Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

POLA BERMAIN pada ANAK

DI SUSUN OLEH

NAMA : CINDY ROSEVIA MARTHA


NIM : A2R18056
PRODI : S1 KEPERAWATAN 2B

DOSEN PEMBIMBING

Dr. Ketjuk Herminaju, SST.,MM

STIKes Hutama Abdi Husada Tulungagung

Tahun Pelajaran 2019/2020


A. DEFINISI BERMAIN

Bermain adalah suatu aktivitas yang menyenangkan serta dapat menjadi sarana belajar
bagi anak yang sekaligus menjadi suatu proses yang terjadi secara terus menerus
dalam kehidupan dan mempunyai manfaat untuk merangsang perkembangan anak
secara umum, membantu anak dalam bersosialisasi dengan teman sebayanya
(Sekartini, 2011). Sedangkan menurut Adriana (2011), Bermain adalah salah satu
stimulasi yang tepat bagi anak untuk merangsang daya pikir anak untuk
mendayagunakan aspek emosional, sosial, dan fisiknya.

B. FUNGSI BERMAIN
dengan anak lainnya.
Menurut Hartley, Frank dan Goldenson (dalam Moeslichatoen, 2004:33) ada 8 fungsi
bermain bagi anak :
a.         Menirukan apa yang dilakukan oleh orang dewasa.
b.        Untuk melakukan berbagai peran yang ada di dalam kehidupan nyata
c.         Untuk mencerminkan hubungan dalam keluarga dan pengalaman hidup yang
nyata.
d.        Untuk menyalurkan perasaan yang kuat
e.         Untuk melepaskan dorongan-dorongan yang tidak dapat diterima
f.         Untuk kilas balik peran-peran yang biasa dilakukan
g.        Mencerminkan pertumbuhan seperti pertumbuhan tubuhnya
h.        Untuk memecahkan masalah dan mencoba berbagai penyelesaian masalah.
Fungsi bermain tidak saja dapat meningkatkan perkembangan kognitif dan sosial,
tetapi juga perkembangan bahasa, disiplin, perkembangan moral, kreativitas dan
perkembangan fisik anak. Dengan bermain akan memungkinkan anak meneliti
lingkungan, mempelajari segala sesuatu dan memecahkan masalah yang dihadapinya.

C. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI POLA BERMAIN

Menurut Hurlock (1995: 327) faktor-faktor yang mempengaruhi permainan pada anak
usia dini adalah :
a.         Kesehatan. Semakin sehat anak semakin banyak energinya untuk bermain
aktif, seperti permainan dan olahraga. Anak yang kekurangan tenaga lebih menyukai
hiburan.
b.        Perkembangan motorik. Permainan anak pada setiap usia melibatkan
koordinasi motorik. Apa saja yang akan dilakukan dan waktu bermainnya
tergantung pada perkembangan motorik mereka. Pengendalian motorik yang baik
memungkinkan anak terlibat dalam permainan aktif.
c.         Intelegensi. Pada setiap usia, anak yang pandai lebih aktif ketimbang yang
kurang pandai, dan permainan mereka lebih menunjukan kecerdikan. Dengan
bertambahnya usia, mereka lebih menunjukan perhatian dalam permainan
kecerdasan, dramatik, konstruksi, dan membaca. Anak yang pandai menunjukan
keseimbangan perhatian bermain yang lebih besar, termasuk upaya
menyeimbangkan faktor fisik dan intelektual yang nyata.
d.        Jenis kelamin. Anak laki-laki bermain lebih kasar ketimbang anak perempuan
dan lebih menyukai permainan dan olahraga ketimbang berbagai jenis permainan
yang lain. Pada awal kanak-kanak, anak laki-laki menunjukan perhatian pada
berbagai jenis permainan yang lebih banyak ketimbang anak perempuan tetapi
sebaliknya terjadi pada akhir masa kanak-kanak.
e.         Lingkungan. Anak dari lingkungan yang buruk, kurang bermain ketimbang
anak lainnya disebabkan karena kesehatan yang buruk, kurang waktu, peralatan,
dan ruang. Anak yang berasal dari lingkungan desa kurang bermain ketimbang
mereka yang berasal dari lingkungan kota. Hal ini karena kurangnya teman
bermain serta kurangnya peralatan dan waktu bebas.
f.         Status sosioekonomi. Anak dari kelompok sosioekonomi yang lebih tinggi
lebih menyukai kegiatan yang mahal, seperti lomba atletik, bermain sepatu roda,
sedangkan mereka dari kalangan bawah terlihat dalam kegiatan yang tidak mahal
seperti bermain bola dan berenang. Kelas sosial mempengaruhi buku yang dibaca
dan film yang ditonton anak, jenis kelompok rekreasi yang dimilikinya dan
supervisi terhadap mereka.
g.        Jumlah waktu bebas. Jumlah waktu bermain terutama tergantung pada ststus
ekonomi keluarga. Apabila tugas rumah tangga atau pekerjaan menghabiskan
waktu luang mereka, anak terlalu lelah untuk melakukan kegiatan yang
membutuhkan tenaga yang lebih.
Peralatan Peralatan bermain yang dimiliki anak mempengaruhi permainannya.
Misalnya dominasi boneka dan binatang buatan mendukung permainan pura-
pura, banyaknya balok, kayu, cat air, dan lilin mendukung permainan yang
sifatnya konstruktif

D. KARAKTERISTIK dan KLASIFIKASI BERMAIN

Klasifikasi  Bermain
Bermain dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu berdasarkan isi permainan
dan berdasarkan klasifikasi sosialnya.
Menurut isi permainan, bermain dibagi menjadi enam jenis yaitu :
1.     Social of Affective Play
Sosial affective play : hub interpersonal yg menyenangkan antara anak dgn orla (EX :
ciluk Baa. Dalam permainan ini, anak belajar memberi respon terhadap stimulus yang
diberikan olehlingkungan.
Contoh : Orang tua mengajak bermain ciluk baa, maka anak memberi respon
tertawa,tersenyum.
2.      Sense of Pleasure Play
Sense of pleasure play : permaianan yg sifatnya memberikan kesenangan pada anak
(EX : main air dan pasir. Anak memberi perhatian, menstimulasi indera mereka dan
memperoleh kesenangan dari objek yang ada di sekitarnya. Objek tersebut seperti :
cahaya, warna, rasa, aroma, tekstur, dan konsistensi dari suatu benda. Kesenangan
tersebut dapat diperoleh dengan memegang objek tersebut.Contoh : anak bermain
boneka yang mengeluarkan suara apabila di goyang.
1.    Skill Play
Skiil play : permainan yg sifatnya memberikan keterampilan pada anak (EX: naik
sepeda).
Permainan ini memberi kesempatan pada anak untuk belajar keterampilan tertentu dan
anak akan belajar secara berulang-ulang. Contoh : anak belajar memegang sendok
berukuran kecil.
2.    Unoccupied behaviour
Unoccupied behaviour: anak tidak memainkan alat permainan tertentu, tapi situasi
atauobjek yang ada disekelilingnya , yg digunakan sebagai alat permainan (EX :
jinjitjinjit, bungkuk- bungkuk, memainkan kursi, meja dsb).Anak tidak bermain scara
penuh, namun hanya berfokus sebentar pada hal-hal yang menarik
perhatiannya.Contoh : anak memukul-mukul meja atau kursi yang dilewatinya.
3.    Dramatic Play
Dramatik Role play : anak bermain imajinasi/fantasi (EX : dokter dan perawat)
Anak berfantasi dengan menjalankan peran tertentu yang mereka lihat dalam
kesehariannya. Contoh : anak bermain sebagi dokter, atau bermain dagang-dagangan.
4.    Games
Games : permaianan yg menggunakan alat tertentu yg menggunakan perhitungan /
skor (EX : ular tangga). Anak memilih jenis permainan apakah permainan yang
melibatkan orang lain atau anak bermain sndiri. Contoh : anak bermain puzzel gambar
atau menyusun lego.
Isi permainan terutama meliputi aspek bermain fisik, meskipun hubungan social
tidak dapat diabaikan, kecendrungannya dari sederha ke kompleks:
a.     Permainan Sosial-Afektif
Permainan ini membuat bayi merasakan kesenanga dalam berhubungan dengan orang
lain. Berbagai cara yang dilakukan orang dewasa yang bisa membuat bayi berespon
(seperti bicara, menyentuh, mencium)  membuat bayi segera belajar menstimulasi
emosi dan merespon orang tua dengan cara tersenyum, mengeluarkan suara, memulai
permainan, dan aktifitas.
b.        Permainan Rasa-senang
Merupakan pengalaman stimulasi nonsosial yang muncul begitu saja. Objek dalam
lingkungan  seperti sinar, warna, rasa, bau, dan tekstur menarik perhatian anak,
merangsang indra mereka dan memberikan kesenangan. Pengalaman rasa senang
berasal ari memegang bahan mentah seperti air, gerakan tubuh seperti diayun, dan
dari pengalaman lain yang menggunakan indra dan kemampuan tubuh.
c.      Permainan keterampilan
Bayi yang telah mampu menggenggam dan memanipulasi, mereka akan menunjukkan
dan melatih kemampuan yang baru mereka kuasai secara terus-menerus dan berulang-
ulang.
Kemuadian anak akan bertekad untuk berhasil menunjukkan keterampilan sulit yang
menimbulkan nyeri dan frustasi, misalnya belajar naik sepeda.
d.     Perilaku unoccupied
Anak tidak bermain, tetapi memfokuskan perhatian mereka pada hal yang menarik.
Misalnya dengan melamun, memainkan pakian, atau berjalan tampa tujuan.
e.     Permainan dramatic  (simbolik) atau pura-pura
Permainan ini dimulai pada usia bayi akhir (11-13 bulan) dan merupakan permainan
dominan pada anak usia prasekolah (3-6 tahun). Pada tahap ini anak mulai memaknai
situasi, manusia,  dan dunia. Mainan anak, dan replica benda-benda dapat dijadikan
sebagai media untuk memerankan aktivitas orang dewasa misalnya memerankan
perang oarng-orang di rumahnya, berperan memakai telepon, menaiki mobil-mobilan,
bahkan bisa berkembang pada aspek diluar rumah seperti memerankan peran guru,
dokter, perawat dan lain-lain. Aktitas orang dewasa  yang mereka perankan terkadang
membuat mereka bingung dan stress. Anak  yang lebih besar menjalankan tema
tertentu, memerankan sebuah cerita, dan menyusun drama itu sendiri.
f.         Permainan Game
Permainan yang dlakuakn seorang anak bisa sendirian saja ataupun dengan orang lain.
Aktifitas soliter mencangkup permainan yang dimulai ketika anak yang masih sangat
kecilberpartisipasi dalam aktifitas repetitive dan berlanjut ke permainan yang lebih
rumit yang menatang keterampilan mendiri mereka, seperti menata Puzzle dan
bermain kartu. Anak yang sangat muda berpartisispasi dalam permainan imitative
sederhana seperi “petak umpet”. Anak prasekolah belajarmenikmati permainan
formal  yang dimulai dengan permainan pertahanan diri yang ritual dimainkan seperti
permainan ring-a-rosy and London Bridge. Anak prasekolah tidak terlibat dalam
permainan kompetitif sebab mereka tidak suka dengan kekalahan, akan curang untuk
mendat kemenangan, akan berusaha mengubah aturan main, membuat berbagi
pengecualian dan kesempatan untuk dirinya. Anak usia sekolah menikmati permainan
yang kompetitif seperti bermain catur, dan baseball.

Karakteristik Bermain

Dengan mengenali karakteristik bermain anak, kita akan lebih peka dan lebih tanggap
lagi menilai tentang kegiatan bermain yang diprogramkan dalam satuan kegiatan
harian (SKH) sesuai dengan ciri-ciri bermain anak sehingga dapat membuat penilaian
bermain terhadap anak yang valid, adil dan dapat mengukur kompetensi anak secara
individual.
Dalam hal ini terdapat tujuh ciri yang dapat dijadikan acuan untuk menentukan
apakah sesuatu itu bermain atau bukan, yakni :
a.         Bermain dilakukan secara voluntir. Bermain yang dilakukan secara sula rela tanpa
paksaan atau tekanan dari orang lain.
b.        Bermain itu spontan. Bermain kapan pun mereka mau.
c.         Kegiatan lebih bermain lebih berorientasi pada proses dari pada terhadap hasil atau
akhir kegiatan. Fokus dalam bermain adalah melakukan aktivitas bermain itu sendiri,
bukan hasil atau akhir dari kegiatannya
d.        Bermain didorong oleh motivasi intrinsik. Maksudnya, yang mendorong anak untuk
melakukan kegiatan bermain tersebut adalah kegiatannya itu sendiri, bukan faktor-
faktor luar yang bersifat ekstrinsik. Misalnya didorong orang tua, untuk mendapatkan
hadiah,dll.
e.         Bermain itu pada dasarnya menyenangkan. Bermain bisa memberikan perasaan-
perasaan positif bagi para pelakunya. Artinya semakin aktivitas itu menyenangkan,
maka hal tersebut semakin merupakan bermain.
f.         Bermain itu bersifat aktif. Bermain memerlukan keterlibatan aktif dari para
pelakunya.
g.        Bermain fleksibel. Dengan ciri ini berarti anak yang bermain memiliki kebebasan
untuk memilih jenis kegiatan yang ingin dilakukannya.
            Dengan tujuh karakteristik di atas, secara sederhana bermain dapat
didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan secara voluntir, spontan, terfokus
pada proses, didorong oleh motivasi intrinsik, menyenangkan, aktif dan fleksibel.

E. KARAKTERISTIK BERMAIN SESUAI TAHAP PERKEMBANGAN

1.    Tahap manipulatif
Tahap ini dapat dilihat pada anak usia 2-3 tahun. Dengan alat-alat atau benda-benda
yang ia pegang, anak melakukan penyelidikan dengan cara membolak-balik, meraba-
raba bahkan menjatuhkan lalu melempar dan memungut kembali dan sebagainya. Hal
ini dilakukan untuk mengetahui apa yang dapat diperbuatnya dengan benda-benda
atau alat tersebut.
2.    Tahap simbolis
Anak yang berada pada tahap ini kadang-kadang berbicara sendiri tentang apa yang
dibuatnya sesuai dengan fantasinya atau hal-hal yang pernah di lihat di
lingkungannya.
3.    Tahap eksplorasi
Pada tahap ini anak sering bermain sendiri, ia lebih senang tidak berteman dalam
bermain. kegiatan bermain ini dilakukan berulang-ulang dengan hati yang riang.
4.    Tahap eksperimen
Setelah anak-anak memperoleh pengalaman baru dalam tahap-tahap sebelumnya,
mereka mulai melakukan percobaan, yang berarti mereka memasuki tahap
eksperimen.
5.    Tahap dapat dikenal
Anak usia 5-6 tahun pada umumnya telah mencapai tahapan bermain ini yaitu
membangun membentuk realistis, bentuk-bentuk yang sudah dikenal atau dilihat anak
dalam kehidupannya sehari-hari. Bentuk-bentuk yang dibuatnya sudah dapat
dimengerti oleh orang lain yang melihatnya karena sudah mendekati bentuk-bentuk
yang sesungguhnya. Misalnya membentuk beberapa jenis hewan tiruan dengan
plastisin, lalu membuat kebun binatang dengan kandang dari balok.

Anda mungkin juga menyukai