Anda di halaman 1dari 6

Contoh Penyakit Spesik

Penyakit Genetik

1. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa
darah melebihi normal. Insulin yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas sangat penting
untuk menjaga keseimbangan kadar glukosa darah yaitu untuk orang normal (non
diabetes) waktu puasa antara 60-120 mg/dL dan dua jam sesudah makan dibawah 140
mg/dL. Bila terjadi gangguan pada kerja insulin, keseimbangan tersebut akan terganggu
sehingga kadar glukosa darah cenderung naik. Gejala bagi penderita diabetes mellitus
adalah dengan keluhan banyak minum (polidipsi), banyak makan (poliphagia), banyak
buang air kecil (poliuri), badan lemas serta penurunan berat badan yang tidak jelas
penyebabnya, kadar gula darah pada waktu puasa ≥126 mg/dL dan kadar gula darah
sewaktu ≥ 200 mg/dL (Badawi, 2009).
Penyakit diabetes mellitus dapat disebabkan karena jumlah insulin yang dihasilkan
oleh pankreas menurun, kebutuhan insulin meningkat dari normal atau insulin tidak
dapat berfungsi dengan baik (resistensi insulin), sehingga kadar glukosa dalam darah
menjadi tinggi lalu timbullah penyakit diabetes mellitus (Ranakusuma, 1987). Selain itu,
kelebihan berat badan dan faktor hereditas juga memegang peranan penting dalam
menimbulkan peluang terjadinya penyakit diabetes mellitus (Sidartawan, 1998).
Di Indonesia ada dua jenis utama diabetes mellitus yang paling sering ditemui,
yaitu tipe I yang merupakan diabetes mellitus tergantung insulin dan tipe II yang
merupakan diabetes mellitus tidak tergantung insulin. Diabetes mellitus tipe 1
merupakan penyakit auto imun yang merupakan imunitas menyerang jaringan tubuh
sehat, dalam kasus ini jaringan yang rusak adalah pankreas. Pasien yang mengalami
diabetes mellitus tipe 1 memerlukan injeksi insulin secara berkala. Diabetes mellitus tipe
2 merupakan penyakit yang tidak hanya dipengaruhi genetic, namun juga sangat
dipengaruhi oleh gaya hidup. Oleh karena itu diabetes mellitus 2 merupakan penyakit
yang paling umum terjadi pada orang dewasa, sekitar 90% untuk setiap kasus diabetes di
dunia. Diabetes mellitus 2 sangat dapat dihindari dengan gaya hidup yang baik.
2. Gout
Gout merupakan penyakit yang disebabkan oleh overproduksi asam urin dan
merupakan penyakit genetic yang terpaut kromosom seks x resesif. Artritis gout
merupakan salah satu penyakit metabolik (metabolic syndrom) yang terkait dengan pola
makan diet tinggi purin dan minuman beralkohol. Penimbunan kristal monosodium urat
(MSU) pada sendi dan jaringan lunak merupakan pemicu utama terjadinya keradangan
atau inflamasi pada gout artritis (Nuki dan Simkin, 2006). Meski penyakit ini dapat
menyerang sendi mana saja, umumnya Gout menyerang jempol kaki. Kondisi ini sering
menyebabkan pembengkakan besar dan menimbulkan rasa sakit yang menyiksa, dan
terkadang bahkan tidak tertahankan, serta dapat berlangsung selama beberapa hari
hingga berminggu-minggu.
Artritis gout dapat primer (akibat langsung overproduksi atau penurunan ekskresi
asam urat) atau sekunder (terjadi bila overproduksi atau penurunan eskresi asam urat
merupakan akibat proses penyakit lain, seperti obat-obatan, atau konsumsi purin). Kristal
monosodium urat monohidrat terbentuk dalam sendi dan jaringan sekitar serta berperan
pada reaksi radang akut yang berkembang, menyebabkan nyeri berat. Faktor resiko dari
penyakit artritis gout adalah: 1) usia diatas 40 tahun dan jenis kelamin yang lebih
dominan pada pria, 2) medikasi seperti penggunaan obat diuretik, 3) obesitas, 4)
konsumsi purin dan alkohol.
3. Sickle-cell Anemia
Sickle cell anemia atau anemia sel sabit adalah jenis anemia melalui pewarisan resesif
autosom. Orangtua yang memiliki sel sabit menandakan bahwa ia memiliki haemoglobin
yang normal dan satu gen sel sabit, sehingga darah memiliki haemoglobin normal dan
tidak normal. Kondisi penyakit ini ditandai dengan keping sel darah merah yang
berbentuk abnormal seperti bulan sabit, dengan tekstur kaku dan lengket. Sel darah
dengan struktur ini mudah mengalami hemolisis, sehingga dapat menyebabkan anemia.
Sel darah merah yang sehat seharusnya berbentuk piringan bulat pipih, sehingga mudah
mengalir di dalam pembuluh.
Gejala yang dialami dari anemia sel sabit adalah anemia kronis, lemah dan letih,
bengkak pada tangan dan kaki yang disebabkan karena pembuluh darah terhambat, rasa
sakit pada dada, daerah perut, persendian dan tulang. Diagnosis anemia sel sabit
dilakukan melalui pemeriksaan analisa Hb untuk melihat keberadaan haemoglobin S atau
hemoglobin cacat yang memunculkan anemia sel sabit. Jumlah dari Hb yang normal juga
akan diperiksa untuk menentukan seberapa berat anemia, sehingga dapat mengarahkan
ke pemeriksaan selanjutnya untuk melihat kemungkinan komplikasi.
4. Hemophilia
Hemophilia adalah penyakit karena defisiensi dari enzim yang berperan dalam
mekanisme pembekuan darah. Penyakit ini merupakan penyakit genetik x-linked resesif.
Defisiensi enzim ini menyebabkan pendarahan yang tidak dapat dikontrol. Penyakit ini
terjadi akibat kelainan sintesis salah satu faktor pembekuan, dimana pada hemofilia A
terjadi kekurangan F VIII (Antihemophilic factor), sedangkan pada hemofilia B terjadi
kekurangan F IX (Christmas factor). Hemofilia A mencakup 80-85% dari keseluruhan
penderita hemofilia.
Gejala utama hemofilia adalah darah sukar membeku sehingga menyebabkan
perdarahan sulit berhenti atau berlangsung lebih lama. Beberapa gejala dan tanda yang
akan muncul pada penderita hemofilia adalah pendarahan pada hidung (mimisan) yang
sulit berhenti, pendarahan pada luka yang sulit berhenti, pendarahan pada gusi,
pendarahan setelah sunat (sirkumsisi) yang sulit berhenti, ditemukannya darah pada urin
dan feses (tinja), mudah mengalami memar, pendarahan pada sendi yang ditandai dengan
nyeri dan bengkak pada sendi siku dan lutut. Tingkat keparahan perdarahan tergantung
pada jumlah faktor pembekuan dalam darah. Semakin sedikit jumlah faktor pembekuan
darah, perdarahan akan semakin sulit untuk berhenti.
5. Phenylketonuria
Phenylketonuria disebabkan ketiadaan enzim phenylketone hydroxylase, sehingga
menyebabkan akumulasi phenylketones dan merupakan penyakit autosomal resesif.
Penyakit ini menyebabkan kerusakan otak berupa intellectual disability. Fenilketonuria
menyebabkan penderitanya tidak bisa menguraikan asam amino fenilalanin, sehingga zat ini
menumpuk di dalam tubuh.
Gejala fenilketonuria biasanya akan muncul secara bertahap. Gejala baru muncul jika
penumpukan fenilalanin terjadi terus-menerus dan mengganggu fungsi otak. Contoh
gejalanya adalah kejang, tremor atau gemetar, dan pertumbuhan yang lambat.
fenilketonuria dibagi menjadi dua jenis, yaitu fenilketonuria berat (klasik) dan ringan.
Pada fenilketonuria berat, enzim yang dibutuhkan untuk mengubah fenilalanin hilang
atau berkurang dengan sangat drastis. Kondisi ini menyebabkan kadar fenilalanin di
dalam tubuh sangat tinggi dan terjadi kerusakan otak yang parah. Pada fenilketonuria
ringan, enzim masih bisa berfungsi walaupun tidak sebaik yang normal. Kondisi ini
menyebabkan penumpukan fenilalanin tidak terlalu tinggi.
6. Muscular Dysthrophy
Distrofi muskular duchenne adalah suatu penyakit otot herediter yang disebabkan oleh
mutasi genetik pada gen dystropin yang diturunkan secara x-linked resesif
mengakibatkan kemerosotan dan hilangnya kekuatan otot secara progresif. Pada distropi
muskular duchenne terjadi mutasi pada gen dystropin pada kromosom X berupa delesi,
duplikasi dan mutasi titik (point mutations), sehingga tidak dihasilkannya protein
dystropin atau terjadi defisiensi dan kelainan struktur dystropin. Kira-kira 60% pasien
distrofi muskular duchenne terjadi mutasi secara delesi dan 40% merupakan akibat
mutasi-mutasi kecil dan penduplikasian.
Tanda dan gejala bervariasi sesuai dengan jenis distrofi otot. Secara umum, gejala
distrofi otot antara lain: kelemahan otot, kelumpuhan, menghasilkan fiksasi (kontraktur)
otot di sekitar sendi dan minimnya mobilitas. Semua jenis distrofi otot akan
memburuk saat kondisi penderitanya melemah. Kebanyakan penderita distrofi otot
akhirnya kehilangan kemampuan untuk berjalan. Sampai saat ini, belum ada
pengobatan yang dapat menyembuhkan distrofi otot. Pengobatan tertentu mungkin
dapat membantu mengendalikan gejala dan memperlambat perjalanan penyakit,
serta meningkatkan fungsi dan membantu pasien melakukan aktivitas sehari-hari.
7. Cystic Fibrosis
Cystic fibrosis adalah penyakit keturunan yang menyebabkan lendir-lendir di dalam
tubuh menjadi kental dan lengket. Cystic fibrosis bukanlah penyakit menular, tetapi justru
penderitanya lebih rentan tertular infeksi bila berdekatan atau bersentuhan dengan penderita
penyakit infeksi. Gen ini bersifat resesif dan penyakit hanya timbul pada seseorang yang
memiliki 2 buah gen ini. Seseorang yang hanya memiliki 1 gen tidak akan menunjukkan
gejala. Gen ini mengendalikan pembentukan protein yang mengatur perpindahan klorida
dan natrium melalui selaput sel. Jika kedua gen ini abnormal, maka akan terjadi
gangguan dalam pemindahan klorida dan natrium, sehingga terjadi dehidrasi dan
pengentalan sekresi. Fibrosis kistik menyerang hampir seluruh kelenjar endokrin
(kelenjar yang melepaskan cairan ke dalam sebuah saluran).
Kelainan gen ini menyebabkan lendir menjadi lengket dan menghambat sejumlah
saluran di dalam tubuh. Saluran pernapasan adalah salah satu di antaranya. Lendir yang
kental dan lengket dapat menyumbat saluran pernapasan, sehingga menyebabkan gejala
fibrosis kistik yang berupa hidung tersumbat, batuk berdahak berkepanjangan, cepat
lelah saat beraktivitas, sesak napas, infeksi saluran pernapasan berulang. Gejala cystic
fibrosis dapat muncul setelah seseorang lahir atau baru muncul saat beranjak dewasa.
Bahkan ada juga yang tidak mengalami gejala apa pun sampai dewasa. Gejala yang
dialami masing-masing penderita berbeda, tergantung saluran organ yang tersumbat dan
tingkat keparahannya.

REFERENSI
Badawi, A., Klip, A., Haddad, P., Cole, D., Bailo, B., El-Sohemy, A. and Karmali, M.
(2010). Type 2 diabetes mellitus and inflammation: Prospects for biomarkers of risk and
nutritional intervention. [online] NCBI. Available at: http://Type 2 diabetes mellitus and
inflammation: Prospects for biomarkers of risk and nutritional intervention [Accessed 21 Feb.
2020].
Widyanto, F. (2014). ARTRITIS GOUT DAN PERKEMBANGANNYA. [online]
Ejournal.umm.ac.id. Available at:
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/sainmed/article/viewFile/4182/4546 [Accessed 21 Feb.
2020].
Nuki G, Simkin PA. 2006, A Concise History of Gout and Hyperuricemia and Their
Treatment, Arthritis Research and Therapy, diakses 4 Agustus 2013,
http://arthritisresearch.com/content/8/S1/S1
Repository.usu.ac.id. (n.d.). [online] Available at:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/35611/Chapter
%20II.pdf;jsessionid=0DCB67A2637E10DD19C5CEB669BB9866?sequence=4 [Accessed
21 Feb. 2020].
Syarif, I. (2009). DISTROFI MUSKULAR DUCHENNE. Majalah Kedokteran Andalas,
33(2).
Martin Brookes (2005). Bengkel Ilmu: Genetika. Penerbit Erlangga. ISBN 65-11-005-
0.Hal.114-115

Anda mungkin juga menyukai