Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

KEPANITERAAN KLINIK STASE GIGI dan MULUT

HERPES LABIALIS

Penyusun
Patricia Christiani | 07120100016

Pembimbing
Drg. Kris Toetik sp. ORT

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut


Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan
Siloam Hospital Lippo Village
Karawaci 2015

1|Page
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................................................1

DAFTAR ISI.............................................................................................................................................2
Bab I.......................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................3
Bab II......................................................................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................................................................4
2.1. Definisi.......................................................................................................................................4
2.2. Etiologi........................................................................................................................................4
2.3. Patogenesis.................................................................................................................................4
2.4. Gejala Klinis...............................................................................................................................5
2.5. Diagnosa Banding......................................................................................................................7
2.6. Tatalaksana...............................................................................................................................11
2.7. Prognosis..................................................................................................................................12
2.8. Pencegahan..............................................................................................................................12
BAB III..................................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................14
Bab I

PENDAHULUAN

Herpes simpleks merupakan infeksi virus yang ditandai dengan adanya lesi primer
terlokalisir, laten dan adanya kecenderungan untuk kambuh kembali. Terdapat 2 jenis virus,
yakni virus herpes simplex (HSV) tipe 1 dan tipe 2 yang pada umumnya menimbulkan gejala
klinis yang berbeda tergantung pada port de entree nya. Virus herpes simplex ini dapat
menyerang alat genital atau mukosa mulut tergantung dari tipenya. 1

Hampir 50% hingga 90% orang dewasa memiliki antibodi terhadap HSV 1. Infeksi
awal HSV biasanya terjadi sebelum usia 5 tahun. Namun, saat ini banyak infeksi primer
ditemukan terjadi pada orang dewasa. Infeksi HSV tipe 2 biasanya dimulai karena aktivitas
sexual dan jarang terjadi sebelum menginjak usia dewasa, kecuali kalau terjadi pelecehan
sexual pada anak-anak.

Mulut merupakan pintu gerbang utama di dalam sistem pencernaan. Makanan dan
minuman akan di proses di dalam mulut dengan bantuan gigi geligi, saliva dan otot.
Pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
kesehatan. Pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut merupakan salah satu upaya
meningkatkan kesehatan.

Salah satu penyakit yang dapat menimbulkan manifestasi di rongga mulut adalah
herpes labialis. Herpes merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus herpes
tipe 1. Infeksi dari virus ini akan menimbulkan lesi berupa lepuh vesikel dan luka dingin.2
Bab II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Virus herpes simplex adalah virus yang terdiri dari DNA yang menyebabkan infeksi
akut pada kulit yang ditandai dengan vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab.
Terdapat 2 jenis virus HSV, yakni HSV tipe 1 dan HSV tipe 2.

HSV tipe 1 biasanya menginfeksi daerah mulut dan wajah (oral herpes). HSV tipe 2
biasanya menginfeksi daerah genital dan sekitar anus (genital herpes). HSV tipe 2 merupakan
penyakit menular sexual. Kedua tipe HSV ini menyebabkan timbulnya gelembung berisi
cairan (vesikel) yang terasa nyeri pada permukaan mukosa.

Herpes labialis yang sering disebut dengan cold sores atau fever blister merupakan
manifestasi dari infeksi HSV tipe 1. Infeksi ini ditandai dengan munculnya luka berbercak
atau vesikel yang disertai rasa nyeri pada bagian bibir atau mukosa mulut. Infeksi ini
normalnya akan sembuh dalam jangka waktu 2-3 minggu. Namun, virus ini akan tetap berada
di saraf fasial yang dapat menyebabkan infeksi berulang pada orofasial. Frekuensi
berulangnya herpes labialis ini berfariasi, mulai dari sekali hingga tiga kali dalam setahun.1,3

2.2. Etiologi

Penyebab infeksi HSV ialah birus herpes simplex yang termasuk dalam famili
herpesviridae, subfamili alphaherpesviridae, genus simplex virus. Perbedaan antara HSV tipe
1 dan 2 dapat dilihat secara imunologis dengan menggunakan antibodi spesifik. Pola
pertumbuhannya juga membedakan antara kedua jenis virus ini.4

2.3. Patogenesis

HSV ditularkan melalui kontak dari orang yang peka n lewat virus yang dikeluarkan
oleh seseorang yang terinfeksi. Virus kemnudian menembus permukaan mukosa atau kulit
yang terbuka. HSV tipe 1 ditansmisikan melalui sekresi oral. Virus menyebar melalui droplet
pernapasan atau melalui kontak langsung dengan air liur yang terinfeksi. Penularan SHV tipe
1 paling sering terjadi saat berciuman, atau dengan memakan atau meminum dari perkakas
yang terkontaminasi. HSV tipe 1 juga dapat menyebabkan herpes genitalis melalui transmisi
oral seks.

Kontak dengan virus HSV 1 pada saliva dari carrier juga dapat menyebarkan penyakit
ini. Infeksi juga dapat terjadi melalui perantaraan petugas kesehatan (dokter gigi) yakni dari
pasien HSV yang akan menyebabkan lesi herpes bernanah (herpetic whitlow). Kedua tipe
herpes dapat ditularkan melalui kontak oral-genital, oral-anal, atau anal-genital. Penularan
kepada neonatus biasanya terjadi melalui jalan lahir.

Herpes simplex virus dapat diisolasi dalam 2 minggu dan terkadang lebih dari 7
minggu setelah muncul stomatitis primer atau muncul lesi primer. Setelah infeksi yang
bersifat akut, HSV dapat ditemukan secara intermittent pada mukosa selama bertahun-tahun
dengan atau tanpa gejala klinis.5

2.4. Gejala Klinis

Penderita yang terinfeksi virus herpes seringkali tidak menunjukkan gejala apapun.
Gejala dari infeksi oral ialah adanya inflamasi pada mukosa pipi dan gusi yang disebut
sebagai acute herpetic gingivostomatitis yang muncul dalah rentang waktu 5 hingga 10 hari.
Gejala prodromal lainnya yang mungkin muncul antara lain nyeri kepala, mual, pusing, nyeri
menelan, demam, dan sariawan. Infeksi Herpes Simplex Virus (HSV) primer akan timbul
berulang dan dapat bermanifestasi sebagai faringitis dan perkembangan lesinya akan
mencapai dareah pipi dan gusi. Beberapa pasien juga mengalami kesulitan menelan (disfagia)
dan pembengkakan kelenjar getah bening (limfadenopati). Herpes sekunder (Herpes Labialis
Berulang) merupakan suatu reaktivasi virus yang menyebabkan terbentuknya cold sore.4
Gambar 1. Herpes Labialis

Terdapat 8 tahapan penyebaran Herpes Virus ini, yakni masa laten, prodromal, masa
pra sakit (pre sore), lesi terbuka, krusta, penyembuhan, dan pro scab. Masa laten terjadi
dalam beberapa minggun hingga bulan setelah infeksi virus terjadi. Masa ini sering kali
disebut dengan masa remisi setelah infeksi awal terjadi ketika virus mulai berpindah ke
sensor saraf ganglia (trigeminal ganglion) yang akan menyebabkan terbentuknya masa laten.

Masa prodromal biasanya terjadi pada hari ke 0 hingga ke 1. Gejala sering timbul
secara rekuren. Gejala yang sering timbul ialah pasien merasa gatal dan terdapat warna
kemerahan pada kulit di sekitar daerah yang terinfeksi. Tahapan ini terjadi selama beberapa
hari maupun jam tergantung dari manifestasi fisik dan seberapa cepat pasien merasa ketidka
nyamanan dan seberapa cepat tatalaksana yang diberikan.5

Masa inflamasi, terjadi pada hari pertama infeksi, dimana virus mulai bereproduksi
dan menginfeksi sel saraf. Adanya infeksi tersebut akan menyebabkan respons tubuh berupa
sel- sel yang sehat akan bereaksi dengan cara menyerang dan menghasilkan daerah yang
membengkak dan kemerahan sebagai pertanda terjadinya inflamasi. 5

Masa pre-sore terjadi pada hari ke 2 hingga ke 3. Dalam proses ini dapat terlihat
adanya inflamasi dan munculnya papula serta vesikel-vesikel yang kecil, keras, dan terasa
gatal dan sakit jika disentuh. Vesikel ini dapat muncul pada daerah sekitar bibir, kulit,
jaringan bibir, dan dapat juga terjadi pada hidung dan pipi. 5

Lesi terbuka terjadi pada hari ke 4. Proses ini merupakan tahapan yang paling
menyakitkan dimana semua vesikel terbuka dan menyatu menjadi satu bagian besar yang
membentuk suatu uslerasi. Cairan ini lama kelamaan akan keluar dari pembuluh darah dan
jaringan yang terinflamasi. Cairan ini sangat reaktif dan menular karena berisi partike-
partikel virus aktif. Pada fase ini, pasien dapat mengalami demam dan pembengkakan
kelenjar getah bening.5

Krusta terjadi pada hari ke 5 hingga 8. Krusta berwarna kekuningan mulai terbentuk
pada fase ini. Terbentuknya krusta ini berasal dari cairan eksudat yang terbentuk dari vesikel-
vesikel yang pecah. Krusta atau keropeng kuning kecoklatan ini tidak terbentuk dari partikel
virus aktif, melainkan dari serum darah yang berisi protein yang berguna dalam proses
penyembuhan, seperti imunoglobulin. Fase ini merupakan fase awal dari proses
penyembuhan.5

Fase penyembuhan, terjadi pada hari ke 9 hingga 14. Pada fase ini akan terjadi
pembentukan kulit baru di bawah krusta. Pada fase ini virus akan memasuki periode laten.
Pasien biasanya akan merasakan iritasi, gatal dan sakit pada daerah yang terinfeksi.5

Fase post scab, terjadi pada hari ke 12 hingga 14. Pada fase ini, daerah kemerahan
yang sudah terbentuk pada daerah yang terinfeksi akan mulai mengelami regenerasi. 5

Setelah terjadinya proses penyembuhan, virus herpes akan menjadi teresidif dan
masuk dan berdiam (dorman) di dalam sistem saraf (axon), terutama pada ganglion (radix
dorsalis). Pada herpes labialis, saraf yang paling sering menjadi tempat bersarangnya ialah
sepanjang nervus trigeminalis. Akibat tempat bersarangnya inilah, kejadian bells’s palsy
seringkali ditemukan pada pasien yang dulunya pernah menderita herpes labialis atau bahkan
dapat muncul bersamaan. Virus ini akan tetap berdiam dan dorman di dalam sel saraf.
Namun, ketika ada pemicu seperti penurunan daya tahan tubuh, flu, stress, virus ini akan
kembali muncul permukaan epitel kulit melalui nervus sensorik.

Infeksi primer dari herpes virus ini dapat menyerang semua mukosa. Sedangnkan
infeksi sekunder dari virus ini biasanya terbatas pada patalum durum, atau jika terjadi pada
usia dewasa, akan menimbulkan gejala di bibir.

2.5. Diagnosa Banding

Banyak lesi yang memiliki kesamaan atau saling menyerupai dengan infeksi herpes
virus ini. Oleh karena itu, perlu diketahuai hal-hal yang dapat membedakan lesi-lesi ulseratif
yang serupa ini. Diagnosis banding dari herpes labialis ialah cheilitis angularis, eritema
multiforme, herpes zooster, dan ulkus traumatikus. 6

Cheilitis angularis atau perleche ialah reaksi inflamasi pada sudut bibir mulut yang
sering dimulai dengan penyimpangan mukokutaneus dan berlanjut hingga ke kulit. Cheilitis
angularis ini memiliki karakteristik kemerahan yang menyebar, berbentuk seperti fisura-
fisura, kulit nampak terkikis, dan ulser yang permukaannya berlapis disertai dengan gejala
subyektif seperti rasa sakit, terbakar, dan nyeri. 6

Gambar 2. Cheilitis angularis

Eritema multiforme ialah penyakit akut atau subakut yang bersifat “self limitting
disease” yang melibatkan kulit dan membran mukosa. Etiologi penyakit ini masih belum
jelas. Namun, penyakit ini dapat terjadi akibat proses yang dimediasi oleh faktor imunologi
yang seringkali dipicu oleh herpes simplex, Mycoplasma pneuomiae, obat-obatan, radiasi
ataupun keganasan. Daerah tubuh yang seringkali terlibat umumnya ialah bibir, mukosa pipi,
lidah, palatum molle, dan dasar mulut. Lesi kulit terdiri dari macula, papula, atau plak bulat,
datar, dan eritematous dan biasanya terletak simetris.6
Gambar 3. Erythema Multiforme

Herpes zooster atau shingles merupakan infeksi virus yang juga bersifat “self limitting
disease” yang disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zooster. Faktor predisposisi yang
seringkali menimbulkan reaktivasi virus ini ialah AIDS, leukimia, limfoma, dan bentuk
keganasan lainnya, radiasi, obat-oatan imunosupresif dan sitotoksik, serta usia tua.
Manifestasi oral seringkali terjadi ketika cabang kedua dan ketiga nervus trigeminus
terlibat.6,7

Gambar 4. Oral Herpes Zooster

Ulkus traumatikus adalah suatu lesi pada mukosa mulut yang terjadi akibat trauma
akut. Ulkus tipe ini memiliki bentuk yang tidak beraturan sesuai dengan trauma penyebabnya.
Ulkus traumatikus yang terjadi pada membran mukosa rongga mulut merupakan salah satu
gembaran klinis dari inflamasi akut yang ditandai dengan adanya daerah eksudat dan
dikelilingi oleh jaringan ikat =. Lokasi ulkus traumatikus yang paling sering ialah mukosa
pipi, mukosa bibir,
palatum, dan tepi perifer dari lidah. Ulkus traumatikus ini dapat terjadi pada semua usia dan
pada jenis kelamin apapun. Ulkus traumatikus dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia,
panas. Listrik atau gaya mekanik.6

Penyakit hand,foot and mouth disease, yang juga disebabkan oleh infeksi virus
coxsakie. Dalam infeksi ini, lesinya tidak terbatas dan biasanya tidak mengenai gusi. Lesinya
juga dapat terlihat pada tangan dan kaki.7

Gambar 5. Hand, Foot and Mouth Disease

Herpangina yang biasanya melibatkan daerah orofaring dan palatum. Infeksi ini lebih
banyak mengenai anak-anak pada musim panas. Lesi dari infeksi ini biasanya mengenai
daerah palatum dengan gejala prodromal lainnya berupa demam dan cepat lelah. Infeksi ini
tidak melibatkan gusi sama sekali.7
Gambar 6. Herpangina

2.6. Tatalaksana

Beberapa obat anti virus telah terbukti efektif melawan infeksi HSV. Semua obat
tersebut menghambat sintesis DNA virus. Obat-obat ini dapat menghambat
perkembangbiakan herpes virus. Meskipun sudah ada obat-obatan ini, HSV tetap bersifat
laten di ganglia sensorik dan angka kekambuhannya tidak jauh berbeda antara pasien yang
diobati dan tidak diobati.8

Salah satu obat yang efektif untuk infeksi HSV ialah Asiklofir dalam bentuk topikal,
intavena dan oral yang semuanya berguna untuk mengatasi infeksi primer. Asiklovir
digunakan untuk mengurangi penyebaran virus, mengurangi rasa sakit, dan mempercepat
waktu penyembuhan. Preparat oral paling nyaman digunakan oleh pasien. Namun, telah
dialporkan adanya mutasi strain virus herpes yang resisten terhadap acyclovir. Valacyclovir
dan famciclovir baru-baru ini diberikan untuk boleh diedarkan sebagai pasangan terhadap
acyclovir dengan efikasi yang sama. Pemberian profilaksis harian obat-obatan antivirus ini
dapat menurunkan frekuensi infeksi HSV berulang pada orang dewasa. Infeksi pada neonatal
seharusnya diobati dengan acyclovir intravena.8,9

Acyclovir topikal terdapat dalam bentuk cream dan salep untuk dioleskan ke kulit.
Acyclovir cream biasanya dioleskan lima kali sehari selama 4 hari. Sedangkan untuk
acyclovir berbentuk salep, dioleskan enam kali sehari dalam rentang waktu 4 jam selama 7
hari. Cara terbaik dalam menggunakan salep acyclovir ialah sesegera mungkin setelah pasien
mengalami gejala pertama infeksi. Perlu diingat dalam penggunaan acyclovir salep dan cream
ialah
acyclovir hanya boleh digunakan pada permukaan kulit, dan jangan sampai masuk ke mata,
hidung, dan mulut.

Efek samping dari acyclovir topical ialah kering atau bibir pecah-pecah, terkelupas,
mengeluaps atau kulit kering, terbakar, kemerahan, pembengkakan atau iritasi pada tempat
pengolesan. Beberapa efeksamping dari penggunaan acyclovir dapat serius. Jika apsien
mengalami gejala seperti pembengkakan wajah, suara serak, pasien dapat langsung
menghubungi dokter untuk menghentikan obat tersebut.

Obat-obatan lain yang dapat diberikan pada pasien ialah obat-obatan yang bersifat
simptomatik, seperti paracetamol apabila pasien merasakan nyeri yang sangat dan tidak
tertahan. Obat-obatan seperti imunomodulator juga berguna untuk memperbiaki sistem imun
pasien.

2.7. Prognosis

Lesi oral atau genital biasanya sembuh sendiri dalam 7 hingga 14 hari. Infeksi
mungkin lebih parah dan bertahan lebih lama pada orang yang memiliki kondisi yang
melemahkan sistem kekebalan tubuh.

Setelah infeksi terjadi, virus menyebar ke sel-sel saraf dan menetap dalam tubuh
seumur hidup seseorang. Infeksi virus mungkinakan berulang. Infeksi berulang dapat dipicu
oleh kelebihan sinar mahatari (UV), demam, stress, penyakit akut, obat-obatan atau kondisi
sistem imun tubuh yang lemah.10

2.8. Pencegahan

Infeknsi virus herpes ini dapat dicegah. Cara pencegahan yang paling mudah ialah
edukasi kepada pasien. Beberapa edukasi yang dapat diberikan kepada pasien antara lain:

1. Berikan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat tentang keberdihan eprorangan


yang bertujuan untuk mengurangi perpindahan bahan-bahan infeksius.
2. Mencegah kontaminasi kulit dengan penderita eksim melalui bahan-bahan infeksius.
3. Petugas kesehatan harus menggunakan sarung tangan pada saat berhubungan
langsung dengan lesi yang berpotensi untuk menular.
4. Disarankan untuk melakukan operasi caesar sebelum ketuban pecah pada ibu dengan
infeksi herpes genital primer yang terjadi pada kehamilan trimester akhir, akrena
risiko yang tinggi untuk terjadinya infeksi neonatal.
5. Menggunakan kondom latex saat melakukan hubungan seksual akan mengurangi
risiko infeksi.
BAB III

DAFTAR PUSTAKA

1. Chrismawaty E. Peran struktur mukosa rongga mulut dalam mekanisme bokade

fisik terhadap iritan. MIKGI;2006;V ed. P. 244

2. Yusran A, Barunawaty. Dua metode pemeriksaan untuk mediagnosis lesi pada

mukosa mulut. Maj.Keg.Gigi (Dent.J.);2007;III ed. P.359

3. Muray J, J Nunn, J Steele. The prevention of oral disease 4th ed. New york :oxford

university Press;2008.

4. Deritana N, Kombong A. Gizi untuk pertumbuhan dan perkembangan. J WATCH.

Jayawijaya. 2007

5. Daili SF, Makes WI. Infeksi virus Herpes. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2002 : 65 –

73

6. Scully C. Oral and Maxillofacial Medicine. London : wright. 2003 : 189 – 192

7. Dugdalle. Herpes simplex. 2009. Taken from

(http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001324.htm)

8. Moses S. Oral Herpes. 2008. Taken from

(http://www.fpnotebook.com/ent/mouth/or;hprs.htm)

9. Laskaris G. Pocket Atlas of oral disease. Ed le-2. New york : Thieme; 2006

10. Fatahzadeh M, Schwarts RA. Human Herpes Simplex virus infection : epidemiology,

pathogenesis, symptomatology, diagnosis and management. J Am Acad Dermatol

2007; 57 :p. 737-763

Anda mungkin juga menyukai