Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat diuretik adalah sekelompok obat yang dapat meningkatkan laju


pembentukan urin.Ada 5 jenis obat diuretik yaitu diuretik osmotik, inhibitor
karbonik anhidrase, loop diuretik (diuretik kuat), tiazid dan diuretik hemat
kalium (potassium sparing diuretik).Diuretik adalah obat yang dapat
menambah kecepatan pembentukan urin.Istilah diuresis mempunyai dua
pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin yang
diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut
dalam air.  Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem
yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga
volume cairan ekstrasel menjadi normal.

Proses diuresis dimulai dengan mengalirnya darah ke dalam glomeruli


(gumpalan kapiler) yang terletak di bagian luar ginjal (cortex). Dinding
glomeruli inilah yang bekerja sebagai saringan halus yang secara pasif dapat
dilintasi air,  garam dan glukosa. Ultrafiltrat yang diperoleh dari filtrasi dan
mengandung banyak air serta elektrolit ditampung di wadah, yang
mengelilingi setiap glomerulus seperti corong (kapsul Bowman) dan
kemudian disalurkan ke pipa kecil. Di sini terjadi penarikan kembali secara
aktif dari air dan komponen yang sangat penting bagi tubuh, seperti glukosa
dan garam-garam antara lain ion Na. Zat-zat ini dikembalikan pada darah
melalui kapiler yang mengelilingi tubuli, sisanya yang tak berguna seperti
”sampah” perombakan metabolisme protein (ureum) untuk sebagian besar
tidak diserap kembali. Akhirnya filtrat dari semua tubuli ditampung di suatu
saluran pengumpul (ductus coligens), di mana terutama berlangsung
penyerapan air kembali.Filtrat akhir disalurkan ke kandung kemih dan
ditimbun sebagai urin.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja interaksi obat yang terjadi pada penggunaan obat-obat diuretik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2
2.1 Diuretik

Sebagian besarinteraksi daridiuretikmuncul secara farmakodinamik, yaitu


muncul karena efekgabungan daridiuretikdan interaksi obatlainnya. Contoh
nyata, akan terjadi hipotensikarena disebabkan olehpenggunaanloop diuretik
danbeta blocker, atauhiperkalemia yangdisebabkan
olehinhibitorACEdandiuretikhematkalium. Beberapa interaksiyang diterima
secara umumtampaknyajarang didokumentasikan, kemungkinan besarkarena
diprediksimenggunakan duaobatdenganaksi serupasecara bersama-sama. 'Tabel
26.1', (bawah) daftarkelompokobat diuretikutamadiklasifikasikan olehefeknya
padakalium. Carbonic anhydrase inhibitorstermasukdi bawahdiuretikkalium-
menipis, tetapi perhatikan bahwahipokalemiayang disebabkan olehobat jenis
inidikatakanbersifat sementaradan jarangbermakna secara klinis.

Eplerenonadalah sebuahaldosteronantagonisyang selektifsama


denganspironolakton, dimetabolismeoleh sitokromP450isoenzimCYP3A4dan
karena itudipengaruhi olehobatlain yang merupakaninhibitor atauinduserenzim
ini.

Interaksiyang tercakup dalambagian initerutamamerekayang terkena


dampakdiuretik. Ada banyakinteraksilain di seluruhpublikasidi
manadiuretikberpengaruh terhadapaksiobat lain.

Tabel. 26.1 Diuretik

Kelompok Obat
Potassium-depleting diuretics
Penghambat karbonik anhidrase Asetazolamid,
Diclofenamide(Dichlorphenamide),
methazolamide
Diuretik Kuat
Bumetanide, asam Etacrynic, Furosemid,
Piretanide, Torasemide
Diuretik Tiazid
Altizide, Bemetizide,
Bendroflumethiazide, Butizide,
Chlorothiazide, Chlortalidone, Clopamide,
Cyclopenthiazide, Cyclothiazide, Epitizide,
Hydrochlorotiazide, Hydroflumethiazide,

3
Indapamide, Mefruside, Methyclothiazide,
Metolazone, Polythiazide, Teclothiazide,
Trichlormethiazide, Xipamide.
Diuretikhemat kalium
Penghambat Aldesteron Eplerenon, Kalium canrenoate,
Spironolakton
Lainnya
Amiloride, Triamterene

2.2 Interaksi Obat Diuretik dengan Obat Lain


1. Asetazolamid+NSAID

Sebuah kasusgagal ginjal akuttelah dilaporkanpada wanitayang menjalani


operasiretinal, yang terjadipasca operasi setelah menggunakan total
dari2gacetazolamide, 80gmanitol dan 700mgketoprofen.Tampaknyaadakasus
serupalainnya tentangakibat OAINS yang meningkatkan risikogagal ginjal akut.

2. Asetazolamid+Timolol

Penggunaantabletacetazolamidedengantetes
matatimololmengakibatkanasidosispada pasien denganpenyakit paru obstruktif
kronik.

Bukti klinis, mekanisme, penting dan manajemen.

Seorang pria tua dengan penyakitparu obstruktif kronik diberi 750mg


acetazolamide oral harian dan timolol maleat 0,5 % tetes mata , satu tetes pada
setiap mata dua kali sehari, sebagai premedikasi untuk menurunkan hipertensi
okular sebelum operasiglaukoma. Limahari kemudianperkembangan sesak napas
iasemakin memburukdan iadiketahui memilikisesak napas yang parah,
beragamasidosis.

Hal initampaknya telahdisebabkan oleh efekbahan


tambahandariacetazolamide, yangterhalangekskresiion hidrogen dalamginjal, dan
efekbronchoconstrictordaritimolol, yangdiserapdalam jumlah yang
cukupdapatmemperburukobstruksi jalan napaspada pasien ini, dan dengan
demikian mengurangirespirasi. Kasus initerisolasimenekankan potensirisiko
penggunaanbetablocker, bahkansebagaipersiapannon-sistemik seperti tetes mata,

4
pada pasien dengan penyakitparu obstruktif. Dicatatanacetazolamidesebaiknya
digunakandengan hati-hatipada pasien denganobstruksiparu atauemfisemakarena
peningkatanrisikoasidosis. Hal ini,sebagian karena adanyainteraksi obat-penyakit.

3. Cyclothiazide/Pravastatin-triamteren

Bukti klinis, mekanisme, dan pentingnya manajemen

Seorang wanita63tahunyang sudah


memakaicyclothiazide/triamterendanacebutololselama 4tahun, mengalami
poliuriadanpolidipsiadalam waktu 3 minggusemenjak mulai menggunakan
pravastatin20 mg per hariyang secara bertahapsemakin memburuk.Setelah
4bulandiadirawat di rumah sakitkarenahiperglikemia, yangditerapi denganinsulin
dankemudianglibenclamide(glyburide).
Cyclothiazide/triamterenedanpravastatindihentikandan secara bertahapgejala-
gejaladiabetesmulai mereda.Lima minggusetelah masuk rumah sakitdia tanpa
memerlukanuntuk setiap pengobatanantidiabetikdengansepenuhnya diabetesdapat
diatasi. Alasanrinci untukreaksi initidak dipahami, tapi
tampaknyabahwapravastatinmeningkatkanpotensiHiperkalemiadaridiuretikthazide
pada titik di manaterus terangdiabetesberkembang. Hal ini merupakankasus
khususdan adatampaknya akan menjadialasan normal untuk menghindari
penggunaanobat ini secara bersaman.

4. EplerenoneCYP3A4inhibitor

Ketokonazolsecara nyatameningkatkanAUCeplerenone,
dankontraindikasipenggunaanbersamaan. Demikian pula,
penggunaanbersamaaninhibitordariCYP3A4harus dihindari. Ringansampai
sedanginhibitorCYP3A4(termasukdiltiazem, flukonazol, saquinavirdanverapamil)
meningkatkanAUCeplerenonehinggahampir tiga kali lipat. Jus jerukmemiliki
efekkecil tapipenting.

Bukti klinis, mekanisme, dan pentingnya manajemen

a) Antasida

5
Produsenmencatat bahwaaluminium/magnesiumyang
mengandungantasidatidak berpengaruhterhadap
farmakokinetikaeplerenone.
b) siklosporindanTakrolimus
Tidak adainteraksifarmakokinetikklinissignifikandicatat
ketikaeplerenonediberikandenganciclosporin.Namun, di Inggris,
negaraprodusen yangsiklosporindantakrolimusdapat mengganggufungsi
ginjal danmeningkatkan risikohiperkalemia. Oleh karena itu,mereka
merekomendasikan
bahwapenggunaanbersamaanbaiksiklosporinatautakrolimusdenganepleren
oneharus dihindari, ataufungsi ginjaldan kaliumserumharus eratmonitored.
c) Kontrasepsi HormonalGabungan
Eplerenone100mg per haridiberikan kepada24subjek sehatpada hari 1
sampai11siklus 28harigabunganhormonalkontrasepsi(etinilestradiol
/norethisterone35mikrogram/1mg). Tidak ada
perubahandalametinilestradiolAUC, tapi adasedikit peningkatan17%
dalamnorethisteroneAUC, yang tidak mungkinsecara klinisrelevan.
d) Kortikosteroid
Penggunaanbersamaankortikosteroiddapat mengurangiefek
antihipertensidarieplerenonekarena dapat menyebabkancairan
danretensinatrium.
e) Digoksin
Dengan stabilkondisiAUCdigoksin200mikrogramsetiap harimeningkat
sebesar 16% bila diberikan kepadaorang sehatdenganeplerenone100mg
sehari. ProdusenInggrismemperingatkanhati-hatiyang mungkindiperlukan
pada pasien dengankadardigoksinmendekati akhiratas
kisaranterapeutik.Perhatikan bahwaperubahanukuran iniberada
dalamvariasidiharapkanbiasa diAUCdigoxin.
f) Obat-obatan yangdapat menyebabkanhipotensipostural
Pendapat produsenbahwa adarisikopeningkatanefekhypoyensivedan /
atauhipotensiposturaljikaeplerenonediberikandenganalpha
blockers(misalnya prazosin), antidepresan trisiklik, antipsycothics,

6
amifostinedanbaclofen. Mereka menyarankanagar
meningkatkanmonitoring.
g) Litium
Tidak adastudiinteraksitelah dilakukan denganlithium daneplerenone.
Litiumserum harusseringdipantau jikaeplerenonediberikandenganlitium,
meskipun, di Inggris, produsenmenyarankanpenghindarankombinasi.Hal
ini karenatoksisitaslitiumtelah terjadidengan baterai lithiumdan 'ACE
inhibitor', (p.1112) atau'diuretik', (p.1122)
h) Midazolam
Sebuah studifarmakokinetiktelah menunjukkantidak ada
interaksifarmakokinetikantaramidazolam(sitokrom
P450isoenzimCYP3A4substrat) daneplerenone.
i) Simvastatin
Pada18subjeksehatsimvastatin40mg sekali seharitidak
berpengaruhterhadap farmakokinetikaeplerenone100mg sekali sehari.
Tingkat maksimumsimvastatinmodeslymengalami penurunan sebesar32%,
danAUCsebesar 14%, tetapi ini tidakdianggaprelevan secara klinis.
j) Tetracosactide
Tetracosactidedapat menggunakancairan danretensinatriumdan inidapat
mengurangiefek antihipertensidarieplerenone.
k) Warfarin
Eplerenonetidak mengubahfarmakokinetikwarfarinsampai batasklinis yang
signifikan. 1,3Namun, di Inggrismanucfaturermasih
merekomendasikanhati saatdosiswarfarindekatbatas atasdari
kisaranterapeutik.

5. Resinmengikatfurosemide+Asam-Empedu

Colestyraminedancolestipolnyata mengurangipenyerapan
dandiuretikefekfurosemide.
Bukti klinis

7
Dalam 6orang
sehatcolestyramine8gmengurangipenyerapantunggal40mgdosisfurosemideoleh
95%. Respondiuretik4jamberkurang77% (ouput kemihberkurang1510-350mL).
Colestipol10gmengurangipenyerapanfurosemideoleh80% dan
respondiuretik4jamsebesar 58% (output urin berkurang1510-630mL).

Mekanisme
Keduacolestyraminedancolestipoladalahresinpertukarananion, yangdapatmengikat
denganfurosemidedalamusus, sehingga mengurangipenyerapan dandampaknya.

Pentingnya manajemen

Sebuahinteraksi yangdidirikan, meskipunbukti langsungtampaknyaterbatas


padastudi ini. Penyerapanfurosemiderelatifcepatsehinggamemberikan2 sampai
3jam sebelumbaikcolestyramineataucolestipolharus menjadicara yang efektif
untukmengatasiinteraksi ini. Hal iniperlu konfirmasi. Perhatikan
bahwabiasanyadianjurkanobat lainyang diberikan1jam sebelum atau4 sampai
6jam setelahcolestyraminedan 1 jamsebelum atau4jam setelahcolestipol.

6. Furosemide + Cloralhydrat

Injeksi intravena furosemide setelah pengobatan dengan cloralhidrat


menyebabkan berkeringat, muka memerah, tekanan darah variabel dan takikardia .

Bukti kllinis

Enam pasien di unit perawatan koroner diberikan bolus intravena 40-120 mg


furosemide dan yang telah menerima cloral hidrat selama 24 jam sebelumnya,
berkeringat, muka memerah, tekanan darah variabel dan takikardia. Reaksi ini
segera dan berlangsung selama sekitar 15 menit. Tidak ada perlakuan khusus yang
diberikan. Furosemide tidak menyebabkan masalah ketika diberikan sebelum
cloralhidrat.

Sebuah studi retrospektif catatan rumah sakit mengungkapkan bahwa, dari


43 pasien yang telah menerima baik cloralhidrat dan furosemide, satu pasien
mengalami reaksi ini dan 2 lain mungkin dapat mengalaminya pula. Interaksi
juga telah dijelaskan pada seorang anak 8 tahun.

8
Mekanisme

Tidak dapat dijelaskan. Salah satu saran adalah bahwa menggantikan furosemide
asam trikloroasetat (metabolit cloralhidrat) dari situs pengikat protein, yang pada
gilirannya menggantikan levothyroxine atau mengubah pH serum sehingga kadar
levothyroxine bebas naik menuju keadaan hipermetabolik.

Pentingnya dan manajemen

Sebuah interaksi yang tak dapat dipungkiri, tetapi informasi hanya terbatas pada
tiga laporan. Kejadian tidak pasti tapi kemungkinankurang. Penggunaan bersama
tidak perlu dihindari , tetapi akan lebih baik lagi untuk memberikan furosemide
intravena hati-hati jika cloralhidrattelah diberikan terlebih dahulu ini. Tampaknya
mungkin bahwa turunan dari cloralhidrat yang memecah dalam tubuh untuk
melepaskan cloralhidrat (misalnya, dichloralphenazone, cloral betaine) mungkin
berinteraksi sama. Tidak ada bukti secara lisan yang menyatakan bahwa
furosemide atau cloral hidrat diberikan kepada pasienyang menggunakan
furosemidemenyebabkanreaksiini.

7. Furosemide + Fenitoin

Efek diuretik furosemide dapat dikurangi sebanyak 50 % jika fenitoin juga


diberikan.
Bukti klinis

Pengamatan bahwa edema dependen dalam kelompok epilepsi lebih tinggi dari
yang diharapkan, dan bahwa respon terhadap pengobatan diuretik tampaknya akan
berkurang, mendorong penelitian lebih lanjut. Pada 30 pasien yang menggunakan
fenitoin 200 hingga 400 mg setiap hari dengan fenobarbital 60-180 mg sehari-hari
dieresis maksimal dalam menanggapi furosemide 20 atau 40 mg terjadi setelah 3
sampai 4 jam bukannya 2 jam, dan total dieresis berkurang sebesar 32 % untuk
dosis 20 mg dan 49 % untuk dosis 40 mg. Ketika intravena furosemide 20 mg
diberikan, total dieresis berkurang menjadi 50 %. Beberapa pasien juga
menggunakan carbamazepine, pheneturide, ethosuximide, diazepam atau

9
chlordiazepoxide .
Penelitian lain di 5 subyek sehat yang diberikan fenitoin 100 mg tiga kali sehari
selama 10 hari menemukan bahwa kadar serum maksimum furosemide 20 mg,
diberikan secara oral atau intravena, berkurang50%.
Mekanisme

Tidak sepenuhnya dipahami. Salah satu saran adalah bahwa fenitoin


menyebabkan perubahan dalam aktivitas pompa natrium jejunum, yang
mengurangi penyerapan furosemide, tapi ini bukan keseluruhan cerita karena
interaksi juga terjadi ketika furosemide diberikan intravena. Saran lain,
berdasarkan bukti in vitro adalah bahwa fenitoin menghasilkan sebuah ' membran
cair ' , yang menghambatpengangkutanfurosemide kesitusaktif.
Pentingnya dan manajemen

Informasi terbatas tetapi interaksi didirikan . Sebuah respon diuretik berkurang


harus diharapkan dengan adanyafenitoin. Kenaikandosismungkindiperlukan.

8. Diuretik Kuat + H2-Antagonis Reseptor

Ranitidin dan Cimetidin dapat menyebabkan cukup peningkatan dalam


bioavaiabilitas furosemid tetapi tidak terakait dengan peningkatan terhadap efek
diuretik.Cimetidin muncul tidak untuk berinteraksi dengan Torasemid.

Bukti Klinis, Mekanisme, Hal Penting dan Penatalaksanaan

a) Furosemid

Dalam studi terhadap 6 subjek yang sehat, dosis tunggal 400 mg Cimetidin
meningkatkan AUC furosemid dengan 1-3, meskipun terdapat jarak yang luas
antar pasien yang bervariasi. Namun, tidak ada perubahan dalam efek diuretik
Furosemid atau dalam farmakokinetik Cimetidin dan sebuah studi terkait yang
menggunakan dosis ganda Cimetidin lebih dari 5 hari menemukan bahwa tidak
ada interaksi farmakokinetik dan farmakodinamik.Sebuah studi yang mirip
terhadap pasien sirosis hati ditemukan bahwa Cimetidin tidak berinteraksi dengan
Furosemid.

10
18 subjek yang sehat diberikan Furosemid oral 40 mg 1 jam sesudah Ranitidin IV
50 mg atau garam. Ranitidin meningkatkan AUC Furosemid 28% dan
meningkatkan kadar serum maksimum 37%. Efek Furosemid mungkin dapat
sedikit meningkat oleh Ranitidin tetapi makna klinis dari ini mungkin kecil.Tidak
ada tindakan pencegahan yang tampaknya diperlukan.

b) Torasemid

Pada 11 subjek yang sehat, Cimetidin 300 mg 4 x sehari dalam 3 hari ditemukan
bahwa tidak ada efek farmakokinetik pada dosis tunggal oral 10 mg Torasemid,
maupun adanya perubahan pada volume urin atau ekskresi sodium, potassium
atau klorida.

9. Loop Diuretik + AINS

Efek anitihipertensi dan diuretik pada diuretik kuat dikurangi oleh AINS,
termasuk COx-2 selective inhibitors (Coxibs) meskipun taraf interaksi lebih besar
tergantung masing-masing OAINS.Diuretik meningkatkan resiko induksi-OAINS
gagal ginjal akut.Penggunaan bersama OAINS dengan diuretik kuat dapat
memperburuk gagal jantung kongestif dan meningkatkan resiko rawat inap.

Bukti Klinis

A. Bumetanid

a) Celecoxib dan COxib lainnya

Pasien yang menggunakan celecoxib dengan bumetanid menghasilkan kenaikan


kreatinin serum yang cukup.Pasien lainnya yang menggunakan ACE inhibitor,
spironolakton dan bumetanid menghasilkan kenaikan kreatinin serum yang besar,
hiperkalemia, dan gagal jantung kongestif yang buruk dalam waktu singkat
setelah menggunakan celecoxib. Kasus yang mirip terjadi pada pasien lain yang
menggunakan bumetanid selama 8 hari setelah menggunakan rofecoxib.

b) Indometasin

Dalam 2 studi, dosis tunggal 100 mg Indometasin ditemukan turunnya induksi-


bumetanid keluarnya urin, sodium dan klorida (tetapi tidak termasuk potasium)

11
sekitar 25%. Diuresis menurun sekitar 42% dan diketahui terjadi kenaikan berat
badan.Ada pula konfirmasi laporan mengenai interaksi antara bumetanid dan
indometasin, termasuk studi klinis dan laporan pasien yang mengalami gagal
jantung hasil dari interaksi.

c) Sulindac

Studi terhadap 8 subjek sehat ditemukan bahwa dosis tunggal 300 mg Sulindac
tidak secara signifikan menurunkan respon diuretik (pengukuran terhadap volume,
sodium, potasium dan klorida) terhadap dosis tunggal 1 mg bumetanid. Namun,
studi yang lain terhadap 9 subjek yang sehat ditemukan pra-pengobatan dengan
sulindac 200 mg 2 x sehari selama 5 hari menurunkan efek diuretik dosis tunggal
1 mg bumetanid (artinya aliran urin sesudah 2 jam menurun sekitar 21% dan
ekskresi kumulatif sodium pada 3 jam menurun sekitar 22%.

d) Asam Tolfenamid

Studi terhadap 8 subjek sehat ditemukan bahwa asam tolfenamid 300 mg


menurunkan respon diuretik terhadap dosis tunggal 1 mg bumetanid sekitar 34%
pada 2 jam (pengukuran terhadap volume urin, sodium, potasium dan klorida).

B. Furosemid

a) Azapropazone

10 subjek yang sehat tidak mengalami perubahan dalam ekskresi urin terhadap
respon furosemid 40 mg sehari ketika mereka juga diberikan azapropazone 600
mg 2 x sehari.Furosemid tidak melawan efek ekskresi asam urat dari
azapropazone.

b) Celecoxib dan coxib lainnya

Dalam studi kontrol-placebo, 7 pasien dengan sirosis dan asites yang diberikan
dosis tunggal IV 40 mg furosemid sebelum dan sesudah menggunakan celecoxib
200 mg 2 x sehari untuk 5 dosis. Ditemukan bahwa penggunaan jangka pendek
celecoxib tidak menurunkan efek natriuretik atau diuretik furosemid.

2 pasien dengan sejarah gagal jantung kronis, menggunakan furosemid 40


maupun 80 mg sehari, menghasilkan gagal ginjal akut ketika mereka mulai

12
menggunakan celecoxib 100 maupun 200 mg 2 x sehari. Juga tidak ada pasien
yang menunjukkan adanya tanda dekompensasi gagal jantung yang diterima (yang
mana dapat dengan sendirinya menyebabkan gagal ginjal) dan keduanya
mengalami penyembuhan dengan penghentian kombinasi celecoxib dan
furosemid.1 pasien juga menggunakan enalapril, dan kombinasi enalapril dengan
furosemid digunakan kembali tanpa banyak perubahan dan fungsi ginjal. Penulis
yang sama juga mengemukakan bahwa 2 pasien lainnya menggunakan furosemid
menghasilkan gagal ginjal ketika mereka mulai menggunakan rofecoxib. Kasus
lainnya terjadi pada pasien yang menggunakan furosemid, seringkali dengan ACE
Inhibitor setelah mereka menggunakan rofecoxib.

c) Diklofenat

Studi terhadap pasien gagal jantung dan sirosis ditemukan bahwa diklofenat 150
mg sehari menurunkan ekskresi sodium oleh induksi furosemid sekitar 38% tetapi
ekskresi potassium mengalami perubahan.

d) Diflusinal

Studi terhadap 12 subjek yang sehat ditemukan bahwa diflusinal 500 mg 2 x


sehari menurunkan ekskresi sodium dalam respon terhadap furosemid sekitar
59%, tetapi ekskresi potassium tetap tidak mengalami perubahan. Pada pasien
dengan gagal jantung dan sirosis yang menggunakan furosemid, diflusinal 500
maupun 700 mg sehari meningkatkan ekskresi sodium sekitar 36% dan ekskresi
potassium sekitar 47%. Namun, studi lainnya menemukan tidak adanya interaksi
antara diflusinal dan furosemid.

e) Flupirtine

Sebuah studi terhadap subjek yang sehat menemukan bahwa dosis tunggal 200 mg
flupirtine tidak memberikan efek keseluruhan diuresis furosemid, teteapi efek
diuretik sedikit terhambat.

f) Flurbiprofen

Studi terhadap 7 subjek sehat ditemukan bahwa peningkatan pembersihan tekanan


osmotik ginjal terhadap muatan air standar dalam respon terhadap furosemid oral
40 mg maupun 20 mg IV menurun dari 105% menjadi 19% dan dari 140%

13
menjadi 70%, masing-masing, setelah diberikan flurbiprofen 100 mg. Studi dosis
tunggal terhadap 10 subjek sehat ditemukan bahwa flurbiprofen 100 mg
menurunkan volume urin, sodium urin dan potassium urin sekitar 10%, 9% dan
12%, masing-masing, dalam respon terhadap furosemid oral 80 mg.

g) Ibuprofen

Seorang pria paruh baya dengan gagal jantung menggunakan digoxin, ISDN dan
furosemid 80 mg sehari, menghasilkan simptomatik gagal jantung kongestif
dengan asites ketika diberikan ibuprofen 400 mg 3 x sehari. Urea serum dan kadar
kreatininnya wangi dan tidak adanya diuresis, bahkan ketika dosis furosemid
dilipatgandakan. 2 hari setelah penghentian ibuprofen, diuresis cepat mengambil
tempatnya, fungsi ginjal kembali normal dan kondisinya berangsur membaik.
Pasien paruh baya lainnya hampir sama mempunyai respon buruk terhadap
furosemid (dan selanjutnya terhadap metolazone juga) sampai dia menghentikan
penggunaan ibuprofen 600 mg sehari dan setidaknya 2 aspirin sehari (untuk sakit
kepala). Ini dikarenakan hiponatremik hipovolemia yang disebabkan oleh
kombinasi obat.

Dalam studi kecil mengenai kontrol placebo terhadap 8 subjek sehat, ibuprofen
400 mg dan 800 mg 3 x sehari dalam 3 hari secara signifikan menurunkan tingkat
filtrasi glomerulus dan produksi diuresis dengan dosis tunggal IV 20 mg
furosemid tetapi tidak mengubah ekskresi sodium.

h) Indometasin

Studi terhadap 4 subjek sehat dan pasien dengan gagal jantung kongestif diberikan
furosemid ditemukan bahwa indometasin 100 mg menurunkan pengeluaran urin
sekitar 53% dan juga menurunkan eksresi sodium, potassium dan klorida sekitar
64%, 49% dan 62%, masing-masing. Sebuah studi terhadap 14 pasien dengan
asites kedua ke sirosis hati ditemukan bahwa indometasin 50 mg setiap 6 jam
dalam 2 dosis secara signifikan menurunkan volume urin dan respon natriuretik
furosemid sekitar 82% dan 69%, masing-masing tetapi produksinya hanya kecil,
tidak secara signifikan menurunkan pembersihan kreatinin. Studi lainnya
ditemukan bahwa indometasin menurunkan pengeluaran urin dalam respon

14
terhadap furosemid 20 sekitar 30%.Ada pula laporan kasus lainnya dan
konfirmasi studi mengenai interaksi diantara furosemid dan indometasin.

i) Ketoprofen

Sebuah studi terhadap 12 subjek sehat yang diberikan furosemid 40 mg sehari


ditemukan bahwa ketoprofen 100 mg sehari menurunkan pengeluaran urin 6 jam
sekitar 67 ml, dan pengeluaran urin 24 jam sekitar 651 ml pada pengobatan hari
pertama. Namun, tidak adanya perbedaan signifikan yang terlihat setelah 5 hari
pengobatan.

j) Ketorolac

12 subjek sehat yang diberikan ketorolac oral 30 mg 4 x sehari dan dosis tunggal
intamuskular ketorolac 30 mg 30 menit sebelum dosis IV furosemid 40 mg.
Tidak adanya perubahan yang berarti, tetapi kadar serum maksimum furosemid,
efek diuretik tersebut, dan kehilangan elektrolit dikatakan menurun secara
signifikan oleh ketorolac. Studi lainnya terhadap subjek paruh baya yang sehat
ditemukan ketika mereka menggunakan ketorolac oral 120 mg kemudian di hari
yang sama menggunakan ketorolac intramuskular 30 mg diikuti 30 menit
kemudian furosemid 40 mg, pengeluaran urin menurun 16% dan pengeluaran
sodium menurun 26% stelah 8 jam ketika dibandingkan dengan furosemid sendiri.

k) Lornoxicam

Studi terhadap 12 subjek sehat ditemukan bahwa lornoxicam 4 mg secara


signifikan melawan efek diuretik dan natriuretik furosemid tetapi ini tidak bisa
dijamin.

l) Meloxicam

Meloxicam 15 mg sehari dalam 3 hari tidak menunjukkan efek signifikan dalam


farmakokinetik furosemid 40 mg terhadap 12 subjek sehat. Furosemid
menyebabkan diuresis tidak mengalami perubahan dan meskipun kumulatif
ekskresi elektrolit urin sedikit lebih rendah tetapi ini tidak dihitung sebagai secara
klinis signifikan. Studi yang hampir sama terhadap pasien dengan gagal jantung
yang menggunakan ACE Inhibitor ditemukan juga tidak adanya perubahan secara

15
klinis interaksi farmakokinetik maupun farmakodinamik diantara furosemid dan
meloxicam.

m) Metamizole Sodium (Dipyrone)

Studi terhadap 9 subjek sehat ditemukan bahwa metamizole sodium 3 g sehari


dalam 3 hari menurunkan pembersihan furosemid IV 20 mg dari 175 menjadi 141
ml tetapi efek diuretik furosemid tidak mengalami perubahan.

n) Mofebutazone

Studi terhadap 10 subjek sehat ditemukan bahwa mofebutazone 600 mg tidak


memberikan efek terhadap efek diuretik furosemid 40 mg. Voloume urin dan
ekskresi sodium, potassium dan klorida tidak berubah.

o) Naproxen

2 wanita paruh baya dengan gagal jantung kongestif tidak memberikan respon
terhadap pengobatan dengan furosemid dan digoksin sampai naproxen yang
mereka gunakan dihentikan.Studi dosis tunggal terhadap pasien dengan gagal
jantung ditemukan bahwa volume urin yang diekskresi dalam respon terhadap
furosemid diturunkan sekitar 50% oleh naproxen. Studi kontrol placebo, 6 pasien
dengan sirosis dan asites diberikan dosis tunggal 40 mg furosemid sebelum dan
sesudah penggunaan naproxen 500 mg 2 x sehari dalam 5 dosis. Ditemukan
bahwa penggunaaan jangka pendek naproxen menurunkan tingkat filtrasi
glomerulus dan natriuretik dan efek diuretik fureosemid.

p) Nimesulide

Studi terhadap 8 subjek sehat ditemukan bahwa nimesulide 200 mg 2 x sehari


menurunkan efek furosemid 40 mg 2 x sehari. Subjek yang mengalami penurunan
berat badan ketika menggunakan furosemid mengalami kenaikan berat badan,
diuresis sedikit menurun dan tingkat filtrasi glomerulus menurun.

q) Piroxicam

Seorang wanita 96 tahun dengan gagal jantung kongestif tidak cukup merespon
furosemid sampai dosis piroxicam yang dia gunakan diturunkan dari 20 menjadi
10 mg sehari. Dalam satu studi mengenai pasien hipertensi dengan klirens

16
kreatinin kurang dari 60 ml/menit, yang menggunakan furosemid, piroxicam 20
mg sehari dalam 3 hari menghasilkan reduksi signifikan dalam efek natriuretik
dan kaliuretik dalam penambahan dosis tunggal 40 mg furosemid. Namun, dalam
13 pasien lainnya, dengan pembersihan kreatinin yang lebih dari 60 ml/menit,
yang menggunakan diuretik thiazid, piroxicam tidak menurunkan efek dosis
tuggal 40 mg furosemid. Pada kelompok ketiga terhadap 8 subjek sehat dosis
yang sama dari piroxicam menurunkan efek natriuretik tetapi tidak terhadap efek
kaliuretik dari dosis tunggal 40 mg furosemid.

r) Sulindac

Studi terhadap 5 subjek sehat ditemukan bahwa pra pengobatan dengan 2 dosis
150 mg sulindac menurunkan volume urin dan sodium urin diikuti dengan
furosemid IV 80 mg sekitar 25% dan 37,5%, masing-masing. Pada pasien dengan
sirosi dan asites, sulindac 150 mg menurunkan volume urin, sodium urin dan
potassium urin diikuti dosis furosemid IV 80 mg sekitar 38%, 52%, dan 8%
masing-masing. Pada studi kontrol placebo lainnya, terhadap 15 wanita sehat,
sulindac 200 mg 2 x sehari dalam 5 hari menghasilkan hasil yang hampir sama
tetapi sedikit lebih kecil reduksi dalam efek natriuretik dari dosis tunggal IV 40
mg furosemid, ketika dibandingkan dengan indometasin.

s) Tenoxicam

Studi terhadap 12 pasien ditemukan bahwa tenoxicam 20 menjadi 40 mg sehari


tidak menunjukkan hasil yang signifikan terhadap eksresi urin oleh sodium
maupun klorida yang disebabkan oleh furosemid 40 mg sehari dan tekanan darah,
detak jantung dan berat badan juga tidak dipengaruhi.

C. Pretanide

a) Indometasin

Sebuah studi yang sebanding dalam mekanisme pokok farmakologi tentang cara
obat-obat mengganggu aksi diuretik kuat, menemukan bahwa indometasin 50 mg
2 x sehari dalam 2 hari menurunkan kadar puncak ekskresi sodium dalam respon
terhadap dosis tunggal 6 mg piretanid. Kepentingan klinis dari perubahan ini tidak
dipelajari.

17
b) Piroxicam

Sebuah studi yang sebanding dalam mekanisme pokok farmakologi tentang cara
obat-obat mengganggu aksi diuretik kuat, menemukan bahwa piroxicam 20 mg 2
x sehari dalam 2 hari tidak mempengaruhi kadar puncak sodium dalam respon
terhadap dosis tunggal 6 mg piretanid

D. Torasemid

Sebuah studi terhadap subjek sehat mengemukakan bahwa indometasin tidak


mempengaruhi efek natriuretik torasemid tetapi dasar dari studi selanjutnya,
pekerja yang sama mengemukakan faktor patologi dalam pasien yang mungkin
menerima interaksi yang hampir sama dengan hal tersebut yaitu indometasin dan
furosemid yang terjadi.

Mekanisme

Tidak pasti dan rumit.Ini seperti menunjukkan perbedaan mekanisme yang


menjadi seperti sebuah permainan.Salah satu permasalahan mekanisme yang
melibatkan sintesis ginjal prostaglandin, yang mana terjadi ketika diuretik kuat
menyebabkan ekskresi sodium. JIka sintesis ini dihalangi dengan obat-obatan
seperti OAINS, maka aliran darah ginjal dan diuresis akan berubah. OAINS
menyebabkan retensi cairan dan garam, yang mana akan melawan efek produksi
oleh diuretik.

Hal yang penting dan Penatalaksanaan

OAINS dapat menyebabkan kerusakan ginjal, terutama pada pasien dimana


prostaglandin memainkan peran yang sangat penting dalam memelihara fungsi
ginjal. Seperti pasien termasuk yang menggunakan diuretik, lanjut usia, dan orang
dengan kondisi komplikasi seperti gagal jantung kongestif dan asites. Oleh karena
itu kombinasi diuretik dan OAINS dapat menyebabkan nefrotoksisitas dari
OAINS.

Efek antihipertensi dan diuretik dari diuretik kuat diturunkan oleh


OAINS.Interaksi ini dibuktikan dengan baik antara furosemid dan indometasin
dan kepentingan klinis, dimana kurang diketahui tentang interaksi dengan OAINS

18
lainnya, meskipun interaksi harus diantisipasi dengan semuanya. Penggunaan
alternatif analgesik non OAINS haruslah dipertimbangkan jika
memungkinkan.Namun, dalam kasus dimana penggunaan bersama tidak bisa
dihindari, dosis diuretik kuat mungkin dapat ditingkatkan (berdasarkan respon
klinik), tetapi efek pada fungsi ginjal dan elektrolit, sama seperti keberhasilannya
harus diawasi. Pasien dengan resiko yang sangat besar dari efek samping interaksi
termasuk lanjut usia dan pasien dengan sirosis, gagal paru-paru dan atau
kerusakan ginjal dan OAINS harus selalu digunakan dengan peringatan terhadap
pasien kelompok pasien tersebut diperhatikan berdasarkan penggunaan bersama
diuretik. Perhatikan bahwa analisis retrospektif terhadap laporan pasien yang
menggunakan diuretik (thiazid, diuretik kuat dan atau hemat potassium) dengan
OAINS ditemukan 2 kali lipat peningkatan dalam resiko masuk rumah sakit untuk
gagal jantung kongestif dalam penggunaan bersama.OAINS yang paling umum
digunakan oleh kelompok pasien ini adalah diklofenat, ibuprofen, indometasin
dan naproxen.

Paling kurang diketahui tentang interaksi OAINS dan bumetanid, dan bahkan
lebih kurang tentang piretanid dan torasemid, tetapi bukti menunjukkan bahwa
mereka mungkin berinteraksi dengan cara yang sama seperti furosemid dan
indometasin. Itu mungkin meskpiun kelihatannya harus hati-hati dengan interaksi
dengan OAINS manapun yang berinteraksi dengan furosemid.Lihat juga 'Diuretik
kUat dan ASpirin' untuk diskusi interaksi antara aspirin dan bumetanid atau
furosemid.

Beragam studi yang luas mengenai epidemiologi dan meta-analisis tentang studi
klinis menuntun ke penetapan efek OAINS pada tekanan darah pada pasien
dengan pengobatan antihipertensi termasuk diuretik dan penemuan ini tercantum
dalam tabel 23.2.

10. Diuretik Kuat dan Probenesid

Probenesid mengurangi klirens ginjal oleh furosemid, tetapi tidak menurunkan


keseluruhan efek diuretik.Probenesid menurunkan efek natriuretik piretanid tetapi

19
hubungan klinis ini tidak diketahui.Probenesid tidak secara signifikan
mempengaruhi diuresis bumetanid.

20
Bukti klinis, mekanisme, hal yang penting dan penatalaksanaan

a) Bumetanid

Probenesi 1 g tidak mempengaruhi 8 subjek sehat terhadap respon 500 mcg


maupun 1 mg bumetanid IV.Studi lainnya melaporkan penurunan natriuresis dan
klirens bumetanid tetapi ini hal klinis yang minimal.

b) Furosemid

Penggunaan bersama furosemid dan probenesid telah diteliti dengan jelas untuk
mengidentifikasi mekanisme farmakologi ginjal dari diuretik kuat. Salah satu
studi pada pasien yang diberikan furosemid 40 mg sehari menemukan bahwa
penambahan probenesid 500 mg 2 x sehari dalam 3 hari menurunkan ekskresi
sodium pada urin sekitar 36% (dari 56,3 menjadi 35,9 mmol sehari). Studi lainnya
juga menemukan beberapa perubahan dalam keseluruhan diuresis
(penurunan,peningkatan, dan tidak adanya perubahan dalam studi lainnya) dan
reduksi 35 menjadi 80% dalam klirens ginjal furosemid. Sala satu studi
menemukan bahwa probenesid 1 g meningkatkan setengah kerja furosemid
sekitar 70% dan menurunkan klirens oral sekitar 65%. Hasil yang hampir sama
juga ditemukan pada studi lainnya. Kepentingan klinis dari perubahan ini tidak
pasti tetapi kemungkinan kecil.

c) Piretanid

Sebuah studi yang sebanding dalam mekanisme pokok farmakologi tentang cara
obat-obat mengganggu dengan aksi diuretik kuat, menemukan bahwa probenesid
1 g menurunkan kadar puncak produksi ekskresi sodium oleh 6 mg dosis oral
piretanid sekitar 65%. Studi lainnya juga mengkonfirmasi bahw probenesid

21
menurunkan efek natriuretik piretanid. Kepentingan klinis dari perubahan tersebut
tidak diteliti

11. Kalium-sparing diuretik + NSAID

Penggunaan bersamaan triamterene dan indometasin telah, dalam beberapa kasus,


dengan cepat menyebabkan gagal ginjal akut.Sebuah kasus yang terisolasi dari
gangguan ginjal dengan diklofenak telah dilaporkan pada pasien mengambil
triamterene ditambah thiazide.Sebuah kasus latihan-diinduksi gagal ginjal akut
juga telah dilaporkan dalam paten mengambil ibuprofen dengan triamterene
ditambah thiazide.Indometasin mengurangi efek diuretik spironolactone.

Bukti klinis

(A) Spironolakton dengan indometasin

sebuah studi pada subyek sehat menemukan bahwa indometasin 150 mg sehari
mengurangi efek natriuretik dari spironolactone 300 mg setiap hari oleh 54%!

(B) triamterene dengan Diklofenak

Seorang pasien yang menerima triamterene 100 mg ditambah trichlormethiazide 2


mg sehari diberikan intramuskular diklofenak 75 mg sebelum masuk ke rumah
sakit dengan nyeri payudara. Pada penerimaan kreatinin serum adalah 91
mikromol / L dan setelah 2 hari itu meningkat menjadi 248 mikromol / L dan
setelah 2 hari itu meningkat menjadi 248 mikromol / L, tetapi kembali normal
lebih dari 2 minggu. Diklofenak lisan selanjutnya tidak menghasilkan efek
samping.Diamati penurunan fungsi ginjal ini disebabkan interaksi antara
triamterene dan diklofenak.

(C.) Disflunisal tidak memiliki efek terhadap farmakokinetika triamterene pada


subyek sehat, tapi AUC plasma dari metabolit aktif, p-hydroxytriamterene adalah
subyek sehat, tapi AUC plasma dari metabolit aktif p-hydroxytriamterene telah
meningkat lebih dari empat kali lipat .

(D) pasien 37 tahun mengalami gagal ginjal akut setelah latihan berat saat
mengambil hydrochlorotiazide / triamterene 50/75 mg sehari dan ibuprofen (800

22
mg 12 jam dan 2 jam sebelum latihan dan 800 mg 24 jam setelah). Biopsi ginjal
menunjukkan nekrosis tubular akut.

(E) triamterene dengan indometacine

Sebuah studi di 4 subyek sehat menemukan bahwa indometasin 150 mg sehari


diberikan dengan triamterene 200 mg sehari selama 3 hari mengurangi bersihan
kreatinin dalam 2 mata pelajaran sebesar 62% dan 72%, masing-masing. Fungsi
ginjal kembali normal setelah satu bulan.Indometacine sendiri tidak menyebabkan
perubahan konsisten dalam fungsi ginjal. Tidak ada efek samping yang terlihat
pada 18 mata pelajaran lain diperlakukan dengan cara yang sama dengan
indometasin dan furosemide, hidroklorotiazid atau spironolactone. Lima pasien
dilaporkan telah berkembang pesat gagal ginjal akut setelah menerima
indometacine dan triamterene, baik secara bersamaan atau berurutan.

Mekanisme

Salah satu saran adalah triamterene yang menyebabkan iskemia ginjal, yang ginjal
mengkompensasi dengan meningkatkan prostaglandin (PGE2), ada dengan
menjaga aliran darah ginjal.Indometasin menentang ini dengan menghambat
sintesis prostaglandin, sehingga efek merusak dari triamterene pada ginjal terus
dicentang.Peningkatan metabolit aktif secara farmakologi dari triamterene dapat
terjadi karena persaingan untuk jalur ekskretoris ginjal tetapi signifikansi klinis
tidak pasti.

Sebagai prostaglandin dapat berkontribusi terhadap efek natriuretik dari


spironolactone, NSAID dapat mengerahkan efek mereka dengan menghalangi
sintesis prostaglandin.

Pentingnya dan manajemen

Informasi terbatas pada laporan tersebut, tetapi interaksi dengan indometasin yang
estabilised.Kejadian tidak pasti. Karena gagal ginjal akut ternyata dapat
mengembangkan tak terduga dan sangat cepat itu akan tampak bijaksana untuk
menggunakan triamterene dan indometasin hati-hati, atau menghindarinya sama
sekali. Para penulis laporan dengan diklofenak menunjukkan hati-hati dengan
penggunaan setiap NSAID dengan triamterene.Latihan berat dapat mengurangi

23
aliran darah ginjal, dan penulis laporan kasus dengan catatan ibuprofen bahwa
meskipun gagal ginjal sekunder langka ini, pasien yang memakai obat yang juga
mengurangi aliran darah ginjal lebih beresiko komplikasi ini. Sebuah analisis
retrospektif dari catatan pasien yang memakai diuretik (tiazid, lingkaran dan / atau
hemat kalium) dan NSAID ditemukan dua kali lipat peningkatan risiko rawat inap
untuk gagal jantung kongestif pada penggunaan bersamaan, meskipun risiko
relatif (1,4) dengan kalium -sparing diuretik kurang dari itu bila dikombinasikan
dengan thiazide. NSAID yang paling umum diambil oleh kohort pasien ini adalah
diklofenak, ibuprofen, indometasin dan naproxen.The European Society of
Cardiology (ESC) Task Force dan American College of Cardiology gabungan /
American Heart Association pedoman tentang pengelolaan gagal jantung kronis
keduanya merekomendasikan bahwa NSAID, termasuk coxib, harus dihindari,
jika mungkin, dengan antagonis aldosteron (seperti eplerenone atau
spironolactone) karena hal ini meningkatkan risiko mengembangkan hiperkalemia
dan gagal ginjal. Untuk pembahasan tentang interaksi spironolactone dengan
aspirin.

Berbagai studi epidemiologi besar dan meta-analisis studi klinis telah dilakukan
untuk menilai efek NSAID terhadap tekanan darah pada pasien yang diobati
dengan antihypersensitives, termasuk diuretik dan temuan ini disimpulkan dalam
'Tabel 23,2 (p.862)

12. Diuretik hemat kalium + senyawa Kalium

Penggunaan bersamaan spironolactone atau triamterene dan suplemen kalium


dapat menyebabkan hiperkalemia berat dan bahkan mengancam jiwa. Amilorid
dan eplerenone diharapkan untuk berinteraksi sama. Pengganti garam yang
mengandung kalium dapat sebagai berbahaya sebagai suplemen kalium.

Bukti klinis

Dalam Analisis retrospektif dari pasien rawat inap yang telah menerima
spironolactone, hiperkalemia telah dikembangkan pada 5,7% pasien yang
memakai spironolactone sendirian dan dalam 15,4% dari mereka juga mengambil
suplemen kalium klorida. Invidence adalah 42% pada mereka dengan azotaemia

24
parah diberikan Spironolakton dan kalium klorida. Sebuah survei retrospektif
kelompok lain dari 25 pasien yang memakai spironolactone dan lisan suplemen
kalium klorida mendirikan bahwa separuh dari mereka telah mengembangkan
hiperkalemia. Pasien lain dikembangkan hiperkalemia berat dan kardiotoksisitas
sebagai akibat dari pengobatan dengan spironolactone dan suplemen kalium. Tiga
pasien yang memakai furosemide dan spironolactone menjadi hyperkalaemic
karena mereka mengambil kalium yang mengandung pengganti garam (Tidak
Garam dalam satu kasus).Dua aritmia jantung berkembang.

Alat pacu jantung dari pasien gagal karena hiperkalemia yang disebabkan oleh
penggunaan bersamaan triamterene / hidroklorotiazid (Dyazide) dan kalium
klorida (lambat-K).

Mekanisme

Efek dari diuretik hemat kalium dan senyawa kalium adalah aditif, yang dapat
menyebabkan hiperkalemia.

Pentingnya dan manajemen

Interaksi dengan spironolactone didirikan dan penting secara klinis. Sebuah kasus
juga telah dilaporkan dengan triamterene, amilorid dan eplerenone akan
diharapkan untuk berperilaku sama. Hindari senyawa kalium pada pasien yang
memakai diuretik hemat kalium kecuali dalam kasus deplesi kalium ditandai dan
di mana efek dapat dimonitor.Peringatkan pasien tentang risiko pengganti garam
yang mengandung asupan kalium dengan 50 sampai 60 mmol setiap hari. Tanda-
tanda dan gejala hiperkalemia termasuk kelemahan otot, kelelahan, parestesia,
flaccid paralysis dari ekstremitas, bradikardia, shock dan kelainan EKG, yang
dapat berkembang secara perlahan dan diam-diam.

13. Diuretik hemat kalium + Nutrisi parenteral total

Asidosis metabolik terjadi pada dua pasien yang menerima nutrisi parenteral total,
yang disebabkan oleh penggunaan triamterene atau amilorine.

25
Bukti klinis, mekanisme, penting dan manajemen

Asidosis metabolik dikembangkan dalam dua pasien yang menerima nutrisi


parenteral total yang terkait dengan penggunaan bersamaan triamterene atau
amilorid.Kasus-kasus yang rumit oleh sejumlah patologis dan faktor lainnya, tapi
itu menyarankan agar walikota alasan asidosis adalah karena diuretik mencegah
ginjal dari biasanya menanggapi dengan beban asam.Perhatian dianjurkan selama
penggunaan bersamaan.

14. Spironolactone + Aspirin

Efek antihipertensi dari spironolactone pada pasien dengan hipertensi yang tidak
terpengaruh oleh dosis anti-inflamasi aspirin dalam satu penelitian kecil,
meskipun ada bukti bahwa dosis aspirin mengurangi spironolactone diinduksi
hilangnya natrium dalam urin.

Bukti klinis

a) Efek pada tekanan darah

Lima pasien-renin rendah hipertensi esensial, terkontrol dengan baik selama 4


bulan atau lebih dengan spironolactone 100 sampai 300 mg sehari, mengambil
bagian dalam studi crossover. Aspirin 2,4-4,8 g sehari diberikan selama periode 6
minggu tidak memiliki efek pada tekanan darah, elektrolit serum, berat badan,
darah urea nitrogen atau kegiatan rennin plasma.

b) Efek pada natriuresis

Sebuah studi di 10 subyek sehat yang diberikan tunggal 25-50 dan 100-mg dosis
spironolactone, menemukan bahwa satu 600-mg dosis aspirin mengurangi
ekskresi natrium dalam menanggapi spironolactone. Dalam sebuah studi lebih
lanjut di 7 mata pelajaran ini, efektivitas dari spironolactone berkurang sebesar
70% dan ekskresi natrium semalam berkurang sepertiga ketika mereka diberi
spironolactone 25 mg empat kali sehari selama satu minggu diikuti oleh 600
tunggal - mg dosis aspirin. Pengurangan natrium excreation dijelaskan dalam
penelitian lain dari interaksi ini. Dalam salah satu ekskresi natrium yang dibawa
oleh spironolactone benar-benar dihapuskan ketika aspirin diberikan 90 menit

26
setelah spironolactone tetapi ketika obat diberikan dalam urutan terbalik
penghambatan ekskresi natrium, yang disebabkan oleh aspirin, tidak benar-benar
terbalik dengan spironolactone.

Dalam studi lain dalam 7 pasien dengan asites karena sirosis hati, pra-pengobatan
dengan dua dosis aspirin 900 mg mengurangi efek natriuretik dari spironolactone
300 mg setiap hari sebesar 33%. Namun, tidak ada perubahan signifikan dalam
output urin.

Mekanisme

Ada bukti bahwa sekresi aktif canrenone (metabolit aktif spironolactone) diblokir
oleh aspirin, tetapi arti dari hal ini tidak sepenuhnya jelas.

Pentingnya dan manajemen

Sebuah interaksi memadai tapi tidak luas didokumentasikan. Meskipun hasil


penelitian yang menunjukkan efek natriuretik berkurang, studi kecil pada pasien
hipertensi menunjukkan bahwa efek penurun tekanan darah spironolactone kurang
dari yang diharapkan mungkin tidak akan terpengaruh oleh dosis anti-inflamasi
aspirin. Secara umum, penggunaan bersama tidak perlu dihindari, tetapi jika
respon diuretik spironolactone untuk kurang dari yang diharapkan

menganggap interaksi ini sebagai penyebab.

Tak satu pun dari studi ini melihat mempengaruhi aspirin dosis rendah pada
spironolactone. Namun demikian, ada kemungkinan bahwa terbukti pelindung
manfaat kardiovaskular aspirin dosis rendah pada pasien dengan hipertensi dan /
atau penyakit arteri koroner biasanya akan lebih besar daripada kemungkinan
penurunan kemanjuran spironolactone. Namun, perhatikan bahwa, ketika
spironolactone digunakan untuk gagal jantung kongestif, Masyarakat Kardiologi
Eropa (ESC) dan American College of Cardiology / American Heart Association
(ACC/AHA) pedoman gagal jantung mengatakan bahwa penggunaan profilaksis
aspirin pada pasien dengan gagal jantung tidak terbukti kecuali pasien telah
mendasari penyakit jantung iskemik dan harus dihindari pada pasien dengan rawat
inap berulang untuk gagal jantung yang memburuk. Lihat juga "diuretik kalium-

27
sparing + NSAID, p.952, untuk pembahasan interaksi spironolactone dengan
NSAID.

15. Spronolactone + Colestyramine

Sebuah laporan kasus telah dijelaskan hyperchloramine asidosis metabolik, yang


dikaitkan dengan penggunaan colestyramine dan spironolactone.

Bukti klinis

Empat laporan kasus menggambarkan perkembangan asidosis metabolik


hiperkloremik pada pasien dengan sirosis hati mengambil colestyramine (sampai
sekitar 25 g sehari), yang juga mengambil spironolactone 75 mg atau 100 mg
sehari. Satu pasien mengalami hiperkalemia signifikan (kalium 8 mmol / L), dan 2
pasien mengembangkan gangguan ginjal ringan.Satu pasien baru saja pulih dari
infeksi saluran pernapasan, yang penulis menyarankan mungkin telah
berkontribusi terhadap asidosis.Asidosis diselesaikan ketika colestyramine
dihentikan.

Mekanisme

Bikarbonat telah ditunjukkan untuk bersaing secara in vitro dengan asam empedu
untuk situs mengikat resin colestyramine. Ion-ion klorida dalam resin
colestyramine dapat menyebabkan pertukaran anion tidak hanya garam empedu
seperti niat, tetapi juga bikarbonat dalam usus kecil. Ini penghapusan bikarbonat
dari tubuh dapat mempengaruhi terhadap perkembangan asidosis metabolik
hiperkloremik dan hiperkalemia.Ini mungkin diperburuk oleh efek bikarbonat-
kehilangan dan hyperkalaemic spironolactone.

Pentingnya dan manajemen

Dalam subyek sehat dengan fungsi ginjal normal, asidosis tidak biasanya terjadi,
karena ginjal memperbaikinya dengan meningkatkan ekskresi klorida dan
produksi bikarbonat.Namun, pada pasien dengan gangguan ginjal deplesi volume
(misalnya sekunder untuk diuretik) atau kondisi bersamaan yang mempengaruhi
untuk asidosis, interaksi ini mungkin signifikan.Telah menyarankan bahwa
elektrolit harus dimonitor ketika pasien yang berada pada risiko interaksi

28
mengambil colestyramine dan spironolactone meskipun catatan bahwa interaksi
tampaknya menjadi langka.

16. Diuretik thiazide + resin mengikat empedu-asam

Penyerapan hidroklorotiazid (dan mungkin chlorothiazide) dapat dikurangi


dengan lebih dari sepertiga jika colestipol diberikan bersamaan.Colestyramine
juga mengurangi penyerapan hidroklorotiazid oleh lebih dari dua pertiga.

Bukti klinis

Dalam 6 subyek sehat tingkat plasma hidroklorotiazid telah berkurang sekitar dua
pertiga oleh colestyramine 8 g, diambil 2 menit sebelum dan 6 dan 12 jam setelah
tunggal 75 mg dosis oral hidroklorotiazid. Ekskresi urin Total hidroklorotiazid
turun 83%. Dalam sebuah penelitian paralel dengan colestipol 10 g, tingkat darah
hidroklorotiazid turun sekitar 14% dan ekskresi urin total yang turun 31%. Sebuah
studi lebih lanjut menemukan bahwa memberikan colestyramine 4 jam setelah
hidroklorotiazid mengurangi efek dari interaksi tetapi penyerapan masih
mengurangi efek dari interaksi tetapi penyerapan masih dikurangi dengan
sepertiga. Dalam colestipol studi lain, diberikan secara bersamaan atau satu jam
setelah chlorothiazide, mengurangi ekskresi chlorothiazide sebesar 58% dan 54%,
masing-masing.

Mekanisme

Hydrochlorothiazide menjadi terikat dengan resin penukar anion non-diserap


dalam usus, dan kurang tersedia untuk penyerapan.

Pentingnya dan manajemen

Didirikan interaksi penting secara klinis. Jadwal dosis terbaik akan muncul
menjadi memberikan hidroklorotiazid 4 jam sebelum colestyramine untuk
meminimalkan pencampuran dalam usus. Meski begitu, penurunan sepertiga
dalam penyerapan thiazide terjadi dan kemungkinan interaksi ini harus
dipertimbangkan pada pasien yang memakai colestyramine atau colestipol yang
memiliki respon berkurang menjadi thiazide diuretik. Optimum waktu interval
colestipol belum diselidiki tapi akan masuk akal untuk mengambil tindakan

29
pencegahan yang sama. Informasi tentang thiazides lain yang kurang meskipun
tampaknya mungkin bahwa mereka akan berinteraksi sama. Perhatikan bahwa
biasanya direkomendasikan bahwa obat lain yang diberikan 1 jam sebelum atau 4
sampai 6 jam setelah colestyramine dan 1 jam sebelum atau 4 jam setelah
colestipol.

17. Diuretik Tiazid + Kalsium dan / atau Vitamin D

Hiperkalsemia dan mungkin metabolik alkalosis dapat berkembang pada pasien


yang diberi dosis tinggi vitamin D dan / atau jumlah besar kalsium jika mereka
juga diberikan diuretik seperti tiazid, yang dapat mengurangi ekskresi kalsium.
Satu kasus hiperkalsemia telah dilaporkan pada pasien dengan menggunakan
takalsitol kekuatan tinggi topikal dengan diuretik thiazide.

Bukti klinis

a. Kalsium dan Vitamin

Seorang wanita tua mengambil hidroklorotiazid 25 mg dan 50 mg per hari


triamterene menjadi bingung, disorientasi dan dehidrasi 6 bulan setelah mulai
mengonsumsi vitamin D2 50000 unit dan kalsium 1,5 gram sehari (sebagai
kalsium karbonat) untuk osteoporosis. Tingkat kalsium serum nya telah
meningkat menjadi sekitar 3,5 mmol / L (kisaran normal sekitar 2-2,6 mmol / L).

Seorang wanita muda dengan osteoporosis mengambil 3 mg vitamin D2 dan


kalsium 2 g sehari (sebagai laktat) menjadi hypercalcaemic 3 hari setelah mulai
mengambil chlorothiazide 500 mg setiap 6 jam.

b. Kalsium karbonat

Seorang pria 47 tahun itu dirawat di rumah sakit mengeluh pusing dan kelemahan
umum, yang telah dimulai 2 bulan sebelumnya. Dia mengambil chlorothiazide
500 mg sehari untuk hipertensi, tiroid 120 mg sehari untuk hipotiroidisme dan
kalsium karbonat 7,5-10 g sehari untuk sakit maag. Pada pemeriksaan ia
ditemukan memiliki alkalosis metabolik dengan mengkom-pensasikan
pernapasan, total konsentrasi kalsium serum 3,4 mmol / L (kisaran diberikan
sebagai 2,15-2,6 mmol / L) dan EKG abnormal. Dia didiagnosis mengalami

30
sindrom susu-alkali. Recover adalah cepat ketika thiazide dan kalsium karbonat
telah ditarik dan infus natrium klorida, furosemide dan lisan fosfat diberikan.

Seorang wanita tua dengan fungsi ginjal normal mengambil hidroklorotiazid 50


mg sehari dikembangkan hiperkalsemia sekitar 3 minggu setelah peningkatan nya
dosis kalsium karbonat dari 2,5 g setiap hari untuk 7,5 g sehari.

Dalam kedua kasus thiazide diuretik yang dianggap terlibat sebagai tingkat
konsumsi kalsium berada di wilayah dosis biasanya dianjurkan.

c. Oral Vitamin D

Dalam kelompok 12 pasien yang dirawat karena hipoparatiroidisme dengan


vitamin D (dihydrotachysterol atau ergocalciferol), 5 pasien menjadi
hypercalcaemic ketika mereka mengambil

Bendroflumethiazide atau methyclothiazide. Kenaikan yang signifikan pada


tingkat kalsium plasma terjadi pada 7 pasien yang diberi vitamin D dan
methyclothiazide atau chlorothiazide, dan hiperkalsemia dikembangkan dalam 3
dari mereka. Sebuah studi di 12 anak yang memakai calcitriol (31 nanogram / kg
sehari) menemukan bahwa penambahan hidroklorotiazid (1 sampai 2 mikrogram /
kg sehari) mengurangi ekskresi kalsium disebabkan oleh calcitriol tersebut. Studi
lain dalam 7 pasien dengan vitamin D menginduksi ekskresi kalsium karena
calcitriol ke tingkat yang lebih besar daripada hidroklorotiazid sendiri. Selain itu,
penambahan amilorida membantu untuk mencegah merugikan mempengaruhi
yang terkait dengan penggunaan hidroklorotiazid, seperti hipokalemia dan
alkalosis.

d. Topikal D analog vitamin

Sebuah kasus hiperkalsemia gejala telah dilaporkan pada pasien mengambil


trichlormethiazide 6 mg setiap hari dan menggunakan 10 g salep takalsitol
kekuatan tinggi topikal (20 mikrogram / g) setiap hari untuk psoriasis sebagai
bagian dari studi klinis. Tingkat kalsium Nya mencapai puncak 3,55 mmol / L 28
hari setelah memulai salep takalsitol dan jatuh kembali ke dalam kisaran normal
dalam waktu 7 hari untuk menghentikan salep.

31
Mekanisme

Diuretik thiazide (dan triamterene) dapat menyebabkan retensi kalsium dengan


mengurangi ekskresi urin nya.Ini, ditambahkan ke peningkatan asupan kalsium,
mengakibatkan tingkat kalsium yang berlebihan.Alkalosis (sindrom susu-alkali,
terkait dengan hiperkalsemia, alkalosis dan gangguan ginjal) juga dapat terjadi
pada beberapa individu karena thiazide membatasi excreation bikarbonat.

Pentingnya dan manajemen

Interaksi terjadinya kejadian ini diketahui namun laporan yang dikutip


menunjukkan bahwa hal itu dapat cukup jika asupan vitamin D dan kalsium yang
tinggi. Penggunaan bersama tidak perlu dihindari, tiazid telah digunakan secara
klinis untuk mengurangi vitamin-D diinduksi hiperkalsiuria, kadar kalsium rum
harus dipantau secara berkala untuk memastikan bahwa mereka tidak menjadi
berlebihan. Pasien harus diperingatkan tentang konsumsi jumlah yang sangat
besar kalsium karbonat (tersedia tanpa resep) jika mereka mengambil diuretik
thiazide.

Kasus hiperkalsemia dengan penggunaan topikal vitamin D analog langka dan


kekuatan penyusunan takalsitol yang digunakan adalah lima kali lipat lebih tinggi
dari persiapan berlisensi saat ini 4 mikrogram / g (Curatoderm). Namun, perlu
diketahui hal ini harusnya pasien mengambil tiazid dengan topikal vitamin D
analog dikembangkan hiperkalsemia.

32
III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sebagian besarinteraksi daridiuretikmuncul secara farmakodinamik, yaitu


muncul karena efekgabungan daridiuretikdan interaksi obatlainnya. Contoh
nyata, akan terjadi hipotensikarena disebabkan olehpenggunaanloop diuretik
danbeta blocker, atauhiperkalemia yangdisebabkan
olehinhibitorACEdandiuretikhematkalium. Beberapa interaksiyang diterima
secara umumtampaknyajarang didokumentasikan, kemungkinan besarkarena
diprediksi menggunakan duaobatdenganaksi serupasecara bersama-sama.

33
34

Anda mungkin juga menyukai