Anda di halaman 1dari 3

1.

Jelaskan pelaksanaan judicial review di Indonesia hingga terbentuknya Mahkamah


Konstitusi (MK)!
Konsep judicial review di Indonesia banyak berkembang setelah amandemen UUD 1945.
Mahkamah konstitusi adalah lembaga Negara yang berwenang untuk melakukan
hak pengujian (judicial review, atau secara lebih spesifiknya melakukan
constitucional review) Undang-Udang terhadap Undang-Undang Dasar serta tugas
khusus lain yaitu forum previlegiatum atau peradilan yang khusus untk memutus
pendapat DPR bahwa Presiden/Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat serta
memutus pendapat DPR bahwa presiden telah melanggar hal-hal tertentu yang
disebutkan dalam UUD sehingga dapat diberhentikan. Lembaga Mahkamah Konstitusi
(MK) diawali dengan diadopsinya ide MK (Constitutional Court) dalam
amandemen konstitusi yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR) pada tahun 2001 sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan Pasal 24 ayat
(2), Pasal 24C, dan Pasal 7B Undang-Undang Dasar 1945 hasil Perubahan Ketiga
yang disahkan pada 9 Nopember 2001. Setelah disahkannya Perubahan Ketiga UUD
1945 maka dalam rangka menunggu pembentukan MK, MPR menetapkan
Mahkamah Agung (MA) menjalankan fungsi MK untuk sementara sebagaimana
diatur dalam Pasal III Aturan Peralihan UUD 1945 hasil Perubahan Keempat.DPR
dan Pemerintah kemudian membuat Rancangan Undang-Undang mengenai
Mahkamah Konstitusi. Setelah melalui pembahasan mendalam, DPR dan Pemerintah
menyetujui secara bersama UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
pada 13 Agustus 2003 dan disahkan oleh Presiden pada hari itu (Lembaran
Negara Nomor 98 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 4316).Dua hari
kemudian, pada tanggal 15 Agustus 2003, Presiden melalui Keputusan Presiden Nomor
147/M Tahun 2003 hakim konstitusi untuk pertama kalinya yang dilanjutkan dengan
pengucapan sumpah jabatan para hakim konstitusi di Istana Negara pada tanggal 16
Agustus 2003.Lembaran perjalanan MK selanjutnya adalah pelimpahan perkara dari
MA ke MK, pada tanggal 15 Oktober 2003 yang menandai mulai beroperasinya
kegiatan MK sebagai salah satu cabang kekuasaan kehakiman menurut ketentuan UUD
1945.

1
2. Jelaskan dan uraikan objek norma hukum yang dapat dilakukan pengujian !
Dalam praktek, dikenal adanya tiga macam nor-ma hukum yang dapat diuji atau yang
biasa disebut se-bagai norm control mechanism. Ketiganya sama-samamerupakan bentuk
norma hukum sebagai hasil dari proses pengambilan keputusan hukum, yaitu:
1) keputusan normatif yang berisi dan bersifat pengaturan (re-geling),
2) keputusan normatif yang berisi dan bersifat penetapan administratif (beschikking),
dan
3) kepu-tusan normatif yang berisi dan bersifat penghakiman (judgement) yang
biasa disebut vonis (Belanda: von-nis)
Ketiga bentuk norma hukum tersebut di atas sama-sama dapat diuji kebenarannya
melalui mekanis-me peradilan (justisial) ataupun mekanisme non-justisial. Jika
pengujian itu dilakukan oleh lembaga peradilan, maka proses pengujiannya itu
disebut se-bagai judicial review atau pengujian oleh lembaga judi-menilai kembali
vonis pengadilan tingkat pertama, da-lam sistem peradilan Amerika Serikat juga
disebut judi-cial review, demikian pula pengujian kasasi oleh Mah-kamah Agung dan
Mahkamah Konstitusi terhadap putusan pengadilan di bawahnya disebut pula judicial
review.

3. Jelaskan perbedaan “Produk Legislatif” dan “Produk Regulatif” kaitannya dengan


pengujian terhadap produk peraturan !
Produk legislatif adalah produk peraturan yang ditetapkan oleh atau dengan
melibatkan peran lembaga perwakilan rakyat, baik sebagai legislator ataupun co-
legislator. Dalam sistem hukum Indonesia dewasa ini, pada tingkat nasional yang dapat
disebut sebagai lem-baga legislator utama atau legislatif utama adalah De-wan
Perwakilan Rakyat (DPR). Kedudukan para wakil rakyat sebagai pembentuk UU, maka
setiap UU sebagai produk legislatif tidak boleh diubah atau dibatalkan oleh pemerintah
tanpa persetujuan lembaga perwakilan rakyat yang membentuknya.
Produk regulatif adalah produk pengaturan (re-gulasi) oleh lembaga eksekutif yang
menjalankan per-aturan yang ditetapkan oleh lembaga legislatif dengan mendapatkan
delegasi kewenangan untuk mengatur le-bih lanjut materi muatan produk legislatif yang
dimak-sud itu ke dalam peraturan pelaksanaan yang lebih ren-dah tingkatannya.
Contohnya adalah Peraturan Peme-rintah ditetapkan oleh Pemerintah karena
mendapat-kan delegasi kewenangan pengaturan dari Undang-Undang sebagai produk
2
legislatif DPR bersama dengan Presiden. Contohnya adalah Peraturan Peme-rintah
ditetapkan oleh Pemerintah karena mendapat-kan delegasi kewenangan pengaturan
dari Undang-Undang sebagai produk legislatif DPR bersama dengan Presiden. Bank
Indonesia diberi kewenangan oleh Un-dang-Undang tentang Bank Sentral untuk
menetapkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) sebagai bentuk regu-lasi dalam rangka
pelaksanaan undang-undang.46 Ko-misi Pemilihan Umum diberi kewenangan oleh
Un-dang-Undang Pemilihan Umum untuk menetapkan aturan dalam bentuk
Peraturan Komisi Pemilihan Umum, dan sebagainya.
Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah jelas merupakan
peraturan yang tingkatannya berada di bawah undang-undang, yang apabila diuji
dengan menggunakan ukuran undang-undang, dapat diuji oleh Mahkamah Agung.
Tetapi, jika yang diuji adalah undang-undang, maka batu ujinya haruslah Undang-
Undang Dasar, dan hal ini merupa-kan bidang kewenangan Mahkamah Konstitusi,
bukan Mahkamah Agung.Peraturan Daerah, dengan demikian, merupakan salah satu
bentuk peraturan yang berada di bawah undang-undang dan karena itu dapat diuji
oleh Mah-kamah Agung, bukan oleh Mahkamah Konstitusi. Na-mun demikian,
peraturan daerah tidak dapat disebut sebagai produk regulatif atau executive act seperti
hal-nya peraturan pemerintah ataupun peraturan presiden. Peraturan Daerah, seperti
halnya Undang-Undang, adalah produk legislatif (legislative act) sebagaimana telah
diuraikan di atas.

Anda mungkin juga menyukai