1
H. Kamaluddin Abunawas, Pengaruh Bahasa Arab
Terhadap Penetapan Hukum Islam (Analisis terhadap Kosa Kata
Musytarak/Ambigu di daam Al Qur’an), (Jurnal Adabiyah Vol. XI
No. 2, 2012), hlm.132.
2
Nanang Abdillah, Madzhab dan Faktor Penyebab
Terjadinya Perbedaan, (Jurnal Fikroh Vol.8 No.1, Juli 2014),
hlm.30.
tersebut dengan makna suci. Artinya, mereka
berpendapat bahwa wanita yang dicerai suaminya
memiliki masa tunggu (‘iddah) tiga kali suci. Sedangkan
Abu Bakr, Umar, Utsman dan sebagian Abu Hanifah
berpendapat bahwa masa tunggu wanita yang ditalak
adalah tiga kali haid. 3
3
Muh.Nashirudin, Perbedaan dalam Furu’ Fiqhiyyah
sebagai Akibat Perbedaan dalam Ushul al-Fiqh, hlm.6
4
Dewi Utami, Analisis Homonim (Musytarak Lafdzi)
Terhadap Terjemahan Tafsir As Sa’di, (Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah 2009), hlm.34.
2
Musytarak dapat diartikan sebagai polisemi, yang mana
Shihab mengartikannya sebagai suatu kata yang memang
sejak semula dittapkan oleh pengguna bahasa untuk
memiliki dua makna atau lebih. Namn, para pakar al
Quran mempunyai istilah seniri untuk menyebut polisemi
tersebut yakni menggunakan istilah al wujuh. Kedua
tersebut, yakni al lafzhu al musytarak dengan al wujuh
pada dasarnya tidaklah nerbeda, yang berbeda hanyalah
sebatas pada istilah yang dipakainya saja. Definisi lebih
lanjut dikemukakan oleh Munjid, yang berpendapat
bahwa polisemi adalah unit linguistik yang mempunyai
makna lebih dari satu dan dapat erjadi pada lafadz
tunggal maupun terjadi akibat rangkain kata-kata.
Sedangkan menurut Lyons polisemi adalah, “a property
of single lexames” yakni suatu kata yang memiliki dua
makna atau lebih, sementara Zainuddin juga berpendapat
bahwa polisemi merupakan benuk bahasa atau kata yang
memiliki lebih dari satu makna.5
5
Fariz Alnizar, Kesepadanan Terjemahan Polisemi:
Penelitian Analisis Konten pada Terjemahan Surat al-Baqarah
Kementerian Agama, (Jurnal Hayula:Indonesian Journal of
Multidisciplinary Islamic Studies, Vol.1, No.2, Juli 2017), hlm.114-
115.
3
Definisi yang hampir sama namun dengan ungkapan
yang berbeda diungkapkan oleh Evans, yakni “polysemy
as a possesion by a single phonologhical form of several
meaning” (polisemi merupakan sebuah unit linguistik,
bentuk, yang dapat memiliki gugusan makna yang
berbeda namun saling terkait). Lebih lanjut, Taylor
berpendapat bahwa dalam gugusan makna tersebut
terdapat makna yang lebih referensial dan juga makna
yang sifatnya skematis dan untuk makna skematis ini
dapat dielaborasi dengan makna lainnya.6
6
Fariz Alnizar, Kesepadanan Terjemahan Polisemi:
Penelitian Analisis Konten pada Terjemahan Surat al-Baqarah
Kementerian Agama..................., 115.
4
bahasa Arab yang memang terdiri dari tiga jenis tersebut,
yakni isim, fi‘il dan juga huruf.7
7
Fariz Alnizar, Kesepadanan Terjemahan Polisemi:
Penelitian Analisis Konten pada Terjemahan Surat al-Baqarah
Kementerian Agama............................., 115.
8
Dewi Utami, Analisis Homonim (Musytarak Lafdzi)
Terhadap Terjemahan Tafsir As Sa’di, (Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah 2009), hlm.34.
5
dan maknanya, berbeda arti dan isi kandungannya,
lafadznya dari satu akar tetapi makna dan tafsirannya
berbeda beda. Musytarak sangat urgen dalam ilmu tafsir,
kedudukannya laksana teropong bagi mufasir agar lebih
jeli dalam memahami sebuah teks, tidak terjebak pada
makna sempit tekstual. Membantu dalam memahami
sebuah ayat, menganalisa berbagai makna yang
terkandung, menguasai satu kata dalam Alquran
memiliki word view yang luas terhadap banyak masalah
dalam Alquran. Berdasar pada konsepsi ini, musytarak
adalah sebuah perangkat yang harus dimiliki oleh
seseorang yang ingin menggeluti tafsir, khususnya
makna teks ayat dan hadis, agar terhindar dari jebakan
tekstual literal yang mengurung pada pemahaman sempit
dan parsial. Memberikan makna yang tepat sesuai
maksud siyaq al kalam, menggambarkan makna yang
benar dan jelas sesuai yang diinginkan oleh sebuah teks.
Ilmu ini merupakan pisau tertajam dalam menganalisa
dan memaknai sebuah teks, karena merobohkan argumen
tekstualis dengan menggunakan instrumen yang mereka
gunakan, mendekontruksi argumen yang dibangun oleh
6
kaum tekstualis Dzhahiri, Khawarij, klasik maupun
kontemporer yang terinspirasi dari argumentasi mereka.9
Macam-macam Musytarak
1) Musytarak Lafdzi
Merupakan musytarak yang tulisan dan
pengucapannya sama, namun memiliki makna yang
berbeda. Jika dalam bahasa Indonesia, musytarak
lafdzi sama halnya dengan sifat homonim10.
Contoh: Apel dan Apel
Maksud dari contoh di atas adalah, bahwa kata Apel
termasuk ke dalam bahasa Indonesia dan Apel di
atas mempunyai dua makna, yaitu bahwa Apel yang
pertama bermakna nama buah, sedangkan Apel yang
kedua mempunyai makna upacara.
9
Luqman, Al Musytarak Al Lafzy Mendekonstruksi
Argumen Tafsir Tekstual, (Jurnal Studi al-Quran dan Tafsir 3: Al-
Bayan, Desember 2018), hlm.190-191.
10
Homonim merupakan dua buah kata atau satuan ujaran
yang bentuknya “kebetulan” sama, maknanya berbeda, karena
masing-masing merupakan kata atau bentuk ujaran yang berlainan.
Misalnya kata دليل, yang dapat bermakna (1) petunjuk jalan, (2)
pemandu wisata, (3) buku panduan, (4) argumentasi, hujjah, bukti.
7
Musytarak lafdzi termasuk dalam salah satu metode
penulisan tafsir mufrodat al Quran, yaitu sebuah
metode yang menjelaskan arti setiap kata dalam al
Quran dari sisi bahasa, mendeskripsikan makna satu
kata dengan makna yang luas dan komperehensif.
Satu kata banyak terulang dalam al Quran dengan
berbagai derifatnya, memiliki arti dan maksud yang
berbeda-beda sesuai dengan siyaq al jumlah dan
konteks teks tersebut. Ilmu ini sebagai standarisasi
kedalaman ilmu seorang mufassir, memahami satu
masalah dari berbagai sisi. Keagungan mu’jizat al
Quran dapat terproyeksikan dari disiplin ilmu ini,
satu kata memiliki banyak arti dan maksud yang
berbeda-beda, satu lafadz mengandung dua puluh
makna bahkan lebih, mukjizat yang tidak mungkin
dimiliki oleh manusia, seperti sebuah riwayat dari
Abu Darda, “Seseorang tidak akan menjadi seorang
faqih sebelum menguasai disiplin ilmu ini, al
musytarak al lafdzi, satu kata dalam al Quran
memiliki banyak sisi makna”.11
11
Luqman, Al Musytarak Al Lafdzy Mendekonstruksikan
Argumen Tafsir Tekstual, Ibn Abbas: Jurnal Ilmu Al Quran dan
Tafsir, Vol.1 No.2, Oktober, hlm.130-131.
8
Pada kasus homonim terdapat dua istilah lain yang
biasa dibicarakan, yaitu homofon dan juga
homografi. Dalam bahasa Indonesia, adakalanya
kata-kata yang berhomonim ini hanya sama dalam
bunyi, namun ejaannya tidaklah sama. Hal semacam
ini disebut homofon (al Musytarak al Shauti).
Misalnya, kata “sangsi” yang berarti ragu dan kata
“sanksi” yang berarti hukuman. Sedangkan, dalam
bahasa Arab tidak ditemukan homofon dalam satu
kata dengan kata yang lain, kecuali kesamaan antar
satu kata dengan frase. Misalnya, kata ذاهبةdan ذاهبة.
Kata pertama ذاهبةberarti “seoang perempuan” atau
“sesuatu yang pergi” atau “hilang”. Sedangkan kata
ذاهبةkedua merupakan frase (mudhaf ilaih) yang
berarti “orang yang memiliki hadiah”.12
Adapun sebab-sebab terjadinya al Musytarak al
Lafdzi (Honomim):
a) Bentuk-bentuk yang berhomonim itu berasal dari
bahasa atau dialek yang berlainan. Misalnya,
kata bisa yang berarti “racun ular” berasal dari
12
Baiq Raudatussolihah, Tesis Analisls Linguistik Dalam Al
Quran (Studi Semantik Terhadap QS Al ‘Alaq), (Makassar: UIN
Alauddin, 2016), hlm.78.
9
bahasa Melayu, sedangkan kata bisa yang
berartikan “sanggup” berasal dari bahasa Jawa.
b) Bentuk-bentuk yang bersinonimi itu terjadi
sebgai hasil dari proses morfologi. Umpamanya
kata mengukur dalam kalimat “Ibu sedang
mengukur kelapa di dapur” adalah berhomonimi
dengan kata mengukur dalam kalimat “Petugas
agraria itu mengukur luasnya kebun kami”. Jelas,
kata mengukur yang pertama terjadi sebagai hasil
proses pengimbuhan amalan me- pada kata
kukur (me + kukur = mengukur). Sedangkan,
kata mengukur yang kedua terjadi sebagai hasil
proses pengimbuhan awalan me- pada kata ukur
(me + ukur = mengukur).
10
morfologi/shorof) dan pergantian huruf atau
ibdal.
Contoh:
Pertukaran posisi huruf yaitu, apabila kita
mengambil sighot wazan أستفعلpada lafadz
دامmaka akan terjadi kalimat أستدامdan dari
kalimat “ ” د مىakan menjadi kalimat أ ستد
مىakan tetapi dikatakan bahwa fi‘il ا ستدام
yang dapat berarti berkelanjutan namun juga
dapat berarti أ ستدمىyang berarti berdarah.
Hal ini disebabkan kesalahan si penutur
namun dapat dipahami oleh yang lainnya dan
kemudian pada akhirnya banyak digunakan
oleh penutur lainnya.
2. Perubahan dari segi makna mencakup atas
tujuan dan gaya penyampaiannya.
b) Sebab-sebab eksternal, yaitu lebih cenderung
kepada perbedaan lingkungan tempat bahasa itu
digunakan.
11
Menurut Sahkholid, faktor-faktor penyabab
banyaknya homonimi dalam bahasa Arab dapat
disebutkan sebagai berikut:
13
Baiq Tuhfatul Unsi, Al Mushtarak Al Lafzi ()Homonimi
dalam Bahasa Arab, (Tafaqquh, Vol.1, No.2, Desember 2013),
hlm.94-96.
12
2) Musytarak Makna
Merupakan musytarak yang mana kata atau frasa
yang tulisan serta pengucapannya berbeda, akan
tetapi maknanya sama. Sedangkan dalam bahasa
Indonesia sama halnya dengan polisemi14.
Contoh: Wanita dan Perempuan
Maksud dari contoh di atas adalah dilihat dari makna
biologis bahwa kata Wanita dan Perempuan
memiliki kesamaan yaitu memiliki ciri-ciri yang
sama, akan tetapi dilihat secara bentuk sosial Wanita
memiliki makna negatif sedangkan kata Peremuan
memiliki makna yang bersifat positif.15
14
Polisemi merupakan kata yang mempunyai makna lebih
dari satu. Sebagai contoh kata رأس, yang bermakna: (1) bagian
tubuh dari leher ke atas sebagaimana yag terdapat pada manusia dan
binatang, (2) bagian yang terletak di bagian atas, depan atau awal,
(3) pemimpin atau ketua, (4) sesuatu yang dianggap sebagai pangkal,
pusat sumber. Lihat Uci Utami Ayuningtias, Retno Purnama Irawati,
dkk., Penggunaan Istilah Bahasa Arab oleh Aktivis Rohis di
Universitas Negeri Semarang (Analisis Semantik dan
Sosiolinguistik), hlm.14.
15
Yatmi, Skripsi Analisis Musytarak (Homonim) Dalam Al
Quran Terjemahan H.B Jassin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2010, hlm.13-14.
13
Dalam kajian ilmu balaghah, homonimi disebut dengan
istilah Jinās yaitu kemiripan dua kata yang berbeda
maknanya. Dengan kata lain, suatu kata yang digunakan
pada tempat yang berbeda dan mempunyai makna yang
berbeda. Contoh firman Allah, dalam QS. Al Rum:55;
14
Jinās terbagi menjadi dua bentuk, yaitu:
15
َ س ُم ا ْل ُم ْج ِر ُم ْونَ َما لَبِثُ ْوا َغ ْي َر
ۚ سا َع ٍة ِ سا َعةُ يُ ْق
َّ َو يَ ْو َم تَقُ ْو ُم ال
)۵۵ : َك َذالِ َك َكانُ ْوا يُؤْ فَ ُك ْونَ (الروم
17
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa, (Banda Aceh: UIN Ar
Raniry, 2017), hlm.18-19.
16
“...dan janganlah kamu memalingkan eajah
dari manusia (karena sombong) dan
janganlah berjalan di bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang sombong dan membanggakan
diri.” (QS Luqman: 18).18
Lafal الyang pertama berarti ‘la nahiyah’
atau yang berfungsi untuk larangan yaitu
jangan, sedangkan الyang kedua mempunyai
arti tidak, yaitu la al-nafiyah yang berfungsi
untuk menegatifkan.
b) Al Jinās Mustaufii ()الجناس مستوفي
18
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.20.
17
Contohnya adalah sebagaimana yang terdapat
dalam QS al-Najm: 1-3;
18
“Apabila terdapat dua lafal yang salah satunya
adalah murakkab (tersambung) dan ini dinamai
juga dengan Jinās al-tarkib”.
20
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.21.
19
strukturnya. Pertama dari satu kata
sedangkan lafal lainnya tersusun dari kata
lain.
Contohnya terdapat dalam bait puisi al-
Busty berikut:
. أِ َذا َملِ ٌك لَ ْم َي ُكنْ ذَا ِهبَة فَ َد ْعهُ فَد َْولَتُهُ َذا ِهبَة
“Apabila seorang Raja tidak memiliki jiwa
bermurah hati tinggalkan dia dan
kekuasaannya segera sirna.”
20
. هو ما اختلف فيه اللفظان فى الخط
“Apabila dua lafal yang sama itu berbeda
dalam tulisan”.21
21
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.22.
21
lafal bait kedua terdiri dari kata lain atau
murakkab, yaitu tersusun dari fi‘il ( )تهذيfan
al-jar wa al-majrur pada ()بها. Dari kedua
lafal ini terlihat jelas, adanya penyesuaian
dua lafal yang terdiri dari mufrad dan
mrakkab namun berbeda pada
penulisannya.
3) al-Marfuu ()المرفو
وال تَ ْلهُ عن تَذكار ذنبك وابكه بدمع يحاكي الوبل حال مصابه
22
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.23.
22
mata yang menyerupai mendung ketika
mencurahkan airnya, dan gambarlah di
hadapan mata anda tentang kematian dan
kedatangannya, ketakutan dijatuhkannya
dan rasa dituangkannya”.
23
“Yaitu terdapat perbedaan dalam lafalnya pada salah
satu atau banyak dari empat unsur yang telah
disebutkan”.
24
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.24.
24
Adapun macam-macam Jinās ghair al-tam adalah
sebagai berikut:
1. Al- Jinās al-muharraf ()الجناس المحرف
. َ فَأَنظُ ْر َكيْفَ َكانَ عَاقِبَةُ ا ْل ُمن َذ ِرين. َس ْلنَا فِي ِهم ُّمن ِذ ِرين
َ َولَقَ ْد أَ ْر
)۷۳-۷۴ : (الصفات
“Dan sungguh, Kami telah mengutus (Rasul)
pemberi peringatan di kalangan mereka. Maka
perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-
25
orang yang diberi peringatan itu”. (QS. al-
Shaffat: 72-73)
25
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.25-26.
26
Jenis Jinās ini merupakan tingkatan Jinās yang
paling rendah. Karena ia terdiri pada keserupaan
bentuk-bentuk huruf pada tulisan, sedangkan
baik dan tidaknya pelafalan huruf tidak diambil
dari bentuk tulisan huruf tersebut. Hal ini
merupakan pendapat dari Ibn Sinan. Dengan
demikian, maksud dari pengertian di atas adalah
Jinās al-mushahhaf hanya fokus pada persamaan
bentuk penulisan huruf atau rasm dan hanya
dibedakan oleh titiknya seperti pada huruf ( ،س
ر، ز، ذ، د، غ، ع، ض، ص،)ش.26
Di sisi lain, Al-Suyuti menyebutnya dengan
nama Jinās al-khat. Berikut contohnya:
26
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.26.
27
Jinās terdapat dalam lafal يحسبونdan يحسنون.
Dimana kedua lafal ini sama urutannya,
jumlahnya dan penulisan bentuk hurufnya,
namun dibedakan leh titik pada salah satu huruf
dari kedua lafal tersebut, yaitu huruf ba ( )بyang
bertitik di bawah dan nun ( )نbertitik di atas.
Kedua makna dari lafal tersebut juga berbeda,
yaitu يحسبونberarti ‘mereka mengira’ dan يحسنون
berarti ‘berbuat dengan sebaik-baiknya’.27
3. Al- Jinās al-Mudhari’ ()الجناس المضارع
27
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.26-27.
28
demikian, dari pengertian di atas dapat dikatakan
bahwa Jinās al-Mudhari’ yaitu adanya
perbedaan dalam dua huruf di mana dua huruf
tersebut terdapat pada dua lafal serupa dan dari
salah satu lafal hanya dibedakan oleh satu huruf
yang makhraj-nya berdekatan.28
Berikut contohnya:
َ َُو ُه ْم يَ ْن َه ْونَ َع ْنهُ َويَ ْنئ َْونَ َع ْنهُ ۖ َوأِن يُ ْهلِ ُكونَ أِآَّل أَنف
س ُه ْم َو َما
)۲٦ : (االنعام. َش ُعرُون
ْ َي
“..dan mereka melarang (orang lain)
mendengarkan al-Quran dan mereka sendiri
menjauhkan diri daripadanya, dan mereka
hanyalah membinasakan diri mereka sendiri,
sedang mereka tidak menyadari”. (QS. al-
An‘am: 26)
Jinās adalah pada lafal ينهونdan ينئونyang hanya
dibedakan oleh salah satu huruf dari kedua lafal
tersebut, yaitu huruf ( )ھdengan ()ء. Kedua huruf
ini berdekatan makhraj-nya dari huruf
28
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.27.
29
khalqiyyah. Lafal ينهونberarti ‘mereka melarang’
dan ينئونberarti ‘menjauhkan diri’.29
4. Al- Jinās al-Laahiq ()الجناس الالحق
29
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.28.
30
Jinās al-Laahiq dalam ayat yang disebutkan di
ataa adalah pada lafal لشهيدmempunyai arti
‘menyaksikan’ dan lafal ’ لشديدberarti ‘sangat
kuat’. Kedua lafal ini serupa dalam pengucapan,
namun dibedakan oleh salah satu huruf yang
berjauhan makhraj, yaitu huruf ( )ھdan ()د
terletak pada pertengahan antara kedua lafal di
atas.30
5. Al- Jinās al-Naqish ()الجناس الناقص
30
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.28-29.
31
.ق َ أَ ٰلى َربَّ َك َي ْو َمئِ ٍذ ا ْل َم. اق
ُ سا ِ سَّ ق ِبال
ُ سا ِ ََّوا ْلتَف
َّ ت ال
)۲٩-۲۰ : (القيامة
“..dan bertaut betis (kiri) dan betis (kanan).
Kepada Tuhanmulah pada hari itu kamu
dihalau”. (QS. al-Qiyamah: 20-29).31
ج ِّدى جهدى
“Kesungguhanku adalah perjuanganku”.
.ب ِ َض ق
ٍ واض ٍ َصو ُل ِبأأَسي
ٍ اف قَ َوا ُ َت َواص ٍم
ِ صع ٍ يَ ُمدُّونَ ِمن أَي ٍد ع ََوا
31
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.29.
32
“Mereka berdiri tegak dengan tongkat yang
kuat, sedangkan Anda melompat dengan
pedang terhunus lagi tajam”.32
Kedua lafal Jinās pada contoh pertama di
atas, yaitu lafal ( الساقbetis) dan المساق
(dihalau) dengan penambahan satu huruf
mim ( )مpada awal lafal المساق. Sedangkan
pada contoh kedua, keserupaan terletak pada
lafal جدىdan جهدىdengan penambahan satu
huruf ( )ھpada pertengahan lafal جهدى.
Adapun contoh ketiga, Jinās adalah pada
lafal عواص عواصمdan lafal قواض قواضبyang
terdapat penambahan satu huruf ( )مpada
akhir lafal عواصمdan penambahan huruf ()ب
pada akhir lafal قواضب. Dengan demikian,
contoh lafal-lafal Jinās al-naaqish yang telah
disebutkan di atas adalah berkurang salah
satu hurufnya dari lafal lainnya.33
32
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.30.
33
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.30.
33
b. Perbedaan yang dikarenakan penambahan
lebih dari satu huruf. Jika terletak di awal
maka disebut dengan Jinās al-mutawwij (
)المتوج, sedangkan di akhir kata disebut Jinās
al-mudzayyal ()المذيل. Berikut pe,aparan
contohnya dalam firman Allah swt:
)٩۷ : (طه. َوانظُ ْر أِلَ ٰ ٓى أَ ٰل ِهكَ الَّ ِذى ظَ ْلتَ َعلَ ْي ِه عَا ِكفًا
34
“Dan lihatlah Tuhanmu itu yang kamu tetap
menyembahnya”. (QS. Thaaha: 97)
34
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.30-31.
35
Ahmad Mathlub menyebutnya dengan nama
Jinās al-‘aks ()العكس. Berikut contohnya dalam
firman Allah swt:
35
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.31-32.
36
pada macam hurufnya, namun dibedakan oleh
letak huruf yang berbalik secara keseluruhan.
Lafal pertama tersusun dari ra-b-ba-ka dan lafal
kedua tersusun dari ka-b-bi-ra. Sedangkan Jinās
al-qalb ba‘ad adalah dalam surat Thaha ayat 94,
yaitu antara lafal ( بينantara) dan ( بنيkeluarga).
Kedua lafal ini dibedakan oleh susunan sebagian
huruf yaitu ba-i-na dan ba-ni-y. Dengan
demikian, Jinās al-qalb adalah dua lafal yang
serupa dalam pengucapan, namun dibedakan
oleh urutan huruf-hurufnya.
7. Al- Jinās al-Muzdawaj ()الجاس المزدوج
أذا تت بعت الكلمتان المتجنسان من اي نوع من انواع الجناس
. المذكورة
“Jika terdapat dua kata serupa dalam
pelafalannya secara beriringan dari Jinās apa
saja yang telah disebutkan”.
37
datangnya secara beriringan maka juga bisa
disebut dengan Jinās al-muzdawaj. Contohnya
seperti dalam firman Allah swt.
38
Maksud dari pengertian di atas adalah, Jinās al-
isytiqaq merupakan dikumpulkannya dua lafal
serupa dalam pelafalan dan keduanya berasal
dari asal yang satu. Atau dengan kata lain,
terdapat satu lafal yang berbeda namun jika
dikembalikan kepada asal dalam bahasanya,
akan menjadi sama.
Jinās al-isytiqaq merupakan Jinās yang banyak
diperhatikan oleh para Ulama’ terdahulu.36
Sebagian Ulama’ menyebutnya dengan nama
lain, yaitu Jinās al-munasabah.37 Sedangkan al-
Suyuti menamainya dengan Jinās al-muqtadhab.
Contohnya seperti firman Allah swt:
36
Seperti halnya Ulama’ al-Khalil, al-Asma‘i, Ibn al-
Mu’taz dan al-Rummani.
37
Seperti Ulama’ al-Rummani, al-Khathabi, al-Jurjani dan
Abi Isba’.
39
Jinās al-isytiqaq dalam ayat di atas adalah pada
lafal اسلمberarti ‘berserah diri’ dan lafal سليمان
bermakna ‘nama seseorang (Nabi Sulaiman as)’.
Kedua lafal ini merupakan berasal dari satu akar
kata yang sama, yaitu sa-li-ma, namun dari segi
bentuk keduanya berbeda, karena lafal اسلم
berbentuk fi‘il (kata kerja) sedangkan lafal سليمان
berbentuk isim.
9. Al- Jinās al-Ithlaq ()الجناس األطالق
40
musyabahah bi al-isytiqaq. Adapun contohnya
seperti firman Allah swt:
41
1. Lafadz itu digunakan oleh suatu suku bangsa
(qabilah) untuk makna tertentu dan oleh suku bangsa
yang lain digunakan untuk makna yang lain lagi,
kemudian sampai kepada kita dengan kedua makna
tersebut tanpa ada keterangan dari hal perbedaan
yang dimaksud oleh penciptanya.
2. Lafadz yang diciptakan menurut hakikatnya untuk
satu makna, kemudian dipakai pula kepada makna
lain tetapi secara majazi (kiasan). Pemakaian secara
majazi ini terkenal pula, sehingga orang-orang
menyangka bahwa pemakaiannya dalam arti yang
kedua adalah hakiki, bukan majazi. Dengan
demikian para ahli bahasa memasukannya ke dalam
golongan lafadz mustarak.
3. Lafadz itu semula diciptakan untuk satu makna,
kemudian dipindahkan kepada istilah syari’at untuk
arti yang lain. Misalnya lafadz “shalat”, menurut arti
bahasa semula artinya adalah berdoa, kemudian
menurut arti istilah syar’i adalah salat sebagaimana
yang kita kenal sekarang.38
38
Rizal Ahmad, Ushul Fiqh Sederhana, hlm.14.
42
4. Dalam bahasa Arab, terkadang satu kata digunakan
untuk dua makna, sehingga kata tersebut sesuai
untuk keduanya. Namun, dalam perjalanan waktu,
orang mulai melupakan makna yang bersifat
mencakup tersebut, lalu berkesimpulan bahwa kata
tersebut adalah kata yang bersifat ambigu. Sebagai
contoh, kata quru’ pada awalnya adalah kata yang
hanya menunjukkan satu periode terjadinya suatu
peristiwa. Contoh “panas itu mempunyai quru’”
yang maksudnya adalah mempunyai periode waktu
tersendiri. Contoh yang lain yaitu, “dingin itu
mempunyai quru’ ”, maksudnya adalah mempunyai
periode yang menyertai dengan turunnya hujan. Dan
ketika dikatakan seorang perempuan mempunyai
quru’, maka itu berarti periode waktu haid dan
waktu suci. Akan tetapi, pada perkembangan
selanjutnya cakupan makna tersebut kemudian
dilupakan, maka digunakanlah untuk kedua makna
secara berdiri sendiri.39
39
H.Kamaluddin Abunawas, Pengaruh Bahasa Arab
Terhadap Penetapan Hukum Islam (Analisis terhadap Kota Kata
Musytarak/Ambigu di dalam al Quran), (Jurnal Adabiyah, Vol.XII,
No.2, Tahun 20102), hlm.133.
43
5. Terkadang satu kata yang telah mempunyai makna
menurut bahasa, juga digunakan untuk makna lain
menurut kebiasaan dan terminologi tertentu. Dengan
demikian, ia menjadi makna yang sebenarnya antara
makna menurut bahasa dan makna menurut
kebiasaan. Makna tersebut kemudian ditransfer
sebagai dua makna yang sebenarnya, seperti kata
sayyaarah, yang menurut istilah berarti yang
berjalan, tetapi kemudian dimaknai dengan mobil.
Hal yang sama juga terjadi pada kata darraajah,
yang menurut bahasa berarti berkeliling tetapi
kemudian dimaknai dengan sepeda.40
44
terhadap satu makna. Seperti perbedaan dalam
pemakaian kata َي ٌّد, dalam satu kabilah, kata ini
digunakan menunjukkan arti “hasta secara
sempurna” ((ٌ ِذ َرا ٌع ُكلُّه. Satu kabilah untuk
َّ أَال. Sedangkan kabilah yang
menunjukkan ْسا ِع ُد َوا ْل َكف
lain untuk menunjukkan khusus “telapak tangan”.
)ت ََر َّد َد antara makna hakiki dan makna istilah urf.
Sehingga terjadi perubahan arti satu kata dari arti
bahasa kedalam arti istilah, seperti kata-kata yang
َّ اَال
digunakan dalam istilah syara‟. Seperti lafadz َصال
ُ ةyang dalam arti bahasa bermakna do‟a, kemudian
dalam istilah syara‟ digunakan untuk menunjukkan
ibadah tertentu yang telah kita ma‟lumi.
4) Perkembangan bahasa. Terkadang dua kalimat
asalnya berbeda dalam penggambarannya dan
maknanya kemudian berkembang sebagian suara-
suara salah satu keduanya. Kemudian menjadi
45
bentuk lain disebabkan perkembangan tersebut
dalam suaranya. Sebagaimana lafadz yang aslinya
tunggal makna menjadi makna yang berbeda.
Maksudnya menjadi lafadz musytarak dintara dua
makna atau lebih. Misalnya kalimat farwah untuk
makna kulit kepala dan orang kaya. Kemudian
menjadi tarwah ta‟ diganti dengan fa‟ menurut
orang arab.
5) Meminjamnya lafadz dari bahasa yang berbeda.
Karena terkadang suatu lafadz yang dipinjam
menyamai kalimat arab dalam lafadznya. Contoh
lafadz kalb bermakna khalb tetapi mempunyai
dalalah yang berbeda. Sebagaimana orang arab
meminjam kata ‘iijl dari Negara almaniyah menjadi
kalb yang termasuk musytarak lafẓi dan sudah
terkenal mempunyai dua makna.41
41
Skripsi tentang musytarak (STAIN KUDUS), hlm.13-14.
46
terjadi antara dua makna bahasa atau lebih, maka yang
harus digunakan adalah salah satunya dengan suatu
petunjuk yang dapat menentukannya, tidak boleh
mengunakan kedua atau semua makna musytarak
tersebut secara bersamaan.42
47
syar’i. Begitu pula dalam nash undang-undang, jika
dalam undang-undang itu terdapat lafadz yang bermakna
ganda, makna bahasa dan makna hukum maka yang
dimaksudkan adalah makna hukum bukan makna bahasa.
Lafadz daf’u dan al hulul serta lainnya, yang
dimaksudkan adalah makna hukum, (yaitu penolakan dan
pembebasan) bukan makna bahasa. Juga lafadz ad dabth
(definisi) dan at tasjiil (pencatatan).
ِ ُصنَ بِأَنْ ف
: (البقرة.س ِهنَّ ثَاَل ثَةَ قٌ ٌر ْو ٍء ْ ََّوا ْل ُمطَلَّقَاةُ يَتَ َرب
)۲۲۸
48
“Wanita-wanita yang ditalah hendaklah menahan diri
(menunggu) tiga kali quruu” (QS. Al Baarah: 228).
49
“Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun
perempuan yang tidak meninggalkan Ayah dan tidak
meninggalkan anak.” (QS. an Nisaa’: 12).
50
Ayat tersebut adalah musytarak yang digunakan untuk
‘athaf (kata sambung dan) serta haal (keterangan
keadaan, sedangkan). Jika yang dimaksud dalam keadaan
ini adalah haal, maka larangan tersebut datang untuk
binatang yang tidak disebutkan nama Allah kepadanya,
sedangkan hal tersebut adalah kefasikan. Artinya, pada
saat disembelih yang disebut adalah nama selain Allah.
Jika yang dimaksud dalam hal ini adalah ‘athaf, maka
larangan tersebut datang untuk binatang yang tidak
disebut nama Allah secara mutlak. Dengan kata lain,
pada saat menyembelih yang disebut itu nama selain
Allah atau tidak menyebut sama sekali.43
DAFTAR PUSTAKA
51
Abunawas, H. Kamaluddin, Pengaruh Bahasa Arab
2012).
hlm.190-191.
52
Utami, Dewi, Analisis Homonim (Musytarak Lafdzi)
53