Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN

PRAKTIKUM KIMIA
ANALISIS FARMASI INSTRUMENTAL

OLEH
KELOMPOK 3 :

Elsa Yunita
Ramadhani Safitri
Risa Carnelis
Utritus Warheza
Wike Widiawati
Yose Firdaus

UNIVERSITAS MOHAMMAD NATSIR


BUKITTINGGI
2020
PENETAPAN KADAR TABLET ASETOSAL DENGAN METODE
SPEKTROFOTOMETRI UV

I. DASAR TEORI

Tablet asetosal disebut juga tablet asam asetilsalisilat atau acidi


acetylosalicylici compressi. Tablet asam asetilsalisilat mengandung asam
asetilsalisilat C9H8O4 tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari
jumlah yang tertera pada etiket.

Struktur asam asetilsalisilat :

(Farmakope Indonesia edisi IV,1995)

Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah
analgesik antipiretik dan anti inflamasi yang sangat luas digunakan dan
digolongkan dalam obat bebas (Farmakologi dan Terapi,1995).

Asetosal mempunyai pemerian berupa hablur putih,umumya seperti jarum


atau lempengan tersusun, atau serbuk hablur putih; tidak berbau atau berbau
lemah. Stabil diudara kering; didalam udara lembab secara bertahap terhidrolisa
menjadi asam salisilat dan asam asetat (Depkes, 1995).

Asetosal yang merupakan asam salisilat yang gugus hidroksinya telah


teresterkan mudah larut dalam natrium hidroksida dan terhidrolisa dalam basa
yang berlebihan pada pemanasan dalam penangas air (Sudjadi dan Rohman A.,
2004).
II. ALAT DAN BAHAN

Alat:

o lumpang

o Stamper

o Pipet tetes

o Pipet volum

o Corong

o Labu ukur 10 ml, 50 ml, 100 ml

o Spektrofotometer

o Kuvet

o Erlenmeyer 250 ml

o Bola hisap

Bahan:

o Tablet bodrexin produksi PT. bode/tempo scan pasific,


mengandung Acetylsalicylic acid 80 mg / tablet

o H2SO4 0,1 N

o Etanol

o Aquadest

III.CARA KERJA
A. Pembuatan Larutan Baku:
1. Timbang saksama 100 mg asetosal murni

2. Masukkan labu takar 100 ml

3. Tambahkan 5 ml etanol

4. Tambahkan H2SO4 0,1 N sampai batas tanda

B. Pembuatan Larutan Sampel

1. Gerus 20 tablet bodrexin

2. Timbang saksama 100 mg aspirin

3. Masukkan labu takar 100 ml

4. Tambahkan 5 ml etanol

5. Tambahkan H2SO4 0,1 N sampai batas tanda

C. Pembuatan Kurva Baku

1. Ambil 1 ml larutan baku (lakukan beberapa variasi pengambilan


volume larutan baku untuk mendapatkan kadar yang berbeda)

2. Masukkan labu takar 100 ml

3. Tambahkan H2SO4 0,1 N sampai batas tanda

4. Ukur absorbansi pada λ maks (227 nm) dengan blanko H 2SO4 0,1

5. Diperoleh absorbansi baku (Ab)

6. Buat persamaan kurva baku antara kadar (x) dengan Absorbansi (y)

D. Penetapan kadar:

1. Ambil 1 ml larutan

2. Masukkan labu takar 100 ml

3. Tambahkan H2SO4 0,1 N sampai batas tanda

4. Ukur absorbansi pada λ maks (227 nm) dengan blanko H 2SO4 0,1
5. Diperoleh absorbansi sampel (As) Replikasi 2 kali

IV. HASIL PENGAMATAN

 Kurva Baku

Sampel ID Absorbansi

Asetosal 4 ppm 0,017

Asetosal 8 ppm 0,048

Asetosal 12 ppm 0,075

Asetosal 16 ppm 0,100

Asetosal 20 ppm 0,129

 Kurva kalibrasi

Larutan Induk : larutan yang dibuat dari zat murni konsentrasi 100 ppm dalam
100 ml.
Larutan deret standar : 4,8,12,16,20 ppm
Larutan deret standar :
4ppm
V1 X N1 = V2 X N2
V1 X 100 ppm = 25 x 4 ppm
V1 X 100 = 100
V1 = 1 ml
8 ppm
V1 X N1 = V2 X N2
V1 X 100 ppm = 25 x 8 ppm
V1 X 100 = 200
V1 = 2 ml

12 ppm
V1 X N1 = V2 X N2
V1 X 100 ppm = 25 x 12 ppm
V1 X 100 = 300
V1 = 3 ml
16 ppm
V1 X N1 = V2 X N2
V1 X 100 ppm = 25 x 16 ppm
V1 X 100 = 400
V1 = 4 ml
20 ppm
V1 X N1 = V2 X N2
V1 X 100 ppm = 25 x 20 ppm
V1 X 100 = 500
V1 = 5 ml

V. PEMBAHASAN

Praktikum ini bertujuan untuk menetapkan kadar Asetosal dalam sediaan


tablet Bodrexin 80 mg yang diproduksi oleh PT Bode/tempo scan pasific. Sampel
yang diperoleh diuji organoleptis, tablet berwarna orange, homogen, berasa manis,
dan tidak berbau. Syarat umum untuk sediaan tablet adalah memenuhi
keseragaman ukuran, keseragaman bobot, dan waktu hancur. Untuk keseragaman
ukuran, kecuali dinyatakan lain, diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak
kurang dari 1 1/3 tebal tablet. Waktu hancur yang dipersyaratkan untuk tablet
tidak bersalut enterik adalah 15 menit. Akan tetapi kedua uji tersebut tidak
dilakukan.

Tablet asam asetilsalisilat mengandung asam asetilsalisilat C9H6O4 tidak


kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada
etiket. (Farmakope Indonesia edisi IV, hal.32). Tablet asam asetilsalisilat
(asetosal) dapat ditetapkan kadarnya secara asidi-alkalimetri titrasi langsung
terhadap asam bebas, asidi-alkalimetri dengan hidrolisis dan titrasi kembali,
bromometri, spektrofotometri UV, spektrofluorometri, dan HPLC (High
Performance Liquid Chromatography).
Pada percobaan ini, tablet asetosal ditetapkan kadarnya secara
spektrofotometri UV dengan menggunakan persamaan kurva baku. Senyawa ini
bisa ditetapkan kadarnya secara spektrofotometer UV karena memiliki ikatan
rangkap terkonjugasi yang bertanggung jawab terhadap penyerapan sinar UV.
Dengan adanya absorbsi sinar oleh senyawa maka bisa ditetapkan kadarnya
berdasarkan Hukum Lambert-Beer.

Langkah kerja pertama yang dilakukan yaitu menimbang 20 tablet


sekaligus. Selanjutnya adalah pembuatan larutan baku yaitu dengan menimbang
saksama 100 mg asetosal murni lalu tambahkan etanol secukupnya sampai semua
serbuk terlarut. Kemudian tambahkan asam sulfat 0.1 N pada labu takar 100 ml
sampai tanda. Untuk pembuatan kurva baku, ambil 1 ml larutan baku, kemudian
tambahkan H2SO4 sampai volume 100 ml. Sehingga didapatkan konsentrasi
larutan baku sebesar 1 mg %. Selanjutnya ambil beberapa variasi volume larutan
baku, sehingga dari langkah tersebut diperoleh beberapa seri kadar larutan baku.
Kemudian lakukan scanning panjang gelombang dengan spektrofotometer UV
untuk mendapatkan maks pengukuran absorbansi.

Dari hasil scanning diperoleh maks adalah 275.40 nm. Selanjutnya


lakukan pengukuran absorbansi dari seri kadar larutan baku yang telah dibuat.
Lalu buat persamaan kurva baku dengan program regresi linier dengan kadar
sebagai x dan absorbansi sebagai y. Dari perhitungan didapatkan persamaan kurva
baku asetosal: y = 80,924 x – 0,548

Pembuatan larutan sampel dilakukan dengan menggerus 20 tablet bodrexin


dan timbang saksama sebanyak 100 mg serbuk. Masukkan labu takar 100 ml dan
tambahkan etanol secukupnya untuk membantu melarutkan serbuk. Kemudian,
tambahkan H2SO4 0,1 N sampai tanda. Kemudian ambil 1 ml larutan sampel,
masukkan labu takar 100 ml dan tambahkan H2SO4 sampai tanda. Ukur absorbansi
larutan sampel pada λ maks (227 nm) dengan blanko H 2SO4 0,1 N. Pengukuran
dilakukan pada λ maks karena pada λ maksimal memberikan nilai absorbansi
maksimum. Absorbansi diusahakan masuk rentang 0,2 sampai 0,8 karena pada
rentang tersebut kesalahan pengukurannya paling kecil. Lakukan replikasi dua
kali. Perhitungan kadar sampel yaitu dengan memasukkan nilai absorbansi sampel
pada persamaan kurva baku.

PENETAPAN KADAR PARACETAMOL TOTAL SECARA


SPEKTROFOTOMETRI UV-Vis

I. DASAR TEORI

Parasetamol atau asetaminofen adalah turunan apara-aminophenol memiliki


khasiat sebagai analgesik, antipiretik, danaktivitas antiradang yang lemah.
Parasetamol merupakan metabolithenasen dengan efek antipiretik yang
ditimbulkan oleh gugusaminobenzena dengan efek analgetik parasetamol
menghilangkanatau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Efek
antiinflamasisangat lemah. Parasetamol diamsorgbsi cepat dan sempurna
melaluisaluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalamwaktu ½
jam dan masa penuh plasma antara 1-3 jam. Dalam plasma25% paracetamol
terikat oleh plasa, dimetabolisme oleh enzimmikrosom dihati (Sulistia, 2007).

Pemilihan parasetamol sebagai model disebabkan parasetamol adalah salah


satu obat analgetik- antipiretik yang banyak digunakan khususnya di fasilitas
pelayanan kesehatan pemerintah (DepKes RI, 1990). Parasetmol memiliki
kompresibilitas yang buruk sementara itu jumlah parasetamol dalam satu tablet
cukup besar yaitu 500 mg, sehingga untuk menghasilkan tablet dengan mutu fisik
yang memuaskan harus dibuat dengan metode granulasi basah.

Paracetamol (C8H9 NO2) juga disebut asetaminofen adalah 4’-


hidroksiasetanilida dan merupakan turunan aniline. Obat ini tersedia dalam
formulasi yang berbeda- beda dan digunakan secara luas untuk meningkatkan
efisiensi dan toleransi, menurunkan efek yang kurang baik dan toksisitas dari
substansi obat lain. Berikut merupakan gambar struktur parasetamol :
Menurut Farmakope Amerika (USP), sebuah tablet parasetamol
seharusnya mengandung tidak kurang dari 90% (450 mg) dan tidak lebih dari
110% (550 mg) parasetamol. Persentase kandungan dari analisis sampel
menggunakan KCKT memiliki rentang 51,04-103,84%, sedangkan menggunakan
UV, rentangnya 50,19-109,2%, yangmengindikasikan tidak ada sampel yang
mengandung kurang dari 50% zat aktifnya (Audu, dkk, 2012).

II. ALAT DAN BAHAN

Alat:

o lumpang

o Stamper

o Pipet tetes

o Pipet volum

o Corong

o Labu ukur 10 ml, 50 ml, 100 ml

o Spektrofotometer

o Kuvet

o Erlenmeyer 250 ml

o Bola hisap
Bahan:

o Tablet Paracetamol yang digunakan adalah Zetamol produksi PT.


zenit

o H2SO4 0,1 N

o Etanol

o Aquadest

III. PROSEDUR KERJA

A. Pencarian gelombang maksimum


1. Larutan induk baku 100 ppm dengan menimbang 10 mg paracetamol dan
dilarutkan dengan aquades 100 mL
2. Encerkan menjadi 10 ppm.
3. Ukur serapan panjang gelombang optimum
B. Kalibrasi dengan panjang gelombang maksimum
1. Buat larutan dengan konsentrasi (6, 8, 10, 12, 16) ppm
2. Ukur serapan pada panjang gelombang 243nm
3. Tentukan persamaan regresinya dan hitung nilai a, b, dan r.
C. Uji sampel parasetamol
1. Timbang 500 mg sampel parasetamol.
2. Buat larutan induk sampel dengan konsentrasi 5000 ppm
3. Buat larutan sampel 10 dan 100 ppm dari larutan induk sampel.
4. Ukur serapan sampel dengan spektrofotometer

IV. HASIL PENGAMATAN

 Kurva Baku

Sampel ID Absorbansi

Paracetamol 4 ppm 0,261


Paracetamol 8 ppm 0,533

Paracetamol 12 ppm 0,779

Paracetamol 16 ppm 1,006

Paracetamol 20 ppm 1,235

 Kurva kalibrasi

Larutan Induk : larutan yang dibuat dari zat murni konsentrasi 100 ppm dalam
100 ml.
Larutan deret standar : 4,8,12,16,20 ppm
Larutan deret standar :
4ppm
V1 X N1 = V2 X N2
V1 X 100 ppm = 25 x 4 ppm
V1 X 100 = 100
V1 = 1 ml
8 ppm
V1 X N1 = V2 X N2
V1 X 100 ppm = 25 x 8 ppm
V1 X 100 = 200
V1 = 2 ml
12 ppm
V1 X N1 = V2 X N2
V1 X 100 ppm = 25 x 12 ppm
V1 X 100 = 300
V1 = 3 ml
16 ppm
V1 X N1 = V2 X N2
V1 X 100 ppm = 25 x 16 ppm
V1 X 100 = 400
V1 = 4 ml
20 ppm
V1 X N1 = V2 X N2
V1 X 100 ppm = 25 x 20 ppm
V1 X 100 = 500
V1 = 5 ml

V. PEMBAHASAN
Spektrofotometri visibel dengan prinsip dasar penyerapan dalam emisi
radiasi oleh molekul dalam senyawa obat yang diidentifikasi. Secara
eksperimental, dilakukan  pengukuran terhadap banyaknya sinar yang diserap
terhadap frekuensi atau  panjang gelombang yang digunakan sinar dan dinyatakan
sebagai suatu spekrta absorpsi. Spektra absorpsi tersebut kemudian dapat
dijadikan sebagai bahan informasi dalam analisis kualitatif dan kuantitaif kadar
obat yang diamati, dalam hal ini ialah kadar paracetamol. Panjang gelombang
yang digunakan merupakan  panjang gelombang maksimum dalam pengukuran
larutan standar paracetamol dengan konsentrasi tertinggi.
Pertimbangan  penggunaan panjang gelombang maksimum dalam
pengukuran absorbansi ialah karena pada panjang gelombang maksimum,
kepekaan larutan sampel yang diidentifikasi juga lebih maksimal dibanding pada
panjang gelombang yang lain. Di samping itu, pada panjang gelombang
maksimum, pembacaan absorbansi sampel dapat memenuhi hukum Lamber-Beer
yang digunakan sebagai dasar dalam perhitungan matematis dengan menggunakan
alat spektrofotometer. Berdasarkan hasil pengamatan pada larutan standar
paracetamol 1%, 2%, 3%, 4%, dan 5%, menunjukkan nilai absorbansi yang
meningkat secara berturut-turut.
Secara eksperimental, tidak ada suatu sampel yang memiliki nilai
konsentrasi minus. Hasil yang berbeda atau tidak sesuai dengan teori-teori yang
telah dikemukakan sebelumnya, yaitu konsentrasi paracetamol dalam kedua
larutan sampel yang memiliki nilai minus kemungkinan disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain rendahnya konsentrasi sampel yang digunakan. Sebagaimana
telah disebutkan di atas bahwa absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi.
Karena konsentrasi paracetamol yang digunakan rendah, maka serapan atau
absorbansi yang terbaca oleh alat spektrofotometer juga rendah.
Di samping itu, kesalahan dalam pengukuran dapat disebabkan oleh
kekurangan ketelitian praktikan dalam setiap tahap dalam proses  penentuan kadar
paracetamol tersebut, misalnya kekurangan ketelitian dalam  penimbangan dan
pengukuran volume pelarut yang tidak akurat sehingga dapat mempengaruhi
kuantitas kadar yang diperoleh.
Dari hasil scanning diperoleh maks adalah 243.00 nm. Selanjutnya
lakukan pengukuran absorbansi dari seri kadar larutan baku yang telah dibuat.
Lalu buat persamaan kurva baku dengan program regresi linier dengan kadar
sebagai x dan absorbansi sebagai y. Dari perhitungan didapatkan persamaan kurva
baku asetosal: y = 2.263x – 0,174.

PENETAPAN PANJANG GELOMBANG MAKSIMUM DAN


PEMBUATAN KURVA KALIBRASI VITAMIN C

I. DASAR TEORI

Vitamin C atau asam askorbat, merupakan vitamin yang dapat ditemukan


dalam berbagai buah-buahan dan sayuran. Vitamin C dapat disintesis dari glukosa
atau diekstrak dari sumber-sumber alam tertentu seperti jus jeruk. Vitamin C
berkhasiat sebagai antioksidan yang mampu mengurangi oksigen, nitrogen, dan
sulfur yang bersifat radikal. Vitamin C bekerja sinergis dengan tokoferol yang
tidak dapat mengikat radikal lipofilik dalam area lipid membrane dan protein.
Pengobatan dengan vitamin C dapat memulihkan kadar zat besi dalam tubuh. Ada
beberapa metode yang dikembangkan untuk penentuan kadar vitamin C
diantaranya adalah metode spektrofotometri UV-Vis dan metode iodimetri.
Panjang gelombang maksimum vitamin C adalah 265 nm.
Vitamin C memiliki sinonim asam askorbat, ascorbic acid, acidum
asorbicum. Rumus molekul vitamin C adaah C6H8O6 dengan Bobot Molekul (BM)
176,13. Asam askorbat mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari
100,5% C6H8O6. Pemerian: hablur atau serbuk; putih atau agak kuning, oleh
pengaruh cahaya lambat laun menjadi berwarna gelap. Vitamin C dalam keadaan
kering, stabil di udara, dalam larutan cepat teroksidasi. Melebur pada suhu lebih
kurang 190 0C. Kelarutan: mudah larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol;
tidak larut dalam kloroform, dalam eter dan dalam benzen (Depkes RI, 1995).

Gambar 1. Rumus Struktur Vitamin C

PPM atau “Part per Million” jika dibahasa Indonesiakan akan menjadi
“Bagian per Sejuta Bagian” adalah satuan konsentrasi yang sering dipergunakan
dalam cabang kimia analisa. Satuan ini sering digunakan untuk menunjukkan
kandungan suatu senyawa dalam suatu larutan misalnya kandungan zat aktif obat
dalam sediaan larutan, garam dalam air laut, kandungan polutan dalam sungai,
atau biasanya kandungan yodium dalam garam juga dinyatakan dalam ppm.
Konsentrasi dalam satuan ppm merupakan perbandingan antara berapa bagian
senyawa dalam satu juta bagian suatu sistem. Semua halnya dengan “persentase”
yang menunjukkan bagian per seratus. Jadi rumus ppm adalah sebagai berikut:
ppm = jumlah bagian spesies/ satu juta bagian system dimana spesies itu
berada
Ppm adalah satuan konsentrasi yang dinyatakan dalam satuan mg/Kg,
karena 1 Kg =1.000.000 mg. Untuk satuan yang sering dipergunakan dalam
larutan adalah mg/ L, dengan ketentuan pelarutnya adalah air sebab dengan
densitas air 1 g/mL maka 1 liter air memiliki masa 1 Kg. Jadi satuannya akan
kembali ke mg/Kg. Contohnya kandungan Pb dalam air sungai adalah 20 ppm
artinya dalam setiap Kg air sungai terdapat 20 mg Pb. Kandungan karbon dalam
baja adalah 5 ppm artinya dalam 1 Kg baja terdapat 5 mg karbon. Air minum
mengandung yodium sebesar 15 ppm, bisa diartikan bahwa setiap liter minum
tersebut terdapat 5 mg yodium.
Persen dinyatakan dengan salah satu dari empat cara berikut:
1. Persen bobot per bobot (% b/b), menyatakan jumlah g zat dalam 100 g
bahan atau hasil akhir
2. Persen bobot per volume (% b/v), menyatakan jumlah g zat dalam 100
mL bahan atau hasil akhir
3. Persen volume per volume (% v/v) menyatakan jumlah mL zat dalam
100 mL bahan atau hasil akhir
4. Persen volume per bobot (% v/b) menyatakan jumlah mL zat dalam 100
g bahan atau hasil akhir

II. ALAT DAN BAHAN


Alat:
o Kertas perkamen
o Beaker glass 50 mL (1 buah)
o Labu ukur 1000 mL (6 buah)
o Pipet ukur 5 mL
o Pipet ukur 10 mL
o Spektrofotometer UV-Vis
o Kertas grafik
o Pensil
o Penggaris
o Aluminium foil
o Batang Pengaduk
Bahan :
o Baku vitamin C
o Akuades
o Tisu

III. PROSEDUR KERJA


1. Larutan induk baku. Baku pembanding vitamin C ditimbang seksama 100,0
mg, dimasukkan ke dalam beaker glass, dilarutkan dengan akuades dan
dimasukkan ke dalam labu ukur 1000 mL, diencerkan dengan akuades sampai
tanda batas. Didapatkan larutan induk dengan konsentrasi 100 mg/1000 mL;
100 mg/L; 100 ppm (part per million/ bagian per sejuta)
2. Larutan induk baku dipipet sebanyak 1,0 mL; 3,0 mL; 5,0 mL; 7,0 mL; 9,0
mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, diencerkan dengan akuades
hingga tanda batas (didapatkan larutan baku vitamin C dengan deret
konsentrasi 1 ppm; 3 ppm; 5 ppm; 7 ppm; 9 ppm). Labu ukur dibungkus
dengan aluminium foil.
3. Larutan dengan konsentrasi 5 ppm diukur absorbansinya pada panjang
gelombang 200-400 nm untuk menentukan panjang gelombang
maksimumnya dan nilai absorban pada panjang gelombang maksimumnya.
Blanko yang digunakan adalah akuades.
4. Semua larutan baku vitamin C dengan deret konsentrasi diukur absorbansinya
pada panjang gelombang maksimum vitamin C.
5. Dibuat kurva panjang gelombang maksimum vitamin C (hubungan antara
panjang gelombang dengan absorban)
6. Dibuat kurva kalibrasi vitamin C (hubungan konsentrasi dengan absorbansi)
dan dihitung persamaan regresi linienya.

IV. HASIL PENGAMATAN

 Kurva Baku

Sampel ID Absorbansi

Vit C 4 ppm 0,016

Vit C 8 ppm 0,018

Vit C 12 ppm 0,035

Vit C 16 ppm 0,050

Vit C 20 ppm 0,144

 Kurva kalibrasi
Larutan Induk : larutan yang dibuat dari zat murni konsentrasi 100 ppm dalam
100 ml.
Larutan deret standar : 4,8,12,16,20 ppm
Larutan deret standar :
4ppm
V1 X N1 = V2 X N2
V1 X 100 ppm = 25 x 4 ppm
V1 X 100 = 100
V1 = 1 ml
8 ppm
V1 X N1 = V2 X N2
V1 X 100 ppm = 25 x 8 ppm
V1 X 100 = 200
V1 = 2 ml
12 ppm
V1 X N1 = V2 X N2
V1 X 100 ppm = 25 x 12 ppm
V1 X 100 = 300
V1 = 3 ml
16 ppm
V1 X N1 = V2 X N2
V1 X 100 ppm = 25 x 16 ppm
V1 X 100 = 400
V1 = 4 ml
20 ppm
V1 X N1 = V2 X N2
V1 X 100 ppm = 25 x 20 ppm
V1 X 100 = 500
V1 = 5 ml
V. PEMBAHASAN

Alat yang digunakan adalah spektrofotometer, yaitu suatu alat yang


digunakan untuk menentukan suatu senyawa baik secara kuantitatif maupun
kualitatif dengan mengukur transmitan ataupun absorban dari suatu cuplikan
sebagai fungsi dari konsentrasi. Pada titrasi spektrofotometri, sinar yang
digunakan merupakan satu berkas yang panjangnya tidak berbeda banyak antara
satu dengan yang lainnya, sedangkan dalam kalorimetri perbedaan panjang
gelombang dapat lebih besar. Dalam hubungan ini dapat disebut juga
spektrofotometri adsorpsi atomic (Harjadi, 1990).
Vitamin C memiliki sinonim asam askorbat, ascorbic acid, acidum
asorbicum. Rumus molekul vitamin C adaah C6H8O6 dengan Bobot Molekul (BM)
176,13. Asam askorbat mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari
100,5% C6H8O6. Pemerian: hablur atau serbuk; putih atau agak kuning, oleh
pengaruh cahaya lambat laun menjadi berwarna gelap. Vitamin C dalam keadaan
kering, stabil di udara, dalam larutan cepat teroksidasi. Melebur pada suhu lebih
kurang 190 0C. Kelarutan: mudah larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol;
tidak larut dalam kloroform, dalam eter dan dalam benzen (Depkes RI, 1995).

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Jakarta, Depkes RI.


Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan, Jakarta.
Audu, Sani Ali., Taiwo, Alemika Emmanuel., Mohammed, Bala Fatima., Musa,
Sani., dan Bukola, Ragmat, 2012, Analysis Of Different Brands Of
Paracetamol 500 mg Tablets Used in Maiduguri Using Ultra Violet
Spectrophotometric and High Performance Liquid Chromatographic (HPLC)
Method, International Research Journal Of Pharmacy , Vol. 3/
Maiduguri, Nigeria.

Auterhoff, Harry, 1987, Identifikasi Obat, Penerbit ITB, Bandung.

Chattan, Leslie g., 1966, Pharmaceutical Chemistry Volume 1 Theory and


Application, Marcel Dekker, Inc., New York

Gandjar, Prof. Dr. Ibnu Gholib, DEA., Apt dan Rohman, Abdul, M. Si., Apt,2007,
Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Belajar, Yogyakarta (Hal : 240- 241, 243-
256).

http://id.wikipedia.org/wiki/Vitamin_C

Klaus, Florey, 1973, Analytical Profiles of Drugs Substances, Vol. 2, pp 469-486,


Academic Press, New York.

Kondawar, M.S., Shah, R. R., Waghmare, J. J., Shah, N. D., dan Malusare, M. K,
UV Spectrophotometric estimation of Paracetamol and Lornoxicam in Bulk
drug and Tablet dosage form using Multiwavelength method, International
Journal of PharmTech Research , Vol. 3/Maharashtra, India.  

Nurhidayati, Liliek, 2007, Spektofotometri Derivatif dan Aplikasinya dalam


Bidang Farmasi, Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia , Vol. 5/ Jakarta
Selatan.

Rachdiati, Henny., Hutagaol, Ricson P., dan Rosdiana, Erna, 2008, Penentuan
Waktu Kelarutan Parasetamol Pada Uji Disolusi, Jurnal Nusa Kimia, Vol. 8/
Bandung.

Sudjadi dan Abdul Rohman, 2004, Analisis Obat dan Makanan, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai