Anda di halaman 1dari 28

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

tumbuhan (flora) terbesar di dunia sekitar 40.000 jenis tumbuhan. Tumbuhan

mengandung senyawa yang digunakan untuk mempertahankan diri dari serangan

penyakit. Senyawa tersebut merupakan metabolit sekunder yaitu fenol dan

fenolat, terpenoid, flavonoid, saponin, alkaloid, tanin, poliasetilen, poliamina,

isotiosianat, tiosulfinat, dan glukosida (Oyetayo, F.L, dkk, 2007).

Dalam dunia mikrobiologi, senyawa metabolit sekunder tersebut

digunakan untuk menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri (Wink,

2010). Untuk mendapatkan senyawa metabolit sekunder dari bagian tumbuhan

digunakan berbagai macam pelarut, seperti metanol, heksan, dan etil asetat.

Metanol dapat melarutkan senyawa yang bersifat polar seperti flavonoid dan

saponin, sedangkan Heksan yang bersifat non polar dan Etil Asetat yang bersifat

semi polar dapat melarutkan senyawa terpenoid dan alkaloid (Marjoni, 2016).

Salah satu tanaman asli Indonesia adalah Bunga Katarak (Isotoma

longiflora (L.) C.Presl.). Tanaman ini merupakan tumbuhan liar yang mudah

tumbuh dimana saja, seperti di tepi jalan, di tepi selokan atau ditanah kosong

yang tidak terawat (Dalimartha, 2008).

Penelitian mengenai aktifitas antibakteri ekstrak daun dari bunga katarak

terhadap bakteri Streptococcus mutans pernah dilakukan oleh Rosidah, dkk

(2014) menggunakan pelarut etanol 70%. Hasilnya ekstrak etanol 70% daun dari

bunga katarak memiliki daya antibakteri, dimana ekstrak tersebut terbukti dapat

menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans, yaitu bakteri

1
2

kariogenik yang menyebabkan gigi berlubang dan mempunyai kemampuan

menempel pada semua permukaan dalam rongga mulut pada konsentrasi

0,001%.

Kandungan metabolit sekunder terdapat di seluruh bagian tumbuhan,

seperti daun, bunga, akar, batang dan buah (Marjoni, 2016). Maka dari itu,

peneliti tertarik untuk meneliti apakah bunga dari bunga katarak (Isotoma

longiflora (L.) C.Presl.) juga memiliki aktifitas antibakteri terhadap bakteri

Streptococcus mutans menggunakan fraksi Metanol, Heksan dan Etil Asetat

ekstrak Bunga dari Bunga Katarak (Isotoma longiflora (L.) C.Presl).

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dari

penelitian ini adalah apakah fraksi Metanol, Heksan dan Etil Asetat dari bunga

katarak (Isotoma longiflora (L.) C.Presl.) memiliki efek antibakteri terhadap

Streptococcus mutans ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui bahwa fraksi Metanol, Heksan dan Etil Asetat dari bunga

katarak (Isotoma longiflora (L.) C.Presl.) memiliki efek antibakteri terhadap

Streptococcus mutans.
3

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai tambahan literatur tentang khasiat Bunga Katarak (Isotoma

longiflora (L.) C. Presl.) sebagai obat tradisional.

2. Bagi peneliti sendiri agar dapat mengaplikasikan ilmu yang telah didapat

di Akademi Farmasi Dwi Farma Bukittinggi.


4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bunga Katarak (Isotoma longiflora (L.) C.Presl.)

Bunga katarak merupakan tanaman liar yang tumbuh di saluran air atau

sungai, pematang sawah, sekitar sawah, sekitar pagar, dan tempat tempat lainnya

yang lembab dan terbuka. Bunga katarak dapat ditemukan dari dataran rendah

sampai 1.100 mdpl (Dalimartha, 2008).

Bunga katarak juga dapat digunakan untuk mengatasi penyakit seperti

katarak, asma, bronchitis, luka, obat kanker, obat infeksi mata, dan sakit gigi

(Hariana, 2013).

II.1.1 Klasifikasi Tumbuhan Bunga Katarak (Isotoma longiflora (L.)

C.Presl.)

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Angiospermae

Sub Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Campanulales

Famili : Campanuiaceae

Genus : Isotoma

Spesies : Isotoma longiflora (L.) C.Presl.

Sinonim : Hippobroma longiflora (L.) G. Don

: Laurentia longiflora (Linn.) (Becker, dkk, 1963)

Zat Aktif : Flavonoid, terpenoid, tanin dan alkaloid (DepKes

RI, 1991).
5

Nama Daerah : Kitolod, Daun Tolod ( Sunda ), Bunga Katarak

( Minang ), Sangkobak ( Jawa ) (Dalimartha, 2008).

II.1.2 Morfologi Tanaman Bunga Katarak (Isotoma longiflora (L.)

C.Presl.)

Batang tanaman bunga katarak mempunyai tinggi mencapai 60

cm, bercabang dari pangkalnya, bergetah putih yang rasanya tajam dan

mengandung racun. Bentuk daunnya lanset, panjangnya 5 – 17 cm,

lebarnya 2 – 3 cm, daun tunggal, duduk, permukaan kasar, ujung runcing,

pangkal menyempit, tepi melekuk ke dalam, bergigi sampai melekuk

menyirip, dan warnanya hijau. Bunganya keluar dari ketiak daun, tegak,

tunggal, bertangkai panjang dan mahkota berbentuk bintang berwarna

putih. Buahnya berupa kotak, berbentuk lonceng, merunduk, merekah

menjadi dua ruang, dan berbiji banyak (Dalimartha, 2008).

2.2. Streptococcus mutans

Kingdom : Monera

Divisi : Firmicutes Class

Kelas : Bacilli

Ordo : Lactobacilalles

Famili : Streptococcaceae

Genus : Streptococcus

Spesies : Streptococcus mutans (Ramadhani, 2014)

Streptococcus mutans merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat

yang secara khas membentuk pasangan atau rantai selama masa


6

pertumbuhannya. Jenis bakteri ini diketahui sebagai pengasil asam yang kuat

dimana lingkungan asam dalam rongga mulut ini dapat menyebabkan gigi

berlubang. Bakteri ini tumbuh dengan baik dalam kaldu biasa pada kisaran suhu

pertumbuhan 15° - 40°C (Ramadhani, 2014).

2.3. Fraksinasi

Fraksinasi adalah suatu proses pemisahan senyawa – senyawa organik

berdasarkan tingkat kepolaran. Jumlah dan jenis senyawa yang dapat dipisahkan

menjadi beberapa fraksi tergantung pada jenis tumbuhan. Ekstrak kasar perlu di

fraksinasi untuk memisahkan golongan utama kandungan yang satu dari

golongan utama lainnya. Dalam praktek fraksinasi menggunakan metode corong

pisah dan kromatografi kolom (Harborne, 1987).

Prosedurnya dengan cara mengekstraksi bahan dengan alat soxhlet

kemudian didapatkan ekstrak kental. Dengan menggunakan corong pisah ekstrak

kental ditambahkan pelarut dan diambil ekstrak pelarut tersebut secara

bergantian, mulai dengan eter, lalu eter minyak bumi, dan kloroform. Lalu

digunakan alkohol dan etil asetat (untuk senyawa yang lebih polar) kemudian

diuapkan (Harborne, 1987).

Macam-macam proses fraksinasi :

1. Proses Fraksinasi Kering (Winterization)

Fraksinasi kering adalah suatu proses fraksinasi yang didasarkan pada

berat molekul dankomposisi dari suatu material. Proses ini lebih m urah

dibandingkan dengan proses yang lain,namun hasil kemurnian fraksinasinya

rendah.
7

2. Proses Fraksinasi Basah (Wet Fractination)

Fraksinasi basah adalah suatu proses fraksinasi dengan menggunakan

zat pembasah (WettingAgent) atau disebut juga proses Hydrophilization atau

detergent proses. Hasil fraksi dari prosesini sama dengan proses fraksinasi

kering.

3. Proses Fraksinasi dengan menggunakan Solvent (pelarut)/ Solvent

Fractionation

Ini adalah suatu proses fraksinasi dengan menggunakan pelarut.

Dimana pelarut yang digunakanadalah aseton. Proses fraksinasi ini lebih

mahal dibandingkan dengan proses fraksinasi lainnyakarena menggunakan

bahan pelarut.

4. Proses Fraksinasi dengan Pengembunan (Fractional Condentation)

Proses fraksinasi ini merupakan suatu proses fraksinasi yang

didasarkan pada titik didih darisuatu zat / bahan sehingga dihasilkan suatu

produk dengan kemurnian yang tinggi. Fraksinasi pengembunan ini

membutuhkan biaya yang cukup tinggi namun proses produksi lebih cepat

dan kemurniannya lebih tinggi.

2.4. Skrinning Fitokimia

Uji skrining fitokimia digunakan untuk menganalisis kandungan kimia di

dalam tumbuhan terutama kandungan metabolit sekunder seperti, Flavonoid,

Alkaloid dan Saponin dengan cara :

1. Pengujian Flavonoid

Sampel diteteskan sebanyak 5 tetes ke dalam tabung reaksi,

ditambahkan etanol 5 tetes panaskan hingga mendidih lalu


8

tambahkan serbuk Mg. Bila langsung terbentuk endapan merah atau

jingga, maka sampel positif flavonoid tetapi bila belum ditambahkan

HCl 2 tetes kemudian terbentuk endapan merah atau jingga maka

sampel positif flavonoid lemah (Marjoni, 2016).

2. Pengujian Alkaloid

 Metoda Lieberman Bouchard

Sampel dimasukan 5 – 10 tetes ke dalam tabung reaksi

ditambahkan HCl 5 – 10 tetes dan aquadest 3 – 5 tetes biarkan

diatas api, dipindahkan ke dalam plat tetes ditambahkan

pereaksi Mayern. Bila terbentuk endapan putih atau kuning

maka sampel positif alkaloid (Marjoni, 2016).

 Metoda Curvenol Fitzqerald

Sampel diteteskan ke dalam tabung reaksi sebanyak 2 – 3

tetes, ditambahkan kloroform, amoniak dan H2SO4 masing –

masing sebanyak 5 tetes. Biarkan beberapa menit sampai

terjadi pemisahan. Diambil lapisan atas dan dipindahkan ke

dalam plat tetes ditambahkan pereaksi Mayern. Bila terbentuk

endapan putih atau kuning maka sampel positif alkaloid

(Marjoni, 2016).

3. Pengujian Saponin

Sampel ditambahkan aqua dest 2 – 3 tetes, kemudian dikocok

kencang selama kurang lebih 15 menit. Bila terbentuk busa maka

sampel positif saponin (Marjoni, 2016).


9

4. Pengujian Terpenoid

Sampel ditambahkan dengan 2 tetes asetat anhidrat dan 1 tetes asam

sulfat pekat, lalu diamati perubahannya bila terbentuk warna hijau

maka sampel positif terpenoid (Marjoni, 2016).

5. Pengujian Tanin

Sampel ditambahkan dengan aquadest secukupnya panaskan hingga

mendidih, lalu ditambahkan FeCl3. Bila terbentuk warna hijau

kehitaman maka sampel positif tanin (Marjoni, 2016).

2.5. Sterilisasi

Bahan ataupun peralatan yang dipergunakan didalam bidang

mikrobiologi, haruslah dalam keadaan steril. Artinya pada bahan atau peralatan

tersebut tidak didapatkan mikroba yang tidak diharapkan kehadirannya, baik

yang akan menganggu atau merusak media ataupun mengganggu kehidupan dan

proses yang sedang dikerjakan (Suriawiria, 1995).

Sterilisasi adalah setiap proses yang digunakan unutk membunuh semua

bentuk makhluk hidup mikroorgnaisme (Sujudi, 1993).

Sediaan sterilisasi disterilkan dengan cara :

a. Sterilisasi secara Fisik

Sterilisasi dengan pemansan, penggunaan sinar bergelombang pendek

seperti sinar-X, sinar – gama, UV, dan sebagainya (Suriawiria, 1995).

b. Sterilisasi secara Kimia

Sterilisasi dengan cara penggunaan desinfektan, larutan alkohol, larutan

formalin, larutan AMC ( Campuran HCl dengan garam Hg ) dan

sebagainya (Suriawiria, 1995).


10

c. Sterilisasi secara Mekanik

Sterilisasi dengan penggunaan saringan atau filter (Suriawiria, 1995).

2.6. Standar Mc. Farland

Standar Mc. Farland adalah penyetaraan konsentrasi mikroba dengan

menggunakan larutan Barium Klorida dengan Asam Sulfat. Standar kekeruhan

Mc. Farland digunakan untuk menggantikan perhitungan bakteri satu per satu

dan untuk memperkirakan kepadatan sel yang akan digunakan pada prosedur

pengujian antimikroba. Untuk menilai kekeruhannya dapat digunakan

spektrofotometer dengan panjang gelombang 600 - 625 nm (Sutton, 2011).

Tabel I. Standar Kekeruhan Larutan Mc. Farland

Skala CFU BaCl2 1% H2SO4 1% Absorban


Mc. Farland ( x 108/ml ) (ml) (ml)

0,5 1,5 0,05 9,95 0,08-0,10

1 3 0,1 9,9 0,14-0,17

2 6 0,2 9,8 0,27-0,31

3 9 0,3 9,7 0,38-0,42

4 12 0,4 9,6 0,51-0,55

5 15 0,5 9,5 0,67-0,70

6 18 0,6 9,4 0,74-0,77

7 21 0,7 9,3 0,83-0,88

8 24 0,8 9,2 0,94-0,98

( Hardydiagnostic, 2017 )
11

2.7. Spektrofotometer UV – Vis

Spektrofotometer UV-Vis adalah metoda pengukuran panjang

gelombang dan intensitas sinar violet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh

sampel. Sinar ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk

mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi.

Spektroskopi UV-Vis biasanya digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau

kompleks didalam larutan. Spektrum UV-Vis mempunyai bentuk yang lebar dan

hanya sedikit informasi tentang struktur yang bisa didapatkan dari spektrum ini.

Tetapi spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif.

Konsentrasi dari analit didalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur

absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum

Lambert-Beer (Dachriyanus, 2004).

2.8. Media

Media pertumbuhan adalah suatu substrat yang diperlukan untuk

menumbuhkan dan mengembang biakan bakteri. Media tersebut harus dalam

keadaan steril, artinya tidak ditumbuhi oleh mikroorganisme lain yang tidak

diharapkan (Suriawiria, 1962).

Nutrien Agar ( NA )

Nutrien Agar ( NA ) merupakan suatu media yang mengandung sumber nitrogen

dalam jumlah cukup banyak yang dapat digunakan untuk membudidayakan

bakteri.
12

Komposisi:

Daging 3 gram

Pepton 5 gram

Agar 12 gram

Aquadest hingga 1000 ml ( Himedia, 2011 )

2.9. Metoda Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyari

simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya

matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk

(DepKes RI, 1979).

Metoda yang umum digunakan:

1. Maserasi

Maserasi adalah proses ekstrasi sederhana yang dilakukan hanya dengan cara

merendam simplia dalam suatu pelarut selama waktu tertentu yang

terlindung dari sinar matahari langsung (Marjoni, 2016).

2. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian zat aktif secara dingin dengan cara

mengalirakan pelarut secara kontinu pada simplisia selama waktu tertentu

(Marjoni, 2016).

3. Soxhletasi

Soxhletasi adalah metoda pemisahan suatu komponen yang tedapat dalam

suatu contoh berbentuk padatan dengan cara penyarian berulang,

menggunakan pelarut tertentu dengan memakai alat sohkletasi (Marjoni,

2016).
13

4. Destilasi

Destilasi adalah suatu metoda pemisahan zat cair dari campurannya

berdasarkan perbedaan titik didih dari zat tersebut (Marjoni, 2016).

a. Destilasi Normal

Pendidihan terjadi pada tekanan 76 cmHg atau titik didih normal

(Marjoni, 2016).

b. Destilasi Uap

Bila pada cairan yang akan didestilasi diberikan tekanan tambahan

melalui pengiriman tekanan ke dalam cairan tersebut, maka tekanan uap

didalam cairan merupakan penggabungan antara tekanan uap cairan itu

sendiri dengan tekanan uap yang ditambahkan dari luar, sehingga

pendidihan terjadi pada suhu yang lebih rendah (Marjoni, 2016).

c. Destilasi Vakum

Bila udara yang ada dipermukaan cairan dikeluarkan, maka akan terjadi

pemvakuman. Akibatnya, terjadi pendidihan pada suhu yang leebih

rendah (Marjoni, 2016).

2.10. Metoda Pengujian Daerah Hambat

Metoda difusi agar merupakan salah satu metoda yang efektif digunakan

untuk pengujian mikrobiologi. Pada metoda ini sampel diletakan diatas

permukaan media pembenihan yang sudah dibiakan.

Ada 3 difusi agar :

1. Cara Silinder

Diletakan diatas media sampel dimasukan ke dalam silinder, setelah itu

diinkubasi pada suhu tertentu.


14

2. Cara Cetak Lobang

Pengerjaan dilakukan dengan cara meletakan sampel dipermukaan media

yang telah dilubangi.

3. Cara Cakram Kertas

Dilakukan dengan cara meletakan 3 – 5 lapis kertas cakram diatas media.

Daerah hambat akan memperlihatkan adanya pertumbuhan bakteri disekitar

cakram ( Bonang, 1982 ).

Sensitifitas klinik dari mikroba ditentukan dari :

Tabel II. Klasifikasi respon hambat pertumbuhan bakteri dengan zona


terang

Diameter Zona Terang Respon Hambat Pertumbuhan


>20 mm Kuat
15 – 20 mm Sedang
10 -15 mm Lemah
< 10 mm Tidak Ada
( Warsa, 1994 )

2.11. Fase Pertumbuhan Bakteri

1. Fase Penyesuaian Diri

Lama waktu umumnya berlangsung 2 jam. Bakteri pada fase ini belum

berkembang biak dan fase ini adalah fase persiapan untuk fase berikutnya.

2. Fase Pembelahan

Bakteri mulai berkembang biak dengan berlipat serta pertumbuhan yang

optimal. Pada pertengahan fase ini, pertumbuhan bakteri sangat ideal,

pembelahan terjadi secara teratur. Semua bahan dalam sel berada dalam

keadaan seimbang.

3. Fase Stasioner
15

Terjadi keseimbangan antara pertumbuhan dan kematian sel. Dalam fase ini

bakteri, mulai ada yang mati, pembelahan mulai terhambat dan tidak ada

kegiatan bakteri.

4. Fase Kematian

Fase ini akhir dari suatu kurva dimana jumlah individu secara tajam akan

menurun serta fase bakteri mengalami kerusakan (Jawetz, 2001)

Gambar 1. Kurva Pertumbuhan Bakteri

2.12. Hipotesa

Adapun hipotesa dari penelitian ini adalah fraksi Metanol, Heksan dan Etil

Asetat dari bunga katarak (Isotoma longiflora (L.) C.Presl.) memiliki

aktifitas antibakteri terhadap Streptococcus mutans.


16

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juli 2018 di

Laboratorium Fitokimia, Spektrofotometri dan Mikrobiologi Akademi Farmasi

Dwi Farma Bukittinggi.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Spektrofotometer UV-Vis, autoklaf, seperangkat alat destilasi, timbangan

analitik dan digital, inkubator, lemari aseptis, pipet mikro (100 µL - 1000 µL),

erlenmeyer, tabung reaksi, cawan petri, paper disc, corong pisah, jangka

sorong, corong, spatel, gelas ukur, labu ukur 50 ml, botol gelap, lampu spiritus,

jarum ose, pinset, kaki tiga, asbes dan batang pengaduk.

3.2.2 Bahan

Bunga dari Bunga Katarak, bakteri Streptoccoccus mutans, Nutrien Agar,

NaCl fisiologis, Aqua dest, Alkohol 70% , Heksan, Etil Asetat, Metanol,

BaCl2, H2SO4, dan Perkamen.

3.3. Cara Kerja

3.3.1 Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bunga Katarak

(Isotoma longiflora (L.) C.Presl.) yang diambil secara Simple Random

Sampling di Kota Bukittinggi Provinsi Sumatera Barat.

3.3.2 Tahap Maserasi

Sampel dicuci bersih, dirajang, kering anginkan, ditimbang sebanyak 500

gram, kemudian dimasukan ke dalam botol gelap bermulut besar, rendam


17

dengan metanol selapis diatas sampel, selama 3 hari sambil dikocok 1x sehari.

Hasil maserasi disaring, ulangi maserasi sebanyak 3 kali. Maserat 1, 2 dan 3

dicampurkan dan dilanjutkan destilasi hingga diperoleh ekstrak kental dengan

bobot tetap.

3.3.3 Tahap Fraksinasi Ekstrak Metanol

Proses fraksinasi menggunakan tiga macam pelarut dengan tingkat

kepolaran yang berbeda, yaitu Metanol, Etil Asetat dan Heksan dengan

perbandinga 1:1. 5 gram sampel ekstrak kental dilarutkan dengan 25 ml

methanol dimasukan kedalam corong pisah, kemudian ditambahkan 25 ml

heksan dan dikocok setelah itu diamkan beberapa menit ( 2-3 menit ), ambil

lapisan heksan. Perlakuan ini diulang sampai didapatkan lapisan heksan yang

jernih.

Sisa fraksinasi heksan kemudian ditambahkan 25 ml Etil Asetat dan

perlakuan sama dengan fraksinasi menggunakan Heksan. Masing-masing hasil

fraksinasi tersebut kemudian diuapkan sehingga didapat ekstrak kental.

3.3.4 Skrining Fitokimia

1. Pengujian Flavonoid

Sampel diteteskan sebanyak 5 tetes ke dalam tabung reaksi,

ditambahkan etanol 5 tetes panaskan hingga mendidih lalu tambahkan

serbuk Mg. Bila langsung terbentuk endapan merah atau jingga, maka

sampel positif flavonoid tetapi bila belum ditambahkan HCl 2 tetes

kemudian terbentuk endapan merah atau jingga maka sampel positif

flavonoid lemah (Marjoni, 2016).


18

2. Pengujian Alkaloid

Sampel diteteskan ke dalam tabung reaksi sebanyak 2 – 3 tetes,

ditambahkan kloroform, amoniak dan H2SO4 masing – masing

sebanyak 5 tetes. Biarkan beberapa menit sampai terjadi pemisahan.

Diambil lapisan atas dan dipindahkan ke dalam plat tetes ditambahkan

pereaksi Mayern. Bila terbentuk endapan putih atau kuning maka

sampel positif alkaloid (Marjoni, 2016).

3. Pengujian Terpenoid

Sampel ditambahkan dengan 2 tetes asetat anhidrat dan 1 tetes asam

sulfat pekat, lalu diamati perubahannya bila terbentuk warna hijau

maka sampel positif terpenoid (Marjoni, 2016).

4. Pengujian Tanin

Sampel ditambahkan dengan aquadest secukupnya panaskan hingga

mendidih, lalu ditambahkan FeCl3. Bila terbentuk warna hijau

kehitaman maka sampel positif tanin (Marjoni, 2016).

3.3.5 Tahap Uji Aktifitas Antibakteri Masing-Masing Fraksi dengan

Metoda CLSI tahun 2014

a. Sampel

Diambil sampel ekstrak kental masing-masing fraksi sebanyak 50 mg

dilarutkan dengan 5 ml pelarut masing-masing fraksi tersebut sehingga

kadar sampel di paper disc sebesar 1000 µg/disc.


19

b. Kontrol Positif

Sebagai kontrol positif dalam penelitian ini menggunakan bubuk

antibiotik Clindamycin yang mengandung 2 µg/disc. ( Aida, 2016 )

Dengan cara : Ambil 1 ml kemudian masukan dalam labu ukur 50 ml

tambahkan dengan aqua dest sampai tanda batas sehingga

diperoleh konsentrasi 20 µg/ml.

Diambil 100 µL larutan kemudian diteteskan ke paper disc

sehingga kadar antibiotik di paper disc sebesar 2 µg/disc.

c. Kontrol Negatif

Menggunakan pelarut dari masung – masing fraksi.

3.3.6 Peremajaan Bakteri Streptococcus mutans

Nutrien agar ditimbang sebanyak 0,6 gram, masukan dalam erlenmeyer

ditambah aqua dest hingga 30 ml, panaskan sambil diaduk hingga mendidih dan

bening. Pindahkan agar tersebut ke dalam tabung reaksi yang telah dikalibrasi

10 ml, tutup tabung reaksi dengan menggunakan kapas yang telah dibungkus

kain kassa. Lalu sterilkan dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu 121°C.

Lemari aseptis disemprotkan dengan alkohol 70% ke dalam agar steril

dari mikroorganisme lain. Nutrien Agar dipindahkan ke dalam lemari aseptis,

lalu dimiringkan, tunggu agar sampai setengah padat. Ambil bakteri

Streptococcus mutans dengan menggunakan jarum ose yang telah sterilkan,

kemudian goreskan pada media agar tadi secara zig zag, inkubasi dalam

inkubator selama 24 jam pada suhu 37°C.


20

3.3.7 Pembuatan Media Pengujian

4,2 gram Nutrien Agar dimasukan kedalam erlenmeyer, ditambah aqua

dest hingga 210 ml, kemudian dipanaskan dengan sesekali diaduk hingga

mendidih dan bening, masukan dalam 13 tabung reaksi yang telah dikalibrasi

masing-masing 15 ml, tutup dengan kapas yang telah dibalut kain kassa, dan

sterilkan dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu 121°C.

3.3.8 Sterilisasi Alat dan Bahan

Seluruh alat yang akan digunakan untuk penelitian yang terbuat dari kaca

dicuci bersih dan dikeringkan. Media NA (Nutrien Agar) dan wadah bermulut

besar seperti tabung reaksi dan vial ditutup dengan kapas yang telah dibalut

kassa kemudian bungkus dengan perkamen, cakram kertas, cawan petri, dan

penetes dibungkus langsung dengan perkamen. Kemudian strerilkan semuanya

dalam autoklaf selama 15 menit pada suhi 121°C. Sedangkan jarum ose

disterilkan dengan cara dipijar, pinset dengan cara di flambier, karet penetes

dan tutup vial direndam dalam alkohol 70%, dan lemari aseptis dibersihkan dari

debu dan disemprot dengan alkohol 70%.

3.3.9 Pembuatan Reagen

3.3.9.1 Pembuatan H2SO4 1%

Pipet 1,3 ml H2SO4 95,9%, ditambahkan aqua dest hingga 120 ml.

3.3.9.2 Pembuatan BaCl2 1%

Larutkan 100 mg Barium Klorida dengan aqua dest hingga10 ml.


21

3.3.10 Pembuatan Larutan Mc. Farland 0.5

Larutkan H2SO4 1% sebanyak 99,5 ml dicampurkan dengan BaCl2 1%

sebanyak 0.5 ml dalam labu ukur. Kemudian dikocok sampai terbentuk larutan

yang keruh. Kekeruhan ini dipakai sebagai standar kekeruhan suspensi bakteri

uji (BD BBL, 2010). Ukur kekeruhan menggunakan alat spektrofotometer

dengan panjang gelombang 600 - 625 nm dengan absorban 0,08 – 0,1. (Dalynn

Biologycals, 2014)

3.3.11 Pembuatan Supensi Bakteri Streptococcus mutans

Bakteri Streptococcus mutans yang telah diremajakan, diambil dari stok

bakteri menggunakan jarum ose yang telah steril, lalu disuspensi kedalam 10 ml

NaCl fisiologis dalam vial sampai sesuai larutan standar Mc. Farland 0,5.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda difusi,

dengan cara:

1. Siapkan 13 cawan petri.

2. 1 cawan petri untuk kontrol positif ( Antibiotik )

3. 3 cawan petri untuk kontrol negatif ( pelarut )

4. 9 cawan petri lainnya untuk sampel.

5. Teteskan 300 µL suspensi bakteri ke masing-masing cawan petri.

6. Tambahkan media yang masih cair sebanyak 15 ml ke masing – masing

cawan petri, lalu diputar kekiri dan kekanan sampai suspensi bakteri

dan media tercampur homogen dan biarkan setengah padat.


22

7. Setelah setengah padat, tanamkan paper disc ke dalam media, diambil

masing – masing 100 µL konsentrasi ekstrak kemudian dielusikan ke

paper disc. Hal yang sama dilakukan untuk kontrol positif dan negatif.

8. Seluruh cawan petri diinkubasi didalam inkubator dalam keadaan

terbalik selama 18 - 24 jam dengan suhu 37°C.

9. Ukur diameter daya hambat yang ditunjukan dengan adanya zona

bening disekitar paper disc menggunakan jangka sorong.

3.5 Teknik Analisa Data

Dengan menentukan kekuatan hambat ekstrak bunga katarak (Isotoma

longiflora (L.) Presl.) terhadap bakteri Streptococcus mutans menggunakan

fraksi metanol, heksan dan etil asetat berdasarkan tabel klasifikasi respon

hambat pertumbuhan bakteri, yaitu :

1. Pengukuran rata – rata diameter daya hambat.

2. Penyesuaian kekuatan daerah hambat berdasarkan tabel klasifikasi

respon hambat bakteri.


23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Setelah dilakukan penelitian di dapatkan hasil sebagai berikut :

1. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Bunga Isotoma longiflora L. C.Presl.

Tabel III. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Bunga Isotoma longiflora


L. C.Presl.

Identifikasi
Golongan Fraksi
No. Pereaksi Fraksi Fraksi
Senyawa Etil
Metanol Heksan
Asetat
Mayern &
1. Alkaloid ++ ++ ++
Dragendorff

2. Flavonoid HCl & Mg + ++ -


Asetat Anhidrat &
3. Terpenoid - ++ -
H2SO4 pekat

4. Tanin FeCl3 ++ ++ -

2. Respon Zona Hambat Fraksi Metanol, Heksan dan Etil Asetat Ekstrak
Bunga Isotoma longiflora L. C.Presl. terhadap Streptococcus mutans.

Tabel IV. Respon Zona Hambat Fraksi Metanol, Heksan dan Etil
Asetat Ekstrak Bunga Isotoma longiflora L. C.Presl.
terhadap Streptococcus mutans.

Diameter Daerah Respon Hambat


Sampel
Bening Bakteri

Fraksi Metanol 11, 66 mm Lemah

Fraksi Heksan 17, 98 mm Sedang

Fraksi Etil Asetat 17, 03 mm Sedang

Antibiotik 42, 6 mm Kuat

Pelarut Masing- 0 mm Tidak Ada


Masing Fraksi
24

4.2 Pembahasan

Pada penelitian, bakteri Streptococcus mutans diremajakan dengan tujuan

untuk mendapatkan biakan yang baru sehingga dapat berkembang biak dengan

baik dan dapat digunakan sesuai fungsinya. Kemudian dilakukan suspensi

bakteri dengan mengukur kekeruhan yang dibandingkan dengan standar Mc.

Farland 0,5. Nilai absorban dari standar Mc. Farland 0,5 yaitu 0,08 – 0,1 pada

spektrofotometer dengan panjang gelombang 625 nm, absorban yang didapat

saat penelitian adalah 0,102. Larutan Mc. Farland yang tersisa disimpan didalam

botol pada suhu kamar, larutan ini dikocok terlebih dahulu sebelum digunakan

(Kusnadi, 2011). Pengujian fraksi metanol, heksan dan etil asetat ekstrak bunga

Isotoma longiflora (L.) C.Presl. sebagai efek antibakteri terhadap bakteri

Streptococcus mutans menggunakan konsentrasi 1% karena paper disc yang

digunakan berdaya serap 1000 µg/disc (CLSI, 2014).

Pengujian aktifitas antibakteri Streptococcus mutans menunjukan bahwa

hambatan terbesar terdapat pada fraksi heksan sebesar 17, 98 mm. Kemampuan

ekstrak fraksi heksan dalam menghambat pertumbuhan bakteri disebabkan oleh

senyawa aktif yang terkandung didalam ekstrak tersebut seperti terpenoid.

Berdasarkan uji skrinning fitokimia yang telah dilakukan oleh peneliti sampel

bunga dari bunga katarak positif mengandung terpenoid. Hal ini sesuai dengan

buku Inventaris Tanaman Obat Indonesia Edisi I dan menurut penelitian yang

telah dilakukan oleh Rosidah dkk (2014) juga membuktikan bahwa ekstrak

etanol 70% daun dari bunga katarak memiliki senyawa metabolit sekunder yang

sama dengan fraksi heksan ekstrak bunga dari bunga katarak yaitu, Terpenoid.

Mekanisme terpenoid sebagai antibakteri adalah bereaksi dengan porin (protein


25

transmembran) yang merupakan pintu keluar masuknya senyawa yang akan

mengurangi permeabilitas dinding sel bakteri pada membran luar yang kemudian

membentuk ikatan polimer yang kuat sehingga mengakibatkan rusaknya porin.

Rusaknya porin akan mengakibatkan sel bakteri kekurangan nutrisi sehingga

pertumbuhan bakteri terhambat atau mati (Cowan, 2009).

Pengujian aktifitas antibakteri pada Streptococcus mutans dengan fraksi

etil asetat menunjukan hambatan pertumbuhan bakteri sebesar 17, 03 mm.

Kemampuan hambatan pertumbuhan bakteri ini disebabkan oleh zat aktif yang

terkandung didalam ekstrak tersebut, seperti alkaloid. Berdasarkan uji skrinning

fitokimia yang telah dilakukan oleh peneliti, sampel bunga dari bunga katarak

positif mengandung senyawa organik, yaitu alkaloid. Hal ini sesuai dengan buku

Inventaris Tanaman Obat Edisi I dan menurut penelitian yang telah dilakukan

oleh Rosidah dkk (2014) juga membuktikan bahwa ekstrak etanol 70% daun dari

bunga katarak memiliki senyawa metabolit sekunder yang sama dengan fraksi

etil asetat ekstrak bunga dari bunga katarak yaitu, alkaloid. Alkaloid juga

memiliki efek antibakteri sama seperti terpenoid. Mekanisme alkaloid sebagai

antibakteri adalah mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel

bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan

menyebabkan kematian sel tersebut (Juliantina, 2008).

Pengujian aktifitas antibakteri pada bakteri Streptococcus mutans dengan

fraksi metanol menunjukan hambatan pertumbuhan bakteri sebesar 11, 66 mm.

Kemampuan hambatan pertumbuhan bakteri ini disebabkan oleh zat aktif yang

terkandung didalam ekstrak tersebut, seperti flavonoid. Berdasarkan uji

skrinning fitokimia yang telah dilakukan oleh peneliti, sampel bunga dari bunga
26

katarak positif mengandung flavonoid. Hal ini sesuai dengan buku Inventaris

Tanaman Obat Indonesia Edisi I dan menurut penelitian yang telah dilakukan

oleh Rosidah dkk (2014) juga membuktikan bahwa ekstrak etanol 70% daun dari

bunga katarak memiliki senyawa metabolit sekunder yang sama dengan fraksi

metanol ekstrak bunga dari bunga katarak yaitu, Flavonoid. Flavonoid juga

memiliki aktifitas antibakteri dengan cara membentuk senyawa kompleks

terhadap protein ekstraseluler yang mengganggu keutuhan membran sel bakteri.

Mekanisme kerjanya dengan cara mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak

membran sel tanpa dapat diperbaiki (Juliantina, 2008).

Pengujian aktifitas antibakteri pada bakteri Streptococcus mutans juga

dilakukan pada kontrol positif dan negatif dengan menggunakan antibiotik

Clindamycin (CLSI, 2014) dan pelarut dari masing-masing fraksi. Pada

antibiotik Clindamycin menunjukan hambatan pertumbuhan bakteri sebesar 42,

6 mm sedangkan untuk pelarut dari masing-masing fraksi tidak menunjukan

adanya hambatan pertumbuhan bakteri dikarenakan tidak adanya zat aktif yang

terkandung didalam pelarut tersebut.

Berdasarkan data yang didapatkan, zat aktif yang terkandung dalam

bunga dari bunga katarak juga memiliki khasiat antibakteri terhadap bakteri

Streptococcus mutans sama seperti daun dari bunga katarak yang telah diteliti

oleh Rosidah, dkk (2014) sebelumnya. Hasil penelitian terlihat bahwa efek

antibakteri untuk bakteri Streptococcus mutans lebih kuat dihambat

menggunakan fraksi heksan dan fraksi etil asetat ekstrak bunga Isotoma

longiflora (L.) C. Presl. dibandingkan dengan fraksi metanol dan ekstrak etanol

70% daun dari bunga katarak yang telah diteliti sebelumnya. Maka dari itu,
27

untuk penelitian selanjutnya diharapkan melakukan optimasi pengaruh fraksinasi

ekstrak bunga Isotoma longiflora (L.) C. Presl. terhadap bakteri Streptococcus

mutans.
28

V. KESMIPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Fraksi Metanol, Fraksi Heksan dan Fraksi Etil Asetat ekstrak bunga Isotoma

longiflora (L.) C.Presl memiliki efek antibakteri terhadap Streptococcus mutans.

5.2 Saran

Disarankan bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian tentang

optimasi Pengaruh Fraksi Metanol, Heksan dan Etil Asetat Ekstrak Bunga dari

Bunga Katarak terhadap bakteri Streptococcus mutans.

Anda mungkin juga menyukai