PRAKTIKUM KIMIA
ANALISIS FARMASI INSTRUMENTAL
OLEH
KELOMPOK 3 :
Elsa Yunita
Ramadhani Safitri
Risa Carnelis
Utritus Warheza
Wike Widiawati
Yose Firdaus
I. DASAR TEORI
Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah
analgesik antipiretik dan anti inflamasi yang sangat luas digunakan dan
digolongkan dalam obat bebas (Farmakologi dan Terapi,1995).
Alat:
o lumpang
o Stamper
o Pipet tetes
o Pipet volum
o Corong
o Spektrofotometer
o Kuvet
o Erlenmeyer 250 ml
o Bola hisap
Bahan:
o H2SO4 0,1 N
o Etanol
o Aquadest
III.CARA KERJA
A. Pembuatan Larutan Baku:
1. Timbang saksama 100 mg asetosal murni
3. Tambahkan 5 ml etanol
4. Tambahkan 5 ml etanol
4. Ukur absorbansi pada λ maks (227 nm) dengan blanko H 2SO4 0,1
6. Buat persamaan kurva baku antara kadar (x) dengan Absorbansi (y)
D. Penetapan kadar:
1. Ambil 1 ml larutan
4. Ukur absorbansi pada λ maks (227 nm) dengan blanko H 2SO4 0,1
5. Diperoleh absorbansi sampel (As) Replikasi 2 kali
Kurva Baku
Sampel ID Absorbansi
Kurva kalibrasi
Larutan Induk : larutan yang dibuat dari zat murni konsentrasi 100 ppm dalam
100 ml.
Larutan deret standar : 4,8,12,16,20 ppm
Larutan deret standar :
4ppm
V1 X N1 = V2 X N2
V1 X 100 ppm = 25 x 4 ppm
V1 X 100 = 100
V1 = 1 ml
8 ppm
V1 X N1 = V2 X N2
V1 X 100 ppm = 25 x 8 ppm
V1 X 100 = 200
V1 = 2 ml
12 ppm
V1 X N1 = V2 X N2
V1 X 100 ppm = 25 x 12 ppm
V1 X 100 = 300
V1 = 3 ml
16 ppm
V1 X N1 = V2 X N2
V1 X 100 ppm = 25 x 16 ppm
V1 X 100 = 400
V1 = 4 ml
20 ppm
V1 X N1 = V2 X N2
V1 X 100 ppm = 25 x 20 ppm
V1 X 100 = 500
V1 = 5 ml
V. PEMBAHASAN
I. DASAR TEORI
Alat:
o lumpang
o Stamper
o Pipet tetes
o Pipet volum
o Corong
o Spektrofotometer
o Kuvet
o Erlenmeyer 250 ml
o Bola hisap
Bahan:
o H2SO4 0,1 N
o Etanol
o Aquadest
Kurva Baku
Sampel ID Absorbansi
Kurva kalibrasi
Larutan Induk : larutan yang dibuat dari zat murni konsentrasi 100 ppm dalam
100 ml.
Larutan deret standar : 4,8,12,16,20 ppm
Larutan deret standar :
4ppm
V1 X N1 = V2 X N2
V1 X 100 ppm = 25 x 4 ppm
V1 X 100 = 100
V1 = 1 ml
8 ppm
V1 X N1 = V2 X N2
V1 X 100 ppm = 25 x 8 ppm
V1 X 100 = 200
V1 = 2 ml
12 ppm
V1 X N1 = V2 X N2
V1 X 100 ppm = 25 x 12 ppm
V1 X 100 = 300
V1 = 3 ml
16 ppm
V1 X N1 = V2 X N2
V1 X 100 ppm = 25 x 16 ppm
V1 X 100 = 400
V1 = 4 ml
20 ppm
V1 X N1 = V2 X N2
V1 X 100 ppm = 25 x 20 ppm
V1 X 100 = 500
V1 = 5 ml
V. PEMBAHASAN
Spektrofotometri visibel dengan prinsip dasar penyerapan dalam emisi
radiasi oleh molekul dalam senyawa obat yang diidentifikasi. Secara
eksperimental, dilakukan pengukuran terhadap banyaknya sinar yang diserap
terhadap frekuensi atau panjang gelombang yang digunakan sinar dan dinyatakan
sebagai suatu spekrta absorpsi. Spektra absorpsi tersebut kemudian dapat
dijadikan sebagai bahan informasi dalam analisis kualitatif dan kuantitaif kadar
obat yang diamati, dalam hal ini ialah kadar paracetamol. Panjang gelombang
yang digunakan merupakan panjang gelombang maksimum dalam pengukuran
larutan standar paracetamol dengan konsentrasi tertinggi.
Pertimbangan penggunaan panjang gelombang maksimum dalam
pengukuran absorbansi ialah karena pada panjang gelombang maksimum,
kepekaan larutan sampel yang diidentifikasi juga lebih maksimal dibanding pada
panjang gelombang yang lain. Di samping itu, pada panjang gelombang
maksimum, pembacaan absorbansi sampel dapat memenuhi hukum Lamber-Beer
yang digunakan sebagai dasar dalam perhitungan matematis dengan menggunakan
alat spektrofotometer. Berdasarkan hasil pengamatan pada larutan standar
paracetamol 1%, 2%, 3%, 4%, dan 5%, menunjukkan nilai absorbansi yang
meningkat secara berturut-turut.
Secara eksperimental, tidak ada suatu sampel yang memiliki nilai
konsentrasi minus. Hasil yang berbeda atau tidak sesuai dengan teori-teori yang
telah dikemukakan sebelumnya, yaitu konsentrasi paracetamol dalam kedua
larutan sampel yang memiliki nilai minus kemungkinan disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain rendahnya konsentrasi sampel yang digunakan. Sebagaimana
telah disebutkan di atas bahwa absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi.
Karena konsentrasi paracetamol yang digunakan rendah, maka serapan atau
absorbansi yang terbaca oleh alat spektrofotometer juga rendah.
Di samping itu, kesalahan dalam pengukuran dapat disebabkan oleh
kekurangan ketelitian praktikan dalam setiap tahap dalam proses penentuan kadar
paracetamol tersebut, misalnya kekurangan ketelitian dalam penimbangan dan
pengukuran volume pelarut yang tidak akurat sehingga dapat mempengaruhi
kuantitas kadar yang diperoleh.
Dari hasil scanning diperoleh maks adalah 243.00 nm. Selanjutnya
lakukan pengukuran absorbansi dari seri kadar larutan baku yang telah dibuat.
Lalu buat persamaan kurva baku dengan program regresi linier dengan kadar
sebagai x dan absorbansi sebagai y. Dari perhitungan didapatkan persamaan kurva
baku asetosal: y = 2.263x – 0,174.
I. DASAR TEORI
PPM atau “Part per Million” jika dibahasa Indonesiakan akan menjadi
“Bagian per Sejuta Bagian” adalah satuan konsentrasi yang sering dipergunakan
dalam cabang kimia analisa. Satuan ini sering digunakan untuk menunjukkan
kandungan suatu senyawa dalam suatu larutan misalnya kandungan zat aktif obat
dalam sediaan larutan, garam dalam air laut, kandungan polutan dalam sungai,
atau biasanya kandungan yodium dalam garam juga dinyatakan dalam ppm.
Konsentrasi dalam satuan ppm merupakan perbandingan antara berapa bagian
senyawa dalam satu juta bagian suatu sistem. Semua halnya dengan “persentase”
yang menunjukkan bagian per seratus. Jadi rumus ppm adalah sebagai berikut:
ppm = jumlah bagian spesies/ satu juta bagian system dimana spesies itu
berada
Ppm adalah satuan konsentrasi yang dinyatakan dalam satuan mg/Kg,
karena 1 Kg =1.000.000 mg. Untuk satuan yang sering dipergunakan dalam
larutan adalah mg/ L, dengan ketentuan pelarutnya adalah air sebab dengan
densitas air 1 g/mL maka 1 liter air memiliki masa 1 Kg. Jadi satuannya akan
kembali ke mg/Kg. Contohnya kandungan Pb dalam air sungai adalah 20 ppm
artinya dalam setiap Kg air sungai terdapat 20 mg Pb. Kandungan karbon dalam
baja adalah 5 ppm artinya dalam 1 Kg baja terdapat 5 mg karbon. Air minum
mengandung yodium sebesar 15 ppm, bisa diartikan bahwa setiap liter minum
tersebut terdapat 5 mg yodium.
Persen dinyatakan dengan salah satu dari empat cara berikut:
1. Persen bobot per bobot (% b/b), menyatakan jumlah g zat dalam 100 g
bahan atau hasil akhir
2. Persen bobot per volume (% b/v), menyatakan jumlah g zat dalam 100
mL bahan atau hasil akhir
3. Persen volume per volume (% v/v) menyatakan jumlah mL zat dalam
100 mL bahan atau hasil akhir
4. Persen volume per bobot (% v/b) menyatakan jumlah mL zat dalam 100
g bahan atau hasil akhir
Kurva Baku
Sampel ID Absorbansi
Kurva kalibrasi
Larutan Induk : larutan yang dibuat dari zat murni konsentrasi 100 ppm dalam
100 ml.
Larutan deret standar : 4,8,12,16,20 ppm
Larutan deret standar :
4ppm
V1 X N1 = V2 X N2
V1 X 100 ppm = 25 x 4 ppm
V1 X 100 = 100
V1 = 1 ml
8 ppm
V1 X N1 = V2 X N2
V1 X 100 ppm = 25 x 8 ppm
V1 X 100 = 200
V1 = 2 ml
12 ppm
V1 X N1 = V2 X N2
V1 X 100 ppm = 25 x 12 ppm
V1 X 100 = 300
V1 = 3 ml
16 ppm
V1 X N1 = V2 X N2
V1 X 100 ppm = 25 x 16 ppm
V1 X 100 = 400
V1 = 4 ml
20 ppm
V1 X N1 = V2 X N2
V1 X 100 ppm = 25 x 20 ppm
V1 X 100 = 500
V1 = 5 ml
V. PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
Gandjar, Prof. Dr. Ibnu Gholib, DEA., Apt dan Rohman, Abdul, M. Si., Apt,2007,
Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Belajar, Yogyakarta (Hal : 240- 241, 243-
256).
http://id.wikipedia.org/wiki/Vitamin_C
Kondawar, M.S., Shah, R. R., Waghmare, J. J., Shah, N. D., dan Malusare, M. K,
UV Spectrophotometric estimation of Paracetamol and Lornoxicam in Bulk
drug and Tablet dosage form using Multiwavelength method, International
Journal of PharmTech Research , Vol. 3/Maharashtra, India.
Rachdiati, Henny., Hutagaol, Ricson P., dan Rosdiana, Erna, 2008, Penentuan
Waktu Kelarutan Parasetamol Pada Uji Disolusi, Jurnal Nusa Kimia, Vol. 8/
Bandung.
Sudjadi dan Abdul Rohman, 2004, Analisis Obat dan Makanan, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta