Anda di halaman 1dari 16

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Lengkap Praktikum Biologi Dasar dengan judul “Pengaruh pH


terhadap Aktivitas Enzim” yang disusun oleh:
nama : Astuti
NIM : 1414041001
kelas / kelompok : Pendidikan Biologi/ III
telah diperiksa oleh Asisten dan Koordinator Asisten maka dinyatakan diterima.

Makassar, Januari 2015


Koordinator Asisten, Asisten,

Djumarirmanto, S.Pd Rahmawati


NIM :1214041017

Mengetahui,
Dosen Penanggungjawab

Drs. H.Hamka L,M.Si


NIP : 19621231 198702 1 005
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sel yang hidup merupakan pabrik kimiawi mini, tempat terjadinya ribuan
reaksi dalam ruang berukuran mikroskopik. Gula dapat diubah menjadi asam
amino yang kemudian bertaut satu sama lain menjadi protein ketika
dibutuhkan, dan protein diurai menjadi asam-asam amino yang dapat diubah
menjadi gula ketika makanan dicerna.
Enzim merupakan makromolekul yang bekerja sebagai katalis yaitu agen
kimiawi yang mempercepat reaksi tanpa ikut terkonsumsi oleh reaksi. Jika
tidak ada regulasi oleh enzim, lalu lintas kimiawi melalui jalur-jalur
metabolisme akan macet total karena banyak reaksi kimia akan berlangsung
terlalu lama. Banyak faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi cara
kerja enzim misalnya pH.
Banyak enzim yang sensitif terhadap perubahan pH dan setiap enzim
memiliki pH optimum untuk aktivitasnya. Perubahan pH dapat menyebabkan
berhentinya aktivitas enzim akibat proses denaturasi pada struktur tiga
dimensi enzim. Sebagian besar enzim dapat bekerja paling efektif pada
kisaran pH lingkungan yang agak sempit. Diluar pH optimum tersebut,
kenaikan atau penurunan pH menyebabkan penurunan aktivitas enzim dengan
cepat.
Salah satu jenis enzim yang banyak dihasilkan oleh mikroorganisme
adalah enzim amilase. Enzim amilase bisa didapatkan pada kecambah biji-
bijian karena enzim amilase diperlukan biji pada proses metabolisme senyawa
pati yang berfungsi untuk mengkatalisis pemecahan atau hidolisis senyawa
pati menjadi gula sederhana yang larut dalam air yang diperlukan untuk
perkecambahan biji. Munculnya tunas pada kecambah biji-bijian dapat
mengaktifkan enzim amilase, enzim tersebut menyediakan nutrisi yang paling
baik untuk membantu pertumbuhan tunas.
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai pengaruh pH terhadap aktivitas
enzim, maka kami melakukan praktikum yang berjudul pengaruh pH terhadap
aktivitas enzim untuk mengetahui bagaimana pengaruh yang dimaksud.
B. Tujuan
Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa dapat membuktikan pengaruh pH
terhadap aktivitas enzim amilase.
C. Manfaat
Setelah melaksanakan praktikum ini, mahasiswa telah mampu
membuktikan pengaruh pH terhadap aktivitas enzim amilase serta telah
mengetahui bagaimana pengaruh tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Metabolisme adalah seluruh aktivitas reaksi kimia yang berlangsung di


dalam sel hidup. Jumlah reaksi kimia yang berlangsung dalam sebuah sel sangat
banyak, berkisar antara beberapa ratus sampai beberapa ribu. Setiap aktivitas
organisme seperti makan, pengeluaran, pergerakan dan penjalaran impuls saraf
sangat bergantung pada berbagai reaksi kimia yang berlangsung dalam setiap sel
tubuh. Sebagian besar reaksi kimia yang terjadi dalam sel dikontrol oleh enzim
(katalisator biologis) yang bekerja mempercepat reaksi (Isnaeni,2006).
Sukandar dalam Jayanti (2011), enzim memperlihatkan aktivitas katalitik
maksimum pada kisaran pH tertentu yang disebut pH optimum kerja enzim.
Enzim umumnya aktif pada rentang pH yang sempit. Oleh karena enzim
merupakan protein , perubahan pH akan mempengaruhi gugus-gugus amino dan
karboksilat dari protein enzim. Di luar pH optimumnya, aktivitas katalitik enzim
dapat menjadi rendah atau bahkan dapat kehilangan aktivitas kalalitiknya.
Dialisis enzim dapat memisahkan bagian-bagian protein, yaitu bagian
protein yang disebut apoenzim dan bagian nonprotein yang berupa koenzim,
gugus prostetis dan kofaktor ion logam. Masing-masing bagian tersebut apabila
terpisah menjadi tidak aktif. Apoenzim apabila bergabung dengan bagian
nonprotein disebut holoenzim yang bersifat aktif sebagai biokatalisator. Koenzim
dan gugus prostetik berfungsi sama. Koenzim adalah bagian yang terikat secara
lemah pada apoenzim (protein). Gugus prostetik adalah bagian yang terikat
dengan kuat pada apoenzim. Koenzim berfungsi menentukan jenis reaksi kimia
yang dikatalisis enzim. Ion logam merupakan komponen yang sangat penting,
diperlukan untuk memantapkan struktur protein dengan adanya interaksi antar
muatan (Sumarsih,2003).
Penghambatan kompetitif merupakan kasus yang inhibitornya bereaksi
dengan enzim secara kompetitif terhadap substrat mengikat sisi aktif dari enzim.
Tingkat penghambatan tergantung pada konsentrasi relatif substrat dan inhibitor,
dan sebagian besar kecepatan maksimum reaksi dapat dicapai dengan adanya
inhibitor jika konsentrasi substrat cukup tinggi. Penghambatan kadang-kadang
bersifat ireversibel dan substrat tidak dapat melepaskan ikatan inhibitor yang telah
ada. Kasus ini terjadi pada beberapa inhibitor organofosforus untuk kolin esterase.
Penghambatan kompetitif juga ditemukan ketika inhibitor berikatan di suatu sisi
yang cukup dekat dengan pusat aktif, sehingga mengurangi afinitas substrat dan
enzim. Inhibitor kompetitif memiliki struktur kimia yang mirip dengan substrat
alami dan bersifat sangat spesifik. Hal ini terdapat pada enzim suksinat
dehidrogenase yang mengkatalisis pengubahan suksinat ke fumarat. Malonat dan
malat keduanya bekerja sebagai inhibitor pada enzim ini. Contoh yang sering
digunakan sebagai inhibitor kompetitif adalah acarbose yang dapat menghambat
kerja enzim α-glukosidase di usus, sebagai obat antidiabete melitus
(Bintang,2010).
Penghambat nonkompetitif juga dapat bergabung dengan enzim, tetapi
tidak pada sisi aktif enzim. Pengaruh ini tidak dapat diatasi dengan meningkatkan
konsentrasi substrat. Penghambat non-kompetitif tidak memiliki struktur yang
sama dengan substrat. Ion logam atau senyawa yang merusak gugus sulfihidril
sering merupakan penghambat nonkompetitif. Sebagai contoh, oksigen yang
berlebihan dapat mengoksidasi gugus –SH yang berdekatan satu sama lain,
melepaskan atom H dari masing-masing gugus -SH dan mengakibatkan
terbentuknya ikatan disulfida, sehingga mengubah struktur enzim dan akibatnya
enzim tak lagi dapat membentuk kompleks secara sempurna dengan substrat. Ion
Hg2+ dapat menggantikan atom H pada gugus sulfihidril, membentuk merkaptida
yang sering tidak dapat larut. Ion Ag+ juga dapat melakukan peranan serupa
dengan Hg2+ (Lakitan,2012).
Amilase adalah enzim yang dapat mengubah pati menjadi gula. Enzim ini
dapat dihasilkan di dalam tubuh manusia, yaitu pada kelenjar ludah dan pankreas.
Tumbuhan dan beberapa jenis bakteri juga dapat memproduksi enzim amylase.
Enzim ini diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu α-Amylase, β-Amylase,dan γ-
Amylase. Nama lain α-amylase adalah 1,4-α-D-glucan glucanohydrolase atau
biasa juga disebut glycogenase. α-amylase termasuk dalam calcium
metalloenzymes, sehingga enzim ini tidak akan bisa berfungsi jika keberadaan
kalsium tidak dipenuhi. α-Amylase adalah jenis enzim amylase terbesar yang
terkandung dalam tubuh manusia dan mamalia yang lain. Selain itu, α-amylase
juga dapat ditemukan pada tumbuhan (barley), jamur (ascomycetes dan
basidiomycetes), dan bakteri (Bacillus). Enzim α-amylase umumnya diisolasi dari
Bacillus amyloquefaciens, Bacillus licheniformis, Bacillus subtilis, Aspergillus
oryzae, dan A. Niger (Chafid,2010).
Poedjiadi dalam Sianturi (2008), amilum adalah polimer karbohidrat
dengan rumus molekul (C6H10O5)n. Karbohidrat golongan polisakarida ini banyak
terdapat di alam, terutama pada sebagian besar tumbuhan. Amilum dalam bahasa
sehari-hari disebut juga pati terdapat pada umbi, daun, batang dan biji-bijian.
Amilum merupakan kelompok terbesar karbohidrat cadangan yang dimiliki oleh
tumbuhan sesudah selulosa. Butir-butir pati apabila diamati dengan mikroskop
ternyata berbeda-beda bentuknya dan ukurannya tergantung dari tumbuhan apa
pati tersebut diperoleh.
Dalam larutan asam asam keras ( pH asam) sebagian besar asam amino
berada dalam bentuk kation (bermuatan positif), dalam larutan basa keras (pH
basa) asam amino beda dalam bentuk anion (bermuatan negatif) (Murwani,2010).
Suhu dan pH merupakan faktor lingkungan yang penting dalam aktivitas
enzim. Sampai pada suatu titik, laju reaksi enzimatik akan meningkat bersama
dengan peningkatan suhu, sebagian karena substrat lebih sering bertumbukan
dengan situs aktif ketika molekul-molekul bergerak dengan cepat. Akan tetapi, di
atas suhu tersebut kecepatan reaksi enzimatik turun drastis. Agitasi termal pada
molekul enzim mengganggu ikatan hidrogen, ikatan ionik, dan interaksi-interaksi
lemah lain yang menstabilkan bentuk aktif enzim, dan molekul protein pada
akhirnya denaturasi. Setiap enzim memiliki suhu optimal, yaitu suhu saat laju
reaksinya paling tinggi. Tanpa mendenaturasi enzim, suhu ini memungkinkan
terjadinya tumbukan molekul yang paling banyak dan pengubahan reaktan
menjadi molekul produk yang paling cepat. Sebagian besar enzim manusia
memiliki suhu optimal sekitar 35-40°C (mendekati suhu tubuh manusia). Bakteri
termofilik yang hidup di mata air panas mengandung enzim dengan suhu optimal
70°C atau lebih (Campbell,2008).
BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat


Hari : Rabu, 8 Januari 2015
Waktu : Pukul 07.30 sd 9.10 WITA
Tempat : Green House Jurusan Biologi FMIPA UNM
B. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Tabung reaksi 10 buah
b. Pipet tetes
c. Rak tabung reaksi
d. Lampu spiritus
e. Penjepit tabung
f. Gelas ukur 10 ml
g. Kertas label
2. Bahan
a. Ekstrak kacang hijau
b. Larutan amilum
c. Larutan Fehling A dan Fehling B
d. Larutan HCL 10%
e. Larutan NaOH 1%
f. Korek Api
C. Langkah Kerja
1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan.
2. Mengisi Tabung A1, A2, A3 dengan 1 ml amilum dan selanjutnya
menambahkan 1 ml ekstrak kacang hijau. Kemudian mengecek pHnya
sebagai pH awal untuk semua larutan pada tabung. Kemudian
mamanaskannya setelah tabung A1 didiamkan 5 menit, tabung A2 selama
10 menit dan tabung A3 selama 15 menit. Kemudian mengamati warnanya.
3. Mengisi tabung B1, B2, dan B3 dengan amilum dan ekstrak, kemudian
menambahkan 3 tetes HCl. Kemudian mengecek pHnya. Menambahkan
Fehling A dan B kemudian mengamati warnanya sebagai warna awal.
Kemudian memanaskan tabung B1 setelah didiamkan selama 5 menit,
tabung B2 selama 10 menit dan tabung B3 selama 15 menit. Kemudian
mengamati warnanya.
4. Mengisi tabung C1, C2, dan C3 dengan amilum dan ekstrak, kemudian
menambahkan 2 tetes NaOH. Kemudian mengecek pHnya. Menambahkan
Fehling A dan B kemudian mengamati warnanya sebagai warna awal.
Kemudian memanaskannya dengan masing-masing tabung C1 setelah
didiamkan selama 5 menit, tabung C2 selama 10 menit dan tabung C3
selama 15 menit. Kemudian mengamati warnanya.
5. Mengisi tabung D dengan amilum dan ekstrak. Setelah itu menambahkan
fehling A dan B, kemudian memanaskannya setelah didiamkan selama 15
menit kemudian mengamati perubahan warna yang terjadi.
6. Membandingkan perubahan warna yang terjadi dari tabung A, B, C, dan, D.
kemudian membuat tabel hasil pengamatan dan menarik kesimpulan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
Kode pH pH Perubahan
Tabung
Tabung Awal Akhir Warna Awal Warna Akhir
A1
A A2 6 6 Putih Susu Putih Susu
A3
B1 Abu- abu Orange
B B2 6 2 Biru muda Biru muda
B3 Abu-abu hijau Hijau kuning
C1 Abu-abu Kuning coklat
C C2 6 7 Abu-abu Kuning coklat
C3 Abu-abu Kuning coklat
D D 6 6 Abu-abu hijau Merah bata

B. Pembahasan
1. Tabung A
Tabung A1, A2, A3 masing-masing diberikan 1 ml amilum dan ekstrak
kecambah kacang hijau, kemudian didapatkan pHnya sebesar 6. Ketiga
tabung tersebut kemudian dipanaskan setelah didiamkan selama masing-
masing 5 menit, 10 menit, dan 15 menit. Hasil pemanasan tidak
menunjukkan perubahan warna. Warna masih sama dengan warna awal
yaitu putih susu. Hal ini terjadi karena tidak adanya Fehling A yang
merupakan larutan CuSO4 dan Fehling B yang merupakan campuran
larutan NaOH dan kalium-natrium tartrat yang bereaksi dengan aldehida
atau gula pereduksi (seperti glukosa) sehingga tidak menghasilkan endapan
Cu2O yang berwarna merah bata.

2. Tabung B
Tabung B1, B2, B3 diberikan perlakuan yang hampir sama dengan
tabung A. Namun, tabung B ditetesi dengan larutan HCl 10% sehingga
ekstrak menjadi asam dengan pH 2. Ketiga tabung tersebut kemudian
ditetesi larutan fehling A dan fehling B kemudian didiamkan selama
masing-masing 5 menit, 10 menit, dan 15 menit. Warna ekstrak menjadi
berubah yaitu tabung B1 berwarna abu-abu, tabung B2 berwarna biru
muda, dan tabung B3 berwarna abu-abu kehijauan. Masing-masing tabung
kemudian dipanaskan selama 2 menit dan menunjukkan perubahan warna
yaitu tabung B1 berwarna orange, tabung B2 berwarna biru muda, dan
tabung B3 berwarna hijau kuning. Hal ini menunjukkan aktivitas enzim
menjadi terganggu dengan pH 2 karena pada pH optimum, larutan akan
berwarna merah bata setelah dipanaskan.
3. Tabung C
Tabung C1, C2 C3 diberi perlakuan yang hampir sama dengan tabung
A. Namun, tabung C diberikan 1 tetes larutan NaOH 1 % dengan harapan
larutan menjadi basa. Namun, pada kenyataannya larutan menjadi netral
dengan pH 7. Ketiga tabung tersebut kemudian ditetesi larutan fehling A
dan fehling B kemudian didiamkan selama masing-masing 5 menit, 10
menit, dan 15 menit. Warna ekstrak pada setiap tabung berubah menjadi
abu-abu. Masing-masing tabung kemudian dipanaskan selama 2 menit dan
menunjukkan perubahan warna yaitu ekstrak pada setiap tabung menjadi
kuning kecokelatan.
Menurut teori, apabila ada gula pereduksi pada sampel, maka akan
terjadi perubahan warna kuning menjadi merah jingga. Adanya perubahan
warna tersebut menandakan bahwa telah terjadi reaksi enzimatis yaitu
dengan adanya enzim amilase yang mampu merombak pati menjadi gula.
Namun, warna larutan yang terbentuk adalah kuning kecoklatan yang
berarti pH 7 bukan merupakan pH optimum pada enzim amilase.

4. Tabung D
Tabung D diberikan perlakuan yang hampir sama dengan tabung A.
Namun, tabung D ditetesi larutan fehling A dan fehling B kemudian
didiamkan selama 15 menit dan warna larutan menjadi abu-abu kehijauan.
Tabung D kemudian dipanaskan selama 2 menit dan menunjukkan
perubahan warna yaitu warna menjadi merah bata.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa jika terdapat glukosa dalam sampel
maka akan terbentuk endapan berwarna merah bata yang merupakan
endapan tembaga (I) oksida (Cu2O) yang dihasilkan dari reduksi tembaga
(II) oksida (CuO) oleh glukosa yang merupakan gula pereduksi.
Bertambahnya endapan merah bata pada sampel menunjukkan bahwa
glukosa yang terbentuk semakin banyak.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, maka dapat disimpulkan
bahwa konsentrasi pH dapat mempengaruhi aktivitas enzim. Enzim bekerja
optimal pada kondisi yang tidak terlalu asam dan tidak terlalu basa. Enzim
menjadi denaturasi bila diperlakukan pada kondisi asam atau basa yang kuat.
Sebagian besar enzim dapat bekerja paling efektif pada kisaran pH lingkungan
yang agak sempit. Di luar pH optimum tersebut, kenaikan atau penurunan pH
tersebut menyebabkan penurunan aktivitas enzim.
B. Saran
Adapun saran untuk praktikum selanjutnya adalah sebagai berikut.
1. Sebaiknya praktikan selanjutnya lebih berhati-hati menggunakan larutan
HCl dan NaOH karena dapat merusak jaringan kulit.
2. Diharapkan kepada asisten agar dapat meningkatkan bimbingannya
sehingga praktikan dapat melakukan pengamatan dengan baik dan benar.
3. Diharapkan kepada laboran agar menyediakan alat praktikum yang lebih
lengkap dan baik agar praktikum berjalan dengan lancar.
DAFTAR PUSTAKA

Bintang, Maria. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta: Erlangga.

Campbell, Neil. 2008. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 1(Terjemahan).Jakarta:


Erlangga.

Chafid, Achmad. 2010. Modifikasi Tepung Sagu Menjadi Maltodekstrin


Menggunakan Enzim α-Amylase. Semarang: Jurusan Teknik Kimia FT
UNDIP.

Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius.

Jayanti, Risha Tiara. 2011. Pengaruh pH, Suhu Hidrolisis Enzim α-Amilase dan
Konsentrasi Ragi Roti untuk Produksi Etanol Menggunakan Pati Bekatul.
Surakarta: Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret.

Lakitan, Benyamin. 2012. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta:


Rajagrafindo Persada.

Murwani, Retno. 2010. Modul Perkuliahan Mata Kuliah Biokimia. Semarang:


Laboratorium Biokimia Nutrisi Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak FP
UNDIP.

Sianturi, Dessy Christina. 2008. Isolasi Bakteri dan Uji Aktivitas Amilase
Termofil Kasar dari Sumber Air Panas Penen Sibirubiru Sumatera Utara.
Medan: Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Sumarsih, Sri. 2003. Mikrobiologi Dasar. Yogyakarta: Jurusan Ilmu Tanah FP


UPN VETERAN.
LAMPIRAN I
Pertanyaan:
1.      Apa guna larutan fehling A dan B dan JKJ ?
2.      Mengapa kecambah perlu dicentrifuge terlebih dahulu?
3.      Apa fungsi HCl dan NaOH pada percobaan diatas?
Jawaban:
1. Fungsi larutan fehling A dan fehling B yaitu sebagai larutan atau indikator
untuk membuktikan adanya kandungan glukosa di dalam larutan
percobaan.Fungsi JKJ yaitu sebagai larutan atau indikator untuk
membuktikan adanya kandungan protein di dalam larutan percobaan.
2. Ekstrak enzim dari biji perlu dicentrifuge agar diperoleh cairan supernatan
yang lebih murni dari sebelumnya karena centrifuge dalam pemutarannya
berfungsi untuk mengendapkan serat-serat atau kotoran-kotoran dari cairan
yang merupakan cairan supernatan.
3. HCL berfungsi untuk membuat sifat keasaman pada ekstrak, dan NaOH untuk
membuat sifat kebasaan pada ekstrak tersebut untuk membukuktikan tingkat
pH yang sesuai dengan kerja enzim.
LAMPIRAN II

Sebelum dipanaskan Setelah dipanaskan


A1 A2 A3 A1 A2 A3

B1 B2 B3 B1 B2 B3

C1 C2 C3 C1 C2 C3

D D

Anda mungkin juga menyukai