Anda di halaman 1dari 25

PEMERIKSAAN RADIOLOGI PADA KASUS

MALOKLUSI DENTAL
Blok Kelainan Maloklusi Dental 1

Kelas E
Kelompok 3
Disusun Oleh:

1. Nandya Asia Kanani (201811101)


2. Nasika Sarah Salsabila (201811102)
3. Nita Setyawati (201811108)
4. Nova Fadila (201811109)
5. Rafi Adzka Ibrahim (201811117)
6. Rai Amara (201811118)
7. Rayinda Putri M. Sanaiskara (201811121)
8. Riska Farida Nurazizah (201811123)
9. Safina Salsabila Wardhana (201811124)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO


(BERAGAMA)

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya, yang telah memberikan
izin kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Pemeriksaan
Radiologi pada Kasus Maloklusi Dental” tepat pada waktunya. Tidak lupa kami ucapkan terima
kasih kepada dosen kami yang telah membimbing serta memberikan tugas ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya baik dalam isi maupun
sistematikanya. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat digunakan sebagai pedoman dan
berguna untuk menambah pengetahuan para pembaca.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
membantu dalam penyusunan karya tulis ini.

Jakarta, 10 April 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………..……….………..…………...……i
DAFTAR ISI………………………………………………….……………………...………......ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………..……………..……………..…...…….1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………....………..……...1
1.3 Tujuan Penulisan…………………………………………………....……………..….1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Gambaran Anatomical Landmark dan Gambaran Normal pada Radiografi Intraoral
dan Radiografi Ekstraoral……………………………………………………..…………..3
2.2 Teknik Radiografi Pilihan……………………………………………………….……8
2.3 Gambaran Radiografi pada Kasus-Kasus Maloklusi Dental…………………..…….18

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan………………………………………………………………….………..21
3.2 Saran…………………………………………………………………….…...……….21

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Radiografi dental merupakan sarana pemeriksaan untuk melihat manifetasi oral di rongga
mulut yang tidak dapat dilihat dari pemeriksaan klinis namun dapat dengan jelas terlihat
gambaran seperti perluasan dari penyakit periodontal, karies pada gigi serta kelainan patologis
rongga mulut lainnya. Radiologi dental menjadi pedoman untuk memaksimalkan hasil diagnostik
yang terlihat dari intrepetasi gambar. Meskipun dosis paparan dari radiografi dental sangat kecil
namun, dosis paparan cahaya radiasi harus diminimalisasikan seminimal mungkin untuk
mengurangi akumulasi dosis paparan terhadap pasien.
Radiografi mempunyai peranan penting dalam menunjang perawatan, memudahkan
perkerjaan dokter gigi untuk melakukan diagnosa, rencana perawatan dan mengevaluasi pasien
pasca perawatan. Pemeriksaan radiografi gigi dinilai efektif, efisien dan keberhasilan yang
didapat optimal. Terdapat 2 hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan radiografi gigi,
pertama adalah teknik mendapatkan radiografi yang optimal dan kedua adalah interpretasi hasil
radiografi yang telah dibuat. Alat radiografi gigi yang mutakhir tidak menjamin suatu radiografi
yang baik tanpa disertai dengan teknik yang memadai.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang diatas, penulis dapat menulis rumusan masalah:

1. Bagaimana gambaran anatomical landmark dan gambaran normal pada radiografi


intraoral dan radiografi ekstraoral?
2. Apa teknik radiografi pilihan?
3. Bagaimana gambaran radiografi pada kasus-kasus maloklusi dental?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan dari makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui tentang gambaran anatomical landmark dan gambaran normal pada
radiografi intraoral dan radiografi ekstraoral.

1
2. Untuk mengetahui tentang teknik radiografi pilihan.
3. Untuk mengetahui tentang gambaran radiografi pada kasus-kasus maloklusi dental.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Gambaran Anatomical Landmark dan Gambaran Normal pada Radiografi Intraoral
dan Radiografi Ekstraoral
2.1.1 Gambaran Anatomical Landmark
Pengetahuan tentang anatomi kraniofasial diperlukan untuk interpretasi radiografi
sefalometrik. Struktur yang biasa diamati pada sefalogram lateral diilustrasikan pada
gambar yang tertera di bawah. Struktur kerangka sering lebih mudah dikenali pada anak-
anak dan remaja daripada pada orang dewasa, karena struktur tulang orang dewasa yang
lebih padat dapat mengaburkan detail. Struktur seperti proses mastoid dan perubahan
sinus frontal selama pertumbuhan. Jaringan lunak seperti dinding faring, jaringan
adenoid, lidah, hidung, dan integumen wajah adalah bagian dari analisis dan harus
terlihat pada sefalogram.1

Gambar. Struktur anatomi diamati pada radiografi sefalometrik lateral.1

2.1.2 Gambaran Normal Radiograf Intraoral


Periapikal
Radiografi periapikal adalah salah satu jenis radiografi intraoral yang
menggambarkan 3-4 gigi dan jaringan sekitarnya. Radiografi periapikal dibagi
menjadi dua teknik yaitu paralel dan bisekting. Pada teknik paralel film diletakan
pada pegangan film (film holder) dan diposisikan sejajar dengan sumbu gigi. Pada
teknik bisecting film diletakkan sedekat mungkin permukaan palatal/lingual gigi.2

3
Gambar. Gambaran radiografi periapikal.1

Bitewing
Teknik radiografi bitewing tidak menggunakan pegangan film (film
holder) melainkan dengan cara pasien menggigit sayap film untuk stabilisasi film
di dalam rongga mulut. Indikasi pemakaian bitewing adalah untuk mendeteksi
karies gigi, mengetahui perkembangan karies gigi, melihat restorasi yang ada,
menilai status periodontal.2

Penilaian kualitas gambar


Penilaian kualitas gambar pada dasarnya melibatkan tiga tahap
terpisah, yaitu:2
● Perbandingan gambar dengan kriteria kualitas ideal
● Peringkat subyektif kualitas gambar menggunakan standar publik
● Penilaian terperinci atas film yang ditolak untuk menentukan sumber
kesalahan.

Kriteria kualitas ideal


Terlepas dari jenis reseptor gambar yang digunakan, kriteria
kualitas tipikal untuk radiografi bitewing harus mencakup:2
● Gambar harus memiliki definisi yang dapat diterima tanpa distorsi atau
kabur.

4
● Gambar harus mencakup dari permukaan mesial premolar pertama ke
permukaan distal molar kedua - jika molar ketiga erupsi maka kontak 7/8
harus dimasukkan.
● Platform bidang / gigitan oklusal harus berada di tengah-tengah gambar
sehingga mahkota dan bagian koronal dari akar gigi rahang atas
ditampilkan di bagian atas gambar dan mahkota serta bagian koronal dari
akar gigi. gigi mandibula ditunjukkan di bagian bawah gambar, dan bukal
bukal dan lingual harus ditumpangkan.
● Puncak alveolar rahang atas dan rahang bawah harus ditunjukkan.
● Seharusnya tidak ada tumpang tindih dari permukaan perkiraan gigi.
● Kepadatan dan kontras yang diinginkan untuk gambar yang direkam film
akan tergantung pada alasan klinis untuk mengambil radiografi, mis.
○ untuk menilai karies dan restorasi film harus terbuka dengan baik
dan menunjukkan kontras yang baik untuk memungkinkan
diferensiasi antara enamel dan dentin dan untuk memungkinkan
persimpangan enamel-dentin (DEJ) terlihat.
○ untuk menilai film status periodontal harus kurang terang untuk
menghindari terbakarnya tulang krista alveolar yang tipis.
● Gambar harus bebas dari coning off atau con-cutting dan kesalahan
penanganan film lainnya.
● Gambar harus sebanding dengan gambar bitewing sebelumnya baik secara
geometris maupun dalam kepadatan dan kontras.

Gambar. Gambaran radiologi periapikal.2

5
Oklusal
Radiografi oklusal didefinisikan sebagai teknik radiogarfi intraoral yang
menggunakan X-ray gigi dimana paket film (5.7x7.6) atau kaset intraoral kecil
yang ditempatkan pada oklusal plane. Radiografi oklusal digunakan untuk melihat
anatomi tulang maksila maupun mandibular dengan area yang luas pada satu film.
Indikasi radiografi oklusal adalah untuk mendeteksi gigi taring yang tidak
tumbuh, fraktur, melihat ukuran dan luas lesi seperti kista atau tumor rahang atas
anterior.2

Gambar. Gambaran radiografi oklusal rahang atas.2

2.1.3 Gambaran Normal Radiografi Ekstraoral


Panoramik
Radiografi panoramik berguna untuk mendapatkan gambaran utuh dari
keseluruhan maksilofasial. Pada radiografi intraoral (periapikal dan bitewing)
sumber sinar-x tetap diam, sedangkan pada radiografi panoramik sumber sinar–x
dan film berputar mengelilingi pasien, gerakan kurva film berputar pada
sumbunya dan bergerak mengelilingi pasien. Sumber sinar-x dan tempat film
bergerak bersamaan dan berlawanan satu sama lain.3

Indikasi pemakaian radiografi panoramik adalah sebagai berikut3 :


1. Untuk mendeteksi ada/ tidaknya gigi yang tidak erupsi.
2. Melihat hubungan gigi posterior atas dengan sinus maksilaris.
3. Melihat hubungan gigi posterior bawah dengan kanalis alveolaris inferior.
4. Suspek pembengkakan asimptomatik.
5. Pemeriksaan radiografi gangguan sendi temporomandibular.

6
6. Pemeriksaan tumor dan kista odontogenik.
7. Melihat crest alveolar untuk pemasangan implan.
8. Mengevaluasi maxillomandibular yang telah mengalami trauma.
9. Pemeriksaan intervensi bedah maksila/mandibula.

Keuntungan dari radiografi panoramik adalah cakupannya yang luas


meliputi tulang wajah dan gigi, dosis radiasi rendah, kenyamanan pemeriksaan
untuk pasien, bisa digunakan pada pasien yang tidak dapat membuka mulut,
waktu yang dibutuhkan untuk membuat gambar relatif singkat (3-4 menit).
Adapun kerugiannya yaitu gambar yang dihasilkan tidak menampilkan anatomi
yang detail seperti pada radiografi periapikal, tidak bisa mendeteksi lesi karies
yang kecil, kadang-kadang terjadi tumpang tindih struktur yang dapat
menyebabkan lesi odontogenik tidak terlihat.2

Gambar. Gambaran radiografi panoramik. 2

Sefalometri Lateral
Dengan melakukan observasi langsung, dokter gigi dapat mempelajari
bagaimana cara untuk mengenali kondisi pasien secara signifikan seperti retrusi
mandibula, prognati mandibula, tinggi rendahnya ukuran panjang wajah dan
pertumbuhan yang berlebihan pada maksila. Hal ini berkaitan dengan tiga bentuk
20 tipe profil wajah yaitu datar, cekung, dan cembung. Radiografi sefalometri
memungkinkan dokter gigi untuk menganalisis hubungan antara wajah dan gigi
geligi sehingga diagnosis mengenai kondisi pasien lebih akurat, dengan melihat
morfologi wajah dan gigi.4
Sefalometri telah menjadi standard bagi dokter gigi untuk melakukan
perawatan ortodontik karena bertujuan untuk mengevaluasi kondisi pasien

7
sebelum perawatan terkait dengan hubungan dental dan fasial pasien, untuk
mengevaluasi perubahan yang terjadi selama perawatan, dan untuk menentukan
pergerakan gigi-geligi den pertumbuhan wajah pada saat perawatan.4
Pada gambaran radiografi sefalometri, dapat terlihat hubungan gigi yang
satu dengan gigi yang lainnya, juga pada kondisi rahang dan struktur kraniofasial.
Serta, dapat terlihat hubungan ulang maksila dan mandibula terhadap struktur
kranial yang lain. Selain itu, sefalometri juga dapat mengevaluasi profil jaringan
lunak pasien.4

Gambar. Gambaran radiografi sefalometri arah lateral.3

2.2 Teknik Radiografi Pilihan


2.2.1 Radiografi Ekstraoral
Radiografi ekstraoral adalah gambaran yang dihasilkan dari gigi geligi tetapi fokusnya
terletak pada rahang dan tengkorak. Sinar-x pada radiografi ekstraoral tidak memberikan
detail yang baik seperti pada radiografi intraoral. Hal ini mengakibatkan radiografi ekstraoral
tidak digunakan untuk mendeteksi masalah pada gigi secara individual. Sebaliknya radiografi
ekstraoral digunakan untuk melihat gigi yang impaksi, memantau pertumbuhan dan
perkembangan rahang dan hubungannya dengan gigi, serta mengidentifikasi masalah antara
gigi, rahang dan sendi temporomandibular atau tulang wajah yang lain.2
Radiografi ekstraoral yang sering digunakan adalah radiografi panoramik. Gambaran
panoramik akan menampilkan daerah seluruh mulut termasuk gigi pada rahang atas dan
rahang bawah dalam satu film. Gambaran panoramik sering digunakan untuk mendeteksi gigi
impaksi, melihat gigi bercampur dan bantuan dalam mendiagnosis tumor. Radiografi
ekstraoral yang lain dan sering digunakan untuk perawatan ortodontik adalah radiografi

8
cephalometric. Gambaran cephalometric akan menunjukkan seluruh sisi kepala, gambaran
gigi dan kaitannya dengan rahang dan profil individu.2

2.2.1.1 Panoramik
Radiografi panoramik ini dapat digunakan untuk mengevaluasi gigi impaksi, pola
erupsi, pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi, mendeteksi penyakit dan
mengevaluasi trauma. Selain itu radiografi panoramik juga dapat digunakan untuk
menentukan keadaan gigi dan jaringan pendukungnya secara keseluruhan, urutan erupsi
gigi, dan melihat adanya fraktur pada rahang mandibula dan maksila. Radiografi
panoramik merupakan pemeriksaaan yang memperlihatkan keadaan serta hubungan
maksila dan mandibula secara keseluruhan dalam satu radiografi.4 Selain itu penyakit
periodontal yang ditandai dengan kehilangan tulang alveolar dapat dideteksi dengan
radiografi panoramik.2
Radiografi panoramik memiliki kelebihan seperti berikut:
1. Lapangan pandang yang luas dari tulang fasial dan gigi geligi.
2. Dosis yang rendah terhadap pasien.
3. Kenyamanan saat pemeriksaan pasien.
4. Dapat digunakan kepada pasien yang tidak dapat membuka mulutnya.
5. Pembuatan foto radiografi panoramik sangat singkat hanya butuh waktu 3 – 4
menit.
6. Kemudahan untuk memahami pasien melalui film panoramik, sehingga dapat
dipakai sebagai sarana visual penjelasan pasien serta presentasi kasus untuk
menegakkan diagnosa.2
Beberapa kekurangan dari radiografi panoramik yaitu:
1. Bayangan jaringan
2. lunak dan udara dapat menimpa struktur jaringan keras yang diperlukan.
3. Teknik ini tidak cocok untuk anak-anak berusia di bawah 5 tahun atau pada
pasien cacat karena panjangnya siklus paparan.
4. Gerakan pasien selama paparan dapat menimbulkan kesulitan dalam interpretasi
radiograf.2
Indikasi radiografi panoramik adalah sebagai berikut:

9
1. Penilaian pertumbuhan dan perkembangan anak – anak dan remaja untuk melihat
saat periode gigi bercampur dan mengevaluasi molar tiga.
2. Sebagai pilihan survey gigi dewasa atau endentulus sebagian.
3. Sebagai pemeriksaan pasien yang edentulous.
4. Sebagai pemeriksaan tulang wajah setelah tulang wajah.
5. Evaluasi besarnya lesi tulang.2
Kontraindikasi radiografi panoramik adalah sebagai berikut:
1. Untuk menentukan panjang akar gigi.
2. Untuk menilai kondisi kondilus.
3. Untuk mendeteksi karies pada bagian oklusal , palatal dan lingual.2
Penggunaan radiografi panoramik menggunakan peralatan yang tidak biasa, yaitu
unit panoramik X – ray, layar film, pengintensifan layar dan kaset. Pada penggunaannya,
film dan X – ray tubehead bergerak mengelilingi pasien. X – ray tubehead berotasi
mengelilingi kepala pasien dengan satu arah ketika film berotasi pada arah berlawanan.
Pasien dapat berdiri atau duduk dengan posisi yang tidak berubah atau seimbang.
Sumber sinar – X dan tempat kaset bergerak bersamaan dan berlawanan satu sama lain.
Celah sempit pada tabung mengeluarkan sinar yang menembus dagu pasien mengenai
film yang berputar berturut – turut pada tiga sumbu rotasi, satu bumbu konsentris untuk
region anterior pada rahangnya (tepatnya disebelah insisivus pada regio premolar). Dan
dua sumbu rotasi eksentris untuk bagian samping rahang (tepatnya dibelakang molar
tiga kiri dan kanan). Pergerakan dari film dan tubehead menghasilkan gambar dari
sebuah proses disebut tomography.2
Persiapan dalam pembuat radiografi panoramik yaitu:
1. Pasien diminta untuk melepaskan seluruh persiapan anting, aksesoris rambut, gigi
palsu dan alat ortodonti yang dipakai.
2. Menjelaskan prosedur dan pergerakan alat.
3. Memakaikan pelindung apron, dengan thyroid collar, penggunaan apron harus
digunakan dibawah leher sehingga tidak menghalangi pergerakan alat saat
mengelilingi kepala.

10
4. Intruksikan pasien untuk berdiri atau duduk (setinggi mungkin), tulang punggung
harus lurus untuk mencegah bayangan putih yang muncul ditengah film
radiografi.
5. Intruksikan pasien untuk menggigit blok plastik.
6. Posisi tegak lurus midsagittal ke lantai, dan kepala tidak boleh miring.
7. Pasien diintruksikan untuk menutup bibir mereka dan menekan lidah ke palatum
dan jangan bergerak sampai alat berhenti berputar.2

Gambar. Hasil radiografi panoramik.

Gambar. Alat radiografi panoramik.

11
2.2.1.2 Sefalometri Lateral
Sefalometri adalah ilmu yang mempelajari pengukuran kuantitatif bagian-bagian
tertentu kepala untuk mendapatkan informasi tentang pola kraniofasial. Sefalometri
lebih banyak digunakan untuk mempelajari tumbuh kembang kompleks kraniofasial
kemudian berkembang sebagai sarana yang sangat berguna untuk mengevaluasi keadaan
klinis misalnya membantu menentukan diagnosis, merencanakan perawatan, menilai
hasil perawatan dalam bidang ortodonti. Untuk mendapatkan sefalogram yang terstandar
diperlukan prosedur pembuatan sefalogram yang sama. Umumnya diperlukan suatu
pembuatan sefalogram (sefalometer) yang terdiri dari sumber sinar, sefalostat untuk
fiksasi kepala pada letak yang ditentukan dan film yang diletakkan pada kaset untuk
menangkap bayangan kepala.3
Fungsi Radiografi Sefalometri Radiografi sefalometri mempunyai beberapa
kegunaan yakni:
a. Mempelajari pertumbuhan dari kraniofasial.
b. Untuk melakukan diagnosa/analisa kelainan kraniofasial.
c. Untuk mempelajari tipe wajah.
d. Klasifikasi abnormalitas skeletal dan dental serta tipe wajah.
e. Untuk evaluasi kasus-kasus yang telah dirawat (progress reports).
f. Pembuatan rencana perawatan.
g. Perkiraan arah pertumbuhan.
h. Sebagai alat bantu dalam riset yang melibatkan regio kranio-dento-fasial.3
Metode konvensional untuk menganalisis sebuah sefalogram tidak langsung
dilakukan pada sefalogram tersebut tetapi dilakukan tracing terlebih dahulu. Mula mula
ditentukan kontur skeletal dan jaringan lunak wajah kemudian ditentukan titik-titik
(anatomical landmark) yang diperlukan untuk garis analisis. Apabila dua titik
dihubungkan menghasilkan garis, dua garis yang berpotongan menghasilkan sudut.
Besar sudut dipelajari untuk menentukan apakah struktur anatomi tertentu, misalnya gigi
dan rahang terletak normal atau tidak normal. Pengukuran dilakukan pada hasil
penampakan tersebut dan kemudian dilakukan analisis sehingga menghasilkan ukuran
ukuran kraniofasial berupa ukuran linear atau angular.3

12
Gambar. Gambaran radiografi panoramik (kiri) dan gambaran radiografi cephalometric (kanan).

2.2.2 Radiografi Intraoral


Radiografi intraoral adalah radiografi yang memberi gambaran kondisi gigi dan jaringan
sekitar secara detail. Gambaran radiografi intraoral diperoleh dengan cara menempatkan film
ke dalam rongga mulut pasien dan kemudian dilakukan penyinaran. Radiografi intraoral
terbagi atas radiografi periapikal, interproksimal / bitewing dan oklusal. Radiografi intraoral
yang secara umum digunakan adalah radiografi periapikal dan radiografi
interproksimal/bitewing.2

2.2.2.1 Periapikal
Radiografi periapikal merupakan jenis radiografi intraoral yang bertujuan melihat
keseluruhan mahkota dan akar gigi (crown and root), tulang alveolar dan jaringan
sekitarnya. Radiografi periapikal memiliki beberapa kegunaan yaitu untuk mendeteksi
infeksi atau inflamasi periapikal, penilaian status periodontal, trauma yang melibatkan
gigi dan tulang alveolar, gigi yang tidak erupsi, keadaan dan letak gigi yang tidak erupsi,
penilaian morfologi akar sebelum ekstraksi, perawatan endodontik, penilaian sebelum
dilakukan tindakan operasi dan penilaian pasca operasi apikal, mengevaluasi kista
radikular secara lebih akurat dan lesi lain pada tulang alveolar serta evaluasi pasca
pemasangan implan. Ada dua teknik dalam pengambilan radiografi periapikal yaitu:
teknik paralel dan bisekting.2

13
A. Teknik Paralel
Teknik ini pada mulanya dikembangkan oleh Mc Cormack, telah
dibuktikan dan dipopulerkan oleh Fitzgerald. Teknik paralel dikenal juga sebagai
extension cone paralleling, right angle technique, long cone technique, true
radiograph merupakan teknik yang paling akurat dalam pembuatan radiografi
intraoral. Hal ini disebabkan karena pada teknik paralel pelaksanaan dan
standarisasinya sangat mudah dengan kualitas gambar yang dihasilkan bagus dan
distorsinya kecil.2,3
Teknik paralel dicapai dengan menempatkan film sejajar dengan aksis
panjang gigi kemudian film holder diletakkan untuk menjaga agar film tetap
sejajar dengan aksis panjang gigi. Pemusatan sinar-x diarahkan tegak lurus
terhadap gigi dan film. Teknik paralel bila dilakukan dengan benar akan
menghasilkan gambar dengan kualitas baik, validitas yang tinggi, akurasi linier
dan dimensi yang tinggi tanpa distorsi. Keuntungan dari teknik paralel adalah
tanpa distorsi, gambar yang dihasilkan sangat representatif dengan gigi
sesungguhnya, mempunyai validitas yang tinggi, posisi relatif dari reseptor
gambar sehingga berguna untuk beberapa pasien dengan cacat. Kerugian dari
teknik paralel adalah sulit dalam meletakkan film holder, terutama pada anak-
anak dan pasien yang mempunyai mulut kecil, pemakaian film holder mengenai
jaringan sekitarnya sehingga timbul rasa tidak nyaman pada pasien, dan
memposisikan film holder pada molar tiga bawah sangat sulit.2,3

Gambar. Teknik paralel.

14
B. Teknik Bisekting
Teknik bisekting adalah teknik lain yang dapat dilakukan selain teknik
paralel dalam pengambilan film periapikal. Teknik bisekting biasa digunakan
pada kasus-kasus kelainan anatomi seperti torus palatinus besar, palatum sempit,
dasar mulut dangkal, frenulum pendek, lebar lengkung rahang yang sempit atau
pada pasien anak yang kurang kooperatif. Film diletakkan ke dalam rongga mulut
dan diberikan blok gigitan untuk menahan film. Teknik bisekting dicapai dengan
menempatkan reseptor sedekat mungkin dengan gigi dan meletakan film
sepanjang permukaan lingual/ palatal pada gigi kemudian sinar-x diarahkan tegak
lurus (bentuk T) ke garis imajiner yang membagi sudut yang dibentuk oleh aksis
panjang gigi dan bidang film. Akan tetapi, teknik bisekting menghasilkan gambar
yang kurang optimal karena reseptor dan gigi tidak berada secara vertikal dengan
sinar-x. 18 Teknik ini memerlukan kepekaan dan ketelitian operator. Jika sudut
bisekting tidak benar, perpanjangan atau pemendekan akan terjadi.2
Keuntungan dari teknik bisekting adalah teknik ini dapat digunakan tanpa
film holder dan posisi yang cukup nyaman bagi pasien. Kerugian dari teknik
bisekting adalah distorsi mudah terjadi dan masalah angulasi (banyak angulasi
yang harus diperhatikan). Angulasi horizontal teknik bisekting pada daerah
maksila dan mandibula adalah insisivus sentral dan lateral dengan sudut
penyinaran 0°, kaninus dengan sudut penyinaran 45°sampai 65°, premolar
pertama, premolar kedua dan molar pertama dengan sudut penyinaran 70°sampai
80°, molar kedua dan ketiga dengan sudut penyinaran 80°sampai 90°. Angulasi
vertikal teknik bisekting pada daerah maksila adalah insisivus sentral, insisivus
lateral dan kaninus dengan sudut penyinaran +40° sampai +45°, premolar
pertama, premolar kedua dan molar pertama dengan sudut penyinaran +30°
sampai +35°, molar kedua dan molar ketiga dengan sudut penyinaran +20°
sampai +25°. Angulasi vertikal teknik bisekting pada daerah mandibula adalah
insisivus sentral, insisivus lateral dan kaninus dengan sudut penyinaran -15°
sampai -20°, premolar pertama, premolar kedua dan molar pertama dengan sudut
penyinaran -10°, molar kedua dan molar ketiga dengan sudut penyinaran -5°
sampai 0° sampai +5. Panjang cone standar dengan ukuran delapan inci dapat

15
digunakan dalam teknik bisekting. Bila radiografer ingin menggunakan long cone
maka panjang long cone yang digunakan berkisar dua belas sampai enam belas
inci (12-16 inci). Keuntungan memakai long cone dapat mengurangi citra
pembesaran dan mengurangi distorsi serta dapat memberikan gambaran anatomi
dan panjang gigi yang lebih akurat.2

Gambar. Teknik bisekting.

2.2.2.2 Interproksimal (Bitewing)


Teknik radiografi bitewing digunakan untuk memeriksa daerah interproksimal
gigi dan permukaan gigi yang meliputi mahkota dari maksila dan mandibula di daerah
interproksimal dan puncak alveolar dalam film yang sama. Pada teknik bitewing, film
ditempatkan sejajar dengan permukaan mahkota gigi maksila dan mandibula. Kemudian
pasien disuruh menggigit bitewing tab atau bitewing film holder dan sinarx diarahkan
diantara kontak dari gigi dengan sudut vertikal +5º sampai +10º.12,21,22 Film dapat
diposisikan secara horizontal atau vertikal tergantung pada daerah yang akan dilakukan
pengambilan radiografi. Pengambilan secara vertikal biasa digunakan untuk mendeteksi
kehilangan tulang sedangkan pengambilan secara horizontal biasa digunakan untuk
melihat mahkota, puncak alveolar, kavitas dan keberhasilan dari hasil perawatan.
Keuntungan dari teknik bitewing adalah dengan satu film dapat dipakai untuk memeriksa
gigi-gigi pada rahang atas dan rahang bawah sekaligus.3

16
G
a
m
b
a
r
.

Radiografi teknik bitewing.

2.2.2.3 Oklusal
Tipe radiografi oklusal ini bertujuan untuk melihat area yang lebih luas lagi yaitu
maksila atau mandibula dalam satu film dan film yang digunakan juga film khusus. Yang
bisa dilihat menggunakan teknik ini adalah melihat lokasi akar gigi, lokasi
supernumerary, tidak erupsi, atau gigi yang impaksi, salivary stone di saluran kelenjar
submandibular, serta memeriksa pasien dengan trismus dimana pasien tidak dapat
membuka mulut terlalu besar.3
Prinsip pada teknik ini adalah film diletakkan didalam mulut di antara permukaan
oklusal maksila dan mandibula. Film tersebut distabilkan dengan menggigit permukaan
film tersebut. Teknik ini juga terbagi dua, yaitu maksila oklusal proyeksi dan mandibula
oklusal proyeksi. Dimana maksila oklusal proyeksi terbagi lagi menjadi tiga jenis yaitu
topographic occlusal projection berguna untuk memeriksa palatum dan gigi anterior di
maksila, lateral (right/left) occlusal projection berguna untuk memeriksa akar molar di
palatal juga digunakan untuk melihat benda asing atau lesi di palatum, dan yang terakhir
yaitu pediatric occlusal projection berguna untuk memeriksa gigi anterior dan disarankan
untuk anak berumur 5 tahun atau di bawah 5 tahun. Kemudian mandibula oklusal
proyeksi juga terbagi lagi menjadi tiga, yaitu topographic occlusal projection berguna
untuk memeriksa gigi anterior di mandibula, cross-sectional occlusal projection berguna
untuk memeriksa bagian bukal dan lingual dari mandibula dan dapat juga digunakan
untuk melihat benda asing atau salivary stone di bagian dasar mulut, dan yang terakhir
pediatric occlusal projection digunakan untuk memeriksa gigi anterior.3

17
Gambar. Hasil radiografi oklusal

2.3 Gambaran Radiografi pada Kasus-Kasus Maloklusi Dental


2.3.1 Kasus 1
Pasien wanita berusia 34 tahun memiliki hasil anamnesa gigi-gigi depan atas dan bawah
maju dan berdesakan. Pemeriksaan ekstraoral menunjukkan profil wajah cembung, tonus otot
bibir normal, posisi bibir ketika istirahat terbuka. Pemeriksaan intra oral memperlihatkan
kebersihan mulut sedang, ukuran lidah sedang, bentuk lengkung gigi atas dan lengkung gigi
bawah parabola simetris. Susunan gigi anterior rahang atas dan rahang bawah berdesakan
disertai edge to edge bite pada gigi 12 terhadap 43. Overjet 0,75 mm dan overbite 2,20 mm.
Hubungan gigi molar pertama kanan dan kiri Kelas I Angle. Garis tengah rahang bawah
terhadap rahang atas tidak segaris, Insisivus atas bergeser ke kiri 3,25 mm dan insisivus
bawah bergeser ke kanan 2,10 mm.4
Berdasarkan hasil analisis sefalometri disimpulkan maloklusi skeletal kelas II dengan
bimaksiler protrusi dan bidental protrusi. Analisis jaringan lunak menunjukkan bibir atas dan
bawah lebih ke depan dari garis Steiner (protrusi). Diagnosis kasus pasien yaitu maloklusi
Angle klas I, tipe skeletal klas II dengan bimaksiler protrusi dan bidental protrusi, disertai
edge to edge bite dan midline RA bergeser ke kiri 3,25 mm dan RB bergeser ke kanan 2,10
mm, malrelasi dan malposisi gigi individual.4

18
Gambar. Rontgen OPG dan sefalogram sebelum melakukan perawatan ortodontik.

Gambar. Rontgen OPG dan sefalogram setelah 2 tahun perawatan ortodontik.

2.3.2 Kasus 2
Pasien laki-laki, usia 15 tahun memiliki keluhan gigi-gigi depan rahang bawah terasa
maju sehingga mengurangi rasa percaya diri. Bentuk muka mesoprosop asimetris, profil muka
cembung. Dagu sedikit menyimpang ke kanan dan terdapat clicking sendi temporomandibular
sisi kanan tetapi pasien tidak mengeluhkan sakit. Overjet -3 mm dan overbite 1,6 mm. Garis
tengah rahang atas dan rahang bawah tidak segaris, rahang bawah bergeser ke kanan ±0,7
mm. Relasi molar pertama dan relasi kaninus kanan dan kiri klas III. Terdapat cross bite

19
anterior, cross bite posterior bilateral, open bite anterior regio 12-22 terhadap 43-33, serta
edge to edge bite regio 13-23 terhadap 44-34.4
Pada saat relasi sentrik pasien tidak dapat memposisikan gigi menjadi hubungan edge to
edge. Riwayat perawatan gigi terdapat tumpatan pada gigi 14 namun sudah lepas sebagian.
Riwayat keluarga pasien memiliki orang tua dengan pola skeletal normal dan memiliki nenek
dengan rahang bawah maju, sehingga kemungkinan terdapat faktor genetik pada maloklusi
pasien. Analisis sefalometri menunjukkan pasien memiliki relasi skeletal klas III dengan
mandibula protrusif (SNA 82°, SNB 85°, ANB -3°). Analisis jaringan lunak memperlihatkan
posisi bibir bawah lebih maju daripada bibir atas terhadap garis S (Steiner) (bibir bawah-garis
S= 6mm, bibir atas-garis S= 2 mm).4
Diagnosis kasus pasien yaitu maloklusi Angle klas III dengan relasi skeletal klas III,
mandibula protrusif, disertai cross bite anterior, open bite anterior, edge to edge bite anterior,
cross bite posterior bilateral, dan pergeseran garis tengah rahang bawah ke kanan.4

Gambar. Sefalometri sebelum dan setelah 27 bulan perawatan ortodontik teknik Begg.

Gambar. 3. Foto panoramik sebelum dan setelah 27 bulan perawatan ortodontik teknik Begg.

20
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pengetahuan tentang anatomi kraniofasial diperlukan untuk interpretasi radiografi
sefalometrik. Radiografi intraoral secara umum terbagi 3 yaitu radiografi periapikal, bite-wing
dan oklusal. Radiografi ekstraoral yang umumnya digunakan adalah panoramik dan sefalometri
lateral. Semua teknik radiografi tersebut dapat digunakan untuk melihat kelainan maloklusi
dental tergantung kasusnya.

3.2 Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan apabila ada kesalahan dalam
penulisan makalah ini, kritik dan saran sangat kami harapkan. Atas perhatian para pembaca,
kami mengucapkan terima kasih.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Staley R.N dan Reske N.T. Essentials of Orthodontics Diagnosis and Treatment.
2. Whaites E. Essential of dental radiographic and radiology. Philadelphia : Elsevier; 2003.
pp. 75-109, 159.
3. Pramond R. Essentials of dental radiology. New Delhi : Jaypee; 2008. pp. 75- 90.
4. Bishara Samir E. Textbook of Orthodontic. Philadelphia: WB Saunders Company; 2001.
p.113-124

22

Anda mungkin juga menyukai