Anda di halaman 1dari 8

Oleh : Ir. H.

  Dian Kusumanto

Adalah seorang pengusaha dari Surabaya, Bapak Jhon Lee (42) yang sangat tertarik dengan usaha
atau agribisnis Aren. Beliau sangat antusias dan respektif terhadap prospek Aren untuk masa depan
Indonesia. Sebagai pengusaha, banyak hal pandangan-pandangannya yang progresif dalam rangka
membangun bisnis Aren sebagai usaha yang sangat menjanjikan.

Salah satu aspek yang sangat menentukan (factor kunci) dalam pengembangan bisnis Aren untuk
Gula adalah bagaimana menangani pasca panen nira Aren. Seperti kita ketahui, Nira Aren adalah
hasil utama dari pohon Aren yang akan diolah untuk aneka macam produk, utamanya adalah diolah
menjadi gula. Mutu nira sangat menentukan mutu dari Gula. Nira yang berkualitas tinggi akan
menjadi kunci usaha Gula Aren ini.

Gula Aren adalah produk utama yang paling menguntungkan dari pengolahan nira Aren. Nira Aren
dihasilkan dari penyadapan atau pengirisan tandan buah jantan ataupun tandan betina dari pohon
Aren. Biasanya para penyadap Aren melakukan penyadapan dan pengambilan Nira sebanyak 2 (dua)
kali dalam sehari, yaitu pada pagi dan soren hari. Pada pagi hari nira dipungut antara jam 5 sampai
jam 7 pagi. Sedangkan kalau sore hari Nira diambil sekitar jam 5 sampai jam 7 sore.

Untuk diolah menjadi gula, maka nira Aren harus berkualtas baik, berasa manis dan tidak berubah
sifat. Biasanya Nira Aren cepat sekali mengalami perubahan menjadi masam karena proses
fermentasi telah terjadi. Proses fermentasi mulai terjadi pada saat Nira keluar dari tandan pohon
Aren atau bagian yang teriris lainnya.

Nira yang memiliki kandungan zat makanan atau gizi yang sangat tinggi, berpotensi sangat digemari
dan menghidupkan mikroba berupa jamur atau bakteri yang ada di sekitarnya. Setelah Nira menetes
dan keluar dari tandan bunga, nira langsung berhubungan dengan udara bebas di luar bekas sayatan.
Nira kemudian akan menetes jatuh atau bersinggungan dengan wadah penampung nira. Kalau udara
dan wadah penampung Nira ini sudah ada mikroba berupa jamur yang melakukan fermentasi, maka
fermentasi mulai terjadi.

Seperti makhluk hidup yang lain, mikroba berupa jamur akan cepat berkembang biak bila kebutuhan
hidupnya terpenuhi, yaitu berupa makanan yang cukup dari Nira, Udara/ Oksigen (O2), suhu yang
sesuai, dan tidak adanya factor penghambat pertumbuhan dan perkembangannya, maka jamur akan
dapat merombak kandungan gula dari Nira yang segar menjadi nira yang terfermentasi dengan
semakin cepat dan menyebabkan nira menjadi berubah menjadi semakin masam atau pahit atau
beraroma alcohol.

Nira merupakan makanan yang sangat bergizi sebab mempunyai kandungan air sebesar 75 - 90 %, 
zat padat total sebesar 15 -19,7% yang meliputi kadar sukrosa sebesar 12,3 -17.4%, gula reduksi 0,5
-1%, protein 0,23 - 0,32% dan abu 0,11 - 0,41% (Child, 1974). Karakteristik nira adalah 84,4% air,
14,35 % karbohidrat (terutama sukrosa), 0,66% abu, 0,11% protein, 0,17% lemak dan 0,31% lain-nya
(Anonim, 1989). Sedangkan Gautara dan Wijandi (1972) menyatakan bahwa nira kelapa segar
mengandung gula sebanyak 14 -15 %, 8 - 21% diantaranya adalah sukrosa.
Oleh karena itu Nira sangat disukai oleh segala macam Bakteri/ mikroba/ jasad renik yang
menyebabkan kerusakan dan perubahan sifat-sifat Nira tersebut.

Adapun jenis-jenis Bakteri yang dapat tumbuh pada nira adalah :


• Bacillus subtillis,
• Baterium aceti, juga spesies Micrococcus yaitu Escherichia,
• Sachromo bacterium,
• Flavobakterium,
• Leuconostoc mesenteroides,
• L. dextranicum, merupakan bakteri penyebab terbentuknya lendir,
• Lactobacillus plantarum,
• Sarcina dari genus Pediococcus,
• Acetobacter (Frazier, 1958 : 76 ; Pederson, 1971 ).

Ada dua spesies khamir yang dapat tumbuh pada nira kelapa tetapi yang merupakan khamir utama
dalam proses fermentasi nira adalah : Saccharomyces cereviciae dan
Saccharomyces carlbergensis var alcoholophila.
Kedua Saccharomyces terebut merupakan khamir utama dalam proses fermentasi nira Khamir
tersebut dapat tumbuh dan berkembang biak pada pH 4,4-4,6 dan suhu 21-25°C (Prescott, 1949).
Nutrien yang dibutuhkan oleh genus Saccharomyces adalah C,H,0,N,S,P,Mg,Fe,Ca. Penelitian lain
mengatakan bahwa khamir dapat tumbuh pada pH 4-4,5 dengan suhu 25-30°C (Frazier,1958;
Wiyono,1981)

Kecepatan fermentasi yang terjadi pada Nira akan menyebabkan mutu nira untuk Gula ini menurun,
karena sebagian Gula dirombak oleh enzim yang dihasilkan dari proses fermentasi menjadi asam dan
alcohol. Kejadian ini menyebabkan Nira Aren menjadi masam (kecut) dan sedikit pahit. Semakin
lama proses fermentasi ini terjadi maka semakin banyak zat asam yang terbentuk, semakin banyak
terjadi perombakan gula, artinya gula semakin sedikit, dengan demikian angka pH (keasaman)
semakin rendah.

Nira yang baru keluar dari tandan bunga Aren biasanya mempunyai nilai keasaman antara 6,5
sampai 7 (netral). Proses fermentasi yang terjadi pada Nira bisa menyebabkan pH Nira turun dari
angka tersebut. Beberapa pabrik Gula yang mengolah Nira masih menerima Nira dari petani atau
memberi toleransi pada nira Aren sampai pada pH 6. Di bawah pH 6 Nira sudah dianggap tidak baik
untuk diolah menjadi Gula dengan mutu yang baik. Jika pH nira sudah dibawah 6, maka sebaiknya
tidak diolah menjadi Gula, tetapi Nira bisa diolah menjadi Bioethanol, Saguer atau Cuka. Tuak
ataupun Balok dan Cap Tikus adalah dilah dari Nira Aren yang sudah terfermentasi.

Oleh karena itu bagi pengusaha Gula yang menampung Nira Aren dari para penderes atau penyadap
nira Aren, ataupun dari kebunnya sendiri, juga harus mengantisipasinya dengan menyediakan alat
pengolahan Nira yang pHnya dibawah 6, yaitu mengolahnya menjadi Bioetanol Saguer dan Cuka.
Artinya, selain berinvestasi untuk prosessing Gula, juga sekaligus menyediakan alat prosessing untuk
Bioethanol, Cuka dan Saguer, dll. Hal ini untuk antisipasi jika seandainya proses fermentasi terjadi
pada Nira, dan ini memang pasti akan terjadi.

Oleh karena itu apabila produk utama yang dikehendaki adalah Gula, maka penanganan Nira agar
tidak cepat mengalami fermentasi menjadi kunci bagi usaha bisnis Gula Aren. Dengan demikian
maka upaya-upaya pengawetan Nira Aren menjadi sangat penting supaya kualitas produk Gula yang
dihasilkan bisa maksimal. Kalau yang dikehendaki adalah produk Gula Organik, maka pengawetan
juga harus diusahakan dengan cara dan bahan yang alami, bukan dari bahan pengawet kimia atau
yang tidak aman bagi bahan pangan.

Produk organic semakin menjadi trend karena aman bagi kesehatan manusia. Selain itu nilai harga
produk oganik juga lebih mahal dan memliki nilai keunggulan kompetitif yang tinggi dibanding
produk yang tidak organic. Akumulasi bahan-bahan kimia yang terkonsumsi kea lam tubuh manusia
akan menimbulkan permasalahan kesehatan di kemudian hari.

Pada saat kondisi tubuh tidak fit atau karena umur sudah tua maka bahaya-bahaya akumulasi kimia
dalam tubuh itu semakin terasa. Inilah yang tidak dikehendaki jika kita ingin hidup sehat dan panjang
umur. Maka harga yang mahal dari produk-produk pangan yang organic adalah wajar karena ada
investasi untuk kesehatan kita sendiri. Biaya kesehatan ini memang baru dirasakan manakala kita
mengalami rasa sakit atau mengidap suatu penyakit . Berapapun harga obat, biaya terapi dan
pengobatan agar kita terbebas dari sakit seolah tidak menjadi masalah. Wajar saja kalau pangan
yang aman dan menyehatkan dihargai lebih mahal.

Ada beberapa upaya untuk mempertahankan mutu nira tetap baik bertahan seperti pada saat nira
baru keluar dari jaringan pohon yang terluka, yaitu berasa manis, segar dan berkesan aroma alam
yang khas. Untuk mencari gambaran cara mempertahankan mutu, sebaiknya kita mencoba merunut
dulu, sejak kapan perubahan mutu nira itu terjadi.

Pertama, upaya mengurangi terjadinya kontak antara nira dengan udara di sekitarnya sejak setelah
nira keluar dari tandan pohon Aren. Selain udara itu membawa Oksigen, udara juga menjadi vector
yang membawa beraneka macam mikroba yang berhamburan di alam bebas. Aneka mikroba ini
saking kecilnya terbawa oleh udara yang mengalir atau angin yang bergerak atau berhembus yang
akhirnya terikut aneka mikroba dari tempat satu ke tempat lain.

Apalagi jika keadaan kebun kotor atau berdebu, karena keadaan yang panas dan kering, semak
belukar dan gulma yang tumbuh di sekitar pohon Aren, atau kegiatan manusia atau hewan yang lain
di sekitar pohon. Maka apabila angin berhembus dan bersinggungan dengan Nira yang baru menetes
atau nira yang tertampung di wadah, maka Nira akan terkontaminasi dengan berbagai mikroba alam
ini.

Keadaan dedaunan yang ada disekitarnya yang tidak sehat, kusam dan berjamur akibat dari pohon
yang tidak terkena basuhan air hujan dan terpaan sinar matahari langsung, keadaan kebun yang
terbiarkan tidak pernah diurus atau dibersihkan. Kalau di sekitar tempat penampungan Nira Aren ini
keadaannya seperti tadi, maka kemungkinan terfermentasi akan semakin besar. Keadaan ini akan
menjadi vector bagi mikroba untuk berkembang biak. Jika udara bersih atau kontak dengan udara
kotor sangat minimal, maka nira akan lebih aman dari kemungkinan terkontaminasi dengan aneka
mikroba yang berakibat terjadinya fermentasi. Oleh karena itu, keadaan ini seharusnya bisa dihindari
jika kebun terawat secara periodik, dijaga kebersihan dan kesehatan kebun serta tanamannya.
Kedua, selanjutnya Nira yang keluar dari bagian sayatan atau tandan bunga yang terluka akan jatuh
dan berkontak dengan wadah penampung nira atau media penghubung menuju wadah
penampungan nira. Wadah penampungan Nira yang bersih dan sudah dilakukan upaya disinfektasi
atau treatment anti mikroba maka akan dapat menghambat Nira untuk terfermentasi.

Oleh karena itu para penyadap Nira Aren biasanya mencuci wadah penampung Nira dengan air
bersih, malah kadang-kadang membilasnya dengan air panas, atau mengasapi wadah di atas
perapian atau pipa penyalur asap dari tungku/ cerobong pemasakan gula. Upaya sederhana ini
secara tradisi sudah bisa menghambat terjadinya fermentasi pada Nira Aren, sehingga Nira
menjadi awet segarnya dan pH (keasamannya) dapat dipertahankan selama pemungutan dan
pengangkutan menuju tempat pemasakan Nira menjadi Gula.

Beberapa bahan secara tradisional juga ditambahkan untuk menghambat terjadinya fermentasi pada
Nira yang tertampung di wadah penampungan seperti :
1. Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana, L.)
2. Kulit Pohon Manggis
3. Kulit Buah Langsat/ duku (Lansium domesticum)
4. Kulit Pohon Langsat/duku
5. Kayu Angin (Usnea dasypoga)
6. Kayu / Getah Nangka (Artocarpus heterophyllus)
7. Getah Pepaya (Carica papaya) dengan Sistein
8. Sabut Kelapa (Cocos nucifera)
9. Kulit Pohon Kosambi (Schleichera oleosa, MERR)
10. Kulit Batang Laru/ Raru atau Kawao (Millettia Sericea)
11. Kulit kayu/ akar Nirih (Xylocarpus spp.)atau sejenis manggis hutan (Garcinia)
12. Akar Kayu Wangi
13. Kulit Batang dan Daun Api-api (Avicennia germinans)
14. Cacahan biji buah Picung atau Kluwak (Bhs. Jawa)(Pangium edule Reinw)
15. Kapur/ gamping/ enjet
16. Asap Cair tempurung Kelapa.
17. Dan yang lainnya masih banyak.

Bahkan ada juga yang melakukan pengawetan dengan menambahkan bahan-bahan pengawet untuk
makanan dan minuman seperti Natrium Metabisulfit atau Asam Bensoat, bahkan ada juga yang
menggunakan bahan yang dilarang atau berbahaya seperti formalin, atau bahan pengawet yang
dilarang lainnya.

Natrium Metabisulfit dan Asam Bensoat memang dibolehkan kalau kadarnya di bawah batas
ambang yang ditentukan, namun ini akan sulit dikontrol, sebab ada kecenderungan penggunaan
yang berlebihan dari para perajin dan penderes Nira ini. Sedangkan formalin memang bahan
pengawet mayat yang tidak dibolehkan untuk pengawetan makanan dan minuman.

Maka apabila berkomitmen ingin menghasilkan Gula Aren Organik maka bahan-bahan pengawet
kimia tidak boleh ditambahkan dan harus dihindari. Dengan kata lain kita hanya boleh dan akan
melakukan pengawetan Nira dengan bahan-bahan pengawet organic yang aman dan sesuai dengan
mutu gula yang kita kehendaki. Sebab bisa jadi bahan pengawet organic selain terdapat bahan
pengawetnya, juga mengandung bahan-bahan lain yang berpengaruh pada aroma dan rasa, tekstur
dan flavor gula hasil pengolahan.

Lalu bahan pengawet apa saja yang mungkin bisa digunakan untuk membuat Nira awet dan hasil
gulanya mempunyai mutu yang bagus sekaligus memiliki aroma rasa/ plavour dan tastenya sesuai
dengan selera konsumen. Mudah-mudahan tulisan selanjutnya akan menjawab pertanyaan ini.

Amin.
Fermentasi etanol
Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian

Fermentasi anggur dalam pembuatan wine.

Artikel utama: Fermentasi (biokimia)

Daftar isi

 1Proses kimia dalam fermentasi


glukosa
 2Referensi

Fermentasi etanol, juga disebut sebagai fermentasi alkohol, adalah proses biologi


di mana gula seperti glukosa, fruktosa, dan sukrosa diubah menjadi energi seluler
dan juga menghasilkan etanol dan karbon dioksida sebagai produk sampingan.
Karena proses ini tidak membutuhkan oksigen, melainkan khamir yang
melakukannya, maka fermentasi etanol digolongkan sebagai respirasi anaerob.
Fermentasi etanol digunakan pada pembuatan minuman beralkohol dan bahan
bakar etanol, juga dalam mengembangkan adonan roti.

Proses kimia dalam fermentasi glukosa[sunting | sunting sumber]


Persamaan reaksi di bawah ini akan meringkas fermentasi [[[glukosa]] (rumus
kimianya C6H12O6. Satu mol glukosa diubah menjadi 2 mol etanol dan 2 mol karbon
dioksida:
C12H22O11 +H2O + invertase →2 C6H12O6
C6H12O6 + Zymase → 2C2H5OH + 2CO2
C2H5OH adalah rumus kimia untuk etanol.
Erlenmeyer digunakan dalam fermentasi bioetanol dari jerami.

Sebelum dilakukan fermentasi, satu molekul glukosa dipecah menjadi 2


molekul piruvat. Proses ini dikenal dengan nama glikolisis.[1] Berikut ini
adalah persamaan reaksi untuk glikolisis:
C6H12O6 + 2 ADP + 2 Pi + 2 NAD+ → 2 CH3COCOO− + 2 ATP + 2 NADH + 2
H2O + 2H+
Rumus kimia dari piruvat adalah CH3COCOO−. Pi adalah fosfat anorganik.
Seperti yang ditunjukkan dalam persamaan reaksi di atas,
proses glikolisis akan mereduksi 2 molekul NAD+ menjadi NADH. Dua
molekul ADP juga akan diubah menjadi 2 molekul ATP dan 2 molekul air
melalui fosforilasi level-substrat. Untuk lebih jelasnya, lihat artikel glikolisis.

Glukosa digambarkan dalam proyeksi Haworth


 

Piruvat
 

Asetaldehida
 

Etanol

Anda mungkin juga menyukai