Anda di halaman 1dari 18

TUGAS ANALISA FARMASI

Identifikasi dan Penetapan Kadar Tablet Asetilsalisilat

KELOMPOK 7
AMELIA DEWI DIEKI RIAN MUSTAPA ERLI SUSANTI MELY MAILANDARI IRNA RINI MUTIA SARI 1106153021 1106153145 1106153196 1106153366 1106153271

PROGRAM PROFESI APOTEKER ANGKATAN 75 DEPARTEMEN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2012

BAB I ASAM ASETILSALISILAT

COOH

OCOCH3

Benzoic acid, 2-(acetyloxy)-. Asam Asetil Salisilat [50-78-2]

A. Sifat Fisikokimia Asetosal (Sumber : FI 1V) a. Asam asetil salisilat mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 100,5% C9H8O4, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. b. Rumus Molekul : C9H8O4 c. Bobot Molekul : 180,16 d. Pemerian: Hablur putih, umumnya seperti jarum, atau lempengan tersusun atau serbuk hablur putih tidak berbau atau berbau lemah. Stabil di udara kering, di dalam udara lembab secara bertahap terhidrolisa menjadi asam salisilat dan asam asetat. e. Kelarutan : Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, larut dalam kloroform dan dalam eter, dan agak sukar larut dalam eter mutlak. f. Baku Pembanding : Asam Asetilsalisilat BPFI ; lakukan pengeringan di atas silika gel P selama 5 jam, sebelum digunakan. Simpan dalam wadah tertutup rapat. g. Jarak lebur : 141o 144oC

h. Sisa pemijaran : Tidak lebih dari 0,05 % i. Susut pengeringan : Tidak lebih dari 0,5%. Lakukan pengeringan di atas silica gel P selama 5 jam. j. Logam berat : Tidak lebih dari 10 bpj

k. Cemaran senyawa organik mudah menguap : Metode IV memenuhi syarat.

B. Identifikasi Asetosal Menurut FI III 1. Didihkan 200 mg dengan 4 ml larutan NaOH P 8% b/v selama 3 menit, dinginkan. Tambahkan 5 ml H2SO4 encer, maka terbentuk endapan hablur puith asam salisilat, lalu saring. Akan menghasilkan filtrat. Keringkan hablur pada suhu 1000 C sampai 1050 C ( suhu lebur hablur lebih kurang 1580C. 2. Filtrat yang tadi diperoleh dipanaskan dengan etanol 95% P dan 2 ml H2SO4 P, akan muncul bau etil asetat. 3. Asam salisilat larutkan 100 mg dalam 5 ml etanol 95% P dan 15 ml air. Tambahkan 0,05 ml larutan besi (III) Cl P 0,5% b/v, biarkan selama 1 menit, terlihat warna violet tidak lebih tua dari warna larutan pembanding yang dibuat segera sebagai berikut : Campur 1 ml larutan yang mengandung 5,0 mg asam salisilat P dalam etanol 95% P, 4 ml etanol 95% P, 0,1 ml CH3COOH P, 15 ml air dan 0,05 ml larutan besi (III) Cl P 0,5% b/v. Menurut FI IV 1. Panaskan dengan air selama beberapa menit, dinginkan dan tambahkan 1 atau 2 tetes besi (III) klorida LP terjadi warna merah ungu. 2. Spektrum serapan inframerah zat yang didispersikan dalam kalium bromida P menunjukkan maksimum hanya pada panjang gelombang yang sama seperti pada Asam Asetilsalisilat BPFI.

C. Penetapan Kadar Asetosal 1. Titrasi Asam Basa (TAB) (Sumber : FI III, FI IV) Pembakuan larutan NaOH dengan KHP a. Keringkan KHP selama 2 jam pada suhu 120oC di dalam oven, kemudian dinginkan dan simpan di dalam desikator. b. Timbang dengan seksama 60 mg KHP, masukkan ke dalam Erlenmeyer 100 ml. c. Tambahkan aquadest bebas CO2, kocok hingga larut sempurna. d. Tambahkan 3 tetes indikator PP, lalu kocok hingga homogen tutup Erenmeyer dengan plastik. e. Isi buret dengan larutan NaOH 0,1 N, kemudian atur volumenya hingga batas 0,00 ml.

f.

Lakukan titrasi hingga tepat terjadi perubahan warna indikator pp (dari tidak berwarna menjadi merah muda).

g. Ulangi percobaan sebanyak tiga kali. h. Hitung normalitas dari NaOH.

Rumus : Perhitungan Normalitas NAOH

N NaOH

mg KHP BE KHP x volume NaOH

(Menurut FI III) Timbang seksama 500 mg, larutkan dalam 10 ml etanol 95% P. Titrasi dengan NaOH 0,1 N menggunakan indikator fenolftalein P. 1 ml NaOH 0,1 N setara dengan 18,02 mg C9H8O4 Pada larutan netral titrasi pertama, tambahkan 50,0 ml NaOH 0,1 N, didihkan selama 15 menit memakain pendingin alir balik. Hubungkan tabung kering berisi NaOH P dengan pendingin, biarkan dingin. Titrasi dengan HCl 0,1 N. Perbedaan antara volume NaOH 0,1 N yang diperlukan pada titrasi pertama dan kedua, tidak lebih dari 0,40 ml dihitung terhadap 500,0 mg zat.

(Menurut FI IV) Timbang seksama lebih kurang 1,5 gr, masukkan ke dalam labu, tambahkan 50,0 ml natrium hidroksida 0,5 N LV, didihkan campuran secara perlahan-lahan selama 10 menit. Tambahkan indikator fenolftalein LP. Titrasi kelebihan natrium hidroksida dengan asam sulfat 0,5 N LV. Lakukan penetapan blanko.

1 ml natrium hidroksida 0,5 N setara dengan 45,04 mg C9H8O4

Prosedur Penetapan Kadar Asetosal a. Terlebih dahulu cukupkan volume larutan sampel dengan menggunakan air bebas CO2 hingga garis pada labu ukur, kocok hingga homogen. b. Pipet 5,0 ml larutan sampel, masukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml c. Tambahkan 20,0 ml air bebas CO2 d. Tambahkan 2-3 tetes indikator pp, kocok hingga homogen e. Isi buret dengan larutan NaOH 0,1 N, atur volumenya hingga batas 0,00 ml. f. Lakukan titrasi sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda.

g. Ulangi percobaan sebanyak tiga kali. h. Hitung kadar larutan sampel

Reaksi Penetapan Kadar:

Kelebihan NaOH + HCl

NaCl + H2O

Rumus : % kadar sampel =

Vol NaOH x N NaOH x BE Sampel x 100 % ml Sampel x 1000

BAB II ASAM ASETISALISILAT TABLET

Tablet Aspirin (Sumber : FI IV dan USP 32) Tablet asam asetil salisilat mengandung asam asetil salisilat C9H8O4, tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket A. Identifikasi Menurut FI III dan BP 2009 Didihkan 500 mg serbuk tablet dengan 10 ml larutan NaOH P selama 2-3 menit, dinginkan, tambahkan asam sulfat encer P hingga berlebih: terjadi endapan bentuk hablur dan bau cuka. Pada beningan tambahkan larutan besi (III) klorida P, terjadi warna violet. Menurut FI IV dan USP 32 A. Gerus 1 tablet, didihkan dengan 50 ml air selama 5 menit, dinginkan dan tambahkan 1 atau 2 tetes besi (III) klorida LP : terjadi warna merah lembayung. B. Kocok sejumlah serbuk halus tablet setara dengan lebih kurang 500 mg asam asetilsalisilat dengan 10 ml etanol P selama beberapa menit, sentrifus, tuang beningan yang jernih dan uapkan hingga kering. Keringkan residu dalam hampa udara pada suhu 60C selama 1 jam. Residu yang diperoleh menunjukkan reaksi Identifikasi B seperti pada asam asetilsalisilat.

B. Penetapan Kadar Menurut FI III Timbang seksama sejumlah serbuk tablet setara dengan 500 mg asam asetilsalisilat, tambahkan 30 ml Natrium Hidroksida 0,5 N, didihkan selama 10 menit. Titrasi dengan

asam klorida 0,5 N menggunakan indikator larutan merah fenol P. Lakukan penetapan blangko. 1 ml natrium hidroksida 0,5 N setara dengan 45,04 mg C9H8O4 Menurut FI IV Lakukan penetapan dengan cara kromatografi cair kinerja tinggi seperti tertera pada Kromatografi Fase gerak : larutkan 2 gr natrium 1-heptanasulfonat dalam campuran 650ml air dan 150 ml asetonitril dan tambahkan asam asetat glasial hingga pH 3,4 Larutan pengencer : buat campuran asetonitril-asam format (99:1) Larutan baku : timbang seksama sejumlah asam asetilsalisilat BPFI, larutkan dalam larutan pengencer hingag kadar lebih kurang 0,5 mg per ml Larutaan uji: timbang dan serbukkan tidak kurang dari 20 tablet. Timbang seksama sejumlah serbuk setara dengan lebih kurang 100 mg asam asetilsalisilat, masukkan ke dalam wadah yang sesuai. Tambahkan 20,0 ml larutan pengencer dan lebih kurang 10 manik kaca, kocok kuat selama lebih kurang 10 menit dan sentrifus (larutan perediaan). Ukur seksama sejumlah volume larutan persediaan, encerkaan secara kuantitatif dalam 9 volume larutan pengencer (larutan uji). Simpan sisa larutan persediaan untuk uji asam salisilat. Sistem kromatografi : lakukan seperti tertera pada kromatografi. Model Detektor pengisi L1. Laju aliran : 2 ml per menit. Volume injeksi : 10 l Lakukan kromatografi terhadap larutan baku dan ukur respons puncak seperti yang tertera pada prosedur. Kesesuaian sistem Simpangan baku relatif faktor ikutan : tidak lebih dari 2,0%. : tidak lebih besar dari 2,0. : Kromatografi cair kinerja tinggi : 280 nm kolom berukuran 4,0 mm x 30 cm berisi bahan

Prosedur : suntikkan secara terpisah masing-masing lebih kurang 1,0 l larutan baku dan uji ke dalam kromatograf, dan ukur respons puncak utama. Hitung jumlah dalam mg, asam asetilsalisilat C9H8O4 dalam bagian tablet yang digunakan dengan rumus: 200 C (
ru ) rs

C adalah kadar asam asetilsalisilat BPFI dalam mg per ml larutan baku; ru dan rs berturut-turut adalah respons puncak dari larutan uji dan larutan baku.

C.

Validasi Metode Analisis Validasi merupakan metode yang dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis

akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis. Validasi adalah suatu pembuktian terhadap suatu parameter berdasarkan hasil laboratorium bahwa parameter tersebut memenuhi syarat untuk penggunaannya. Validasi metode ini mengunakan beberapa parameter yaitu ketepatan (akurasi), presisi antara, ripitabilitas, linieritas, robustness, LOD (Limit of Detection), serta LOQ (Limit of Quantitation). Tujuan dilakukan validasi adalah sebagai verifikasi bahwa parameter-parameter kinerja metode analisis cukup mampu untuk mengatasi problem analisis. Metode analisis harus selalu divalidasi ketika: metode baru dikembangkan untuk mengatasi masalah analisis tertentu. metode yang sudah baku direvisi untuk menyesuaikan perkembangan atau karena terjadi suatu masalah yang mengarahkan agar metode tersebut harus direvisi. penjaminan mutu yang mengindikasikan bahwa metode baku telah berubah. metode baku yang dilakukan di laboratorium yang berbeda, di kerjakan oleh analisis yang berbeda, atau dikerjakan dengan alat yang berbeda. untuk mendemonstrasikan kesetaraan antar 2 metode seperti metode baru dan metode baku.

Metode analisis yang mengalami perubahan seperti perubahan pada proses sintesis obat, perubahan pada komposisi produk akhir, serta perubahan pada prosedur analisis harus dilakukan revalidasi atau validasi kembali. Metode analisis pada penelitian ini merupakan pengembangan dari metode yang telah ada sehingga harus dilakukan validasi metode (ICH, 2005). Akurasi adalah ketepatan prosedur analisis yang menyatakan kedekatan antara suatu nilai yang sebenarnya atau nilai referensi dengan nilai yang ditemukan. Akurasi ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi (spiked-placebo recovery) dan metode penambahan baku (standard addition method). Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar sebenarnya dari analit yang ditambahkan. Dalam metode penambahan baku, sampel dianalisis kemudian sejumlah tertentu analit yang diperiksa ditambahkan ke dalam sampel dicampur dan dianalisis lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya. Akurasi diukur sebagai banyaknya analit yang diperoleh kembali pada suatu pengukuran dengan melakukan spiking pada suatu sampel. Parameter ini dilakukan dengan pengumpulan data dari 9 kali penetapan kadar dengan 3 konsentrasi yang berbeda seperti 3 konsentrasi dengan 3 kali replikasi. Data dilaporkan sebagai persentase perolehan kembali. Presisi merupakan metode yang menyatakan variasi dari laboratorium seperti perbedaan hari, perbedaan analis, perbedaan peralatan. Sumber lain menyebutkan bahwa presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan diekspresikan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang berbeda signifikan secara statistik. Parameter presisi ini meliputi: (1) keterulangan yaitu ketepatan (precision) pada kondisi percobaan yang sama baik orangnya, peralatan, tempat maupun waktunya (2) presisi antara yaitu pada kondisi percobaan yang berbeda, baik orangnya, peralatan, tempat maupun waktunya (3) reprodusibilitas yang merujuk pada hasil-hasil dari laboratorium lain. Dokumentasi presisi mencakup simpangan baku, simpangan baku relatif (RSD) atau koefisien variasi (CV). Ripitabilitas menyatakan presisi dari suatu metode analisis pada kondisi yang sama pada beberapa interval waktu. Ripitabilitas ini termasuk pada pengukuran parameter presisi.

Linieritas adalah kemampuan prosedur analisis untuk memperoleh hasil percobaan yang berbanding lurus kepada konsentrasi analit di dalam sampel. Parameter ini merupakan ukuran seberapa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara respon (y) dengan konsentrasi (x). linieritas dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi yang berbeda dan selanjutnya ditentukan nilai kemiringan (slope) dan intersep serta koefisien korelasi. Robustness adalah ketahanan suatu metode analisis mengenai kapasitasnya untuk tetap tidak terpengaruh oleh adanya variasi metode yang kecil. Ketahanan dievaluasi oleh adanya variasi parameter-parameter metode seperti persentase pelarut organik, pH, kekuatan ionik, atau suhu. Limit of Detection (LOD) merupakan parameter yang menunjukkan batas deteksi dari metode analisis yang merupakan jumlah terkecil dari analit yang terkandung dalam sampel yang dapat dideteksi, namun tidak memerlukan angka kuantitatif yang tepat. Limit of Quantitation (LOQ) adalah parameter yang menunjukkan jumlah terkecil dari analit yang terkandung dalam sampel yang dapat dikuantifikasi secara presisi dan akurat. Parameter ini digunakan untuk pengujian kuantitatif analit dengan jumlah kecil yang terkandung dalam sampel dan digunakan untuk pengukuran cemaran serta produk degradasi. Kesalahan yang sering terjadi dalam analisis kuantutatif dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu kesalahan random dan kesalahan sistematik. a. Kesalahan random (random error) Kesalahan random adalah kesalahan yang selalu terjadi dalam analis dikarenakan adanya sedikit variasi yang tidak dapat ditentukan (dikontrol) saat pelaksanaan. b. Kesalahan sistematik Kesalahan sistematik memiliki sifat yang konstan, serta dapat mengakibatkan hasilnya menyimpang dari rata-rata. Kesalahan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: (1) kesalahan personel dan operasi (2) kesalahan alat dan pereaksi (3) kesalahan metode. Untuk mengatasinya dapat dilakukan beberapa cara seperti Kalibrasi alat yang dipakai, melakukan penetapan blanko, penetapan kontrol, satu seri penetapan kadar serta penetapan dengan berbagai metode. Beberapa hal yang menyangkut analisis khususnya kromatografi antara lain validasi metode analisis dan uji kesesuaian system. Uji kesesuaian system ini memang harus

dilakukan secara rutin karena mempunyai tujuan untuk menentukan bahwa apakah sistem analisis beroperasi secara benar atau tidak. Menurut Farmakope Amerika, suatu sistem dikatakan sesuai jika memenuhi persyaratan presisi dan salah satu uji seperti resolusi (daya pisah), presisi, faktor asimetri puncak, Eeisiensi kolom dan faktor kapasitas.

Parameter-parameter untuk uji kesesuaian sistem terinci sebagai berikut : A. Resolusi (daya pisah) Dalam kromatografi gas (GC) dan kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC), resolusi didefinisikan sebagai perbedaan antara waktu retensi 2 puncak yang saling berdekatan (tR = tR2-tR1) dibagi dengan rata-rata lebar puncak (W1 + W2)/2 seperti gambar berikut.

Nilai Rs harus mendekati atau lebih dari 1,5 karena akan memberikan pemisahan puncak yang baik (base line resolution). Sedangkan untuk kromatografi lapis tipis (KLT) atau elektroforesis planar, resolusi dapat dihitung dengan:

Yang mana: d W1 dan W2 : jarak antar 2 pusat zona : rata-rata lebar zona

B. Penentuan Sistem Presisi Setelah larutan baku diinjeksikan beberapa kali, simpangan baku relatif (relative Standard deviation, RSD) respon puncak dapat diukur, baik sebagai tinggi puncak atau luas puncak. Menurut monograp Farmakope Amerika, selain dinyatakan lain, sebanyak 5 kali injeksi harus dilakukan jika dinyatakan nilai RSD yang disyaratkan adalah 2,0 %; sementara itu jika dinyatakan nilai RSD boleh lebih besar dari 2,0 %, maka dilakukan 6 kali replikasi injeksi.

10

C. Faktor asimetri (Faktor pengekoran)

Menghitung besarnya TF pada kromatogram Jika puncak yang akan dikuantifikasi adalah asimetri (tidak setangkup), maka suatu perhitungan asimetrisitas merupakan cara yang berguna untuk mengontrol atau

mengkarakterisasi sistem kromatografi. Puncak asimetri muncul karena berbagai factor. Peningkatan puncak yang asimetri akan menyebabkan penurunan resolusi, batas deteksi, dan presisi. Gambar tersebut menunjukkan bagaimana menghitung nilai faktor pengekoran (tailing factor, TF). Kromatogram yang memberikan harga TF =1 menunjukkan bahwa kromatogram tersebut bersifat setangkup atau simetris. Harga TF > 1 menunjukkan bahwa kromatogram mengalami pengekoran (tailing). Semakin besar harga TF maka kolom yang dipakai semakin kurang efisien. Dengan demikian harga TF dapat digunakan untuk melihat efisiensi kolom kromatografi.

D. Efisiensi Kolom Ukuran efisiensi kolom adalah jumlah lempeng (plate number, N) yang didasarkan pada konsep lempeng teoritis pada distilasi. Jumlah lempeng (N) dihitung dengan:

Yang mana: tR t : waktu retensi solut : simpangan baku lebar puncak

11

Wh/2 : lebar setengah tinggi puncak Wb : lebar dasar puncak Gambar dibawah menjelaskan bagaimana cara menghitung tR; Wh/2; Wb; dan suatu puncak kromatogram.

Cara mengukur tR; Wh/2; Wb; dan suatu puncak kromatogram.

E. Kapasitas kolom Faktor kapasitas kolom dirumuskan dengan: Dimana:

k = faktor kapasitas tR = merupakan waktu retensi solut; tM = waktu retensi fase gerak (waktu retensi solut yang tidak tertahan sama sekali). Volume retensi yang bersesuaian juga dapat digunakan karena volume retensi berbanding lurus dengan waktu retensi. Volume retensi kadang-kadang terpilih dibanding waktu retensi karena tR bervariasi dengan kecepatan alir. Volume retensi selanjutnya dihitung dengan rumus: V = (Vr-Vm)/Vm Dimana Vr= volume retensi solut; Vm = volume retensi fase gerak (waktu retensi solut yang tidak tertahan sama sekali). Berbagai metode untuk menentuakan kapasitas kolom telah diusulkan antara lain untuk KLT: k = (1-Rf)/Rf

12

Dimana Rf merupakan jarak yang ditempuh oleh analit terhadap jarak fase geraknya atau:

Jarak yang ditempuh solut Rf = ------------------------------------Jarak yang ditempuh fase gerak

D. Uji Kadar Asam Salisilat Bebas Tidak lebih dari 0,3%. Untuk tablet salut tidak lebih dari 3,0%. Fase gerak dan larutan pengencer: Lakukan seperti yang tertera pada penetapan kadar. Larutan baku : timbang seksama sejumlah asam salisilat BPFI, larutkan dalam larutan baku hingga kadar lebih kurang 0,015 mg per ml Larutan uji: Lakukan seperti yang tertera pada penetapan kadar. Sistem kromatografi : Lakukan seperti yang tertera pada penetapan kadar. Lakukan kromatografi terhadap larutan baku dan ukur respons puncak menurut prosedur seperti yang tertera pada penetapan kadar. Kesesuaian sistem Simpangan baku relatif : tidak lebih dari 4,0%. Resolusi antara asam salisilat dan asam asetilsalisilat : tidak lebih besar dari 2,0. Prosedur : Lakukan seperti yang tertera pada penetapan kadar. Waktu retensi relatif untuk asam salisilat dan asam asetilsalisilat berturut-turut yaitu lebih kurang 0,7 dan 1,0. Hitung persentase asam salisilat C7H6O3 dari bagian tablet yang digunakan dengan rumus: 2000 C (
C ru )( ) Qa rs

C adalah kadar asam salisilat BPFI dalam mg per ml larutan baku; Qa adalah jumlah asam asetilsalisilat C9H8O4 dalam tablet yang digunakan seperti yang tertera pada penetapan kadar; ru dan rs berturut-turut adalah respons puncak asam salisilat dari larutan uji dan larutan baku.

13

E. PK Uji Disolusi Asam Asetilsalisilat Tablet (FI IV)

Media Disolusi : 500 ml buffer asetat 0,05 M yang dibuat dengan mencampurkan 2,99 g natrium asetat trihidrat dan 1,66 mL asam asetat glasial memperoleh 1000 mL larutan memiliki pH 4,50 0,05. Apparatus Waktu Prosedur : 1: 50 rpm : 30 menit : Lakukan penetapan jumlah jumlah C9H8O4 yang terlarut dengan P dengan air untuk

mengukur serapan filtrat larutan uji yang jika perlu diencerkan dengan media disolusi dan serapan larutan baku asam asetilsalisilat BPFI dalam media yang sama pada panjang gelombang dari titik isosbestik asam asetilsalisilat dan asam salisilat pada 265 2 nm dari larutan sampel [Catatan-Siapkan larutan standar segar. Dapat digunakan etanol P tidak lebih dari 1% volume total larutan standar dapat digunakan untuk membantu melarutkan Standar Referensi sebelum pengenceran dengan Medium.] Toleransi : Dalam waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 80% (Q) C9H8O4,

dari jumlah yang tertera pada etiket. Interpretasi Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, persyaratan dipenuhi bila jumlah zat aktif yang terlarut dari sediaan yang diuji sesuai dengan tabel penerimaan. Lanjutkan pengujian sampai tiga tahap kecuali bila hasil pengujian memenuhi tahap S atau S. Harga Q adalah jumlah zat aktif yang terlarut seperti yang tertera dalam masingmasing monografi, dinyatakan dalam persentase kadar pada etiket, angka 5% dan 15% dalam tabel adalah persentase kadar pada etiket, dengan demikian mempunyai arti yang sama dengan Q.

14

Tabel Penerimaan Tahap S1 Jumlah yang Diuji 6 Kriteria Penerimaan Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q + 5 % Rata-rata dari 12 unit (S1+S2) adalah sama dengan atau S2 6 lebih besar dari Q dan tidak satu unit sediaan yang lebih kecil dari Q 15 % Rata-rata dari 24 unit (S1+S2+S3) adalah sama dengan S3 12 atau lebih besar dari Q, tidak lebih dari 2 unit sediaan lebih kecil dari Q 15 % dan tidak satu unit pun yang lebih kecil dari Q 25 %

F.

METODE ALTERNATIF PENETAPAN KADAR 1) Metode Alternative Penetapan Kadar Aspirin dengan Menggunakan

Spektrofotometer UV-Vis. Pengkalibrasian Spektofotometer Larutan induk CoCl2.6H2O 0.08 M diukur % transmitasi dan absorbansinya pada panjang gelombang antara 400 650 nm dengan interval 10 nm untuk menentukan maksimumnya. Pembuatan Larutan Standar Aspirin 0.4 g asam salisilat ditambahkan dengan 10ml larutan NaOH 1 M dan dipanaskan sampai mendidih. Sampel kemudian dipindahkan secara kuantitatif pada labu takar 250 ml untuk kemudian diencerkan sampai tanda batas. Pembuatan Kurva Kalibrasi 0,5 ml larutan standar aspirin dalam labu takar 10 ml, dan diencerkan sampai tanda batas dengan 0,02 M FeCl3 (larutan A). Dengan metode yang sama dibuat larutan B,C, D dan E dengan memindahkan berturut-turut masing-masing 0,4 ml; 0,3 ml; 0,2 ml dan 0,1 ml larutan standar aspirin. Jika terlalu pekat, pengenceran dapat dilakukan kembali untuk sampel sebanyak 2 kali (5 ml sampel + 5 ml aquades). Larutan diukur absorbansi dan transmitasinya dengan

Spectronic 20 pada panjang gelombang 530 nm.

15

Preparasi Sampel Tablet obat aspirin ditimbang, ditambahkan 10 ml larutan NaOH 1 M dan diencerkan sampai 250 ml. 0,5 ml larutan diambil dan diencerkan dalam labu takar 10 ml dengan 0,02 M FeCl3. Jika terlalu pekat, pengenceran dapat dilakukan kembali untuk sampel sebanyak 2 kali (5 ml sampel + 5 ml aquades). Larutan diukur absorbansi dan transmitasinya dengan

Spectronic 20 pada panjang gelombang 530 nm. Tablet obat aspirin ditimbang (3 kali menimbang) dan ditambahkan 10 ml larutan NaOH 1 M dan dipanaskan. Masing - masing larutan ditambahkan 0,2; 0,3; dan 0,5 ml standar aspirin dan diencerkan dalam labu takar 250 ml. 0,5 ml dari masing-masing larutan diencerkan dalam labu takar 10 ml dengan 0,02 M FeCl3. Jika terlalu pekat, pengenceran dapat dilakukan kembali untuk sampel sebanyak 2 kali (5 ml sampel+ 5 ml aquades). Larutan diukur absorbansi dan transmitasinya dengan Spectronic 20 pada panjang gelombang 530 nm.

16

DAFTAR PUSTAKA

British Pharmacopoeia Commision. 2001. British pharmacopoeia 2001. London: The Departement of Health and Social Services & Public Safety.

Depkes RI. 1979. Farmakope indonesia (Edisi 3). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Depkes RI. 1995. Farmakope indonesia (Edisi 4). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Dwi, A.Y., et.al., 2011, Analisis Aspirin dengan Metode Spektrofotometri Vis dan Kalibrasi Spektrofotometer UV-Vis Menggunakan Larutan CoCl2 Dengan Menentukkan Kadar Asprin, (Skripsi). Semarang:Universitas Negeri Semarang

United States Pharmacopoeial Convention. 2008. United states of pharmacopoeia (32th ed.). New York: United States Pharmacopoeial Convention Inc.

17

Anda mungkin juga menyukai