Pendahuluan
Tujuan dari paper ini adalah untuk menganalisa bagaimana paradigma utama dalam
hubungan internasional memandang aktor dalam politik dunia. Paper ini juga bertujuan
mengembangkan tipologi baru aktor non Negara untuk melengkapi hasil riset yang sudah ada
mengenai klasifikasi aktor non Negara dalam politik dunia.
Sejak akhir Perang Dunia II, Realisme yang identik dengan istilah power
mendominasi dalam dunia hubungan internasional. Ini dibuktikan dengan kemunculan
Neorealisme pada tahun 1980an. Pemikiran Realis berangkat dari pemikiran Thucydides
dalam Sejarah Perang Peloponesian yang diakui sebagai usaha pertama dalam menjelaskan
asal mula konflik internasional dalam istilah politik dinamika power. Meskipun merupakan
paradigma khusus, Realisme berkembang setelah Perang Dunia II sebagai penentang dari
pemikiran idealis yang mendominasi pada saat perang tersebut dimana mereka beranggapan
bahwa mengesampingkan tujuan adalah cara untuk mencegah terjadinya perang dunia lagi.
Meskipun asumsi ini tidak memunculkan basis yang ilmiah, mereka memiliki
perbandingan tertentu yang membuktikan bahwa mereka applicable terhadap problem
hubungan internasional. Mereka menyediakan langkah-langkah yang komprehensif yang siap
digunakan oleh mereka yang ingin mengerti dan sedang menghadapi kemungkinan ancaman
terhadap Negara mereka. Ini menjelaskan mengapa Realisme diterima sebagian besar warga
internasional sejak Perjanjian Westphalia melegitimasi sistem kenegaraan pada 1648.
Berdasarkan pandangan realis, actor dalam politik dunia didefinisikan dalam tiga
kriteria dasar kedaulatan, pengakuan kenegaraan, dan kontrol terhadap wilayah dan populasi.
Institusi internasional digunakan sebagai perpanjangan dari pengaruh dalam interaksi antar
Negara.
Dalam penelitiannya, Kjell Skjelbaek menemukan bahwa INGO bertambah dari 1012
pada tahun 1954 menjadi 1899 pada 1968. Penelitian ini dilengkapi dengan penelitian
Richard Mansbach yang mengatakan bahwa keterlibatan non-state actors juga meningkat.
Dia uga menemukan bahwa non-state actor lebih cenderung menyebabkan konflik daripada
aktor pemerintahan. Dari penelitian itulah, dia menyimpulkan bahwa Realist salah dalam
menggambarkan politik dunia. Realis mengabaikan diversitas dari non-state actor terkait
dengan politik dunia seperti halnya aktor birokratik.
Robert Keohane dan Joseph Nye memunculkan suatu asumsi yang merupakan model
yang ideal untuk membandingkan dan mengkontraskan pandangan ideal dan realis dalam
politik dunia yaitu dengan asumsi yang dikenal sebagai ‘Complex Interdependence’. Ini
semacam seperangkat channel yang menghubungkan masyarakat dalam artian antar Negara,
antar pemerintahan, dan relasi transnasional dengan agenda yang terdiri dari berbagai isu
yang tidak dikelompokkan dengan jelas dan hirarki yang konsisten dan dengan economic
interest yang pijakannya sama dengan military interest. Mereka mengklaim bahwa Negara
bukanlah aktor tunggal dalam politik dunia dan bukanlah aktor yang bersifat tunggal. Mereka
terdiri dari birokrasi yang bersaing. Memaksakan dirinya mungkin merupakan kebijakan
yang kurang efektif sekarang. Isu hirarki tradisional ndengan masalah militer / keamanan
yang mendominasi sektor ekonomi dan sosial sekarang digantikan dengan tidak adanya isu
yang jelas.
Dalam kondisi demikian, mereka melihat bahwa non-state actor menjadi mungkin
terlibat langsung dalam politik dunia. Tokoh ini penting bukan hanya karena aktivitas mereka
untuk mengejar interest-nya, tetapi juga segala tindakan mereka membuat peraturan
pemerintah di berbagai Negara menjadi lebih sensitive antara satu dengan lainnya.
Pada tahun 1970-an, rentetan serangan berkelanjutan pada asumsi utama Realisme
tampaknya untuk memprediksi kematian paradigma realis. Namun, sejumlah peristiwa dan
perkembangan pada akhir tahun 1970-an dan awal tahun 1980-an menunjukkan di mata
banyak pengamat bahwa prinsip dasar Realisme masih sangat relevan dengan analisis politik
dunia, misalnya peningkatan ketegangan negara Timur-Barat dan kelanjutan lengan dinamis
negara Soviet-Amerika, intervensi militer dan kontra-intervensi oleh negara adidaya di
Afrika, Amerika Tengah, dan Asia Barat Daya. Contoh yang relevan lainnya adalah Yom
Kippur dan perang Iran-Irak. Selain itu, lembaga-lembaga internasional tidak berhasil dalam
melawan dan membentuk kembali kepentingan negara. Sebaliknya, mereka terlalu sering
dihentikan oleh negara Timur-Barat dan perselisihan Utara-Selatan. Akhirnya, proses
integrasi di Eropa Barat menjadi perundingan antar pemerintah lagi, dan demokrasi harus
berurusan dengan konflik perdagangan dan moneter yang serius serta kontroversi yang tajam
atas hubungan ekonomi dengan Uni Soviet. Seiring dengan kebutuhan untuk mengevaluasi
kembali konsepsi Realisme sehingga mencakup penjelasan tentang dimensi ekonomi AS
dalam menghegemoni peristiwa dan perkembangan, disebutkan hanya menyebabkan
kebangkitan Realisme dibawah samaran baru Neorealisme.
Pada dasarnya, pendekatan Waltz untuk aktor non-negara tidak berbeda secara radikal
dari Realisme klasik. Untuk memahaminya ialah dengan memahami 'sistematisasi' Realisme
klasiknya menjadi teori sistemik. Proposisi dari teori sistemik menentukan hubungan antara
aspek-aspek tertentu dari sistem dan perilaku aktor. Sistem-sistem teori, menurut Waltz,
adalah 'teori-teori yang menjelaskan bagaimana organisasi di dunia bertindak sebagai
penghambat dan pembuang yang bersifat memaksa dalam unit interaksi di dalamnya.
Dengan demikian kendala struktural sistem internasional lah yang akan menjelaskan
perilaku unit, bukan justru sebaliknya. Berbeda dengan pendekatan perilaku dan reduksionis
yang mencoba menjelaskan politik internasional dalam hal pelaku utamanya, struktural
Realisme menghitung perilaku unit sebaik perhitungan yang dilakukan oleh pihak
internasional dalam hal karakter dari sistem atau perubahan di dalamnya. Menurut Waltz,
sebuah sistem terdiri dari struktur dan unit yang saling berinteraksi. Struktur sistem
internasional ditandai baik oleh anarki maupun oleh interaksi antar unit-unit seperti negara.
Negara harus diperlakukan sebagai sebuah unit karena tujuan mereka sama.
Dalam memperdebatkan pilihannya atas negara sebagai unit dari sebuah sistem, Waltz
berpendapat bahwa struktur internasional harus didefinisikan bukan oleh semua aktor di
dalamnya tetapi hanya dengan orang-orang besar saja. Menurutnya, hal tersebut merupakan
unit kemampuan terbesar yang akan 'mengatur adegan aksi bagi orang lain serta bagi diri
mereka sendiri. Ini mensyaratkan bahwa aktor yang paling kuat akan menentukan struktur
dari sistem internasional. Menurut Waltz, politik internasional seperti ekonomi, dimana
struktur pasar didefinisikan dengan jumlah perusahaan yang bersaing di dalamnya.
Neorealisme, seperti yang diuraikan oleh Waltz, menegaskan asumsi utama realis
pada dasar ilmiah yang lebih asli. Ini menentang upaya pluralis untuk menarik perhatian
terhadap perubahan dalam sistem internasional dengan menawarkan teori yang elegan dan
berbelit-belit dari tindakan negara. Menurut neorealists sifat kekuasaan mungkin telah
berubah, tetapi bukan pada penggunaan yang mana kekuasaan tersebut secara tradisional
telah dimasukkan. Sementara pluralis terdahulu telah menunjukkan perubahan tertentu dalam
dunia politik, khususnya meningkatnya keterlibatan aktor-aktor non-negara, mereka tidak
menempatkan transformasi ini dalam kerangka teoritis terintegrasi. Sebagai Sullivan
menentang, pluralis harus 'tertarik dalam menjelaskan perubahan seperti hanya menunjuk
mereka keluar.
Gagasan dasar dari sebuah sistem aktor campuran memerlukan suatu gerakan
menjauh dari asumsi homogenitas sehubungan dengan jenis aktor dan, karena itu, mundur
dari dalil negara sebagai unit fundamental dalam politik dunia. membayangkan sebuah situasi
dimana beberapa jenis kuantitatif berbeda dari interaksi aktor dalam tidak adanya pola
menetap dari dominasi kepatuhan atau hubungan hirarkis.
Sedangkan model aktor campuran Young melanjutkan pada titik yang sangat menarik
dari pengembangan model paradigma baru yang didasarkan pada berbagai aktor-ia tidak
berhasil dalam mengembangkan teori umum yang sebenarnya dari sistem aktor campuran.
Sebuah upaya yang paling inspiratif untuk menyajikan teori tersebut atau
mengkonseptualisasi ulang politik dunia baru-baru ini dilakukan oleh James Rosenau yang
merupakan salah satu juru bicara paling berpengaruh untuk perubahan dalam model
konvensional dari sistem internasional dan melanggar jauh dari apa yang disebutnya 'penjara
konseptual' dari paradigma state sentris. Rosenau mengambil 'Model aktor campuran' Young
serta upaya pluralis lainnya yang sebelumnya telah selangkah lebih maju. Dengan membawa
banyak perkembangan bersama-sama sebelumnya, ia menyajikan sebuah paradigma terpadu
untuk analisis sistem internasional dimana aktor non-negara merupakan peserta langsung.
Sementara dua dunia dapat dipisahkan untuk kejelasan analitis, mereka tidak berarti
saling eksklusif. Rosenau berpendapat bahwa tumpang tindih antara dua dunia yang melekat
dalam struktur sistem global akibat tumbuhnya rasa saling ketergantungan politik pasca-
industri dan lebih khusus lonjakan dalam kegiatan transnasional. Di dunia state sentris
terkadang ditandai oleh interaksi negara-negara seperti kunjungan antara pemimpin negara.
Dunia multi sentris juga dapat melihat interaksi antara aktor kedaulatan bebas lepas dari
dunia state sentris, seperti ketika sebuah organisasi profesional menyediakan keahlian untuk
klien. Pada kebanyakan kasus, pelaku dalam satu dunia akan terpengaruh oleh pelaku yang
lain. Rosenau berpendapat, 'intinya adalah untuk membedakan antara dua set terpisah pelaku
yang kompleks yang tumpang tindih dan berinteraksi bahkan ketika mereka juga
mempertahankan kemerdekaan tingkat tinggi'.
Konsepsi dua dunia James Rosenau menyajikan sistem internasional di mana aktor
negara dan non-negara hidup berdampingan. Dalam pengertian ini modelnya menawarkan
upaya menarik untuk merumuskan teori umum hubungan internasional karena mengambil
langkah pertama dalam penggabungan realis dan elemen pluralis menjadi satu kerangka
teoritis. Kelemahan utama dari karyanya adalah bahwa ia tidak menjelaskan tipologi jelas
aktor-aktor internasional. Sementara mengakui keragaman tumbuh dan pentingnya
kedaulatan pelaku bebas didunia multi sentris, ia tidak secara jelas membedakan berbagai
kategori aktor non-negara. Ini sebenarnya salah satu kekurangan utama dari paradigma
pluralis pada umumnya. Beberapa sarjana setuju tentang apakah unit harus dimasukkan
dalam rubrik aktor non-negara.
Tipologi aktor non Negara
Untuk memperdalam analisis mengenai aktor dalam politik internasional, tidak cukup
hanya dengan mengklasifikasi aktor melalui perspektif paradigma. Penting bagi ilmuwan
sosial untuk mengklasifikasi aktor dalam politik dunia dari segi aktor non Negara. Penjelasan
berikut merupakan klasifikasi dari organisasi transnasional dan perbedaan aktor yang terlibat,
terutama penjelasan mengenai bentuk aktor non Negara.
Penjelasan umum mengenai aktor dalam politik dunia, menurut Evans dan Newnham
aktor adalah setiap entitas yang berkontribusi dan dapat diidentifikasi dalam hubungan lintas
batas Negara. Aktor dalam politik internasional juga harus memiliki pengaruh, peran, dan
otonomi. Brian Hocking dan Michael Smith mendefinisikan aktor pada state centric: aktor
haru memiliki kedaulatan, pengakuan dari Negara lain, dan control atas masyarakat di
wilayah tertentu.
Selain definisi diatas, terdapat tiga kriteria alternative yaitu, otonomi, representasi dan
pengaruh. Otonomi mengacu pada derajat kebebasan bertindak dan memposisikan diri dalam
meraih tujuan. Representasi mengacu pada adanya pihak yang diwakili oleh aktor tersebut.
Pengaruh mengacu pada kemampuan aktor dalam membuat perubahan mengenai konteks
dalam isu tertentu.
Aktor non Negara memiliki kriteria dan anatomi yang berbeda pada setiap aktor.
Penjelasan berikut akan menerangkan bentuk perbedaan tersebut.
Terdapat dua perbedaan mendasar dalam bentuk aktor non Negara yaitu, International
Government Organizations (IGOs) dan International non-govermental Organizations
(INGOs). Kedua bentuk ini memiliki keanggotaan lebih dari satu Negara. IGO didefinisikan
sebagai struktur institusi yang dibentuk oleh persetujuan antara dua atau lebih Negara yang
berdaulat untuk menghasilkan relasi politik yang reguler. IGO mewakili badan pemerintah
suatu Negara. INGO juga memiliki anggota berupa Negara tapi tidak mewakili badan
pemerintah. Organisasi ini tidak bertujuan profit yang anggotanya dapat berupa individu atau
kelompok masyarakat. Perbedaan kedua tipologi iini kadang tidak jelas karena beberapa
organisasi internasional mengizinkan untuk mewakili aktor pemerintah dan non pemerintah.
Terdapat dua kategori aktor internasional yang fungsinya hamper mirip dengan
INGO dan diklasifikasikan sebagai TNO yaitu badan keagamaan dan perusahaan. Hal ini
menurut Jacobson paling tepat menggambarkan TNO. Definisi TNO dapat juga dibagi dalam
dua blok yaitu definisi dari Keohane/Nye dan Huntington/Jacobson.
Selain itu, James Rosenau juga membuat kategori TNO. rosenau tidak membuat
definisi yang jelas tapi memberikan epat contoh TNO yaitu, Perserikatan bangsa-bangsa,
kerjasama antar Negara seperti NATO, aosiasi non pemerintah seperti international political
science organization, dan bank swasta. Kategori ini sangat membatasi dalam definisi karena
hanya membuat empat kategori, IGO, INGO, dan organisasi profit.
Philip Taylor mengkategorikan TNO sebagai aktor non Negara sebagai unit yang
melintas batas Negara, dapat berupa individu atau kelompok yang ada di Negara yang
berbeda dan terorganisir secara formal. Taylor memisahkan unit antara IGO dan INGO dan
mengelompokkannya dalam perbedaan letak geografi, regional dan supraregional. Taylor
juga membagi fungsi dari TNO menjadi empat ketgori umum, ekonomi, politik, keamanan
dan budaya.
2.3 Menuju Tipologi Baru Dari Aktor non Negara dalam Politik Dunia
Hocking dan Smith membagi kriteria aktor menjadi Negara dan non Negara. Aktor
non Negara digambarkan sebagai aktor yang tidak berdaulat atau entitas non Negara. Aktor
non Negara kemudian dibedakan menjadi dua yaitu, IGO dan TNO. IGO di definisikan
sebagai institusi yang memiliki struktur yang dibentuk melalui nteraksi resmi antar Negara.
TNO didefinisikan sebagai hubungan lintas Negara yang terinstitusionalisasi. Hal ini
menggambarkan hubungan antara masyarakat suatu Negara mencakup individu, kelompok,
organisasi, dan komunitas yang melintas batas Negara.
Kesimpulan
Tulisan ini mencoba menjelaskan dan mengklasifikasikan tipologi dari aktor transnasional,
baik dari segi paradigma, aktor, maupun keanggotaan. Perbedaan di tiap tipologi aktor
transnasional menggambarkan tujuan dari kehadiran mereka dalam politik internasional.
Setiap kriteria aktor dan organisasi juga menjelaskan cakupan kerja mereka dalam politik
internasional. Dengan adanya studi mengenai tipoligi ini maka dapat menjadi arah riset di
masa depan.