Anda di halaman 1dari 7

RANGKUMAN SEJARAH

Kondisi Ekonomi Pada Masa Demokrasi Terpimpin

Disusun dalam rangka untuk memenuhi salah satu tugas Sejarah

Disusun oleh :

- Ahmad Zidan

- Elly Romito

- Farin Umar

- Fina Ayuniar Pratiwi

- Gheo Damai

SMA Negeri 1 Baleendah

Kabupaten Bandung – Jawa Barat


Jl. R.AA. Wiranatakusumah No.30 Baleendah 40375

Tahun Pelajaran 2018 – 2019

Kondisi Ekonomi Pada Masa Demokrasi

Terpimpin
A. Pemikiran Soekarno

1. Dalam pidato “Kembali ke Rel Revolusi” (1959)

Soekarno mengatakan bahwa tujuan jangka pendek yang ingin dirinya tempuh ialah
Program Kabinet Kerja yang sederhana, meliputi fokus pada sandang-pangan, dan
keamanan, kemudian ditopang dengan melanjutkan perjuangan anti imperialisme,
ditambah dengan mempertahankan kepribadian bangsa (Sosialis-Liberalis)

Tujuan jangka panjang, ialah menciptakan masyarakat yang adil dan makmur,
melenyapkan imperialisme di mana-mana, dan mencapai dasar-dasar bagi
perdamaian dunia yang kekal dan abadi.

Maka untuk menanggulangi segala masalah-masalah berhubungan dengan tujuan-


tujuan jangka pendek dan jangka panjang tersebut, Soekarno menyatakan kita tidak
dapat mempergunakan sistem yang sudah-sudah. Menurut pemikiran Soekarno,
inilah yang disebut retooling for the future. Dalam hal retooling di bidang ekonomi,
perlu diadakan retooling alat-alat produksi dan alat-alat distribusi.

2. Dalam Pidato “Bangsa yang Dihormati dan Dikagumi” (1962)

Soekarno menyatakan, dengan selesainya soal keamanan, dan dengan selesainya


soal Irian Barat, maka modal pemerintah untuk memecahkan ekonomi akan sangat
bertambah. Dulu pernah Soekarno mengatakan, bahwa untuk menyelesaikan tugas
keamanan saja, 50 persen dari seluruh kegiatan nasional dicurahkan kepada itu, dan
kemudian, ditambah dengan tugas TRIKORA, jumlah ini menjadi lebih besar lagi!
Dalam hal ini Soekarno memberi penjelasan sekaligus meminta pengertian dari para
hadirin pada saat itu, bahwa dengan ditumplekkannya lebih daripada 70 persen
Kegiatan Nasional itu, menyebabkan program “Sandang-Pangan” belum sama
sekali terlaksana dengan cara yang memuaskan.

Menurut Soekarno, duduk perkaranya, keamanan dan Irian Barat tidak bisa tunggu
satu hari lebih lama lagi, sedangkan soal Sandang Pangan bisa kita pecahkan sambil
berjalan, dan kedepannya akan lebih mudah, karena modal yang tadinya kita
pergunakan untuk memulihkan keamanan dan mengembalikan Irian Barat itu, dapat
dipergunakan untuk memecahkan persoalan-persoalan ekonomi.

3. Dalam Pidato “Revolusi Berjalan Terus” (1965)

Pro bono publico, untuk kesejahteraan umum. Sekalipun ada yang secara pribadi
dirugikan, sekalipun ada yang laba perusahaannya berkurang, tapi asal pro bono
publico, maka ia harus diterima. Selanjutnya, Soekarno berargumen kita perlu
melihat kepada kaum buruh dan kaum tani, karena mereka dapat dianggap sebagai
sokoguru-sokoguru revolusi kita.

Soekarno selalu mengatakan bahwa perjuangan kelas harus ditundukkan kepada


perjuangan nasional. Dan Soekarno merasa gembira bahwa jeritannya itu dipahami
oleh sebagian besar rakyat. Di sisi lain, Soekarno juga memperingatkan, kalau
koruptor-koruptor dan pencoleng-pencoleng kekayaan negara meneruskan “operasi”
mereka yang sesungguhnya antirepublik dan antirakyat itu, maka jangan kaget jika
pada satu waktu perjuangan antargolongan berkobar dan membakari kemewahan
hidup kaum koruptor dan pencoleng itu.

B. Sistem Ekonomi beserta Implementasi Kebijakan Ekonomi

Sampai saat ditetapkannya Dekrit Presiden, dapat dikatakan bahwa keadaan


ekonomi Indonesia pada saat itu sangat suram, hal tersebut disebabkan oleh
kekacauan politik pada masa demokrasi liberal sehingga masalah ekonomi tidak
ditangani secara serius, ditambah lagi tindakan ekonomi salah urus terhadap
perusahaan-perusahaan asing, sehingga menambah beban di bidang ekonomi, dan di
perparah dengan adanya pemberontakan-pemberontakan daerah seperti PRRI-
Permesta sehingga menghambat pendapatan negara.

 Sistem Ekonomi Terpimpin


Semua aktivitas ekonomi disentralisasikan di pusat pemerintahan sementara daerah
merupakan kepanjangan dari pusat. Langkah yang ditempuh pemerintah untuk
memperbaiki kondisi ekonomi negara serta menunjang pembangunan ekonomi
adalah sebagai berikut

1. Devaluasi.

Tujuan dilakukan Devaluasi yaitu guna membendung inflasi yang tetap tinggi, dan
untuk mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat, serta agar dapat
meningkatkan nilai rupiah sehingga rakyat kecil tidak dirugikan.

2. Pembentukan Front Nasional.

Front Nasional dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No.13 Tahun 1959. Front
Nasional merupakan sebuah organisasi massa yang memperjuangkan cita-cita
proklamasi dan cita-cita yang terkandung dalam UUD 1945. Tujuannya adalah
menyatukan segala bentuk potensi nasional menjadi kekuatan untuk menyukseskan
pembangunan. Front Nasional dipimpin oleh Presiden Soekarno sendiri. Tugas front
nasional adalah menyelesaikan Revolusi Nasional, melaksanakan pembangunan,
dan mengembalikan Irian Barat.

3. Pembentukan Kabinet Kerja.

Tanggal 9 Juli 1959, presiden membentuk kabinet Kerja. Sebagai wakil presiden
diangkatlah Ir. Juanda. Hingga tahun 1964 Kabinet Kerja mengalami tiga kali
perombakan (reshuffle). Program kabinet ini adalah sebagai berikut, mencukupi
kebutuhan sandang pangan, menciptakan keamanan negara, dan berjuang
mengembalikan Irian Barat.

4. Pembentukan Badan Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas).

Dibentuk 15 Agustus 1959 dipimpin oleh Moh. Yamin dengan anggota berjumlah
50 orang. Tugas Depernas adalah mempersiapkan rancangan Undang-undang
Pembangunan Nasional yang berencana dan Menilai Penyelenggaraan
Pembangunan. Hasil yang dicapai, dalam waktu 1 tahun Depernas berhasil
menyusun Rancangan Dasar Undang-undang Pembangunan Nasional Sementara
Berencana tahapan tahun 1961-1969 yang disetujui oleh MPRS.

1963 Dewan Perancang Nasional (Depernas) diganti dengan nama Badan Perancang
Pembangunan Nasional (Bappenas) yang dipimpin oleh Presiden Soekarno. Tugas
Bappenas adalah menyusun rencana jangka panjang dan rencana tahuanan, baik
nasional maupun daerah, mengawasi dan menilai pelaksanaan pembangunan,
menyiapkan serta menilai hasil kerja mandataris untuk MPRS.

5. Deklarasi Ekonomi (Dekon)


Latar belakang dikeluarkan Deklarasi Ekonomi adalah karena berbagai peraturan
dikeluarkan pemerintah untuk merangsang ekspor (export drive) mengalami
kegagalan, misalnya Sistem Bukti Ekspor (SBE). Sulitnya memperoleh bantuan
modal dan tenaga dari luar negeri sehingga pembangunan yang direncanakan guna
meningkatkan taraf hidup rakyat tidak dapat terlaksana dengan baik. Sehingga pada
tanggal 28 Maret 1963 dikeluarkan landasan baru guna perbaikan ekonomi secara
menyeluruh yaitu Deklarasi Ekonomi (DEKON) dengan 14 peraturan pokoknya.
Dekon dinyatakan sebagai strategi dasar ekonomi Terpimpin Indonesia yang
menjadi bagian dari strategi umum revolusi Indonesia. Strategi Dekon adalah
mensukseskan Pembangunan Sementara Berencana 8 tahun yang polanya telah
diserahkan oleh Bappenas tanggal 13 Agustus 1960. Tujuan utama dibentuk Dekon
adalah untuk menciptakan ekonomi yang bersifat nasional, demokratis, dan bebas
dari sisa-sisa imperialisme untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan
cara terpimpin.
Dalam tahap pelaksanaannya, peraturan tersebut tidak mampu mengatasi kesulitan
ekonomi dan masalah inflasi, Dekon mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian
Indonesia, kesulitan-kesulitan ekonomi semakin mencolok, tampak dengan adanya
kenaikan harga barang mencapai 400 % pada tahun 1961-1962, mengakibatkan
beban hidup rakyat semakin berat.

6. Kenaikan laju inflasi.

Latar Belakang meningkatnya laju inflasi yaitu penghasilan negara berupa devisa
dan penghasilan lainnya mengalami kemerosotan, nilai mata uang rupiah
mengalami kemerosotan, anggaran belanja mengalami defisit yang semakin besar,
pinjaman luar negeri tidak mampu mengatasi masalah yang ada, upaya semua sektor
pemerintah maupun swasta guna penghematan dan pengawasan terhadap
pelaksanaan anggaran belanja tidak berhasil, penertiban administrasi dan
manajemen perusahaan guna mencapai keseimbangan keuangan tak memberikan
banyak pengaruh, penyaluran kredit baru pada usaha-usaha yang dianggap penting
bagi kesejahteraan rakyat dan pembangunan mengalami kegagalan.

Kegagalan-kegagalan tersebut disebabkan karena pemerintah tidak mempunyai


kemauan politik untuk menahan diri dalam melakukan pengeluaran, diperparah
dengan tindakan pemerintah yang menyelenggarakan proyek-proyek mercusuar
seperti GANEFO (Games of the New Emerging Forces ) dan CONEFO (Conference
of the New Emerging Forces) yang memaksa pemerintah untuk memperbesar
pengeluarannya pada setiap tahunnya.

Dampak yang ditimbulkan yaitu inflasi semakin bertambah tinggi, harga-harga


semakin bertambah tinggi, kehidupan masyarakat semakin terjepit, Indonesia pada
tahun 1961 secara terus menerus harus membiayai kekurangan neraca pembayaran
dari cadangan emas dan devisa, ekspor semakin buruk dan pembatasan Impor
karena lemahnya devisa, pada tahun 1965 cadangan emas dan devisa telah habis
bahkan menunjukkan saldo negatif sebesar US$ 3 juta sebagai dampak politik
konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara barat.

Kebijakan pemerintah dalam keadaan defisit negara yang semakin meningkat ini
diakhiri pemerintah dengan pencetakan uang baru tanpa perhitungan matang.
Sehingga menambah berat angka inflasi. Dampaknya dari kebijakan pemerintah
tersebut, uang rupiah baru yang seharusnya bernilai 1000 kali lipat uang rupiah lama
akan tetapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai sekitar 10 kali lipat lebih
tinggi dari uang rupiah baru, dan tindakan moneter pemerintah untuk menekan
angka inflasi malahan menyebabkan meningkatnya angka inflasi.

7. Meningkatkan Perdagangan dan Perkreditan Luar Negeri.


Pemerintah membangkitkan ekonomi agraris atau pertanian, sebab kurang lebih
80% penduduk Indonesia hidup dari bidang pertanian. Hasil pertanian tersebut
diekspor untuk memperoleh devisa yang selanjutnya digunakan untuk mengimpor
berbagai bahan baku/ barang konsumsi yang belum dihasilkan di Indonesia.
Jika Indonesia tidak mampu memperoleh keuntungan maka akan mencari bantuan
berupa kredit luar negeri guna memenuhi biaya import dan memenuhi kebutuhan
masyarakat di dalam negeri. Sehingga Indonesia mampu memeprbesar komoditi
ekspor, dari eksport tersebut maka akan digunakan untuk membayar utang luar
negeri dan untuk kepentingan dalam negeri. Dengan bantuan kredit tersebut
membuka jalan bagi perdagangan dari negara yang memberikan pinjaman kepada
Indonesia.

8. Pembentukan Komando Tertinggi Operasi Ekonomi (KOTOE) dan Kesatuan


Operasi (KESOP)

Dikeluarkan peraturan tanggal 17 April 1964 mengenai adanya Komando Tertinggi


Operasi Ekonomi (KOTOE) dan Kesatuan Operasi (KESOP) dalam usaha
perdagangan.

Selain itu diadakannya peleburan bank-bank Negara. Presiden berusaha


mempersatukan semua bank negara ke dalam satu bank sentral sehingga didirikan
Bank Tunggal Milik Negara berdasarkan Penpres No. 7 tahun 1965. Tugas bank
tersebut adalah sebagai bank sirkulasi, bank sentral, dan bank umum. Untuk
mewujudkan tujuan tersebut maka dilakukan peleburan bank-bank negara seperti
Bank Koperasi dan Nelayan (BKTN), Bank Umum Negara, Bank Tabungan
Negara, Bank Negara Indonesia ke dalam Bank Indonesia. Dibentuklah Bank
Negara Indonesia yang terbagi dalam beberapa unit dengan tugas dan pekerjaan
masing-masing. Tindakan itu menimbulkan spekulasi dan penyelewengan dalam
penggunaan uang negara sebab tidak ada lembaga pengawas.

Kegagalan pemerintah dalam menanggung masalah ekonomi, disebabkan karena


semua kegiatan ekonomi terpusat sehingga kegitan ekonomi mengalami penurunan
yang disertai dengan infasi, masalah ekonomi tidak diatasi berdasarkan prinsip-
prinsip ekonomi, tetapi diatasi dengan cara-cara politis, kemenangan politik
diutamakan sedangkan kehidupan ekonomi diabaikan (politik dikedepankan tanpa
memperhatikan ekonomi).

Konfrontasi Ekonomi dalam rangka perjuangan pembebasan Irian Barat


Konfrontasi ekonomi dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap aset-aset dan
kepentingan-kepentingan ekonomi Belanda di Indonesia. Konfrontasi ekonomi
tersebut sebagai berikut

a. Tahun 1956 secara sepihak Indonesia membatalkan hasil KMB, diumumkan


pembatalan utang-utang RI kepada Belanda.
b. Selama tahun 1957 dilakukan pemogokan buruh di perusahaan-perusahaan
Belanda, melarang terbitan-terbitan dan film berbahasa Belanda, dan melarang
penerbangan kapal-kapal Belanda, serta memboikot kepentingan-kepentingan
Belanda di Indonesia.

c. Selama tahun 1958-1959 dilakukan nasionalisasi terhadap ± 700 perusahaan-


perusahaan Belanda di Indonesia, dan mengalihkan pusat pemasaran komoditi
RI dan Rotterdam (Belanda) ke Bremen, Jerman.

Anda mungkin juga menyukai