Anda di halaman 1dari 6

Risiko medik terdiri dari kata “Risiko” dan “Medik”.

Risiko sendiri berasal dari kata “risk” yang dalam


bahasa Inggris berarti: “The possibility of something bad happening at some time in the future; a situation that could
be dangerous or have a bad result“(Wehmeir, 2005), atau kemungkinan terjadinya sesuatu yang tidak baik dikemudian
hari; situasi yang dapat membahayakan atau mempunyai hasil yang tidak baik.
Kata “medik” disini dimaksudkan untuk “tindakan medik” yang dilakukan dokter. Arti tindakan medik adalah
“suatu tindakan yang dilakukan terhadap pasien berupa diagnostik atau terapeutik”. Dari perspektif “risk” dan
“tindakan medik” dapat kita artikan yang dimaksud dengan risiko medik adalah keadaan atau situasi yang tidak
diinginkan yang mungkin timbul setelah dilakukannya tindakan medik oleh dokter.
Malpraktek (malapraktek) atau malpraktik terdiri dari suku kata mal dan praktik atau praktek. Mal berasal dari
kata Yunani, yang berarti buruk. Praktik (Kamus Umum Bahasa Indonesia, Purwadarminta, 1976) atau praktik
(Kamus Dewan Bahasa dan Pustaka kementrian Pendidikan Malaysia, 1971) berarti menjalankan perbuatan yang
tersebut dalam teori atau menjalankan pekerjaan (profesi). Jadi, malpraktik berarti menjalankan pekerjaan yang buruk
kualitasnya, tidak lege artis, tidak tepat. Malpraktik tidak hanya terdapat dalam bidang kedokteran, tetapi juga dalam
profesi lain seperti perbankan, pengacara, akuntan publik, dan wartawan. Dengan demikian, malpraktik medik dapat
diartikan sebagai kelalaian atau kegagalan seorang dokter atau tenaga medis untuk mempergunakan tingkat
keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang cedera menurut
ukuran di lingkungan yang sama. (Hanafiah, M.Yusuf dan Amri Amir, 1999: 96)
Pengertian malpraktek medik di dalam Blacks Law Dictionary :
Malpraktek adalah setiap sikap tindak yang salah, kekurangan keterampilan dalam ukuran tingkat yang tidak wajar.
Istilah ini umumnya dipergunakan terhadap sikap tindak dari para dokter, pengacara, dan akuntan. Kegagalan untuk
memberi- kan pelayanan professional dan melaku- kan pada ukuran tingkat keterampilan dan kepandaian yang wajar
di dalam masyara- katnya oleh teman sejawat rata-rata dari profesi itu, sehingga mengakibatkan luka, kehilangan atau
kerugian pada penerima pelayanan tersebut yang cenderung menaruh kepercayaan terhadap mereka itu. Termasuk di
dalamnya setiap sikap- tindak profesional yang salah, kekurangan keterampilan yang tidak wajar atau kurang kehati-
hatian atau kewajiban hukum, praktek buruk, atau illegal atau sikap immoral.

Tindakan malpraktek
Lembaga Penyelesaian Sengketa Medik merupakan salah satu lembaga yang dibentuk oleh Undang-Undang,
dan anggotanya terdiri dari sarjana hukum, akademisi hukum kesehatan, praktisi dan perwakilan profesi kedokteran
(Ikatan Dokter Indonesia dan Konsil Kedokteran). Lembaga ini harus bersifat independen seperti ini peradilan yang
bersifat ad hoc dan mempunyai kelebihan- kelebihan antara lain adanya lembaga ini yang dapat dikontrol / diawasi
secara langsung , adanya pembiayaan/ pendanaan
Penegakan Hukum Malpraktik Melalui Pendekatan Mediasi Penal yaitu menggunakan persidangan mini /
minitrial adalah proses untuk menyelesaikan sengketa, meskipun menggunakan pihak ketiga (advisor) tetapi
prosedur / mekanisme persidangan merupakan bentuk perundingan / musyawarah langsung antara pihak-pihak yang
bersengketa, dan hasilnya merupakan kesepakatan kedua belah pihak. Model penyelesaian sengketa melalui
persidangan mini / mini trial ini mempunyai implikasi yang diharapkan sebagai berikut : (a) Mampu menjawab
kebutuhan dinamisasi dalam praktik penyelesaian sengketa medik dalam pelayanan kesehatan. Dimana dokter / dokter
gigi / sarana pelayanan kesehatan dan pasien membutuhkan sarana alternatif penyelesaian sengketa yang lebih praktis,
lebih dipercaya, prosedurnya cepat, murah biaya, prosedurnya rahasia / confidential, kesepakatan yang lebih baik
daripada hasil yangdiperoleh dengan cara penyelesaian kalah / menang, dan keputusannya non judicial.
Lembaga ini mempunyai tata cara persidangan dengan menggunakan dalam salah satu bentuk Alternative
Dispute Resolution (ADR) yaitu Lembaga Mini trial (Persidangan Mini). Mini trial adalah suatu bentuk ADR yang
baru dan sangat populer dalam masyarakat bisnis Amerika. Bentuk ini dianggap sebagai pilihan yang paling efektif
dan efisien menyelesaikan sengketa. Apabila para pihak sepakat mencari penyelesaian melalui mini trial, maka proses
penyelesaian model mini trial terdapat 5 (lima) tahap secara cepat dan sederhana sebagai berikut : (1) Persetujuan mini
trial atau disebut agreement to use mini trial, artinya para pihak sepakat menyerahkan penyelesaian sengketa melalui
lembaga mini trial; (2) Persiapan kasus atau case preparation, dibatasi dalam jangka waktu 1 hingga 2 bulan. Maksud
dari persiapan kasus memberikan kesempatan pada para pihak untuk mengumpulkan berbagai dokumen yang
dianggap penting untuk diajukan sehubungan dengan sengketa yang dipermasalahkan; (3) Mendengar keterangan atau
information hearing, dalam tahap ini mulai dibuka proses mini trial dalam suatu pertemuan tertutup yang dihadiri oleh
para pihak, kedudukan advisor bukan sebagai hakim tetapi berperan sebagai pihak ketiga netral yang membimbing
jalannya penyam paian k et er angan; ( 4) Advisor memberikan pendapat, pada tahap ini para pihak harus hadir sendiri
dan tidak didampingi oleh pengacara. Isi pendapat menjelaskan kekuatan, keburukan dan kelemahan masing- masing
pihak, dan bagaimana kiranya jika kasus ini diajukan ke pengadilan secara litigasi. Meskipun pendapat advisor tidak
mengikat, baik pada para pihak atau hakim pengadilan; (5) Mendiskusikan penyelesaian atau discusssettlement , para
pihak mengadakan pertemuan dan tidak dihadiri oleh advisor, karena sejak ia menyampaikan pendapat, peran dan
fungsinya berakhir dengan sendirnya. Tercapai atau tidaknya kesepakatan penyelesaian sengketa sepenuhnya
diserahkan kepada kehendak dan kemauan para pihak yang bersangkutan.

SANKSI MALPRAKTEK
Di dalam KUHP, perbuatan yang menyebabkan orang lain luka berat atau mati yang dilakukan secara
tidak sengaja dirumuskan didalam Pasal 359 dan 360. Adapun unsur-unsur dari pasal 359 dan 360 adalah
sebagai berikut:
1. Adanya unsur kelalaian (kulpa)
2. Adanya wujud perbuatan tertentu
3. Adanya akibat luka berat atau matinya orang lain
4. Adanya hubungan kausal antara wujud perbuatan dengan akibat kematian orang lain itu.
Demikian pula jika kita bandingkan antara resiko medik dengan malpraktek medik. Baik pada resiko medik
dan malpraktek medik terkandung unsur 2,3 dan 4 yaitu ada wujud perbuatan tertentu yang dilakukan oleh
dokter terhadap pasien, perbuatan tersebut sama-sama berakibat luka berat maupun matinya orang lain ada
hubungan kasual. Tetapi ada satu unsur yang berbeda dari resiko medik dengan melpraktek medik, yaitu
pada resiko medik ditemukan unsur kelalaian,sedangkan pada malpraktek medik jelas ditemukan adanya
unsur kelalaian
Selain itu, tindakan dokter terhadap pasien juga mempunyai alasan pembenar sebagaimana disebutkan
dalam pasal 50 KUHP dan pasal 51 ayat 1 KUHP. Sedangkan untuk dapat dipidananya suatu kesalahan yang
dapat diartikan sebagai pertanggungjawaban dalam hukum pidana haruslah memenuhi 3 unsur, sebagai
berikut:
1. Adanya kemampuan bertanggung jawab pada petindak artinya keadaan jiwa petindak harus normal.
2. Adanya hubungan batin antara petindak dengan perbuatannya yang dapat berupa kesengajaan (dolus)
atau kealpaan (culpa).
3. Tidak adanya alasan penghapus kesalahan atau pemaaf.
Dengan demikian, agar suatu tindakan medis tidak bersifat melawan hukum, maka tindakan tersebut
harus:
1. Dilakukan sesuai dengan standar profesi kedokteran atau dilakukan secara lege artis, yang
tercermin dari:
a. Adanya indiikasi medis yang sesuai dengan tujuan perawatan yang konkrit
b. Dilakukan sesuai dengan prosedurr ilmu kedokteran yang baku
2. Dipenuhinya hak pasien mengenai informed consent
(Pontoh, 2013)
Kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesi yang tercantum dalam pasal 54 dan 55 UU
No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan, berbunyi sebagai berikut:
Pasal 54 :
(1) Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan
profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
(2) Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditentukan oleh Majelis disiplin tenaga kesehatan.
(3) Ketentuan mengenai pembentukan, tugas,fungsi dan tatakerja Majelis Disiplin Tenaga
Kesehatan ditetapkan dengan keputusan pengadilan.
Pasal 55 :
(1) Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga
kesehatan.
(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan
Perundang-Undangan yang berlaku.
Dari pasal 54 dan 55 tersebut diatas, maka dapat diketahui bahwa sanksi terhadap malpraktek medik
adalah dikenakannnya tindakan disiplin yang ditentukan oleh majelis disiplin tenagakesehatan kepada dokter
yang menurut penilaian Majelis tersebut telah melakukan kelalaian. Sedangkan mengenai ganti rugi yang
harus dipenuhi dokter yang bersangkutan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mengatur tentang ganti rugi dapat mengacu pada
kitap undang-undang Hukum Perdata (Isfandyarie, 2005).
Jika sidang pemeriksaan disiplin dokter atau dokter gigi selesai maka Majelis akan menetapkan keputusan
terhadap teradu. Keputusan tersebut dapat berupa :
a. Dinyatakan tidak melakukan pelanggaran disiplin dokter atau dokter gigi
b. Pemberian sanksi disiplin, berupa :
1. Peringatan tertulis
2. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan, yang dapat dilakukan dalam bentuk :
a) Reedukasi formal di institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi yang terakreditasi
b) Reedukasi nonformal yang dilakukan dibawah supervise dokter atau dokter gigi tertentu di
institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi yang terakreditasi, fasilitas pelayanan kesehatan
dan jejaringnya, atau fasilitas pelayanan kesehatan lain yang ditunjuk, sekurang-kurangnya 2 (dua)
bulan dan paling lama 1 (satu) tahun
3. Rekomendasi pencabutan STR atau SIP yang bersifat :
a) Sementara paling lama 1 (satu) tahun
b) Tetap atau selamanya
c) Pembatasan tindakan asuhan medis tertentu pada suatu area ilmua kedokteran atau kedokteran gigi
dalam pelaksanaan praktik kedokteran (Mangkey, 2014).
Sanksi dalam hukum pidana pada dasarnya adalah sanksi yang berupa penyiksaan atau pengekangan
kebebasan terhadap pelaku tindak pidana. Dengan harapan setelah menjalani sanksipidana akan
menimbulkan efek jera terhadap pelaku atau ada unsur preventif terhadap orang lain (masyarakat).
Pasal 359: ”Barangsiapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum penjara
selamalamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.”
Pasal 360:
1) Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka berat dihukum dengan hukuman
penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun
2) Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka sedemikian rupa sehingga orang
itu menjadi sakit sementara atau tidak adapat menjalankan jabatannya atau pekerjaannya
sementara, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau hukuman
kurungan selama-lamanya enam bulan atau hukuman denda setinggitingginya Rp. 4.500,00.
Berdasarkan skenario sanksi malpraktek yang dapat dikenakan kepada dokter tersebut adalah sanksi
pidana, perdata, dan etik.
a. Sanksi pidana : pasien merasa telah dirugikan karena wajahnya menjadi berubah. Bila pasien tersebut
merasa telah timbul kecacatan pada dirinya akibat pemasangan gigi tiruan jembatan, maka dokter
tersebut dapat di tuntut berdasarkan KUHP pasal 360 ayat 1 “Barangsiapa karena kesalahannya
menyebabkan orang luka berat dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau
hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun”.
b. Sanksi pidana : bila setelah pemeriksaan dan penyidikan terbukti bahwa dokter tersebut sebelumnya
telah mengetahui adanya kesalahan pada gigi tiruan tersebut dan tetap memasangkannya ke mulut
pasien tanpa mengatakan hal yang sejujurnya atau memberi penjelasan, maka dokter dapat dikenakan
hukum pidana karena telah memenuhi salah satu unsur dari sanksi pidana itu sendiri, yaitu unsur
kesengajaan.
c. Sanksi perdata : setelah pemasangan ibu tersebut merasa tidak puas dengan hasilnya karena tidak
sesuai dengan keterangan yang telah diberikan dokter sebelumnya. Hal tersebut menunjukkan adanya
wanprestasi yang menyebabkan dokter tersebut dapat dikenakan sanksi perdata yaitu KUHP pasal
360 ayat 2 “Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka sedemikian rupa sehingga
orang itu menjadi sakit sementara atau tidak dapat menjalankan jabatannya atau pekerjaannya
sementara, dihukum dengan hukuman penjara selama - lamanya sembilan bulan atau hukuman
kurungan selama - lamanya enam bulan atau hukuman denda setinggi - tingginya Rp 4500”.
d. Sanksi imaterial: karena pasien merasa malu akibat merasa wajahnya telah berubah, maka dokter
tersebut dapat dituntut dengan tuntutan yang nilainya ditentukan oleh ibu tersebut (Hamzah, 2000).

JENIS-JENIS MALPRAKTIK
1) Malpraktek Etik
Yang dimaksud dengan malpraktek etik adalah tenaga kesehatan melakukan tindakan yang bertentangan dengan
etika profesinya sebagai tenaga kesehatan.Penegakan Hukum Terhadap pelaksanaan tugas dan kewenangan dokter
yang memiliki resiko medik.
Kemajuan tekhnologi kedokteran yang sebenarnya bertujuan untuk memberikan kemudahan dan kenyaman bagi
pasien dan membantu dokter untuk mempermudah menentukan diagnosa dengan lebih cepat, ternyata memberikan
efeksamping yang tidak diinginkan seperti penyalahgunaan kemajuan teknologi kedokteran yang merupakan
malpraktek etik adalah:
a) Dibidang diagnostic
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan terhadap pasien kadangkala tidak diperlukan bilamana dokter mau
memeriksa secara teliti.Namun karena laboratorium memberika janji untuk memberikan hadiah kepadadokter yang
mengirim pasiennya, maka dokter kadang-kadang bisa tergoda juga mendapatkan hadiah tersebut.
b) Dibidang terapi
Berbagai perusahaan yang menawarkan antibiotika kepada dokter dengan janji kemudahan yang akan di peroleh
dokter bila mau mengggunakan obat tersebut, kadang-kadang juga bisa mempengaruhi pertimbangan dokter dalam
memberika terapi kepada pasien, orientasi berdasarkan janji-janji pabrik obat yang sesungguhnya tidak sesuai dengan
indikasi yang diperlukan pasien juga merupakan malpraktek etik.
Adapun yang dimaksud dengan etik kedokteran ini mempunyai dua sisi dimana satu sisi saling terkait dan
saling pengaruh mempengaruhi, yaitu etik jabatan atau medical ethics, yang menyangkut masalah yang berhubungan
dengan sikap para dokter terhadap sejawatnya, sikap dokter terhadap pembantunya dan sikap dokter terhadap
masyarakat. Sedangkan etik asuhan atau ethics of the medical care, yaitu merupakan etik kedokteran dalam kehidupan
sehari-hari mengenai sikap dan tindakan seorang dokter terhadap penderita yang menjadi tanggung jawabnya.
Pelanggaran terhadap terhadap ketentuan Kode Etik Kedokteran ada yang merupakan pelanggaran etik semata-mata,
tetapi ada juga merupakan pelanggaran etik dan sekaligus pelanggaran hukum yang dikenal dengan istilah
pelanggaran etikologal.Lebih lanjut bentuk-bentuk pelanggaran etik kedokteran adalah sebagai berikut :
a. Pelanggaran etik murni :
(1) Menarik imbalan yang tidak wajar atau menarik imbalan jasa dari keluarga sejawat dokter dan dokter gigi;
(2) Mengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawatnya (melanggar Pasal 16 Kodeki);
(3) Memuji diri sendiri di hadapan pasien (melanggar Pasal 4 huruf a Kodeki);
(4) Dokter mengabaikan kesehatannya sendiri (pelanggaran Pasal 17 Kodeki)
b. Terhadap pelanggaran etikolegal antara lain :
(1) Pelayanan dokter di bawah standar;
(2) Menerbitkan surat keterangan palsu (melanggar Pasal 7 Kodeki sekaligus Pasal 267 KUHP);
(3) Membuka rahasia jabatan atau pekerjaan dokter (melanggar Pasal 13 Kodeki dan Pasal 322 KUHP) ;
(4) Tidakpernah mengikuti pendidikan dan pelatihan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(5) Abortus provokatus ;
(6) Pelecehan seksual
(7) Tidak mau melakukan pertolongan darurat kepada orang yang menderita (melanggar Pasal 14 Kodeki dan
Pasal 304 KUHP).
2) Malpraktek Yuridis
Soedjatmiko membedak an malpraktek yuridis ini menjadi tiga bentuk, yaitu malpraktek perdata (civil malpractice),
malpraktek pidana (criminal malpractice) dan malpraktek administratif (administrative malpractice).
a. Malpraktek Perdata ( Civil Malpractice)
Malpraktek perdata terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak terpenuhinya isi perjanjian
(wanprestasi) didalam transaksi terapeutik oleh tenaga kesehatan, atau terjadinya perbuatan melanggar hukum
(onrechtmatige daad), sehingga menimbulkan kerugian kepada pasien.
Wanprestasi (Pasal 1239 KUHPerdata). Dalam hal ini dokter tidak memenuhi kewajibannya yang timbul dari
adanya suatu perjanjian (tanggung jawab kontraktual).Dalam arti harfiah adalah prestasi yang buruk (Subekti, 1985:
45) yang pada dasarnya melanggar isi / kesepakatan dalam suatu perjanjian / kontrak oleh salah satu pihak. Bentuk
pelanggaran dalam wanprestasi sebagai berikut :
(a) Tidak memberikan prestasi sama sekali sebagaimana yang diperjanjikan;
(b) Memberikan prestasi tidak sebagaimana mestinya, tidak sesuai kualitas atau kuantitas dengan yang diperjanjikan;
(c) Memberikan prestasi tetapi sudah terlambat tidak tepat waktu sebagaimana yang diperjanjikan ;
(d) memberikan prestasi yang lain dari yang diperjanjikan.
Di lihat dari transaksi terapeutik dimana kewajiban atau prestasidokter yang harus dijalankan pada pasien
adalah perlakukan medis yang sebaik-baiknya dan secermat-cermatnya sesuai dengan standar profesi medis atau
standar prosedur operasional. Maka wanprestasi dokter terjadi karena melanggar standar profesi medis atau standar
prosedur operasional sehingga memberikan pelayanan medis pada pasien tidak sebagaimana mestinya, dan/atau
memberikan prestasi yang tidak sesuai dengan kebutuhan medis pasien.
Sedangkan untuk perbuatan atau tindakan yang melanggar hukum haruslah memenuhi beberapa syarat seperti:
a. Harus ada perbuatan (baik berbuat maupun tidak berbuat).
b. Perbuatan tersebut melanggar hukum (tertulis ataupun tidak tertulis).
c. Ada kerugian
d. Ada hubungan sebab akibat (hukum kausal) antara perbuatan melanggar hukum dengan kerugian yang diderita.
e. Adanya kesalahan (schuld)
Sedangkan untuk dapat menuntut pergantian kerugian (ganti rugi) karena kelalaian tenaga kesehatan, maka
pasien harus dapat membuktikan adanya empat unsur berikut:
a. Adanya suatu kewajiban tenaga kesehatan terhadap pasien.
b. Tenaga kesehatan telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim dipergunakan.
c. Penggugat (pasien) telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya.
d. Secara faktual kerugian itu diesbabkan oleh tindakan dibawah standar.
Dalam malpraktek perdata yang dijadikan ukuran dalam melpraktek yang disebabkan oleh kelalaian adalah
kelalaian yang bersifat ringan (culpa levis). Karena apabila yang terjadi adalah kelalaian berat (culpa lata) maka
seharusnya perbuatan tersebut termasuk dalam malpraktek pidana. Contoh dari malpraktek perdata, misalnya seorang
dokter yang melakukan operasi ternyata meninggalkan sisa perban didalam tubuh si pasien. Setelah diketahui bahwa
ada perban yang tertinggal kemudian dilakukan operasi kedua untuk mengambil perban yang tertinggal tersebut.
Dalam hal ini kesalahan yang dilakukan oleh dokter dapat diperbaiki dan tidak menimbulkan akibat negatif yang
berkepanjangan terhadap pasien.
b. Malpraktek Pidana
Malpraktek pidana terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami cacat akibat tenaga kesehatan
kurang hati-hati. Atau kurang cermat dalam melakukan upaya perawatan terhadap pasien yang meninggal dunia atau
cacat tersebut.
Pelanggaran dokter dapat diklasifikasikan sebagai perbuatan yang memenuhi aspek hukum pidana
apabila memenuhi syarat- syarat tertentu dalam tiga aspek, yaitu (Bambang Tri Bawono, 2011: 3):
1) Syarat dalam sikap batin dokter. Sikap batin adalah sesuatu
yang ada dalam batin sebelum seseorang berbuat. Sesuatu yang ada dalam alam batin ini dapat berupa kehendak,
pengetahuan, pikiran, perasaan dabn apapun yang melukiskan keadaan batin seseorang sebelum berbuat. Dalam
keadaan normal setiap orang memilik i kemampuan mengarahkan dan mewujudkan sikap batinnya ke dalam
perbuatan-perbuatan. Apabila kemampuan mengarahkan dan mewujudkan alam batin ke dalam perbuatan-perbuatan
tertentu yang dilarang, hal itu disebut kesengajaan. Namun apabila kemampuan berpikir, berperasaan dan berkehendak
itu tidak digunakan sebagaimana mestin ya dalam melakuk an suatu perbuatan yang pada kenyataannya dilarang,
maka sikap batin tersebut dinamakan kelalaian (culpa) . Sebelum melakukan perlakuan medis diwujudkan oleh
dokter , ada tiga arah sikap batin dokter yaitu : a. Sikap batin mengenai wujud perbuatan (terapi) ; b. Sikap batin
mengenai sifat melawan hukum perbuatan ; c. Sikap batin mengenai akibat dari wujud perbuatan.
2) Syarat dalam perlakuan medis.
Perlakuan medis, yakni wujud dan prosedur serta alat yang digunakan dalam pemeriksaan untuk memnperioleh data-
data medis, menggunakan data-data medis dalam mendiagnosis, cara atau prosedur dan wujud serta alat terapi, bahkan
termasuk pula perbuatan-perbuatan dalam perlakukan pasca terapi. Syarat lain dalam aspek ini adalah kepada siapa
perlakuan medis itu diberikan dokter. Berarti untuk kasus konkrit tertentu kadang diperlukan syarat lain, misalnya
kepatutan dan pembenaran dari sudut logika umum. Misalnya, salah dalam menarik diagnosis, tetapi perbuatan itu
dapast dibenarkan apabila ada alasan pembenar, misalnya fakta-fakta medis uyang ada dari sudut kepatutan
dibenarkan untuk menarik kesimpulan diagnosis itu.
3) Syarat mengenai hal akibat.
Akibat yang boleh masuk pada lapangan malpraktek kedokteran harus akibat yang merugikan pihak yang ada
hubungan hukum dengan dokter. Sifat akibat dan letak hukum pengaturannya menentukan kategori malpraktek
kedokteran antara malpraktek pidana atau perdata . Dari sudut hukum pidana akibat yang merugikan masuk dalam
lapangan pidana apabila jenis kerugian disebut dalam rumusan kejahatan menjadi unsur tindak pidana akibat kematian
atau luka merupakan unsur dalam ketentuan Pasal 359 dan Pasal 360 KUHPidana dan masuk kategori malpraktek
pidana. Meskipun demikian untuk dapat dipidananya seseorang tidaklah cukup apabila orang itu telah melak ukan
perbuat an yan g bertentangan dengan hukum / bersifat melawan hukum, masih diperlukan adanya syarat yaitu orang
tersebut melakukan perbuatan itu memenuhi unsur- unsur kesalahan, baik itu berupa kesengajaan ataupun kelalaian.

Malpraktek pidana terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami cacat akibat tenaga kesehatan
kurang hati-hati. Atau kurang cermat dalam melakukan upaya perawatan terhadap pasien yang meninggal dunia atau
cacat tersebut. Malpraktek pidana ada tiga bentuk yaitu:
a. Malpraktek pidana karena kesengajaan (intensional), misalnya pada kasus aborsi tanpa insikasi medis, tidak
melakukan pertolongan pada kasus gawat padahal diketahui bahwa tidak ada orang lain yang bisa menolong, serta
memberikan surat keterangan yang tidak benar. Contoh kasus intensional:
 Melakukan aborsi tanpa indikasi medik
 Melakukan euthanasia
 Membocorkan rahasia kedokteran
 Tidak melakukan pertolongan terhadap seseorang yang sedang dalam keadaan emergensi meskipun tahu tidak
ada dokter lain yang akan menolongnya (negative act).
 Menerbitkan surat keterangan yang tidak benar.
 Membuat visum et repertum yang tidak benar.
 Memberikan keterangan yang tidak benar di sidang pengadilan dalam kapasitasnya sebagai ahli.
b. Malpraktek pidana karena kecerobohan (recklessness), misalnya melakukan tindakan yang tidak lege artis atau
tidak sesuai dengan standar profesi serta melakukan tindakan tanpa disertai persetujuan tindakan medis. Contoh kasus
recklessness:
 Melakukan tindakan medis yang tidak sesuai prosedur (legeartis).
 Melakukan tindakan medis tanpa informed consent.
c. Malpraktek pidana karena kealpaan (negligence), misalnya terjadi cacat atau kematian pada pasien sebagai akibat
tindakan tenaga kesehatan yang kurang hati-hati. Contoh kasus negligence:
 Alpa atau kurang hari-hati sehingga meninggalkan gunting dalam perut pasien.
 Alpa atau kurang hati-hati sehingga pasien menderita luka-luka (termasuk cacat) atau meninggal dunia.

3) Malpraktek Administratif
Malpraktek administrastif terjadi apabila tenaga kesehatan melakukan pelanggaran terhadap hukum administrasi
negara yang berlaku, misalnya menjalankan praktek bidan tanpa lisensi atau izin praktek, melakukan tindakan yang
tidak sesuai dengan lisensi atau izinnya, menjalankan praktek dengan izin yang sudah kadaluarsa, dan menjalankan
praktek tanpa membuat catatan medik.

Anda mungkin juga menyukai