BAB 1 New
BAB 1 New
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
masyarakat, namun pada kenyataannya perubahan gaya hidup manusia yang lebih
instan dan praktis sehingga berdampak pada potensi berkembangnya penyakit tidak
menunjukkan telah terjadi peningkatan penyakit tidak menular dalam 5 tahun terakhir.
Dibandingkan dengan riset terakhir pada 2013, prevalensi strok naik dari 1,8%
menjadi 3,8%. angka kejadian diabetes melitus naik dari 6,9% menjadi 8,5%, kasus
hipertensi meningkat dari 25,8% menjadi 34,1%. Badan Kesehatan Dunia (WHO),
pada 2030 diprediksi akan ada 52 juta jiwa mengalami kematian per tahun karena
penyakit tidak menular, naik 9 juta jiwa dari 38 juta jiwa pada saat ini (WHO, 2011).
Salah satu penyakit tidak menular adalah diabetes yang juga menjadi penyebab
(WHO ,2016). Diperkirakan Diabetes militus tipe 2 didunia akan meningkat 48% dari
425 juta menjadi 629 juta pada tahun 2045 (IDF,2017). Indonesia saat ini menempati
Indonesia mengalami peningkatan dari 1.5% ditahun 2013 menjadi 2.0% ditahun 2018.
Provinsi Jawa Timur masuk dalam 5 besar prevalensi diabetes tertinggi. Tercatat
dalam laporan riskesdas Jawa Timur kejadian diabetes militus tertinggi berada di Kota
Puskesmas dengan jumlah pasien baru Diabetes militus tipe 2 tertinggi berada di
biasanya terjadi pada orang dewasa, akan tetapi kejadian DM tipe 2 pada anak-anak
dan remaja semakin meningkat (IDF, 2015). Riskesdas 2018 usia 15-24 tahun
prevalensi diabetes sebesar 0,05%. Salah satu faktor mempengarui penyakit ini pada
anak dan remaja ialah perubahan gaya hidup yang tidak sehat dan obesitas,
faktor risiko diabetes merupakan suatu keharusan, jika diabetes militus tidak ditangani
dengan baik, akan memberi beban ekonomi yang tidak sedikit, lebih parah lagi apabila
banyak organ penting dalam tubuh, bahkan dapat berakibat fatal (Tandra, 2017).
Faktor penyebab penyakit tidak menular seperti diabetes militus tipe 2 dapat dibedakan
menjadi 2. Yang pertama faktor yang tidak dapat di ubah (unchangeable) seperti usia,
jenis kelamin, ras dan genetik, yang ke dua faktor yang dapat di ubah (changeable)
seperti Gaya hidup yang salah seperti merokok, minum minuman beralkohol, tidak
pernah olahraga atau jarang aktifitas fisik, obesitas , stres dan pola makan yang dapat
berat badan, gula darah dapat terbakar menjadi energi dan sel tubuh akan lebih
sensitive terhadap insulin sehingga resiko diabetes tipe 2 akan turun sampai 50%
(Tandra, 2018). Hasil penelitian Nurayati dan Andriani (2017) memperkuat dugaan
tersebut bahwa ada hubungan yang signifikan antara aktifitas fisik dan diabetes tipe 2.
kejadian diabetes melitus tipe II dan diinterpretasikan bahwa responden dengan pola
makan yang buruk memiliki 10 kali lipat risiko terhadap kejadian diabetes melitus tipe
melakukan estimasi proyeksi dan dan estimasi beban penyakit akibat DM (Farida,
2007). Obesitas sentral berdasarkan lingkar perut lebih berperan sebagai faktor risiko
DM dibanding dengan obesitas umum berdasarkan IMT (Farida et al. 2007). Hal ini
diperkuat dengan penelitian Nova nurvida sari (2018) yang menyatakan ada hubungan
obesitas sentral dengan kejadian Diabetes Melitus Tipe II dengan (p-value = 0,000).
Pada penelitian Diah di malang menyebutkan lain, bahwa ada hubungan BMI dengan
kejadian diabetes militus di malang penelitian ini didukung oleh penelitian Meilia
Indeks) mempunyai hubungan yang erat dengan terjadinya diabetes militus tipe 2.
(Tandra, 2019). Hasil penelitian Radio putro wicaksono (2011) menunjukkan orang
62% lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak merokok (Lina. 2016).
Penelitian oleh Houston mendapatkan bahwa perokok aktif memiliki risiko 76% lebih
(Irawan,2010).
lainnya. Namun stress juga berhubungan dengan penyakit diabetes tipe 2 (Tandra,
didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara stres dengan kejadian DM
Tipe 2 (Shara. 2013). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Andi di Rumah
Sakit Umum Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makasar. Orang yang mengalami stres
memiliki risiko 1,67 kali untuk menderita DM Tipe 2 dibandingkan dengan orang yang
Diabetes adalah penyakit yang disebabkan karena gaya hidup yang buruk,
sehingga hampir separuh dari populasi dunia beresiko menderita diabetes (WHO,
2011). Internasional Diabetes Federation (IDF) 2015 memprediksi lebih dari 50% dari
450 juta penderita diabetes tidak mengetahui dirinya menderita diabetes karena
kebanyakan penyakit diabetes berlangsung tanpa mengalami keluhan sampai beberapa
tahun (Thandra, 2017). Melihat tingginya prevalensi diabetes yang berkembang pada
masa anak-anak dan remaja yang akan berlanjut sampai dewasa, maka tindakan
pencegahan dan tatalaksana diabetes harus dilaksanakan sejak dini (Tandra 2016).
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas diabetes militus tipe 2 merupakan penyakit yang
mengalami peningkatan dari yang dulu faktor risiko hanya terdapat pada usia dewasa
tetapi sekarang sudah merambah ke usia remaja dikarenakan adanya perubahan gaya
hidup yang salah dan kurang baik. Sehingga peniliti ingin mengetahui gambaran faktor
C. Tujuan
a. Tujuan umum
b. Tujuan khusus
Kota Madiun.
D. Manfaat Penelitian
Puskesmas yang berada di Kota Madiun tentang identifikasi faktor risiko diabetes
militus tipe 2 pada remaja sehingga dapat menjadi tinjauan untuk perencanaan
Hasil penelitian ini diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
kesehatan masyarakat tentang gambaran faktor risiko diabetes militus tipe 2 pada
selanjutnya.
selanjutnya gambaran faktor risiko diabetes militus tipe 2 pada remaja untuk
4. Bagi Masyarakat
dini.
BAB II
Tinjauan Pustaka
hiperglikemia akibat dari kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya
manis oleh dokter atau belum pernah didiagnosis menderita kencing manis oleh dokter
tetapi dalam 1 bulan terakhir mengalami gejala sebagai berikut, yaitu sering lapar,
sering haus, sering buang air kecil dalam jumlah banyak dan berat badan turun
(Riskesdas, 2013).
sehingga meningkatkan kadar gula darah (hiperglikemia) (Sulistria, 2013). Gejala khas
lemas dan berat badan turun meskipun nafsu makan meningkat (polifagia). Gejala lain
yang mungkin dirasakan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur, dan impoten
pada pasien pria serta piuritas pada pasien wanita. DM memang tidak menunjukan
gejala khas yang mudah dikenali. Kesulitan dalam mengetahui gejala penyakit
menyebabkan lebih dari 50% penderita tidak menyadari bahwa ia sudah mengidap DM
(Dimas, 2013).
B. Patofisiologi DM tipe 2.
Pada DM tipe II terdapat beberapa hal yang keadaan berperan
yaitu:
a. Resistensi insulin pada jaringan lemak, otot, dan hati menyebabkan respon reseptor
berkurang.
gula darah dengan cara menekan glukosa hati dan menstimulasi penggunaan glukosa
oleh jaringan lemak dan jaringan otot. Pada saat terjadi hiperglikemia sel-sel beta
kadar lebih banyak. Hiperglikemia yang terjadi secara terus menerus akan merusak
sel-sel beta pankreas karena terjadi kelelahan dalam produksi hormon insulin. Hal ini
(Guyton, 2014).
C. Klasifikasi
2. Idiopatik
Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin
4. Endokrinopati
Tipe lain
5. Karena obat atau zat kimia
6. Infeksi
D. Gejala Gejala
mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun sampai saat tertentu. Pada permulaan
gejala yaitu:
Banyak minum
Banyak kencing
Nafsu makan mulai berkurang/ berat badan turun dengan cepat (turun 5 -
Mudah lelah
Kesemutan
Kram
Kelelahan
Mudah mengantuk
Gigi mudah goyah dan mudah lepas kemampuan seksual menurun bahkan
impotensi
Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam
kandungan, atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg (Darmono dalam
Hastuti, 2008).
E. Diagnosis
glukosa darah sewaktu >200 mg/dl atau hasil pengukuran kadar glukosa darah
puasa >126 mg/dl. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
makan
Pra-diabetes
F. Faktor Risiko
a. Aktifitas Fisik
Aktifitas fisik atau olahraga harus dilakukan secara teratur agar tubuh dapat
beradaptasi ketika diberikan rangsangan secara teratur dengan takaran dan waktu
Aktivitas fisik yang kurang dapat mempengaruhi retensi insulin. Aktivitas fisik
masuk ke dalam tubuh tidak dibakar tetapi ditimbun di dalam tubuh sebagai lemak
dan gula. Jika insulin tidak mencukupi untuk mengubah glukosa menjadi energi
maka akan timbul DM. Setelah beraktivitas fisik selama 10 menit kebutuhan
glukosa darah akan meningkat 15 kali dari jumlah kebutuhan pada keadaan biasa
(Fitriyani, 2012). menyebabkan resistensi insulin pada diabetes melitus tipe II.
b. Pola Makan
Pola makan yang tinggi lemak, garam, gula dan mengkonsumsi makanan
secara berlebihan dapat meningkatkan kadar glukosa dalam darah dan frekuensi
makan yang tidak teratur dan kebiasaan makan yang tidak tepat waktu dan sering
makan tidak terkontrol Sehingga pola makan responden tidak baik dan
pokok, makan cepat saji, minuman manis yang mengandung gula, dan makanan
yang berminyak atau bersantan. Risiko untuk terjadinya Diabetes Mellitus tidak
hanya dilihat dari kriteria mengkonsumsi atau tidak mengkonsumsi jenis makanan
yang berisiko tetapi dipengaruhi pula oleh frekuensi konsumsi, dan seberapa
Riwayat pola makan yang kurang baik juga menjadi faktor resiko penyebab
dalam proses lipogenesis. Selain itu hormon insulin juga memiliki efek pada gen
satuan kilogram (kg) dan tinggi badan dalam satuan meter (m). selanjutnya
IMT = BB (kg)
TB 2 (m)
IMT dapat digunakan untuk mengetahui BB seseorang ideal atau belum dengan
Hasil Kategori
< 18.5 Kurang
18.5-22.9 Normal
23.0 – 24.9 BB Risiko
25.0 – 29.9 Obesitas 1
≥ 30.0 Obesitas 2
Sumber : Kemenkes, 2010.
.
Hasil IMT yang masuk kategori obesitas perlu diwaspadai. obesitas
berlebih. Sel beta kelenjar pankeas akan mengalami kelelahan dan tidak
kalori. Akibatnya kadar glukosa darah akan tinggi dan akhirnya akan menjadi
DM.
b. Lingkar Perut
menilai obesitas sentral adalah jika lingkar perut pria >90 cm dan wanita >80
cm (Kemenkes, 2010).
karena adiposit di daerah yang efisien dan lebih resisten terhadap efek insulin
transisi dari kondisi resistensi insulin ke diabetes yang manifest secara klinis
(pusparini, 2007).
d. Terpapar asap rokok
Terpapar asap rokok adalah merokok atau sering berada di dekat perokok.
Merokok adalah salah satu faktor risiko terjadinya penyakit DM Tipe 2. Asap
2018).
Merokok tidak hanya sebagai faktor resiko penyakit jantung, kanker dan
stroke. Merokok juga merupakan salah satu faktor dari terjadinya diabetes karena
satu batang rokok dapat melumpuhkan 15% insulin dalam tubuh. Insulin dalam
Respon insulin pada pembebanan glukosa oral lebih banyak pada perokok
dibandingkan yang tidak merokok. Perokok memiliki ciri khas sindrom resistensi
insulin termasuk di dalamnya gula darah puasa yang meningkat (Chiolero, 2008
dapat menyebabkan kondisi yang tahan terhadap insulin. Orang yang merokok ≥
merokok.
terpapar asap rokok hampir merata. Responden yang terpapar asap rokok
merupakan perokok aktif dan pasif. Dari responden yang terpapar asap rokok,
sebagaian besar adalah perokok pasif. Perokok pasif memungkinkan menghisap
racun sama seperti perokok aktif. perokok memiliki risiko 76% lebih tinggi untuk
Hasil penelitian ini menunjukkan orang dengan kebiasaan merokok lebih berisiko
terkena DM tipe 2. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan antara merokok
dengan kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 (p=0,000). Hal ini sejalan dengan
penelitian oleh Houston juga mendapatkan bahwa perokok aktif memiliki risiko
76% lebih tinggi untuk terserang DM Tipe 2 dibanding dengan yang tidak terpajan
(Irawan, 2010).
e. Stress
Stres adalah respon tubuh yang tidak spesifik terhadap setiap kebutuhan tubuh
yang terganggu, suatu fenomena universal yang terjadi dalam kehidupan sehari-
hari dan tidak dapat di hindari, setiap orang mengalaminya. Stres dapat berdampak
secara total pada individu yaitu terhadap fisik, psikologis, intelektual, sosial, dan
biokimia tubuh melalui 2 jalur, yaitu neural dan neuroendokrin. Reaksi pertama
respon stres yaitu sekresi sistem saraf simpatis untuk mengeluarkan norepinefrin
didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara stres dengan kejadian DM
Tipe 2 (Shara. 2013). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Andi di Rumah
Sakit Umum Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makasar. Orang yang mengalami stres
memiliki risiko 1,67 kali untuk menderita DM Tipe 2 dibandingkan dengan orang
G. Remaja
a. Definisi Remaja
Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun,
penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun dan menurut Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum
menikah. Di dunia diperkirakan kelompok remaja berjumlah 1,2 milyar atau 18%
yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Sifat khas remaja
serta cenderung berani menanggung risiko atas perbuatannya tanpa didahului oleh
konflik tidak tepat, mereka akan jatuh ke dalam perilaku berisiko dan mungkin
harus menanggung akibat jangka pendek dan jangka panjang dalam berbagai
masalah kesehatan fisik dan psikososial. Sifat dan perilaku berisiko pada remaja
reproduksi.
biasanya terjadi pada orang dewasa, akan tetapi kejadian DM tipe 2 pada anak-
anak dan remaja semakin meningkat (IDF, 2015). Diabetes yang menyerang
remaja umumnya diabetes tipe 1 karena sel beta pankreas menghasilkan sedikit
hormon insulin yang disebabkan oleh faktor keturunan dan autoimun. Namun,
Diabetes melitus tipe 2 pun bisa juga menyerang para remaja karena remaja
mengonsumsi berbagai jenis kuliner tanpa mengikuti pola hidup sehat. Diabetes
mellitus tipe 2 disebabkan oleh resistansi insulin akibat
terkena diabetes mellitus tinggi. Hal ini terjadi karena kecenderungan remaja yang
penyakit keturunan, artinya bila orang tua menderita diabetes, anakanaknya akan
menderita diabetes juga (Fatmawati, 2010). Bukti yang paling meyakinkan akan
adanya faktor genetik adalah penelitian yang dilakukan pada saudara kembar
identik penyandang DM, hampir 100% dapat dipastikan akan juga mengidap DM.
bahwa penyebab prediabetes karena faktor keturunan pada remaja sekitar 13,30%
(Ary, 2018).
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. kerangka konsep
Usia
Genetik
Ras
Jenis Kelamin Diabetes Militus tipe 2
Aktifitas Fisik
Pola Makan Gangguan metabolisme
Stress
Obesitas
Terpapar Asap Rokok.
glikosuria
Keterangan :
= Tidak Dilakukan Penelitian
= Dilakukan Penelitian
Diabetes millitus tipe-2 di sebabkab oleh faktor resiko yang tidak dapat di ubah
misalnya jenis kelamin, umur, dan faktor genetik. Yang ke dua adalah faktor resiko
yang dapat di ubah misalnya terpapar asap rokok, kurang nya aktivitas fisik, pola
makan yang salah, stress dan obesitas. Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah penyakit
gangguan metabolik yang di tandai oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas dan atau ganguan fungsi insulin (resistensi insulin).
Terpapar asap rokok dan merokok merupakan faktor risiko dari DM tip2 karena
menyebabkan peningkatan risiko terkena DM. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
terpapar asap rokok dan tidak terpapar asap rokok hampir merata. Responden yang
terpapar asap rokok merupakan perokok aktif dan pasif. Perokok pasif memungkinkan
menghisap racun sama seperti perokok aktif. Perokok memiliki risiko 76% lebih tinggi
Penelitian Soegondo (2009) menyatakan bahwa Aktivitas fisik yang kurang dapat
meningkat sehingga kadar gula dalam darah akan berkurang. Pada orang yang jarang
berolahraga, zat makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar tetapi ditimbun
dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Jika insulin tidak mencukupi untuk mengubah
Fehny et al 2017 Terdapat hubungan antara pola aktivitas fisik dengan kadar gula
darah pada pasien diabetes melitus tipe II di Rumah Sakit Pancaran Kasih GMIM
yang signifikan antara aktivitas fisik dengan kejadian DM Tipe 2. Orang yang aktivitas
fisik sehari-harinya berat memiliki risiko lebih rendah untuk menderita DM Tipe 2
Obesitas umum (IMT) dan obesitas sentral (lingkar perut) juga menjadi faktor
risiko terjadinya diabetes tipe 2 karena obesitas umum (IMT) merupakan faktor risiko
yang berperan penting dalam terjadinya penyakit Diabetes Militus. Orang yang
obesitas mempunyai masukan kalori yang berlebih. Sel beta kelenjar pankeas akan
mengalami kelelahan dan tidak mampu untuk memproduksi insulin yang cukup untuk
mengimbangi masukan kalori. Akibatnya kadar glukosa darah akan tinggi dan
akhirnya akan menjadi DM. Obesitas sentral merupakan contoh penimbunan lemak
yang berbahaya karena adiposit di daerah yang efisien dan lebih resisten terhadap efek
insulin dibanding adiposit di daerah yang lain. Adanya peningkatan jaringan adipose
biasanya diikuti keadaan resistensi insulin. Resistensi insulin merupakan suatu fase
awal abnormalitas metabolik sampai terjadi intoleran glukosa. Kegagalan sel pankreas
menyebabkan sekresi insulin tidak adekuat , sehingga terjadi transisi dari kondisi
makanan memegang peranan dalam peningkatan kadar gula darah. Pada proses
makan, makanan yang di makan akan di cerna di dalam saluran cerna dan kemudian
akan di ubah menjadi suatu bentuk gula yang di sebut glukosa (Nurrahmani, 2012).
di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2011) tentang hubungan
pola makan dan aktivitas dengan kadar glukosa darah penderita Diabetes Melitus tipe-
2 rawat jalan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makasar, dari hasil penelitiannya,
peningkatan glukosa darah pada penderita DM tipe-2 lebih tinggi pada responden yang
memiliki pola makan kurang baik ada 87,9% atau 29 orang dari 55 orang sebagai
sampel. Diperkuat dengan penelitian yang telah di lakukan di Rumah Sakit prof. Dr. R.
D. Kandou Manado pada bulan Juni 2013 bahwa Ada hubungan pola makan dengan
kejadian Diabetes Melitus tipe-2 di poliklinik internal BLU RSUP. Prof. Dr. R. D.
bahwa ada hubungan yang signifikan antara stres dengan kejadian DM Tipe 2 (Shara.
2013). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Andi di Rumah Sakit Umum Dr.
Wahidin Sudirohusodo, Makasar. Orang yang mengalami stres memiliki risiko 1,67
kali untuk menderita DM Tipe 2 dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
mencandarkan karakteristik individu atau kelompok. Penelitian ini menilai sifat dari
itu, variabel independennya adalah faktor risiko DM Tipe 2 yang terdiri dari indeks
massa tubuh, lingkar perut, stress , aktivitas fisik, terpapar asap rokok, dan pola
makan.
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja UPTD Puskesmas Oro-Oro Ombo Kota
Madiun
2. Waktu Penelitian
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah remaja di wilayah kerja UPTD Puskesmas
2. Sampel
Sampel yang digunakan adalah remaja di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kota
yang sehat dan berumur 10-19 tahun yang berada di wilayah kerja UPTD
Puskesmas Kota Madiun. Responden dalam penelitian ini adalah Remaja yang
3. Teknik Sampling
n = N / (1 + (N x e2))
n = 16.287 / 41,7175
Keterangan :
2. N = Besar populasi
D. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah faktor risiko diabetes militud tipe-2 yaitu: obesitas
(IMT & lingkar perut), merokok, aktifitas fisik, pola makan, dan stress.
E. Definisi operasional
Definisi operasional adalah batasan ruang lingkup atau pengertian variabel- variabel yang diamati/diteliti
(Notoatmojo,2012).
.
1. Aktifitas Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh Berdasarkan Kuesioner Ordinal
1. Ringan
Fisik dengan tujuan meningkatkan dan Baeckqe
: nilai
mengeluarkan tenaga dan energi. Terbagi questioner
indeks
dari 3 bagian aktifitas fisik yaitu aktifitas oleh baecke
< 6.3
fisik waktu bekerja, berolahraga dan et al 1982
2. Sedang
aktifitas fisik waktu luang.
: nilai
Rumus untuk mendapatkan indeks aktifitas
indeks
fisik :
6.3
Work indeks =
-7.1
[ p 1+(6− p 5)+ p 6+ p7 + p 8+ p 9+ p10+ p 21]/8
3. Berat :
No Variable Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Hasil Ukur Skala
.
Sport indeks = [p8+p11+p15+p22] nilai
=¿ ≥ 7.2
leusuring-time
2. Obesitas Lingkar perut responden dari hasil Berdasarkan Pita ukur 0 = normal Nominal
.
18.5-22.9 Normal
23.0 – 24.9 BB Risiko
25.0 – 29.9 Obesitas 1
≥ 30.0 Obesitas 2
b. Berisiko
c. Obesitas
3. Terpapar Terpapar atau tidaknya responden dengan Step wise Kuesioner 0 = Terpapar Nominal
fitriani 2012.
a. Terpapar jika responden merokok
b. Tidak Terpapar
4. Stress Stres adalah kondisi responden mengalami Perceived Kuesioner Stres ringan Ordinal
No Variable Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Hasil Ukur Skala
.
gejala-gejala seperti tegang, mudah takut, Stress Scale jika nilai ≤ 13
dan sulit tidur, dalam jangka waktu yang (PSS-10) stres sedang
26
nilai = 27- 40
5. Pola Pola makan mengandung 3 bahasan pokok Berdasarkan kuesioner Terdiri dari 13 Nominal
Mainardo, setiap
2017. responden
dikelompokka
No Variable Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Hasil Ukur Skala
.
n, setelah
jawaban
dikelompokan,
jawaban akan
di
persentasekan
dengan jumlah
100%. Kecuali
nomor 3 dan 4
yang dapat
dipilih lebih
dari 1 jawaban.
F. Instrumen Penelitian
Pengumpulan data meliputi data primer dan data sekunder. Dalam penelitian
ini data primer yang diambil berupa karakteristik dan perilaku responden, variabel
penelitian yaitu Faktor risiko DM tipe 2, sedangkan data sekunder yang diambil
yaitu jumlah penderita Diabetes Militus tipe 2 di Puskesmas Oro-ro ombo Kota
Madiun.
a. Data Primer
(Darmawan, 2016). Data primer dalam penelitian ini adalah berupa data
yang berhubungan dengan variabel faktor risiko DM tipe 2 yaitu pola makan,
obesitas, aktifitas fisik, stress dan terpapar asap rokok. yang digunakan
Kesehatan Masyarakat.
penelitian.
b. Data Sekunder
(Darmawan, 2016). Data sekunder yang digunakan dari penelitian ini adalah
Kesehatan Masyarakat.
ii. Coding
Coding adalah kegiatan merubah data dalam bentuk huruf menjadi data
huruf atau angka untuk memberikan identitas data. Pada pola makan di beri
code M1-M13. Pada kuesioner paparan asap rokok diberi kode T1-T18. Pada
kuesioner stress diberi kode S1-S10. Pada kuesioner aktifitas fisik diberi kode
bentuk kode (angka atau huruf) dimasukan kedalam program atau software
iv. Tabulating
yaitu obesitas, paparan asap rokok, aktifitas fisik, strees dan pola makan..
v. Pembersihan Data (Cleaning)
Setelah semua data dari setiap responden telah selesai dimasukkan perlu
atau tidak pada data. Pengecekan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu
total responden.
2. Analisis Data
Analisis Univariat
I. Kerangka Kerja
Menentukan Populasi
Menentukan Sampel
Mengumpulkan Data