harus
mendapatkan persetujuan pimpinan fasilitas
kesehatan.

Bagian Keempat
Prosedur Penjaminan Bayi Baru Lahir

Pasal 7
(1) BPJS Kesehatan menjamin pelayanan bayi baru lahir
dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan
BPJS Kesehatan.
(2) Penjaminan pelayanan pada bayi baru lahir
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan
dengan permenkes nomor 76 tahun 2016 tentang
pedoman INA-CBG dalam pelaksanan JKN.yang
memperoleh pelayanan neonatal esensial,
dibayarkan 1 (satu) paket dengan persalinan ibunya.
(3) Bayi baru lahir yang memperoleh pelayanan neonatal
esensial dan memerlukan perawatan dengan sumber
daya lainnya dibayarkan terpisah dari paket
persalinan ibunya.
(4) Perawatan dengan sumber daya lainnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) merupakan perawatan bayi
baru lahir yang diagnosa penyakitnya ditetapkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
-9-

undangan.

BAB III
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 8
I. Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan ini Berlaku mulai berlaku 3 bulan setelah
diundangkan pada tanggal diundangkan
II. Pada saat peraturan ini diberlakukan, peraturan
direktur jaminan pelayanan kesehatan BPJS
Kesehatan nomor 2,3, dan 5 tahun 2018 dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Badan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 Juli 2018

DIREKTUR UTAMA
BADAN PENYELENGGARA
JAMINAN SOSIAL KESEHATAN,

FACHMI IDRIS

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal …

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
-10-

REPUBLIK INDONESIA,

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2018 NOMOR ...

Anda mungkin juga menyukai