Anda di halaman 1dari 53

Definisi Musytarak

Kata musytarak berbentuk isim maf’ul (kata benda pasif)


berasal dari kata kerja isytaraka-yasytariku-isytirak yang
mengandung makna berbaur dan bercampur. Kata ini
berasal dari kata syarika yang berarti, setiap pihak
mempunyai bagian darinya, sehingga setiap pihak adalah
pasangan bagi yang lain (bahkan menurut al-Suyuthi,
satu kata terkadang memiliki hingga 20 makna, dan hal
seperti ini hanya dimiliki bahasa Arab).1

Sedangkan secara terminologi, Musytarak adalah lafadz


yang mempunyai makna rangkap (dua arti atau lebih)
yang berbeda-beda. Misalkan lafadz “quru’“ yang
memiliki arti “suci” dan “haid”..2 “Aisyah ibn Umar,
Zaid bin Tsabit, Malik as-Syafi’i, Ahmad ibn Hanbal dan
beberapa ulama lain mengartikan quru’ pada ayat

1
H. Kamaluddin Abunawas, Pengaruh Bahasa Arab
Terhadap Penetapan Hukum Islam (Analisis terhadap Kosa Kata
Musytarak/Ambigu di daam Al Qur’an), (Jurnal Adabiyah Vol. XI
No. 2, 2012), hlm.132.
2
Nanang Abdillah, Madzhab dan Faktor Penyebab
Terjadinya Perbedaan, (Jurnal Fikroh Vol.8 No.1, Juli 2014),
hlm.30.
tersebut dengan makna suci. Artinya, mereka
berpendapat bahwa wanita yang dicerai suaminya
memiliki masa tunggu (‘iddah) tiga kali suci. Sedangkan
Abu Bakr, Umar, Utsman dan sebagian Abu Hanifah
berpendapat bahwa masa tunggu wanita yang ditalak
adalah tiga kali haid. 3

Atau dapat diartikan sebagai pengertian homonim dalam


Bahasa Indonesia, yakni kata atau frasa yang memiliki
makna lebih dari satu, atau makna lebih yang berbeda-
beda. Pengertian homonim Musytarak Lafdzi dalam buku
‘Inda al Arab dibagi menjadi dua bagian yaitu: Polisemi
dan Homonim. Sedangkan dalam buku Ilmu Ad Dilaalah,
musytarak banyak dipelajari dalam al Quran, hadits Nabi
dan dalam bahasa Arab. Menurut salah satu ahli bahasa
Ushul, musytarak adalah satu kata yang mempunyai
makna lebih dari satu, yang definisi nya sama dengan
polisemi dalam bahasa Indonesia.4

3
Muh.Nashirudin, Perbedaan dalam Furu’ Fiqhiyyah
sebagai Akibat Perbedaan dalam Ushul al-Fiqh, hlm.6
4
Dewi Utami, Analisis Homonim (Musytarak Lafdzi)
Terhadap Terjemahan Tafsir As Sa’di, (Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah 2009), hlm.34.

2
Musytarak dapat diartikan sebagai polisemi, yang mana
Shihab mengartikannya sebagai suatu kata yang memang
sejak semula dittapkan oleh pengguna bahasa untuk
memiliki dua makna atau lebih. Namn, para pakar al
Quran mempunyai istilah seniri untuk menyebut polisemi
tersebut yakni menggunakan istilah al wujuh. Kedua
tersebut, yakni al lafzhu al musytarak dengan al wujuh
pada dasarnya tidaklah nerbeda, yang berbeda hanyalah
sebatas pada istilah yang dipakainya saja. Definisi lebih
lanjut dikemukakan oleh Munjid, yang berpendapat
bahwa polisemi adalah unit linguistik yang mempunyai
makna lebih dari satu dan dapat erjadi pada lafadz
tunggal maupun terjadi akibat rangkain kata-kata.
Sedangkan menurut Lyons polisemi adalah, “a property
of single lexames” yakni suatu kata yang memiliki dua
makna atau lebih, sementara Zainuddin juga berpendapat
bahwa polisemi merupakan benuk bahasa atau kata yang
memiliki lebih dari satu makna.5

5
Fariz Alnizar, Kesepadanan Terjemahan Polisemi:
Penelitian Analisis Konten pada Terjemahan Surat al-Baqarah
Kementerian Agama, (Jurnal Hayula:Indonesian Journal of
Multidisciplinary Islamic Studies, Vol.1, No.2, Juli 2017), hlm.114-
115.

3
Definisi yang hampir sama namun dengan ungkapan
yang berbeda diungkapkan oleh Evans, yakni “polysemy
as a possesion by a single phonologhical form of several
meaning” (polisemi merupakan sebuah unit linguistik,
bentuk, yang dapat memiliki gugusan makna yang
berbeda namun saling terkait). Lebih lanjut, Taylor
berpendapat bahwa dalam gugusan makna tersebut
terdapat makna yang lebih referensial dan juga makna
yang sifatnya skematis dan untuk makna skematis ini
dapat dielaborasi dengan makna lainnya.6

Maka, dari definisi-definisi tersebut dapat dielaborasikan


bahwa polisemi merupakan unit linguistik yang
mengandung makna ganda, dan khusus bagi fenomena
yang terjadi dalam al Quran, polisemi tersebut dapat
berupa lafadz mufrad maupun berupa rangkaian kata-
kata, sedangkan kaitannya dengan bentuk-bentuk polisei
dalam al Quran, maka terdapat tiga bentuk, yakni isim
(nomina), fi‘il (verba) dan huruf (pronomina). Hal
tersebut merujuk kepada pembagian kalimat dalam

6
Fariz Alnizar, Kesepadanan Terjemahan Polisemi:
Penelitian Analisis Konten pada Terjemahan Surat al-Baqarah
Kementerian Agama..................., 115.

4
bahasa Arab yang memang terdiri dari tiga jenis tersebut,
yakni isim, fi‘il dan juga huruf.7

Berbeda dengan pengertian musytarak dalam kitab


Muzakkar al Lughah al Arabuyah bahwa homonim
adalah lawan dari sinonim. Homonim adalah setiap kata
yang memiliki beberapa makna, homonim juga dapat
dikatakan setiap kata yang memiliki beberapa makna,
baik makna ynag sebenarnya atau makna kiasan. Para
ahli bahasa berbeda pendapat tentang definisi homonim
musytarak tersebut. Ada yang menolaknya dan ada pula
yang mengakui kebeeradaannya, dengan menunjukkan
berbagai fakta yang ada, dan tidak dapat diragukan lagi.8

Dalam ilmu Alquran, al-musytarak dikenal dengan


terminologi al-wujuh wa al-nadzair, termasuk salah satu
cabang ilmu tafsir, artinya satu kata dalam Alquran
diulang dalam banyak tempat, memiliki satu akar dan
harakat yang sama, tetapi setiap ayat berbeda maksud

7
Fariz Alnizar, Kesepadanan Terjemahan Polisemi:
Penelitian Analisis Konten pada Terjemahan Surat al-Baqarah
Kementerian Agama............................., 115.
8
Dewi Utami, Analisis Homonim (Musytarak Lafdzi)
Terhadap Terjemahan Tafsir As Sa’di, (Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah 2009), hlm.34.

5
dan maknanya, berbeda arti dan isi kandungannya,
lafadznya dari satu akar tetapi makna dan tafsirannya
berbeda beda. Musytarak sangat urgen dalam ilmu tafsir,
kedudukannya laksana teropong bagi mufasir agar lebih
jeli dalam memahami sebuah teks, tidak terjebak pada
makna sempit tekstual. Membantu dalam memahami
sebuah ayat, menganalisa berbagai makna yang
terkandung, menguasai satu kata dalam Alquran
memiliki word view yang luas terhadap banyak masalah
dalam Alquran. Berdasar pada konsepsi ini, musytarak
adalah sebuah perangkat yang harus dimiliki oleh
seseorang yang ingin menggeluti tafsir, khususnya
makna teks ayat dan hadis, agar terhindar dari jebakan
tekstual literal yang mengurung pada pemahaman sempit
dan parsial. Memberikan makna yang tepat sesuai
maksud siyaq al kalam, menggambarkan makna yang
benar dan jelas sesuai yang diinginkan oleh sebuah teks.
Ilmu ini merupakan pisau tertajam dalam menganalisa
dan memaknai sebuah teks, karena merobohkan argumen
tekstualis dengan menggunakan instrumen yang mereka
gunakan, mendekontruksi argumen yang dibangun oleh

6
kaum tekstualis Dzhahiri, Khawarij, klasik maupun
kontemporer yang terinspirasi dari argumentasi mereka.9

Macam-macam Musytarak

Berikut adalah macam-macam musytarak dalam bahasa


Arab:

1) Musytarak Lafdzi
Merupakan musytarak yang tulisan dan
pengucapannya sama, namun memiliki makna yang
berbeda. Jika dalam bahasa Indonesia, musytarak
lafdzi sama halnya dengan sifat homonim10.
Contoh: Apel dan Apel
Maksud dari contoh di atas adalah, bahwa kata Apel
termasuk ke dalam bahasa Indonesia dan Apel di
atas mempunyai dua makna, yaitu bahwa Apel yang
pertama bermakna nama buah, sedangkan Apel yang
kedua mempunyai makna upacara.
9
Luqman, Al Musytarak Al Lafzy Mendekonstruksi
Argumen Tafsir Tekstual, (Jurnal Studi al-Quran dan Tafsir 3: Al-
Bayan, Desember 2018), hlm.190-191.
10
Homonim merupakan dua buah kata atau satuan ujaran
yang bentuknya “kebetulan” sama, maknanya berbeda, karena
masing-masing merupakan kata atau bentuk ujaran yang berlainan.
Misalnya kata ‫ دليل‬, yang dapat bermakna (1) petunjuk jalan, (2)
pemandu wisata, (3) buku panduan, (4) argumentasi, hujjah, bukti.

7
Musytarak lafdzi termasuk dalam salah satu metode
penulisan tafsir mufrodat al Quran, yaitu sebuah
metode yang menjelaskan arti setiap kata dalam al
Quran dari sisi bahasa, mendeskripsikan makna satu
kata dengan makna yang luas dan komperehensif.
Satu kata banyak terulang dalam al Quran dengan
berbagai derifatnya, memiliki arti dan maksud yang
berbeda-beda sesuai dengan siyaq al jumlah dan
konteks teks tersebut. Ilmu ini sebagai standarisasi
kedalaman ilmu seorang mufassir, memahami satu
masalah dari berbagai sisi. Keagungan mu’jizat al
Quran dapat terproyeksikan dari disiplin ilmu ini,
satu kata memiliki banyak arti dan maksud yang
berbeda-beda, satu lafadz mengandung dua puluh
makna bahkan lebih, mukjizat yang tidak mungkin
dimiliki oleh manusia, seperti sebuah riwayat dari
Abu Darda, “Seseorang tidak akan menjadi seorang
faqih sebelum menguasai disiplin ilmu ini, al
musytarak al lafdzi, satu kata dalam al Quran
memiliki banyak sisi makna”.11
11
Luqman, Al Musytarak Al Lafdzy Mendekonstruksikan
Argumen Tafsir Tekstual, Ibn Abbas: Jurnal Ilmu Al Quran dan
Tafsir, Vol.1 No.2, Oktober, hlm.130-131.

8
Pada kasus homonim terdapat dua istilah lain yang
biasa dibicarakan, yaitu homofon dan juga
homografi. Dalam bahasa Indonesia, adakalanya
kata-kata yang berhomonim ini hanya sama dalam
bunyi, namun ejaannya tidaklah sama. Hal semacam
ini disebut homofon (al Musytarak al Shauti).
Misalnya, kata “sangsi” yang berarti ragu dan kata
“sanksi” yang berarti hukuman. Sedangkan, dalam
bahasa Arab tidak ditemukan homofon dalam satu
kata dengan kata yang lain, kecuali kesamaan antar
satu kata dengan frase. Misalnya, kata ‫ ذاهبة‬dan ‫ذاهبة‬.
Kata pertama ‫ ذاهبة‬berarti “seoang perempuan” atau
“sesuatu yang pergi” atau “hilang”. Sedangkan kata
‫ ذاهبة‬kedua merupakan frase (mudhaf ilaih) yang
berarti “orang yang memiliki hadiah”.12
Adapun sebab-sebab terjadinya al Musytarak al
Lafdzi (Honomim):
a) Bentuk-bentuk yang berhomonim itu berasal dari
bahasa atau dialek yang berlainan. Misalnya,
kata bisa yang berarti “racun ular” berasal dari
12
Baiq Raudatussolihah, Tesis Analisls Linguistik Dalam Al
Quran (Studi Semantik Terhadap QS Al ‘Alaq), (Makassar: UIN
Alauddin, 2016), hlm.78.

9
bahasa Melayu, sedangkan kata bisa yang
berartikan “sanggup” berasal dari bahasa Jawa.
b) Bentuk-bentuk yang bersinonimi itu terjadi
sebgai hasil dari proses morfologi. Umpamanya
kata mengukur dalam kalimat “Ibu sedang
mengukur kelapa di dapur” adalah berhomonimi
dengan kata mengukur dalam kalimat “Petugas
agraria itu mengukur luasnya kebun kami”. Jelas,
kata mengukur yang pertama terjadi sebagai hasil
proses pengimbuhan amalan me- pada kata
kukur (me + kukur = mengukur). Sedangkan,
kata mengukur yang kedua terjadi sebagai hasil
proses pengimbuhan awalan me- pada kata ukur
(me + ukur = mengukur).

Adapun menurut Mukhtar, sebab-sebab terjadinya al


musytarak al lafdzi (homonim), adalah sebagai
berikut:

a) Sebab internal, yang mencakup:


1. Perubahan dari segi pelafalan
Perubahan dari segi pelafalan mencakup atas
pertukaran posisi huruf (dari segi

10
morfologi/shorof) dan pergantian huruf atau
ibdal.
Contoh:
Pertukaran posisi huruf yaitu, apabila kita
mengambil sighot wazan ‫ أستفعل‬pada lafadz
‫ دام‬maka akan terjadi kalimat ‫ أستدام‬dan dari
kalimat “ ‫ ” د مى‬akan menjadi kalimat ‫أ ستد‬
‫ مى‬akan tetapi dikatakan bahwa fi‘il ‫ا ستدام‬
yang dapat berarti berkelanjutan namun juga
dapat berarti ‫ أ ستدمى‬yang berarti berdarah.
Hal ini disebabkan kesalahan si penutur
namun dapat dipahami oleh yang lainnya dan
kemudian pada akhirnya banyak digunakan
oleh penutur lainnya.
2. Perubahan dari segi makna mencakup atas
tujuan dan gaya penyampaiannya.
b) Sebab-sebab eksternal, yaitu lebih cenderung
kepada perbedaan lingkungan tempat bahasa itu
digunakan.

11
Menurut Sahkholid, faktor-faktor penyabab
banyaknya homonimi dalam bahasa Arab dapat
disebutkan sebagai berikut:

a) Lebih diakibatkan karena banyaknya macam-


macam dialek dalam bahasa Arab. Sementara
banyaknya dialek tersebut lebih dikarenakan oleh
banyaknya kabilah dalam bangsa Arab.
b) Karena perkembangan fonem (bunyi) dalam
bahasa Arab, baik itu terjadi karena naqish
(pengurangan), ziyadah (penambahan) maupun
naql al harfi (pergantian huruf).
c) Perubahan sebagian kata dari arti yang hakiki
kepada arti yang metaforis, karena adanya
keterkaitan arti dan seringnya dipakai arti
metaforis tersebut menjadi kata hakiki.
d) Perubahan morfologi (tashrif) yang terjadi pada
dua kata yang sama bentuknya. Dari bentuk
tersebut timbul arti yang bermacam-macam
karena perbedaan bentuk masdar-nya.13

13
Baiq Tuhfatul Unsi, Al Mushtarak Al Lafzi ()Homonimi
dalam Bahasa Arab, (Tafaqquh, Vol.1, No.2, Desember 2013),
hlm.94-96.

12
2) Musytarak Makna
Merupakan musytarak yang mana kata atau frasa
yang tulisan serta pengucapannya berbeda, akan
tetapi maknanya sama. Sedangkan dalam bahasa
Indonesia sama halnya dengan polisemi14.
Contoh: Wanita dan Perempuan
Maksud dari contoh di atas adalah dilihat dari makna
biologis bahwa kata Wanita dan Perempuan
memiliki kesamaan yaitu memiliki ciri-ciri yang
sama, akan tetapi dilihat secara bentuk sosial Wanita
memiliki makna negatif sedangkan kata Peremuan
memiliki makna yang bersifat positif.15

Al Musytarak al Lafdzi (Homonimi) dalam kajian


Ilmu Balaghah

14
Polisemi merupakan kata yang mempunyai makna lebih
dari satu. Sebagai contoh kata ‫ رأس‬, yang bermakna: (1) bagian
tubuh dari leher ke atas sebagaimana yag terdapat pada manusia dan
binatang, (2) bagian yang terletak di bagian atas, depan atau awal,
(3) pemimpin atau ketua, (4) sesuatu yang dianggap sebagai pangkal,
pusat sumber. Lihat Uci Utami Ayuningtias, Retno Purnama Irawati,
dkk., Penggunaan Istilah Bahasa Arab oleh Aktivis Rohis di
Universitas Negeri Semarang (Analisis Semantik dan
Sosiolinguistik), hlm.14.
15
Yatmi, Skripsi Analisis Musytarak (Homonim) Dalam Al
Quran Terjemahan H.B Jassin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2010, hlm.13-14.

13
Dalam kajian ilmu balaghah, homonimi disebut dengan
istilah Jinās yaitu kemiripan dua kata yang berbeda
maknanya. Dengan kata lain, suatu kata yang digunakan
pada tempat yang berbeda dan mempunyai makna yang
berbeda. Contoh firman Allah, dalam QS. Al Rum:55;

ِ ‫سا َعةٌ يُ ْق‬


‫س ُم ا ْل ُم ْج ِر ُم ْونَ َما لَبِثُ ْوا َغ ْي َر‬ َّ ‫َو يَ ْو َم تَقُ ْو ُم ال‬
َ‫سا َع ٍة َك َذلِكَ َكانُ ْوا يُ ْؤفَ ُك ْون‬ َ
“dan pada hari terjadinya kiamat, bersumpahlah orang-
orang yang berdosa; ‘mereka tidak berdiam (dalam
kubur) melainkan sesaat (saja).’ Seperti demikianlah
mereka selalu dipalingkan (dari kebenaran)”.

Pada ayat tersebut, terdapat kata ‫ االساعة‬. Kata itu disebut


dua kali. Pertama, bermakna ‘hari kiamat’. Kedua,
bermakna ‘waktu sesaat’. Pengungkapan suatu kata yang
mempunyai dua makna karena disebut pada tempat yang
berbeda, dalam ilmu balaghah dinamakan Jinās.
Sedangkan dalam ilmu linguistik, pengertia semacam ini
disebut homonimi.16
16
Baiq Tuhfatul Unsi, Al Musytarak Al Lafdzi (Homonimi)
dalam bahasa Arab (Suatu Kajian Semantik), (Tafaqquh, Vol.1,
No.2, desember 2013), hlm.98-99.

14
Jinās terbagi menjadi dua bentuk, yaitu:

1. Al Jinās al-Tam (‫)الجناس التام‬

‫ نوع الحروف‬: ‫ما اتفق فيه الفظان المتجانسان في أربعة أمور‬


‫وعددها وهيئآتها وترتيبها‬

“Apabila dua lafal di dalamnya terdapat kesesuaian


dalam empat hal: yaitu dalam macam hurufnya,
jumlah hurufnya, bentuk dan urutannya”.
Jinās al-Tam disebut juga sebagai Jinās haqiqi atau
Jinās kamil, terbagi menjadi tiga jenis yaitu;
a) Al Jinās al-Mumatsil (‫)الجناس المماثل‬

‫وهو أن يكون لفظا الجناس من نوع واحد ان يكون اسمين او‬


‫فعلين او حرفين‬

“Apabila dua lafal yang sejenis itu dari bentuk


yang sama seperti keduanya terdiri dai isim,
keduanya dari fi‘il atau keduanya dari hurf”.
1) Contoh Jinās al-Mumatsil isim dengan isim
seperti firman Allah:

15
َ ‫س ُم ا ْل ُم ْج ِر ُم ْونَ َما لَبِثُ ْوا َغ ْي َر‬
ۚ ‫سا َع ٍة‬ ِ ‫سا َعةُ يُ ْق‬
َّ ‫َو يَ ْو َم تَقُ ْو ُم ال‬
)۵۵ : ‫َك َذالِ َك َكانُ ْوا يُؤْ فَ ُك ْونَ (الروم‬

“...dan daripada terjadinya kiamat, orang-


orang yang berdosa bersumpah, bahwa
mereka berdiam (dalam kubur) hanya
sesaat saja. Begitulah dahulu mereka
dipalingkan dari kebenaran.” (QS. al-Rum:
55).17
Kedua lafal ‫ الساعة‬di atas, merupakan isim,
di mana lafal ‫ الساعة‬pertama berarti ‘hari
kiamat’, sedangkan lafal ‫ الساعة‬kedua
bermakna ‘jam zamaniyah’.
2) Contoh Jinās al-Mumatsil huruf dengan
huruf seperti firman Allah:

ِ ‫ش ِفى ااْل َ ْر‬


َّ‫ض َم َر ًحا ۖ أِن‬ ِ ‫تثص ِّع ْر َخ َّد َك لِلنَّا‬
ِ ‫س َوالَ تَ ْم‬ َ َ‫َوال‬
)۱۸ : ‫َال فَ ُخ ْو ٍر (لقمان‬ ٍ ‫هَّللا َ لا َ يُ ِح ُّب ُك َّل ُم ْخت‬

17
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa, (Banda Aceh: UIN Ar
Raniry, 2017), hlm.18-19.

16
“...dan janganlah kamu memalingkan eajah
dari manusia (karena sombong) dan
janganlah berjalan di bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang sombong dan membanggakan
diri.” (QS Luqman: 18).18
Lafal ‫ ال‬yang pertama berarti ‘la nahiyah’
atau yang berfungsi untuk larangan yaitu
jangan, sedangkan ‫ ال‬yang kedua mempunyai
arti tidak, yaitu la al-nafiyah yang berfungsi
untuk menegatifkan.
b) Al Jinās Mustaufii (‫)الجناس مستوفي‬

‫وهو ما كان اللفظان المتجانسان فيه من نوعين مختلفين كاسم‬


.‫و فعل‬

“Apabila dua lafal sejenis itu dari dua macam


yang berbeda seperti salah satu dari isim dan
yang lainnya dari fi‘il”.

18
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.20.

17
Contohnya adalah sebagaimana yang terdapat
dalam QS al-Najm: 1-3;

‫َن‬ ُ ‫ َو َما يَ ْن ِط‬. ‫صا ِحبُ ُك ْم َو َما َغ َوى‬


ِ ‫قع‬ َ ‫ َما‬. ‫َو النَّ ْج ِم أِ َذا َه َوى‬
َ ‫ض َّل‬
)۳-۱ : ‫ (النجم‬. ‫ا ْل َه َوى‬

“Demi bintang ketika terbenam. Kawanmu


(Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru.
Tiadalah yang diucapkannya itu (al Quran)
menurut keinginannya.”19
Lafal ‫ هوى‬yang pertama berarti ‘jatuh’ (‫)سقط‬
merupakan bentuk fi‘il, sedangkan lafal ‫هوى‬
yang kedua berbentuk isim yang bermakna
‘keinginan’ (‫)الرعبة و الميل‬.
c) Al Jinās al-Murakkab (‫)الجناس المركب‬

.‫أن يكون كال اللفظين لو أحدهما مركبا و يسمى جناس التركيب‬

Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran


19

dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm. 20.

18
“Apabila terdapat dua lafal yang salah satunya
adalah murakkab (tersambung) dan ini dinamai
juga dengan Jinās al-tarkib”.

Al Jinās al-Murakkab, dibagi menjadi tiga


bagian:
1) al-Mutasyabih (‫)المتشابه‬

‫وهو ما تشابه ركناه اي الكلمة المفردة و األخرى‬


.‫المركبة لفظا و خطا‬
“apabila gerdapat dua rukun yaitu salah
satunya yaitu mufrad (terpisah) dan satunya
lagi murakkab (tersambung) yang serupa
pada lafal dan tulisan”.20

Sehingga, dari pengertian di atas dapat


disimpulkan bahwa al Jinās al-murakkab
al-mutasyabih yaitu, apabila dua lafal
memiliki kesesuaian pada tulisan, namun
salah satunya dibedakan oleh bentuk

20
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.21.

19
strukturnya. Pertama dari satu kata
sedangkan lafal lainnya tersusun dari kata
lain.
Contohnya terdapat dalam bait puisi al-
Busty berikut:

. ‫أِ َذا َملِ ٌك لَ ْم َي ُكنْ ذَا ِهبَة فَ َد ْعهُ فَد َْولَتُهُ َذا ِهبَة‬
“Apabila seorang Raja tidak memiliki jiwa
bermurah hati tinggalkan dia dan
kekuasaannya segera sirna.”

Lafal ‫ ذاهبة‬pertama berarti ‘dermawan’,


merupakan murakkab yaitu terdiri dari dua
kata, ‫( ذا‬mempunyai) dan ‫( هبة‬pemberian).
Lafal pertama ini susunannya idhaafah, ‫ذا‬
sebagai mudhaf dan ‫ هبة‬sebagai mudhaf
ilaih. Sedangkan lafal kedua, berarti
‘hancur’ dan sebagai mufrad atau berasal
dari satu kata yaitu ‫ ذاهبة‬isim fa‘il dari kata
‫‘ ذهب‬pergi’.
2) al-Mafruuq (‫)المفروق‬

20
. ‫هو ما اختلف فيه اللفظان فى الخط‬
“Apabila dua lafal yang sama itu berbeda
dalam tulisan”.21

Contohnya dapat dilihat dalam salah satu


sya‘ir ucapan Ali al Mutawwa‘ai:

‫ما لَم تُبالغ قَب ُل في تَه ِذيبِ َها‬ ‫الروا ِة قَصيدة‬


ُّ ‫ضنَّ َعلَى‬ َ ‫الَ تَ ْع ِر‬
‫سا تَه ِذي بِ َها‬
ً ‫سا ِو‬
َ ‫َعدُّوهُ ِمنهُ َو‬ ‫فَ َمتَى ع ََرضتُ الشَّعر َغير ُم َه ِّذب‬
“Janganlah kamu memperlihatkan suatu
kasidah kepada orang-orang yang
meriwayatkan selama kamu tidak
mengusahakan untuk memeliharanya, bila
kamu memperlihatkan sya‘ir dengan tanpa
dipelihara tentu mereka menganggap darimu
sebagai bisikan hati yang kamu mengigau
dengannya”.

Jinās dari contoh syair di atas adalah pada


lafal ‫ تهذيبها‬dan ‫ تهذي بها‬. Lafal pertama
menunjukkan kepada mufrad. Sedangkan

21
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.22.

21
lafal bait kedua terdiri dari kata lain atau
murakkab, yaitu tersusun dari fi‘il (‫ )تهذي‬fan
al-jar wa al-majrur pada (‫)بها‬. Dari kedua
lafal ini terlihat jelas, adanya penyesuaian
dua lafal yang terdiri dari mufrad dan
mrakkab namun berbeda pada
penulisannya.
3) al-Marfuu (‫)المرفو‬

.‫ما كان اللفظ المركب فيه مركبا من كلمة وجزء‬


“Apabila lafal murakkab di dalamnya
tersusun dari kata dan sebagian kata”.22

Adapun contohnya sebagaimana perkataan


al-Hariri:

‫وال تَ ْلهُ عن تَذكار ذنبك وابكه بدمع يحاكي الوبل حال مصابه‬

‫وروعة ملقاه ومطعم صابه‬ ‫ومثل لعينيك ال ِح َمام ووقعه‬

“Dan janganlah kamu lelah dari mengingat


dosamu dan tangislah dosa itu dengan air

22
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.23.

22
mata yang menyerupai mendung ketika
mencurahkan airnya, dan gambarlah di
hadapan mata anda tentang kematian dan
kedatangannya, ketakutan dijatuhkannya
dan rasa dituangkannya”.

Jinās adalah pada lafal ‫ مصابه‬di bait


pertama dan ‫ مصابه‬pada bait kedua. Lafal
sempurna pada bait pertama, akan tetapi
murakkab pada bait kedua, diambil mim
maftuh (mim fathah) dari ‫ مطعم‬kemudian
disandarkan kepada ‫ صابه‬. Jadi lafal
murakkab tersebut terdiri dari satu kata dan
sebagian lainnya, yaitu ‫ مطعم صابه‬mim (‫)م‬
berdiri pada kata ‫ مطعم‬.23

2. Al- Jinās Gahir al-Tam (‫)الجناس غير التام‬

‫وهو ما اختلف فيه اللفظان في واحد أو أكثر من األمور األربعة‬


.‫السابقة‬
23
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.23-24.

23
“Yaitu terdapat perbedaan dalam lafalnya pada salah
satu atau banyak dari empat unsur yang telah
disebutkan”.

Sebagian Ulama’ seperti Ibrahim Mahmud ‘Alan


menamai Jinās ghair al-tam dengan sebutan Jinās
al-naqis, namun Ibn al-Athir tidak sepakat dalam
penamaan tersebut, beliau mengatakan sebgaimana
yang telah dikutip oleh Ahmad Fasyal dalam
kitabnya bahwa selain Jinās al-tam maka ia
bukanlah Jinās hakiki dikarenakan ia sudah keluar
dari yang dikatakan Jinās. Oleh sebab itu, Ibn al-
Athir menamainya dengan syibh al-Jinās atau al-
musyabahah (menyerupai Jinās), karena
musyabahah adalah sesuatu yang tidak menunjukkan
kepada hakiki. Hal demikian ini hanyalah perbedaan
pendapat pada peletakan nama Jinās ghair al-tam,
namun hakikatnya adalah sama, yaitu adanya Jinās
al-tam (sempurna) dan Jinās ghair al-tam (tidak
sempurna).24

24
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.24.

24
Adapun macam-macam Jinās ghair al-tam adalah
sebagai berikut:
1. Al- Jinās al-muharraf (‫)الجناس المحرف‬

.‫وهو أن يتفق ركناه في الحروف دون الحركة‬


“Adanya kesesuaian dua lafal yang serupa pada
hurufnya namun bukan pada harakatnya”.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Jinās
al-muharraf yaitu apabila sesuai dalam jumlah
huruf, macamnya, urutannya, namun berbeda
harakatnya. Majdi Wahbah mengatakan
sebagaimana yang telah dikutip oleh Mardjoko
Idris, Jinās al-muharraf juga dikenal sebagai
Jinās al-mukhtalif. Contohnya adalah sebagai
berikut:

. َ‫ فَأَنظُ ْر َكيْفَ َكانَ عَاقِبَةُ ا ْل ُمن َذ ِرين‬. َ‫س ْلنَا فِي ِهم ُّمن ِذ ِرين‬
َ ‫َولَقَ ْد أَ ْر‬
)۷۳-۷۴ : ‫(الصفات‬
“Dan sungguh, Kami telah mengutus (Rasul)
pemberi peringatan di kalangan mereka. Maka
perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-

25
orang yang diberi peringatan itu”. (QS. al-
Shaffat: 72-73)

Kedua lafal serupa dalam ayat di atas adalah


pada lafal ‫ من ِذرين‬dan ‫ من َذرين‬. Namun dibedakan
oleh harakat huruf (‫ )ذ‬pertama yang berharakat
kasrah, sedangkan yang kedua berharakat fathah.
Lafal ‫ من ِذرين‬sebagai isim fa‘il (subjek) bermakna
pemberi-pemberi peringatan, sedangkan ‫من َذرين‬
sebagai maf‘ul (objek) adalah diberi peringatan.25
2. Al- Jinās al-Mushahhaf (‫)الجناس المصحف‬

‫ما تما ثل ركناه و ضعا واختلفا نقطا بحيث لوزا ل أعجا م‬


.‫أحدهما لم يتميز عن األخرة‬
“Jinās yang dua rukunnya sama letaknya dan
berbeda titik-titiknya, sekiranya titik dari salah
satunya dihilangkan maka tidak bisa dibedakan
dari lainnya”.

25
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.25-26.

26
Jenis Jinās ini merupakan tingkatan Jinās yang
paling rendah. Karena ia terdiri pada keserupaan
bentuk-bentuk huruf pada tulisan, sedangkan
baik dan tidaknya pelafalan huruf tidak diambil
dari bentuk tulisan huruf tersebut. Hal ini
merupakan pendapat dari Ibn Sinan. Dengan
demikian, maksud dari pengertian di atas adalah
Jinās al-mushahhaf hanya fokus pada persamaan
bentuk penulisan huruf atau rasm dan hanya
dibedakan oleh titiknya seperti pada huruf ( ،‫س‬
‫ ر‬،‫ ز‬،‫ ذ‬،‫ د‬،‫ غ‬،‫ ع‬،‫ ض‬،‫ ص‬،‫)ش‬.26
Di sisi lain, Al-Suyuti menyebutnya dengan
nama Jinās al-khat. Berikut contohnya:

ِ ‫سبُونَ أَنَّ ُه ْم يُ ْح‬


َ‫سنُون‬ َ ‫س ْع]ُ ُه ْم فِى ا ْل َحيَا ِة الدُّنيَا َو ُه ْم يَ ْح‬ َ َ‫الَّ ِذين‬
َ ‫ض َّل‬
)۱۰٤ : ‫ (الكهف‬.‫ص ْن ًعا‬
ُ
“(Yaitu) orang yang sia-sia perbuatannya dalam
kehidupan dunia, sedangkan mereka mengira
telah berbuat sebaik-baiknya”. (QS. al-Kahfi:
104).

26
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.26.

27
Jinās terdapat dalam lafal ‫ يحسبون‬dan ‫يحسنون‬.
Dimana kedua lafal ini sama urutannya,
jumlahnya dan penulisan bentuk hurufnya,
namun dibedakan leh titik pada salah satu huruf
dari kedua lafal tersebut, yaitu huruf ba (‫ )ب‬yang
bertitik di bawah dan nun (‫ )ن‬bertitik di atas.
Kedua makna dari lafal tersebut juga berbeda,
yaitu ‫ يحسبون‬berarti ‘mereka mengira’ dan ‫يحسنون‬
berarti ‘berbuat dengan sebaik-baiknya’.27
3. Al- Jinās al-Mudhari’ (‫)الجناس المضارع‬

. ‫ان اختلفا في حرفين غير متباعدي المخرج‬


“Jika terdapat perbedaan pada dua huruf, di
mana makhraj-nya bermiripan tidak berjauhan”.

Ahmad Qasim mengatakan, Jinās al-Mudhari’


merupakan Jinās yang terdapat perbedaan pada
jenis huruf dan disyaratkan agar tidak terjadi
perbedaan lebih dari satu huruf. Dengan

27
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.26-27.

28
demikian, dari pengertian di atas dapat dikatakan
bahwa Jinās al-Mudhari’ yaitu adanya
perbedaan dalam dua huruf di mana dua huruf
tersebut terdapat pada dua lafal serupa dan dari
salah satu lafal hanya dibedakan oleh satu huruf
yang makhraj-nya berdekatan.28
Berikut contohnya:

َ ُ‫َو ُه ْم يَ ْن َه ْونَ َع ْنهُ َويَ ْنئ َْونَ َع ْنهُ ۖ َوأِن يُ ْهلِ ُكونَ أِآَّل أَنف‬
‫س ُه ْم َو َما‬
)۲٦ : ‫ (االنعام‬. َ‫ش ُعرُون‬
ْ َ‫ي‬
“..dan mereka melarang (orang lain)
mendengarkan al-Quran dan mereka sendiri
menjauhkan diri daripadanya, dan mereka
hanyalah membinasakan diri mereka sendiri,
sedang mereka tidak menyadari”. (QS. al-
An‘am: 26)
Jinās adalah pada lafal ‫ ينهون‬dan ‫ ينئون‬yang hanya
dibedakan oleh salah satu huruf dari kedua lafal
tersebut, yaitu huruf (‫ )ھ‬dengan (‫)ء‬. Kedua huruf
ini berdekatan makhraj-nya dari huruf

28
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.27.

29
khalqiyyah. Lafal ‫ ينهون‬berarti ‘mereka melarang’
dan ‫ ينئون‬berarti ‘menjauhkan diri’.29
4. Al- Jinās al-Laahiq (‫)الجناس الالحق‬

. ‫وهو ما كان الحرفان فيه متبا عدين في المخرج‬


“Apabila di dalamnya terdapat dua huruf yang
berjauhan makhraj-nya”.

Sama halnya dengan Jinās al-Mudhari’, Jinās


al-Laahiq ada juga yang terletak di awal, di
tengah dan di akhir lafal. Berikut contohnya
terdapat dalam firman Allah swt:

َ َ‫َوأِنَّهُ َعلَى َذالِ َك ل‬


َ َ‫ َوأِنَّهُ لِ ُح ِّب ا ْل َخ ْي ِر ل‬. ‫ش ِه ْي ٌد‬
-۷ :‫ (العاديت‬. ‫ش ِد ْي ٌد‬

“Sesungguhnya dia (manusia) menyaksikan
keingkarannya dan sesungguhnya cintanya
kepada harta benar-benar berlebihan”. (QS.
al-‘Adiyat: 7-8)

29
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.28.

30
Jinās al-Laahiq dalam ayat yang disebutkan di
ataa adalah pada lafal ‫ لشهيد‬mempunyai arti
‘menyaksikan’ dan lafal ’‫ لشديد‬berarti ‘sangat
kuat’. Kedua lafal ini serupa dalam pengucapan,
namun dibedakan oleh salah satu huruf yang
berjauhan makhraj, yaitu huruf (‫ )ھ‬dan (‫)د‬
terletak pada pertengahan antara kedua lafal di
atas.30
5. Al- Jinās al-Naqish (‫)الجناس الناقص‬

. ‫وأن اختلف اللفظان في عدد الحروف فقط‬


“Jika terdapat perbedaan pada dua lafal yang
berbeda bilangan atau jumlah hurufnya”.

Jinās al-Naqish dibagi lagi ke dalam dua jenis,


yaitu:
a. Terjadi perbedaan pada penambahan satu
huruf seperti terdapat tambahan satu huruf di
permulaan, disebut dengan Jinās al-naqish
al-marduf. Sebagaimana firman Allah swt:

30
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.28-29.

31
.‫ق‬ َ ‫ أَ ٰلى َربَّ َك َي ْو َمئِ ٍذ ا ْل َم‬. ‫اق‬
ُ ‫سا‬ ِ ‫س‬َّ ‫ق ِبال‬
ُ ‫سا‬ ِ َّ‫َوا ْلتَف‬
َّ ‫ت ال‬
)۲٩-۲۰ : ‫(القيامة‬
“..dan bertaut betis (kiri) dan betis (kanan).
Kepada Tuhanmulah pada hari itu kamu
dihalau”. (QS. al-Qiyamah: 20-29).31

Adapun contoh pada pertengahan lafal


disebut sebagai Jinās al-naqish al-muktanif
seperti dalam sebuah ungkapan:

‫ج ِّدى جهدى‬
“Kesungguhanku adalah perjuanganku”.

Kemudian contoh yang terletak di akhir lafal


dinamakan dengan Jinās al-naqish al-
mutharraf. Berikut contohnya dalam
perkataan Abi Tamam:

.‫ب‬ ِ َ‫ض ق‬
ٍ ‫واض‬ ٍ َ‫صو ُل ِبأأَسي‬
ٍ ‫اف قَ َوا‬ ُ َ‫ت‬ ‫َواص ٍم‬
ِ ‫صع‬ ٍ ‫يَ ُمدُّونَ ِمن أَي ٍد ع ََوا‬

31
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.29.

32
“Mereka berdiri tegak dengan tongkat yang
kuat, sedangkan Anda melompat dengan
pedang terhunus lagi tajam”.32
Kedua lafal Jinās pada contoh pertama di
atas, yaitu lafal ‫( الساق‬betis) dan ‫المساق‬
(dihalau) dengan penambahan satu huruf
mim (‫ )م‬pada awal lafal ‫المساق‬. Sedangkan
pada contoh kedua, keserupaan terletak pada
lafal ‫ جدى‬dan ‫ جهدى‬dengan penambahan satu
huruf (‫ )ھ‬pada pertengahan lafal ‫جهدى‬.
Adapun contoh ketiga, Jinās adalah pada
lafal ‫ عواص عواصم‬dan lafal ‫ قواض قواضب‬yang
terdapat penambahan satu huruf (‫ )م‬pada
akhir lafal ‫ عواصم‬dan penambahan huruf (‫)ب‬
pada akhir lafal ‫ قواضب‬. Dengan demikian,
contoh lafal-lafal Jinās al-naaqish yang telah
disebutkan di atas adalah berkurang salah
satu hurufnya dari lafal lainnya.33

32
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.30.
33
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.30.

33
b. Perbedaan yang dikarenakan penambahan
lebih dari satu huruf. Jika terletak di awal
maka disebut dengan Jinās al-mutawwij (
‫)المتوج‬, sedangkan di akhir kata disebut Jinās
al-mudzayyal (‫)المذيل‬. Berikut pe,aparan
contohnya dalam firman Allah swt:

)۱-۲ : ‫ (الطور‬. ‫سطُو ٍر‬ ٍ ‫ َو ِك ٰت‬. ‫طو ِر‬


ْ ‫ب َّم‬ ُّ ‫َوال‬
“Demi gunung (Sinai) dan demi Kitab yang
ditulis”. (QS. al-Thur: 1-2)

Kata yang berdekatan pelafalannya adalah


‫ الطور‬dan ‫ مسطور‬dengan penambahan lebih
dari satu huruf pada lafal ‫ مسطور‬yaitu huruf (
‫ )م‬dan (‫ )س‬yang terletak di permulaan lafal.
Dengan demikian, ini merupakan Jinās al-
mutawwij.
Adapun contoh Jinās al-mudzayyal sebagai
berikut:

)٩۷ : ‫ (طه‬. ‫َوانظُ ْر أِلَ ٰ ٓى أَ ٰل ِهكَ الَّ ِذى ظَ ْلتَ َعلَ ْي ِه عَا ِكفًا‬

34
“Dan lihatlah Tuhanmu itu yang kamu tetap
menyembahnya”. (QS. Thaaha: 97)

Jinās adalah pada lafal ‫ ألى‬dan ‫ ألهك‬yang


terjadi penambahan lebih satu huruf pada
akhir lafal ‫ ألهك‬yaitu huruf ha (‫ )ھ‬dan kaf
(‫)ك‬.34
6. Al- Jinās al-Qalb (‫)الجناس القلب‬
‫هو ان تكون الكلمة عكس األخر أي يكون ترتيب حروفها‬
. ‫مختلفا أو معكوسا‬
“Apabila kalimat yang satu berbalikan dengan
kalimat yang lainnya, atau dengan kata lain jika
urutan hurufnya berbeda atau berbalikan”.

Jinās al-qalb ada dua macam, yaitu kull dan


ba‘ad. Dikatakan qalb kull jika antara kedua
lafal serupa berbalikan pada susunan huruf
secara keseluruhan. Sedangkan Jinās qalb ba‘ad
adalah dua lafal yang serupa dibedakan oleh
susunan sebagian huruf. Ahmad Fasyal dan

34
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.30-31.

35
Ahmad Mathlub menyebutnya dengan nama
Jinās al-‘aks (‫)العكس‬. Berikut contohnya dalam
firman Allah swt:

)۳ : ‫ (المدثر‬. ‫َو َربَّ َك فَ َكبِّ ْر‬


“Dan agungkanlah Tuhanmu”. (QS. al-
Mudatstsir: 3)35

Dan firman Allah swt:

ْ ِ‫شيْتُ أَنْ تَقُو َل فَ َّر ْقتَ بَيْنَ بَنِ ٓى أ‬


. ‫س َر ٰ ٓ ِءي َل َولَ ْم ت َْرقُ ْب قَ ْولِى‬ ِ ‫أِنَّى َخ‬
)٩٤ : ‫(طه‬
“Aku sungguh khawatir Engkau akan berkata
(kepadaku), Engkau telah memecah-belah
antara Bani Israil dan kamu tidak memelihara
amanatku”. (QS. Thaaha: 94)

Jinās al-qalb kull terdapat dalam surat al-


Muddatsir ayat tiga, dimana terdapat persamaan
dua lafal ‫( ربك‬Tuhanmu) dan ‫( كبر‬agungkanlah)

35
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.31-32.

36
pada macam hurufnya, namun dibedakan oleh
letak huruf yang berbalik secara keseluruhan.
Lafal pertama tersusun dari ra-b-ba-ka dan lafal
kedua tersusun dari ka-b-bi-ra. Sedangkan Jinās
al-qalb ba‘ad adalah dalam surat Thaha ayat 94,
yaitu antara lafal ‫( بين‬antara) dan ‫( بني‬keluarga).
Kedua lafal ini dibedakan oleh susunan sebagian
huruf yaitu ba-i-na dan ba-ni-y. Dengan
demikian, Jinās al-qalb adalah dua lafal yang
serupa dalam pengucapan, namun dibedakan
oleh urutan huruf-hurufnya.
7. Al- Jinās al-Muzdawaj (‫)الجاس المزدوج‬
‫أذا تت بعت الكلمتان المتجنسان من اي نوع من انواع الجناس‬
. ‫المذكورة‬
“Jika terdapat dua kata serupa dalam
pelafalannya secara beriringan dari Jinās apa
saja yang telah disebutkan”.

Maksud pengertian di atas adalah, Jinās al-


muzdawaj merupakan jinas yang terjadi
beriringan. Walaupun Jinās tersebut termasuk
dari cabang Jinās lainnya, namun jikalau

37
datangnya secara beriringan maka juga bisa
disebut dengan Jinās al-muzdawaj. Contohnya
seperti dalam firman Allah swt.

َ ‫فَ َم َك َث َغ ْي َر بَ ِع ْي ٍد فَقَا َل أَ َحطتُ بِ َما لَ ْم تُ ِح ْط ِب ِه ۧ َو ِجئْتكَ ِمن‬


ٍ ‫سبَأ‬
)۲۲ : ‫ (النمل‬. ‫بِنَبَأ ٍ َيقِ ْي ٍن‬
“Maka tidak lama kemudian (datanglah Hud-
Hud), lalu ia berkata: aku telah mengetahui
sesuatu yang engkau belum ketahui. Aku datang
kepadamu dari negeri Saba membawa suatu
berita yang meyakinkan”. (QS. al-Naml: 22)

Jinās al-muzdawaj dalam ayat di atas adalah


pada lafal‫ سبأ‬berarti negeri Saba dan lafal ‫ نبأ‬yang
berarti berita. Kedua lafal ini muncul secara
beriringan tanpa diselingi oleh lafal lain.
8. Al-Jinas al-Isytiqaq (‫)الجناس األشتقاق‬

‫وهو ما يجتمع فيه اللفظان فى اصل االشتقاق‬


“Sesuatu yang berkumpul padanya itu dua lafal
dari asal kata yang sama”.

38
Maksud dari pengertian di atas adalah, Jinās al-
isytiqaq merupakan dikumpulkannya dua lafal
serupa dalam pelafalan dan keduanya berasal
dari asal yang satu. Atau dengan kata lain,
terdapat satu lafal yang berbeda namun jika
dikembalikan kepada asal dalam bahasanya,
akan menjadi sama.
Jinās al-isytiqaq merupakan Jinās yang banyak
diperhatikan oleh para Ulama’ terdahulu.36
Sebagian Ulama’ menyebutnya dengan nama
lain, yaitu Jinās al-munasabah.37 Sedangkan al-
Suyuti menamainya dengan Jinās al-muqtadhab.
Contohnya seperti firman Allah swt:

)٤٤ : ‫ (النمل‬. َ‫سلَيْمٰ نَ هَّلِل ِ َر ِّب ا ْل ٰعلَ ِميْن‬ ْ َ‫َو أ‬


ُ ‫سلَ ْمتُ َم َع‬
“Aku berserah diri bersama Sulaiman kepada
Allah, Tuhan semesta alam”. (QS. an-Naml: 44)

36
Seperti halnya Ulama’ al-Khalil, al-Asma‘i, Ibn al-
Mu’taz dan al-Rummani.
37
Seperti Ulama’ al-Rummani, al-Khathabi, al-Jurjani dan
Abi Isba’.

39
Jinās al-isytiqaq dalam ayat di atas adalah pada
lafal ‫ اسلم‬berarti ‘berserah diri’ dan lafal ‫سليمان‬
bermakna ‘nama seseorang (Nabi Sulaiman as)’.
Kedua lafal ini merupakan berasal dari satu akar
kata yang sama, yaitu sa-li-ma, namun dari segi
bentuk keduanya berbeda, karena lafal ‫اسلم‬
berbentuk fi‘il (kata kerja) sedangkan lafal ‫سليمان‬
berbentuk isim.
9. Al- Jinās al-Ithlaq (‫)الجناس األطالق‬

. ‫بأن يتفقا من حيث الظهر مع اختالف المادة المشتق منها‬


“Adanya dua lafal yang sesuai dari segi dzahir
namun berbeda pada akar katanya”.

Dengan demikian dari pengertian di atas dapat


dikatakan bahwa Jinās al-Ithlaq adalah dua lafal
yang erupa seakan-akan dari asal kata yang
sama, padahal tidak demikian. Hanya saja kedua
lafal tersebut serupa dari awal kata yang
menyerupai al-isytiqaq. Abu Satit dan al-Khathib
al-Qazwaini menyebutnya dengan nama al-

40
musyabahah bi al-isytiqaq. Adapun contohnya
seperti firman Allah swt:

)۱٦۸ :‫ (الشعرآ‬. َ‫قَا َل أَنِّى لِ َع َملِ ُكم ِّمنَ ا ْلقَالِين‬


“Dia (Luth) berkata, aku sungguh benci kepada
perbuatanmu”. (QS. al-Syu‘ara: 168)

Lafal pertama ‫ قال‬dari kata ‫ القول‬berarti


‘perkataan’ sedangkan lafal kedua ‫ قالين‬berasal
dari kata ‫ قلي‬bermakna ‘benci’. Kedua lafal ini
seakan-akan berasal dari satu kata yang sama,
namun keduanya berbeda dari segi akar katanya,
hanya menyerupai al-isytiqaq. Abu Hilal
al-‘Askariyy dalam kitabnya al-Tsanaa‘ataun
menyebut secara ksusus mengenai Jinās al-
isytiqaq dan al-musyabahah bi al-isytiqaq, beliau
hanya mengutarakan dua macam Jinās ini.

Sebab Terjadinya Lafadz Musytarak

Sebab-sebab lafadz menjadi musytarak:

41
1. Lafadz itu digunakan oleh suatu suku bangsa
(qabilah) untuk makna tertentu dan oleh suku bangsa
yang lain digunakan untuk makna yang lain lagi,
kemudian sampai kepada kita dengan kedua makna
tersebut tanpa ada keterangan dari hal perbedaan
yang dimaksud oleh penciptanya.
2. Lafadz yang diciptakan menurut hakikatnya untuk
satu makna, kemudian dipakai pula kepada makna
lain tetapi secara majazi (kiasan). Pemakaian secara
majazi ini terkenal pula, sehingga orang-orang
menyangka bahwa pemakaiannya dalam arti yang
kedua adalah hakiki, bukan majazi. Dengan
demikian para ahli bahasa memasukannya ke dalam
golongan lafadz mustarak.
3. Lafadz itu semula diciptakan untuk satu makna,
kemudian dipindahkan kepada istilah syari’at untuk
arti yang lain. Misalnya lafadz “shalat”, menurut arti
bahasa semula artinya adalah berdoa, kemudian
menurut arti istilah syar’i adalah salat sebagaimana
yang kita kenal sekarang.38

38
Rizal Ahmad, Ushul Fiqh Sederhana, hlm.14.

42
4. Dalam bahasa Arab, terkadang satu kata digunakan
untuk dua makna, sehingga kata tersebut sesuai
untuk keduanya. Namun, dalam perjalanan waktu,
orang mulai melupakan makna yang bersifat
mencakup tersebut, lalu berkesimpulan bahwa kata
tersebut adalah kata yang bersifat ambigu. Sebagai
contoh, kata quru’ pada awalnya adalah kata yang
hanya menunjukkan satu periode terjadinya suatu
peristiwa. Contoh “panas itu mempunyai quru’”
yang maksudnya adalah mempunyai periode waktu
tersendiri. Contoh yang lain yaitu, “dingin itu
mempunyai quru’ ”, maksudnya adalah mempunyai
periode yang menyertai dengan turunnya hujan. Dan
ketika dikatakan seorang perempuan mempunyai
quru’, maka itu berarti periode waktu haid dan
waktu suci. Akan tetapi, pada perkembangan
selanjutnya cakupan makna tersebut kemudian
dilupakan, maka digunakanlah untuk kedua makna
secara berdiri sendiri.39

39
H.Kamaluddin Abunawas, Pengaruh Bahasa Arab
Terhadap Penetapan Hukum Islam (Analisis terhadap Kota Kata
Musytarak/Ambigu di dalam al Quran), (Jurnal Adabiyah, Vol.XII,
No.2, Tahun 20102), hlm.133.

43
5. Terkadang satu kata yang telah mempunyai makna
menurut bahasa, juga digunakan untuk makna lain
menurut kebiasaan dan terminologi tertentu. Dengan
demikian, ia menjadi makna yang sebenarnya antara
makna menurut bahasa dan makna menurut
kebiasaan. Makna tersebut kemudian ditransfer
sebagai dua makna yang sebenarnya, seperti kata
sayyaarah, yang menurut istilah berarti yang
berjalan, tetapi kemudian dimaknai dengan mobil.
Hal yang sama juga terjadi pada kata darraajah,
yang menurut bahasa berarti berkeliling tetapi
kemudian dimaknai dengan sepeda.40

Menurut Doktor Wahbah dan Syaikh Khudhori dalam


kitab beliau (Abdu al- Salim Mukrim, al-Musytarak al-
Lafdzim fi Haql al Qur’ani), sebab-sebab terjadinya
lafadz musytarak adalah sebagai berikut:

1) Terjadinya perbedaan kabilah-kabilah arab di dalam


menggunakan suatu kata untuk menunjukkan

H.Kamaluddin Abunawas, Pengaruh Bahasa Arab


40

Terhadap Penetapan Hukum Islam (Analisis terhadap Kota Kata


Musytarak/Ambigu di dalam al Quran), ..................................,
hlm.134.

44
terhadap satu makna. Seperti perbedaan dalam
pemakaian kata ‫ َي ٌّد‬, dalam satu kabilah, kata ini
digunakan menunjukkan arti “hasta secara
sempurna” ((ٌ‫ ِذ َرا ٌع ُكلُّه‬. Satu kabilah untuk
َّ ‫أَال‬. Sedangkan kabilah yang
menunjukkan ْ‫سا ِع ُد َوا ْل َكف‬
lain untuk menunjukkan khusus “telapak tangan”.

2) Terjadinya makna yang berkisar/ keragu-raguaan (

‫ )ت ََر َّد َد‬antara makna hakiki dan majaz.


3) Terjadinya makna yang berkisaran/keragu-raguaan (

‫)ت ََر َّد َد‬ antara makna hakiki dan makna istilah urf.
Sehingga terjadi perubahan arti satu kata dari arti
bahasa kedalam arti istilah, seperti kata-kata yang

َّ ‫اَال‬
digunakan dalam istilah syara‟. Seperti lafadz َ‫صال‬
ُ‫ ة‬yang dalam arti bahasa bermakna do‟a, kemudian
dalam istilah syara‟ digunakan untuk menunjukkan
ibadah tertentu yang telah kita ma‟lumi.
4) Perkembangan bahasa. Terkadang dua kalimat
asalnya berbeda dalam penggambarannya dan
maknanya kemudian berkembang sebagian suara-
suara salah satu keduanya. Kemudian menjadi

45
bentuk lain disebabkan perkembangan tersebut
dalam suaranya. Sebagaimana lafadz yang aslinya
tunggal makna menjadi makna yang berbeda.
Maksudnya menjadi lafadz musytarak dintara dua
makna atau lebih. Misalnya kalimat farwah untuk
makna kulit kepala dan orang kaya. Kemudian
menjadi tarwah ta‟ diganti dengan fa‟ menurut
orang arab.
5) Meminjamnya lafadz dari bahasa yang berbeda.
Karena terkadang suatu lafadz yang dipinjam
menyamai kalimat arab dalam lafadznya. Contoh
lafadz kalb bermakna khalb tetapi mempunyai
dalalah yang berbeda. Sebagaimana orang arab
meminjam kata ‘iijl dari Negara almaniyah menjadi
kalb yang termasuk musytarak lafẓi dan sudah
terkenal mempunyai dua makna.41

Apabila di dalam nash syara’ terdapat lafadz yang


musytarak (jika musytarak itu terjadi antara arti secara
bahasa dan istilah secara syara’), maka yang harus
digunakan adalah makna syara’. Jika musytarak itu

41
Skripsi tentang musytarak (STAIN KUDUS), hlm.13-14.

46
terjadi antara dua makna bahasa atau lebih, maka yang
harus digunakan adalah salah satunya dengan suatu
petunjuk yang dapat menentukannya, tidak boleh
mengunakan kedua atau semua makna musytarak
tersebut secara bersamaan.42

Musytarak juga dapat berupa huruf, seperti huruf wawu


untuk ‘athaf (kata sambung) dan untuk haal (keterangan
keadaan). Seperti yang telah diterangkan sebelumnya,
jika lafal musytarak yang terdapat nash itu terjadi antara
makna bahasa dan makna istilah syara’, maka yang harus
dikehendaki adalah makna secara istilah syarak. Seperti
halnya lafadz salat tersebut, yang secara bahasa berarti
doa, sedangkan menurut syara’ adalah bentuk ibadah
tertentu. Begitu pula terhadap setiap lafadz yang
musytarak antara makna bahasa dan makna syara’ jika
terdapat dalam nash syara’, maka yang dimaksud oleh
syar’i adalah makna yang dibuatnya. Karena lafadz itu
ketika dipindah dari makna bahasa ke makna khusus
yang digunakan syar’i, maka lafadz itu menurut syar’i
sudah tertentu petunjuknya sebagaimana yang ditetapkan

Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fikih, (Jakarta: Pustaka


42

Amani, 2003), hlm.257.

47
syar’i. Begitu pula dalam nash undang-undang, jika
dalam undang-undang itu terdapat lafadz yang bermakna
ganda, makna bahasa dan makna hukum maka yang
dimaksudkan adalah makna hukum bukan makna bahasa.
Lafadz daf’u dan al hulul serta lainnya, yang
dimaksudkan adalah makna hukum, (yaitu penolakan dan
pembebasan) bukan makna bahasa. Juga lafadz ad dabth
(definisi) dan at tasjiil (pencatatan).

Jika lafadz yang musytarak terdapat dalam nash syara’


itu terjadi antara beberapa makna bahasa, maka wajib
berijtihad untuk menentukan makna yang dimaksud.
Karena syar’i tidak menghendaki lafadz itu, kecuali
hanya untuk satu makna. Seorang mujtahid wajib
mencari petunjuk dan tanda serta dalil untuk menentukan
maksud lafadz dalam nash tersebut.

Lafal al-quruu’ dalam firman Allah swt:

ِ ُ‫صنَ بِأَنْ ف‬
:‫ (البقرة‬.‫س ِهنَّ ثَاَل ثَةَ قٌ ٌر ْو ٍء‬ ْ َّ‫َوا ْل ُمطَلَّقَاةُ يَتَ َرب‬
)۲۲۸

48
“Wanita-wanita yang ditalah hendaklah menahan diri
(menunggu) tiga kali quruu” (QS. Al Baarah: 228).

Ayat di atas merupakan musytarak antara makna suci dan


haid.

Lafadz al Yad dalam firman Allah swt:

)۳۱ :‫ (الماءدة‬.‫سا ِرقَةٌ فَا ْقطَ ُع ْوا أَ ْي ِديَ ُه َما‬


َّ ‫ق َوال‬
ٌ ‫سا ِر‬
َّ ‫َوال‬
“Laki-laki yang mencuri dan peremouan yang mencuri
potonglah tangan keduanya.” (QS. Al Maidah: 31).

Ayat tersebut merupakan musytarak antara hasta (ukuan


dari jari hingga pundak), antara telapak tangan dan
lengan bawah (dari ujung jari hingga siku), antara telapak
tangan (dari ujung jari hingga pergelangan tangan) dan
antara tangan kanan dan tangan kiri. Ini adalah makna
terakhir, yakni dari ujung jari hingga pergelangan tangan
kanan.

Lafadz kalaalah yang terdapat dalam firman Allah swt:

)۱۲ :‫ (النساء‬.ٌ‫ث كَاَل لَةً أَ ِو ْم َرأَة‬


ُ ‫َوأِنْ َكانَ َر ُج ٌل يُ ْو َر‬

49
“Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun
perempuan yang tidak meninggalkan Ayah dan tidak
meninggalkan anak.” (QS. an Nisaa’: 12).

Ayat tersebut merupakan musytarak. Menurut bahasa


secara mutlak diartikan dengan orang yang tidak
meninggalkan anak dan orang tua, atau orang yang
ditinggal mati bukan sebagai anak dan bukan orang tua,
atau kerabat dari hubungan selain anak dan orang tua.
Mayoritas mujtahid mengambil petunjuk dengan
penelitian terhadap ayat yang menerangkan waris untuk
menetapkan bahwa yang dimaksud dengan ayat di atas
adalah arti yang pertama.

Huruf “wawu” yang terdapat dalam firman Allah swt:

ْ ‫َوالَتَأْ ُكلُ ْوا ِم َّما لَ ْم يُ ْذ َك ِر ا‬


ْ ِ‫س ُماهَّلل ِ َعلَ ْي ِه َو أِنَّهُ لَف‬
.ٌ‫سق‬
)۱۲۱ :‫(االنعام‬
“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang
yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya.
Sesungguhnya perbuatan yang demikian itu adalah
suatu kefasikan.” (QS. al-An’aam:121).

50
Ayat tersebut adalah musytarak yang digunakan untuk
‘athaf (kata sambung dan) serta haal (keterangan
keadaan, sedangkan). Jika yang dimaksud dalam keadaan
ini adalah haal, maka larangan tersebut datang untuk
binatang yang tidak disebutkan nama Allah kepadanya,
sedangkan hal tersebut adalah kefasikan. Artinya, pada
saat disembelih yang disebut adalah nama selain Allah.
Jika yang dimaksud dalam hal ini adalah ‘athaf, maka
larangan tersebut datang untuk binatang yang tidak
disebut nama Allah secara mutlak. Dengan kata lain,
pada saat menyembelih yang disebut itu nama selain
Allah atau tidak menyebut sama sekali.43

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, Nanang, Madzhab dan Faktor Penyebab

Terjadinya Perbedaan, (Jurnal Fikroh Vol.8

No.1, Juli 2014).


Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Jakarta: Pustaka
43

Amani, 2003), hlm.259-260.

51
Abunawas, H. Kamaluddin, Pengaruh Bahasa Arab

Terhadap Penetapan Hukum Islam (Analisis

terhadap Kosa Kata Musytarak/Ambigu di daam

Al Qur’an), (Jurnal Adabiyah Vol. XI No. 2,

2012).

Ahmad, Rizal, Ushul Fiqh Sederhana, hlm.14.

Khalaf, Abdul Wahab, Ilmu Ushul Fikih, (Jakarta:

Pustaka Amani, 2003), hlm.257.

Luqman, Al Musytarak Al Lafzy Mendekonstruksi

Argumen Tafsir Tekstual, (Jurnal Studi al-Quran

dan Tafsir 3: Al-Bayan, Desember 2018),

hlm.190-191.

Nashirudin, Muh., Perbedaan dalam Furu’ Fiqhiyyah

sebagai Akibat Perbedaan dalam Ushul al-Fiqh.

52
Utami, Dewi, Analisis Homonim (Musytarak Lafdzi)

Terhadap Terjemahan Tafsir As Sa’di, (Jakarta:

UIN Syarif Hidayatullah 2009).

53

Anda mungkin juga menyukai