Anda di halaman 1dari 14

KI HAJAR DEWANTARA

TOKOH DAN PEMIKIRAN PENDIDIKAN BAGI ANAK USIA


DINI

DISUSUN OLEH KELOMPOK 5:

1. NOVA DAMAYANTI (1730210104)

2. NOVI ASTUTI (1730210105)

Dosen Pengampu: Ali Murtopo, M.Pd.I

Mata Kuliah: Kapita Selekta

PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

TAHUN AJARAN 2020

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam.


Tuhan yang masa pengasih dan maha penyayang. Dengan mengucap syukur
kehadirat Allah SWT,yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan karunianya,
sehingga kita semua dapat menjalankan kewajiban kita yaitu menuntut ilmu
sebagai bekal kesempurnaan ibadah kita kepada-nya. Atas segala kehendaknya
makalah dapat diselesaikan.
Kami menyadarai bahwa segala apa yang telah dicapai tidak akan pernah
terwujud tanpa izin dan kehendak Allah SWT, dan ucapan terimah kasih yang tak
terhingga kami haturkan kepada Dosen pengampuh yang selalu memberikan
dukungan dan nasehat kepada kami.

Palembang, 8 April 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Contents
KI HAJAR DEWANTARA................................................................................................i
TOKOH DAN PEMIKIRAN PENDIDIKAN BAGI ANAK USIA DINI...........................i
KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................2
C. Tujuan....................................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN................................................................................................................3
A. Konsep Pendidikan Anak Usia Dini Oleh Ki Hajar Dewantara.............................3
B. Proses Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Ki Hajar Dewantara..........................4
C. Sejarah Didirikannya Lembaga Pendidikan Taman siswa......................................8
BAB III..............................................................................................................................9
PENUTUPAN....................................................................................................................9
A. Kesimpulan............................................................................................................9
B. Saran......................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di tengah-tengah maraknya globalisasi komunikasi dan teknologi,
manusia makin bersikap individualis. Mereka “gandrung teknologi”, asyik
dan terpesona dengan penemuan-penemuan/barang-barang baru dalam
bidang iptek yang serba canggih, sehingga cenderung melupakan
kesejahteraan dirinya sendiri sebagai pribadi manusia dan semakin
melupakan aspek sosialitas dirinya. Oleh karena itu, pendidikan dan
pembelajaran hendaknya diperbaiki sehingga memberi keseimbangan pada
aspek individualitas ke aspek sosialitas atau kehidupan kebersamaan
sebagai masyarakat manusia. Pendidikan dan pembelajaran hendaknya
juga dikembalikan kepada aspek-aspek kemanusiaan yang perlu
ditumbuhkembangkan pada diri peserta didik.
Taman siswa sebagai sebuah lembaga sekolah yang sejak masa
colonial bangsa Indonesia didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara yaitu
tepatnya pada tanggal3 juli 1922 di Yogyakarta. Taman berarti tempat
bermain atau tempat belajar, dan siswa berarti murid. Sebagai sebuah
sekolah yang berbasis budaya local masyarakat jawa khususnya. Taman
siswa mampu bertahan di tiga jaman, yaitu jaman colonial Belanda,
colonial Jepang dan masa kemerdekaan sampai dengan sekarang.
Selama ini yang terjadi di Indonesia, eringkali mengadopsi model
pendidikan dari luar, terutama dari Negara-negara yang dinilai telah maju
pendidikannya dan terkesan melupakan akar pendidikan local yang sudah
dikembangkan sejak lama oleh para tokoh pendidikan. Dilihat dari konsep
pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang dituangkan dalam sekolah Taman
siswa, sekolah tidak hanya mengajar siswa dari sisi kognitif saja tapi juga
afektif, dan psikomotorik. Tanpa mengesampingkan pula aspek
kemanusiaan dari sisi siswa

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Pendidikan Anak Usia Dini Oleh Ki Hajar
Dewantara?
2. Apa Proses Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Ki Hajar
Dewantara?
3. Bagaimana Sejarah Didirikannya Lembaga Pendidikan Taman siswa?

C. Tujuan
1. Mengetahui Konsep Pendidikan Anak Usia Dini Oleh Ki Hajar
Dewantara
2. Mengetahui Proses Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Ki
Hajar Dewantara
3. Mengetahui Sejarah Didirikannya Lembaga Pendidikan Taman siswa

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Pendidikan Anak Usia Dini Oleh Ki Hajar Dewantara


Ki Hajar Dewantara adalah pendiri Perguruan Taman Siswa suatu
lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi rakyat jelata adat
untuk dapat memperoleh hak atas pendidikan. Didirikan pada Tanggal 3
Juni 1922. Semboyan dalam sistem pendidikan yang dipakainya kini
sangat terkenal dikalangan pendidikan indonesia. Secara utuh, semboyan
itu dalam bahasa jawa berbunyi ing ngarso sung tulodo, ing madyo
mangun karso, tut wuri handatani (di depan memberikan contoh, ditengah
memberikan semangat, dibelakang memberikan dorongan). Sembopyan ini
masig tetap terpakai dalam dunia pendidikan rakyat indonesia, terlebih
disekolah-sekolah perguruan taman siswa.
Ki Hajar Dewantara, seorang tokoh Pendidikan Nasional yang
menyatakan bahwa pentingnya anak usia dini merupakan masa peka atau
masa penting bagi kehidupan anak, dimana pada masa tersebut masa
terbukanya jiwa anak sehingga segala pengalaman yang diterima anak
pada masa usia dibawah tujuh tahun akan menjadi dasar jiwa yang
menetap, menerima pembelajaran yang diberikan. Ki Hajar Dewantara
mengatakan bahwa pendidikan yang diselnggarakan untuk anak usia dini
adalah pendidikan yang membebaskan selama tidak ada bahaya
yang mengancam anak. Ki Hajar Dewantara mendirikan
Taman Indria (sebutan lain dari Taman Kanak-kanak) di
Yogyakarta. Sayangnya, seiring berjalannya waktu ajaran
Ki Hajar Dewantara pun mulai luntur, kalimat terkenal
“tutwurihandayani” pun tampaknya mulai hilang dari dunia

3
pendidikan nasional, padahal tut wurihandayani dijadikan
sebagai semboyan pendidikan bangsa Indonesia. 1

B. Proses Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Ki Hajar Dewantara


Proses Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Ki Hajar
Dewantara Dipengaruhi pemikiran Frőbel yang
memberikan kebebasan pada anak yang diatur secara
tertib dan pemikiran Montessori yang membebaskan anak-
anak seakan-akan secara tak terbatas, maka Ki Hajar
Dewantara merumuskansebuah semboyan
“tutwurihandayani” yakni memberi kebebasan yang luas
selama tidak ada bahaya yang mengancam kanak-kanak.
Inilah sikap yang terkenal dalam hidup kebudayaan bangsa
kita sebagai sistem “among”.
Pendidikan anak usia dini berdasarkan pemikiran Ki
Hajar Dewantara didasarkan pada pola pengasuhan yang
berasal dari kata “asuh” artinya memimpin, mengelola,
membimbing. Pendidikan dilaksanakan dengan memberi
contoh teladan, memberi semangat dan mendorong anak
untuk berkembang.2
Pemikiran ini sesuai dengan pernyataan Bandura,
bahwa anak mengobservasi perilaku orang dewasa dan
menirunya. Lebih lanjut teori kognitif sosial
Banduramenyatakan bahwa perilaku, lingkungan dan
orang atau kognisi merupakan faktor penting di dalam
perkembangan. Perilaku dapat mempengaruhi individu dan
sebaliknya individu tersebut dapat mempengaruhi
lingkungan, lingkungan mempengaruhi seseorang dan
seterusnya.

1
Pidarta, Made, Landasan kependidikan. (Jakarta: Rineka, 2007), hlm 111
2
Sujiona, Yuliani Nurani, konsep dasar pendidikan anak usia dini. (Jakarta:
Indeks, 2009),hlm 67

4
Oleh sebab itu,keteladanan mutlak dibutuhkan oleh
anak-anak, Ki Hajar Dewantara menyebutnya Ing Ngarsa
Sung Tulada, dimana guru harus menjadi teladan untuk
anak didiknya. Teori yang mendukung pemikiran Ki Hajar
Dewantara adalah teori Rousseau, yaitu orang dewasa
berperan sebagai pendidik dengan dukungan (support)
kepada anak untuk dapat berkembang secara alami. Elkind
juga percaya bahwa anak-anak membutuhkan dukungan
yang kuat untuk bermain dan kegiatan yang dipilihnya
sendiri dengan tujuan untuk dapat bertahan dalam stres
yang ada sekarang dalam lingkungan anak.3
Dukungan yang diberikan dapat berupa motivasi dan
penyediaan media belajar. Dalam sistem among, hal ini
disebut sebagai Ing Madya Mangun Karsa. Jadi, kebebasan
yang diberikan pada anak usia dini sesungguhnya
memerlukan bimbingan yang bersifat keteladanan sebagai
bentuk perwujudan kepemimpinan orang dewasa dan
membutuhkan dorongan ataumotivasi orang dewasa
kepada anak dalam menjalani proses hidupnya secara
alami yaitu ketika anak bermain atau kegiatan-kegiatan
yang diminati anak. Proses pembelajaran yang dilakukan Ki
Hajar Dewantara kepada anak usia dini dilakukan dengan
pendekatan budaya yang ada dilingkungan anak-anak.
Menurutnya untuk menyempurnakan perkembangan
budipekerti anak-anak jangan dilupakan dasar “Bhinneka
Tunggal Ika”, yaitu mementingkan segala unsur-unsur
kebudayaan yang baik-baik dimasing-masing daerah
kanak-kanak sendiri, menuju kearah persatuan

3
Patmonodewo, Soemiarti, Pendidkian Anak Pra Sekolah. (Jakarta: Rineka,
2003), hlm 102

5
kebudayaan Indonesia secara evolusi. sesuai dengan alam
dan jaman.
Ki Hajar Dewantara membentuk sistem pendidikan
yang bersumber pada kebudayaan sendiri dan
kepercayaan atas kekuatan sendiri untuk tumbuh.
Pendekatan budaya yang digunakan Ki Hajar Dewantara
dalam pendidikan anak usia dini adalah dengan melalui
permainan, nyanyian, dongeng, olaraga, sandiwara,
bahasa, seni, agama dan lingkungan alam. Sejalan dengan
teori Bronfenbrenner yang mangatakan bahwa
perkembangan anak yang dipengaruhi oleh konteks
mikrosistem (keluarga, sekolah dan teman sebaya),
konteks mesosistem(hubungan keluarga dan sekolah,
sekolah dengan sebaya dan sebaya dengan individu),
konteks ekosistem (latar sosial orang tua dan kebijakan
pemerintah) dan konteks makrosistem (pengaruh
lingkungan budaya, norma, agama, dan lingkungan sosial
di mana anak dibesarkan.Ki Hajar Dewantara juga
menyatakan bahwa mendidik anak kecil itu bukan atau
belum memberi pengetahuan akan tetapi baru berusaha
akan sempurnanya rasa pikiran. Adapun segala tenaga dan
tingkah laku itu sebenarnya besarpengaruhnya bagi hidup
batin; juga hidup batin itu berpengaruh besaratas tingkah
laku lahir. Jalan perantaranya didikan lahir ke dalam batin
yaitu pancaindera. Maka dari itu latihan pancaindera
merupakan pekerjaan lahir untuk mendidik batin (pikiran,
rasa, kemauan, nafsu dll).Pemikiran tersebut dilatari oleh
pemikiran Frőbel dan Montessori. Frőbel memberi pelajaran
pancaindera tetapi tetap yang diutamakan adalah
permainan anak, kegembiraan anak, sehingga pelajaran

6
pancaindera diwujudkan menjadi barang-barang yang
menyenangkan anak. Sedangkan Montessori
mementingkan pelajaran pancaindera dengan memberikan
kemerdakaan anak yang luas tetapi permainan tidak
dipentingkan.
KiHajar Dewantara menggabungkan keduanya,
menurutnya pelajaran pancaindera dan permainan anak
tidak terpisah. Segala tingkah laku dan segala keadaan
hidupnya anak-anak sudah diisi oleh Sang Maha Among
(Tuhan) dengan segala alat-alat yang bersifat mendidik si
anak.Proses pembelajaran pada anak usia dini menurut
pemikiran KiHajar Dewantara berlangsung secara alamiah
dan membebaskan. Namun dalam kebebasannya tersebut
terdapat tuntunan dan bimbingan dari pendidik kepada
anak yang bersumber pada kebudayaan lingkungan anak,
dimana nilai budi pekerti, nilai seni, nilai budaya,
kecerdasan, ketrampilan dan agama yang menjadi
kekuatan diri anak untuk tumbuh berkembang melalui
pancainderanya. 4

Kebudayaan yang dimaksud adalah kebudayaan


sehari-hari yang mengelilingi kehidupan si anak seperti
nyanyian, permainan, dongeng, alam sekitar dan
sebagainya.Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan dengan
menggunakan pendekatan budaya seperti bermain
permainan tradisional, bernyanyi lagu daerah, cerita-cerita
khas daerah dan menggunakan bahan-bahan alam sekitar
sebagai media belajar, serta bahasa daerah sebagai alat
komunikasi. Pendekatan budaya inilah yang menjadi
keunikan dari konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara.
Kegiatan seperti permainan tradisional,
4
Kartono, Kartini,Psikologi anak. (Bandung: Mandar Maju, 2007), hlm 91

7
nembang(bernyanyi), cerita-cerita daerah selain dapat
mengembangkan aspek perkembangan juga memuat
pendidikan karakter karena didalamnya terdapat banyak
pesan moral yang bisa disampaikan kepada anak didik.
Selain itu penggunaan bahasa daerah sebagai alat
komunikasi adalah cara untuk melestarikan bahasa daerah
yang semakin tergerus oleh bahasa asing.
Pendekatan budaya merupakan langkah awal dalam
mengenalkan budaya Indonesia kepada anak-anak sejak
dini. Pengenalan budaya akan mengantarkan anak untuk
mencintai budayanya sendiri. Inilah yang dibutuhkan oleh
bangsa IndonesiaProses pembelajaran yang dilakukan
berdasarkan rumusan sistem among yang dibuat oleh
KiHajar Dewantara. Guru selalu menjaga sikap dan
bicaranya agar menjadi teladan anak untuk bersikap dan
berbicara yang baik, situasi ini adalah proses Ing Ngarsa
Sung Tulada bahwa guru berada di depan untuk menajdi
contoh positif anak, selain itu guru juga selalu memotivasi
anak didik sebagai perwujudan Ing Madya Mangun Karsa.
Hal ini dilakukan untuk membantu anak didik
mencapai tujuan pembelajaran. Guru juga memberikan
kebebasan bagi anak seperti memberi kesempatan pada
anak untuk bebicara dan mengungkapkan perasaan serta
ide-ide anak. Namun demikian, ada kalanya guru bersikap
tegas terhadap anak. Ini dilakukan saat anak melakukan
kegiatan-kegiatan yang akan membahayakan, tidak hanya
secara fisik namun juga terhadap situasi yang
membahayakan perilaku anak. Guru akan menegur anak
jika anak berbicara dan bersikap yang nsosialve, situasi ini
disebut sebagai Tutwuri Handayani.5
5
Santoso, Konsep pendidikan ana usia dini menurut pendirinya. (Jakarta, 2011), hlm 72

8
C. Sejarah Didirikannya Lembaga Pendidikan Taman siswa
Pada waktu pertama kali didirikan pada 3 jili 1922, sekolah Taman
siswa ini di beri nama “National Orderwijs Institut Taman Siswa” .
Didirikannya taman siswa adalah kondisi Indonesia yang saat itu
berada dalam kungkungan kolonialisme belanda. pada saat Indonesia
berada dalam penjajahan belanda, tidak ada hak yang merata dalam
mengakses pendidikan bagi masyarakat Indonesia sekara keseluruhan.
Pendidikan hanya diperuntukkan bagi golongan keturunan belanda sendiri
dan bagi sebagian kecil keturunan pribumi. Golongan pribumi yang bisa
menikmati pendidikan adalah keturunan para priyayi saja, karena
tingginya biaya pendidikan dan memang merupakan bagian dari politik
pendidikan colonial belanda.
Pemerintah colonial belanda sengaja membatasi jumlah penduduk
pribumi yang mengakses pendidikan, karena mereka khawatir dengan
banyaknya masyarakat pribumi yang menempuh pendidikan akan
membahayakan posisi mereka di kemudian hari. Pembatasan tersebut
melalui banyak cara, disamping tingginya biaya juga dengan sistem
penilaian dan penghargaan yang intelektualis.
Mereka dituntut untuk lulus dari sistem ujian yang sangat ketat
dengan banyak tuntutan, sehingga belajar tidak untuk perkembangan hidup
dan kejiwaan, sebaliknya mereka belajar untuk mendapat nilai-nilai yang
tinggi dalam “school report” nya atau untuk mendapat ijasah saja. Oleh
sebab itu maka K Hadjar Dewantara berusaha mencari cara untuk untuk
membebaskan masyarakat pribumi dari pendidikan yang sifatnya
intelektualis tersebut.6

6
Soenarno Hadiwijoyo, Sistem among, konsep, dan implementasinya.
(Yogyakarta: Majelis luhur persatuan taman siswa, 2005)

9
BAB III

PENUTUPAN

A. Kesimpulan
Bahwa konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara masih dapat terus
diterapkan, namun diperlukan penyesuaian terhadap perkembangan saat
ini. Pendidikan yang bersifat kebangsaan dan nasionalisme selalu
dibutuhkan untuk mendidik jiwa merdeka para anak bangsa agar mampu
mempertahankan persatuan dan kesatuan. Pendekatan budaya yang
dilakukan guru merupakan keunikan dari konsep pendidikan Ki Hajar
Dewantara pada Anak Usia Dini.

B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari bahwa masih kurang
nya materi. Untuk itu penulisan mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang sifatnya membangun untuk kebaikan makalah ini
kedepannya. Semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua.

10
DAFTAR PUSTAKA

Hadiwijoyo Soenarno.2005. Sistem among, konsep, dan implementasinya.


Yogyakarta: Majelis luhur persatuan taman siswa.

Kartini, Kartono. 2007. Psikologi anak. Bandung: Mandar Maju.


Made, Pidarta. 2007. Landasan kependidikan. Jakarta: Rineka.
Santoso. 2011. Konsep pendidikan ana usia dini menurut pendirinya. Jakarta:
Rineka.

Soemiarti, Patmonodewo. 2003. Pendidkian Anak Pra Sekolah. Jakarta: Rineka.


Yuliani Nurani, Sujiono. 2009.konsep dasar pendidikan anak usia dini. Jakarta:
Indeks.

11

Anda mungkin juga menyukai