Anda di halaman 1dari 10

ANALISA AKTOR NON NEGARA DALAM POLITIK DUNIA

Pendahuluan

Tujuan dari paper ini adalah untuk menganalisa bagaimana paradigma utama dalam
hubungan internasional memandang aktor dalam politik dunia. Paper ini juga bertujuan
mengembangkan tipologi baru aktor non Negara untuk melengkapi hasil riset yang sudah ada
mengenai klasifikasi aktor non Negara dalam politik dunia.

1. Aktor dalam politik dunia: pendekatan teoritik

1.1 Aktor dalam Paradigma Realisme Klasik

Sejak akhir Perang Dunia II, Realisme yang identik dengan istilah power
mendominasi dalam dunia hubungan internasional. Ini dibuktikan dengan kemunculan
Neorealisme pada tahun 1980an. Pemikiran Realis berangkat dari pemikiran Thucydides
dalam Sejarah Perang Peloponesian yang diakui sebagai usaha pertama dalam menjelaskan
asal mula konflik internasional dalam istilah politik dinamika power. Meskipun merupakan
paradigma khusus, Realisme berkembang setelah Perang Dunia II sebagai penentang dari
pemikiran idealis yang mendominasi pada saat perang tersebut dimana mereka beranggapan
bahwa mengesampingkan tujuan adalah cara untuk mencegah terjadinya perang dunia lagi.

Perang Dunia II membawa perspective Realis dalam pikiran orang Anglo-Amerika


dalam kacah internasional. Pencarian hegemoni dan penaklukan dunia yang dilakukan oleh
nazi mengundang pertanyaan tentang fungsi institusi internasional dan menekankan pada
peran power dalam politik dunia. Secara umum, dipercaya bahwa legalistic yang naif dan
premis moralistik yang diusung oleh kaum idealis justru merupakan penyebab Perang Dunia
II. Contohnya adalah konsep collective security. Meskipun idealis masih diterima beberapa
orang (terbukti dengan kemunculan PBB), namun pendekatan realis menggantikannya setelah
Perang Dingin muncul. Hampir semua Negara berpendapat bahwa perdamaian dunia harus
diusahakan, tidak semata dicegah, namun melalui usaha militer.

Perkembangan Realisme sebagai paradigm khusus semakin jelas dalam karya E. H.


Carr, dan Morgenthau yang menentang kaum idealis dan penulis beraliran liberal dengan apa
yang ia sebut “political Realis”. Berdasarkan pendapat Keohane, Realis Klasik ini memiliki 3
asumsi dasar: Asumsi statecentric dimana Negara adalah aktor utama dan terpenting dalam
politik dunia. Asumsi Rasionalitas dimana Negara dianalisa sebagai aktor yang rasional dan
kesatuan. Asumsi Power dimana Negara memprioritaskan pencarian power, terutama militer,
yang berguna untuk dirinya sendiri.

Meskipun asumsi ini tidak memunculkan basis yang ilmiah, mereka memiliki
perbandingan tertentu yang membuktikan bahwa mereka applicable terhadap problem
hubungan internasional. Mereka menyediakan langkah-langkah yang komprehensif yang siap
digunakan oleh mereka yang ingin mengerti dan sedang menghadapi kemungkinan ancaman
terhadap Negara mereka. Ini menjelaskan mengapa Realisme diterima sebagian besar warga
internasional sejak Perjanjian Westphalia melegitimasi sistem kenegaraan pada 1648.

Kunci untuk memahami Realisme terletak pada konsep power. Morgenthau


berpendapat bahwa politik internasional adalah struggle for power yang berarti
mempertahankan, menambah dan mendemonstrasikan power. Power juga dianggap sebagai
aktor penting. Ukuran yang jelas dari power suatu Negara adalah kekuatan militernya. Karena
power sangatlah penting, agenda sistem dunia didominasi oleh security concern. Negara
dengan pemerintahnya dianggap sebagai saru kesatuan yang berinteraksi dengan Negara lain
dalam lingkungan yang anarki. Pemerintah berlaku rasional dengan mengkalkulasikan cost
and benefit dari semua altenative policies dan memilih mana yang paling memaksimalkan
interest-nya.

Berdasarkan pandangan realis, actor dalam politik dunia didefinisikan dalam tiga
kriteria dasar kedaulatan, pengakuan kenegaraan, dan kontrol terhadap wilayah dan populasi.
Institusi internasional digunakan sebagai perpanjangan dari pengaruh dalam interaksi antar
Negara.

1.1 Aktor dalam Paradigma Liberal-Pluralis

Pertumbuhan non-state actors, multinational corporation, international institution,


dan organisasi transnasional di akhir periode Perang Dunia II membuat konsep statecentric
dipertanyakan.Dengan revolusi teknologi dalam komunikasi dan transportasi, politik global
dicirikan dengan tumbuhnya saling ketergantungan, persebaran transnasionalisme, dan
munculnya isu global baru yang meliputi bidang ekonomi, budaya, dan ranah teknis.
Muncullah Liberal-Puralis yang mencari paradigma pluralistik alternatif untuk menilai
kompleksitas dan transformasi dari Negara modern.
Dalam esainya, Robert Keohane dan Joseph Nye meneliti fenomena interaksi
transnasionalisme yang mereka definisikan sebagai pergerakan benda berwujud atau tidak
berwujud yang melewati batas Negara yang dilakukan oleh satu aktor yang bukan Negara.
Mereka menyimpulkan bahwa Negara bukan satu-satunya aktor penting dan juga bukan
sekedar gatekeeper.

Dalam penelitiannya, Kjell Skjelbaek menemukan bahwa INGO bertambah dari 1012
pada tahun 1954 menjadi 1899 pada 1968. Penelitian ini dilengkapi dengan penelitian
Richard Mansbach yang mengatakan bahwa keterlibatan non-state actors juga meningkat.
Dia uga menemukan bahwa non-state actor lebih cenderung menyebabkan konflik daripada
aktor pemerintahan. Dari penelitian itulah, dia menyimpulkan bahwa Realist salah dalam
menggambarkan politik dunia. Realis mengabaikan diversitas dari non-state actor terkait
dengan politik dunia seperti halnya aktor birokratik.

Robert Keohane dan Joseph Nye memunculkan suatu asumsi yang merupakan model
yang ideal untuk membandingkan dan mengkontraskan pandangan ideal dan realis dalam
politik dunia yaitu dengan asumsi yang dikenal sebagai ‘Complex Interdependence’. Ini
semacam seperangkat channel yang menghubungkan masyarakat dalam artian antar Negara,
antar pemerintahan, dan relasi transnasional dengan agenda yang terdiri dari berbagai isu
yang tidak dikelompokkan dengan jelas dan hirarki yang konsisten dan dengan economic
interest yang pijakannya sama dengan military interest. Mereka mengklaim bahwa Negara
bukanlah aktor tunggal dalam politik dunia dan bukanlah aktor yang bersifat tunggal. Mereka
terdiri dari birokrasi yang bersaing. Memaksakan dirinya mungkin merupakan kebijakan
yang kurang efektif sekarang. Isu hirarki tradisional ndengan masalah militer / keamanan
yang mendominasi sektor ekonomi dan sosial sekarang digantikan dengan tidak adanya isu
yang jelas.

Dalam kondisi demikian, mereka melihat bahwa non-state actor menjadi mungkin
terlibat langsung dalam politik dunia. Tokoh ini penting bukan hanya karena aktivitas mereka
untuk mengejar interest-nya, tetapi juga segala tindakan mereka membuat peraturan
pemerintah di berbagai Negara menjadi lebih sensitive antara satu dengan lainnya.

Mereka memprediksi bahwa nantinya Negara akan menggunakan institusi


internasional dan aktor transnasional untuk memperoleh power, di samping penguatan
militer. Ini tidak selalu berlaku, tergantung pada situasinya. Terkadang suatu fenomena
terjadi diantara Realis dan Complex Interdependence. Realis mungkin superior dalam
menjelaskan fenomena, tetapi seringkali Complex Interdependence menggambarkan realitas
yang lebih akurat dan bahkan mencirikan sluruh hubungan dari Negara tertentu

1.3 Neorealisme dan Aktor dalam Politik Internasional

Pada tahun 1970-an, rentetan serangan berkelanjutan pada asumsi utama Realisme
tampaknya untuk memprediksi kematian paradigma realis. Namun, sejumlah peristiwa dan
perkembangan pada akhir tahun 1970-an dan awal tahun 1980-an menunjukkan di mata
banyak pengamat bahwa prinsip dasar Realisme masih sangat relevan dengan analisis politik
dunia, misalnya peningkatan ketegangan negara Timur-Barat dan kelanjutan lengan dinamis
negara Soviet-Amerika, intervensi militer dan kontra-intervensi oleh negara adidaya di
Afrika, Amerika Tengah, dan Asia Barat Daya. Contoh yang relevan lainnya adalah Yom
Kippur dan perang Iran-Irak. Selain itu, lembaga-lembaga internasional tidak berhasil dalam
melawan dan membentuk kembali kepentingan negara. Sebaliknya, mereka terlalu sering
dihentikan oleh negara Timur-Barat dan perselisihan Utara-Selatan. Akhirnya, proses
integrasi di Eropa Barat menjadi perundingan antar pemerintah lagi, dan demokrasi harus
berurusan dengan konflik perdagangan dan moneter yang serius serta kontroversi yang tajam
atas hubungan ekonomi dengan Uni Soviet. Seiring dengan kebutuhan untuk mengevaluasi
kembali konsepsi Realisme sehingga mencakup penjelasan tentang dimensi ekonomi AS
dalam menghegemoni peristiwa dan perkembangan, disebutkan hanya menyebabkan
kebangkitan Realisme dibawah samaran baru Neorealisme.

Pada dasarnya, pendekatan Waltz untuk aktor non-negara tidak berbeda secara radikal
dari Realisme klasik. Untuk memahaminya ialah dengan memahami 'sistematisasi' Realisme
klasiknya menjadi teori sistemik. Proposisi dari teori sistemik menentukan hubungan antara
aspek-aspek tertentu dari sistem dan perilaku aktor. Sistem-sistem teori, menurut Waltz,
adalah 'teori-teori yang menjelaskan bagaimana organisasi di dunia bertindak sebagai
penghambat dan pembuang yang bersifat memaksa dalam unit interaksi di dalamnya.

Dengan demikian kendala struktural sistem internasional lah yang akan menjelaskan
perilaku unit, bukan justru sebaliknya. Berbeda dengan pendekatan perilaku dan reduksionis
yang mencoba menjelaskan politik internasional dalam hal pelaku utamanya, struktural
Realisme menghitung perilaku unit sebaik perhitungan yang dilakukan oleh pihak
internasional dalam hal karakter dari sistem atau perubahan di dalamnya. Menurut Waltz,
sebuah sistem terdiri dari struktur dan unit yang saling berinteraksi. Struktur sistem
internasional ditandai baik oleh anarki maupun oleh interaksi antar unit-unit seperti negara.
Negara harus diperlakukan sebagai sebuah unit karena tujuan mereka sama.

Dalam memperdebatkan pilihannya atas negara sebagai unit dari sebuah sistem, Waltz
berpendapat bahwa struktur internasional harus didefinisikan bukan oleh semua aktor di
dalamnya tetapi hanya dengan orang-orang besar saja. Menurutnya, hal tersebut merupakan
unit kemampuan terbesar yang akan 'mengatur adegan aksi bagi orang lain serta bagi diri
mereka sendiri. Ini mensyaratkan bahwa aktor yang paling kuat akan menentukan struktur
dari sistem internasional. Menurut Waltz, politik internasional seperti ekonomi, dimana
struktur pasar didefinisikan dengan jumlah perusahaan yang bersaing di dalamnya.

Dalam kritiknya terhadap upaya pluralis transnasional dan lainnya, bagaimanapun,


Waltz memunculkan ide penting. Dia menentang tantangan untuk paradigma state sentris
dengan mengatakan bahwa 'penyelidik fenomena transnasional telah mengembangkan tidak
ada teori yang jelas atas pokok persoalan atau politik internasional mereka pada umumnya.
Robert Keohane mencocokan kritik tersebut dengan menunjukkan bahwa untuk konsep-
konsep seperti 'hubungan transnasional' menjadi berharga, teori umum dari politik dunia
dibutuhkan.

Neorealisme, seperti yang diuraikan oleh Waltz, menegaskan asumsi utama realis
pada dasar ilmiah yang lebih asli. Ini menentang upaya pluralis untuk menarik perhatian
terhadap perubahan dalam sistem internasional dengan menawarkan teori yang elegan dan
berbelit-belit dari tindakan negara. Menurut neorealists sifat kekuasaan mungkin telah
berubah, tetapi bukan pada penggunaan yang mana kekuasaan tersebut secara tradisional
telah dimasukkan. Sementara pluralis terdahulu telah menunjukkan perubahan tertentu dalam
dunia politik, khususnya meningkatnya keterlibatan aktor-aktor non-negara, mereka tidak
menempatkan transformasi ini dalam kerangka teoritis terintegrasi. Sebagai Sullivan
menentang, pluralis harus 'tertarik dalam menjelaskan perubahan seperti hanya menunjuk
mereka keluar.

1.4 Perspektif Aktor-Campuran

Gagasan dasar dari sebuah sistem aktor campuran memerlukan suatu gerakan
menjauh dari asumsi homogenitas sehubungan dengan jenis aktor dan, karena itu, mundur
dari dalil negara sebagai unit fundamental dalam politik dunia. membayangkan sebuah situasi
dimana beberapa jenis kuantitatif berbeda dari interaksi aktor dalam tidak adanya pola
menetap dari dominasi kepatuhan atau hubungan hirarkis.

Young juga menunjukkan meningkatnya kompleksitas dan dinamisme dari sistem


internasional sebagai faktor penting dalam kontemporer politik makro. Model Young,
bagaimanapun, tidak berarti runtuhnya sebuah negara. Dia berpendapat bahwa ada setiap
alasan untuk menganggap bahwa kedua negara dan liga bangsa-bangsa akan terus menduduki
posisi-posisi penting dalam sistem politik dunia. Baginya menyinggung pertanyaan utama
untuk proposisi empiris yang menyatakan sedang dalam proses surut dari peran sebelumnya
sebagai unit yang dominan dalam sistem untuk peran baru yang bersifat penting, tetapi tidak
dominan, aktor dalam politik dunia. Melalui proposisi ini, Young langsung menantang
prinsip-prinsip negara terkait actorness yaitu kedaulatan, legitimasi, pengakuan, representasi
internasional dan kontrol, dan penggunaan kekuatan.

Sedangkan model aktor campuran Young melanjutkan pada titik yang sangat menarik
dari pengembangan model paradigma baru yang didasarkan pada berbagai aktor-ia tidak
berhasil dalam mengembangkan teori umum yang sebenarnya dari sistem aktor campuran.
Sebuah upaya yang paling inspiratif untuk menyajikan teori tersebut atau
mengkonseptualisasi ulang politik dunia baru-baru ini dilakukan oleh James Rosenau yang
merupakan salah satu juru bicara paling berpengaruh untuk perubahan dalam model
konvensional dari sistem internasional dan melanggar jauh dari apa yang disebutnya 'penjara
konseptual' dari paradigma state sentris. Rosenau mengambil 'Model aktor campuran' Young
serta upaya pluralis lainnya yang sebelumnya telah selangkah lebih maju. Dengan membawa
banyak perkembangan bersama-sama sebelumnya, ia menyajikan sebuah paradigma terpadu
untuk analisis sistem internasional dimana aktor non-negara merupakan peserta langsung.

Rosenau berpendapat bahwa era sekarang ditandai dengan beberapa perubahan


mendasar dan mendalam dalam fungsi politik dunia didorong oleh dampak teknologi modern
dan perluasan kemampuan analisis masyarakat. Sejak Perang Dunia II, dunia telah secara
bertahap memasuki periode baru, era pasca-industri, yang ditandai dengan gejolak politik dan
kompleksitas yang tinggi dan dimana pola simultan perubahan dan kontinuitas sedang
bekerja. Sebagai model tradisional realis tidak bisa lagi efektif memperhitungkan perubahan
dalam sistem internasional, Rosenau menetapkan dasar untuk melangkah diluar paradigma
sistem negara dan membingkai satu alternatif yang akan digunakan untuk menilai indikator
awal yang baru, jika secara struktural tidak koheren, bentuk dari tatanan dunia.
Pada tingkat teoritis, Rosenau berpendapat bahwa saling ketergantungan yang lebih
besar dari sistem internasional dan peningkatan kapasitas interaksi yang sejalan dengan itu
telah menyebabkan bifurkasi politik global ke dalam apa yang penulis sebut 'dua dunia dari
politik dunia: otonomi multi sentris dunia terdiri dari pelaku kedaulatan bebas yang sekarang
hidup berdampingan, bersaing dan berinteraksi dengan dunia lama state sentris ditandai oleh
negara dan interaksi mereka. Menurut Rosenau, dunia multi sentris dapat dikatakan ada
karena pentingnya aktor ditentukan oleh kemampuan mereka untuk memulai dan
mempertahankan tindakan bukan dengan status hukum atau kedaulatan. Meskipun mereka
berada dalam yurisdiksi negara, pelaku kedaulatan bebas dari dunia multi sentris dapat
menghindari kendala negara dan mengejar tujuan mereka sendiri. Kepatuhan terhadap aturan
state sentris sebagian besar bersifat formalistik.

Sementara dua dunia dapat dipisahkan untuk kejelasan analitis, mereka tidak berarti
saling eksklusif. Rosenau berpendapat bahwa tumpang tindih antara dua dunia yang melekat
dalam struktur sistem global akibat tumbuhnya rasa saling ketergantungan politik pasca-
industri dan lebih khusus lonjakan dalam kegiatan transnasional. Di dunia state sentris
terkadang ditandai oleh interaksi negara-negara seperti kunjungan antara pemimpin negara.
Dunia multi sentris juga dapat melihat interaksi antara aktor kedaulatan bebas lepas dari
dunia state sentris, seperti ketika sebuah organisasi profesional menyediakan keahlian untuk
klien. Pada kebanyakan kasus, pelaku dalam satu dunia akan terpengaruh oleh pelaku yang
lain. Rosenau berpendapat, 'intinya adalah untuk membedakan antara dua set terpisah pelaku
yang kompleks yang tumpang tindih dan berinteraksi bahkan ketika mereka juga
mempertahankan kemerdekaan tingkat tinggi'.

Konsepsi dua dunia James Rosenau menyajikan sistem internasional di mana aktor
negara dan non-negara hidup berdampingan. Dalam pengertian ini modelnya menawarkan
upaya menarik untuk merumuskan teori umum hubungan internasional karena mengambil
langkah pertama dalam penggabungan realis dan elemen pluralis menjadi satu kerangka
teoritis. Kelemahan utama dari karyanya adalah bahwa ia tidak menjelaskan tipologi jelas
aktor-aktor internasional. Sementara mengakui keragaman tumbuh dan pentingnya
kedaulatan pelaku bebas didunia multi sentris, ia tidak secara jelas membedakan berbagai
kategori aktor non-negara. Ini sebenarnya salah satu kekurangan utama dari paradigma
pluralis pada umumnya. Beberapa sarjana setuju tentang apakah unit harus dimasukkan
dalam rubrik aktor non-negara.
Tipologi aktor non Negara

Untuk memperdalam analisis mengenai aktor dalam politik internasional, tidak cukup
hanya dengan mengklasifikasi aktor melalui perspektif paradigma. Penting bagi ilmuwan
sosial untuk mengklasifikasi aktor dalam politik dunia dari segi aktor non Negara. Penjelasan
berikut merupakan klasifikasi dari organisasi transnasional dan perbedaan aktor yang terlibat,
terutama penjelasan mengenai bentuk aktor non Negara.

2.1 Definisi Aktor dalam Politik Dunia

Penjelasan umum mengenai aktor dalam politik dunia, menurut Evans dan Newnham
aktor adalah setiap entitas yang berkontribusi dan dapat diidentifikasi dalam hubungan lintas
batas Negara. Aktor dalam politik internasional juga harus memiliki pengaruh, peran, dan
otonomi. Brian Hocking dan Michael Smith mendefinisikan aktor pada state centric: aktor
haru memiliki kedaulatan, pengakuan dari Negara lain, dan control atas masyarakat di
wilayah tertentu.

Selain definisi diatas, terdapat tiga kriteria alternative yaitu, otonomi, representasi dan
pengaruh. Otonomi mengacu pada derajat kebebasan bertindak dan memposisikan diri dalam
meraih tujuan. Representasi mengacu pada adanya pihak yang diwakili oleh aktor tersebut.
Pengaruh mengacu pada kemampuan aktor dalam membuat perubahan mengenai konteks
dalam isu tertentu.

2.2 Tipologi Aktor non Negara

Aktor non Negara memiliki kriteria dan anatomi yang berbeda pada setiap aktor.
Penjelasan berikut akan menerangkan bentuk perbedaan tersebut.

2.2.1 Perbedaan IGO/INGO

Terdapat dua perbedaan mendasar dalam bentuk aktor non Negara yaitu, International
Government Organizations (IGOs) dan International non-govermental Organizations
(INGOs). Kedua bentuk ini memiliki keanggotaan lebih dari satu Negara. IGO didefinisikan
sebagai struktur institusi yang dibentuk oleh persetujuan antara dua atau lebih Negara yang
berdaulat untuk menghasilkan relasi politik yang reguler. IGO mewakili badan pemerintah
suatu Negara. INGO juga memiliki anggota berupa Negara tapi tidak mewakili badan
pemerintah. Organisasi ini tidak bertujuan profit yang anggotanya dapat berupa individu atau
kelompok masyarakat. Perbedaan kedua tipologi iini kadang tidak jelas karena beberapa
organisasi internasional mengizinkan untuk mewakili aktor pemerintah dan non pemerintah.

2.2.2 Organisasi Transnasional

Definisi Transnasional Organization (TNO) mengacu pada kategori aktor non


Negara. TNO berbeda dengan IGO maupun INGO. Penggunaan kata transnasional berarti
proses lintas batas dalam interaksi maupun aktornya. Menurut Keohane dan Nye, Dalam
prosesnya, relasi transnasional mengacu pada interaksi dan pergerakan benda tangible daan
intangible yang melintas batas Negara. Actor dalam proses ini tidak melibatkan actor dan
badan dari pemerintahan suatu Negara. TNO disebut juga sebagai interaksi transnasional
yang terinstitusionalisasi. Di sisi lain, Huntington mendefinisikan TNO relative lebih luas,
organisasi yang hirarkis, birokrasi yang tersentralisasi yang menunjukkan fungsi terbatas dan
khusus.

Terdapat dua kategori aktor internasional yang fungsinya hamper mirip dengan
INGO dan diklasifikasikan sebagai TNO yaitu badan keagamaan dan perusahaan. Hal ini
menurut Jacobson paling tepat menggambarkan TNO. Definisi TNO dapat juga dibagi dalam
dua blok yaitu definisi dari Keohane/Nye dan Huntington/Jacobson.

Selain itu, James Rosenau juga membuat kategori TNO. rosenau tidak membuat
definisi yang jelas tapi memberikan epat contoh TNO yaitu, Perserikatan bangsa-bangsa,
kerjasama antar Negara seperti NATO, aosiasi non pemerintah seperti international political
science organization, dan bank swasta. Kategori ini sangat membatasi dalam definisi karena
hanya membuat empat kategori, IGO, INGO, dan organisasi profit.

Philip Taylor mengkategorikan TNO sebagai aktor non Negara sebagai unit yang
melintas batas Negara, dapat berupa individu atau kelompok yang ada di Negara yang
berbeda dan terorganisir secara formal. Taylor memisahkan unit antara IGO dan INGO dan
mengelompokkannya dalam perbedaan letak geografi, regional dan supraregional. Taylor
juga membagi fungsi dari TNO menjadi empat ketgori umum, ekonomi, politik, keamanan
dan budaya.
2.3 Menuju Tipologi Baru Dari Aktor non Negara dalam Politik Dunia

Problem pendefinisian telah dijelaskan di pembahasan sebelumnya. Pertama,


penyebutan PBB yang diperdebatkan antara IGO atau INGO dan gabungan antara kategori
Negara dan aktor non Negara. Kedua, definisi mengenai TNO antara tipologi berbasis aktor
yang dibagi menjadi aktor campuran dan aktor non Negara penuh.

Hocking dan Smith membagi kriteria aktor menjadi Negara dan non Negara. Aktor
non Negara digambarkan sebagai aktor yang tidak berdaulat atau entitas non Negara. Aktor
non Negara kemudian dibedakan menjadi dua yaitu, IGO dan TNO. IGO di definisikan
sebagai institusi yang memiliki struktur yang dibentuk melalui nteraksi resmi antar Negara.
TNO didefinisikan sebagai hubungan lintas Negara yang terinstitusionalisasi. Hal ini
menggambarkan hubungan antara masyarakat suatu Negara mencakup individu, kelompok,
organisasi, dan komunitas yang melintas batas Negara.

Mengacu pada definisi yang dibuat Huntington/Jacobson, INGO masuk dalam


kategori TNO. INGO dapat diidentifikasi menjadi tiga yaitu, Transgovermental organization
(TGO), transanasional corporate organization (TCO), dan transnational non-cooperate
organization (TNCO). TGO adalah hasil dari interaksi antara sub unit pemerintah yang
melintas batas Negara yang aktor pemerintah itu tidak dikontrol oleh badan pembuat
kebijakan luar negeri yang terpusat. TCO adalah aktor yang berbentuk perusahaan lintas
Negara. Ciri-cirinya adalah memiliki tujuan profit dan bukan organisasi perwakilan. TNCO
merupakan bentuk dari asosiasi sukarelawan swasta dan memiliki tujuan berbeda dengan
korporasi.

Kesimpulan

Tulisan ini mencoba menjelaskan dan mengklasifikasikan tipologi dari aktor transnasional,
baik dari segi paradigma, aktor, maupun keanggotaan. Perbedaan di tiap tipologi aktor
transnasional menggambarkan tujuan dari kehadiran mereka dalam politik internasional.
Setiap kriteria aktor dan organisasi juga menjelaskan cakupan kerja mereka dalam politik
internasional. Dengan adanya studi mengenai tipoligi ini maka dapat menjadi arah riset di
masa depan.

Anda mungkin juga menyukai