Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Diabetes Melitus atau penyakit gula atau kencing manis adalah Penyakit

yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal (hiperglikemia)

akibat tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. Tingkat kadar

glukosa darah menentukan apakah seseorang menderita Diabetes Melitus atau

tidak (Hasdianah, 2012).

Penyakit Diabetes Melitus dapat diartiakan individu yang mengalirkan

volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes Melitus

adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute

insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin,

2011). adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan


absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin

(Corwin, 2011). Menurut Riyadi ,S., dan Sukarmin 2011. Diabetes Melitus

merupakan suatu penyakit kronik yang kompleks yang melibatkan kelainan

metabolism, lemak, karbohidrat, protein dan berkembangnya kompilkasi

makrovaskuler dan neurologis.

Kesimpulan dari Diabetes Melitus adalah kondisi dimana kadar Gula

darah dalam tubuh melebihi batas normal ,yang dapat disebabkan Oleh beberapa

faktor. Faktor tersebut salah satunya karena kerusakan pada organ pankreas yang

tidak dapat memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh.Tingkat kadar glukosa darah
menentukanseseorang menderita Diabetes Melitus atau tidak

(Hasdianah, 2012: Corwin,2010; Riyadi ,S., dan Sukarmin 2011)

B. Klasifikasi Diabetes Melitus

Menurut Riyadi, S. dan Sukarmin, (2011), klasifikasi Diabetes Melitus


dan penggolongan intoleransi glukosa yang alain yaitu :

1. Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)

yaitu defisiensi insulin karena kerusakan sel - sel Langerhans yang

berhubungan dengan tipe HLA ( Human Leucocyte Antigen ) spesifik,

predisposisi pada insulitis fenomena autoimun. Kelainan ini terjadi karena

kerusakan sistem imunitas ( kekebalan tubuh) yang kemudian merusak sel -

sel Langerhans di pankreas. Kelainan ini berdampak pada penurunan

produksi insulin

2. Non Insulin Dependent Diabetes Melitus ( NIDDM)

yaitu diabetes resisten, lebih sering pada dewasa, tapi dapat terjadi Pada

semua umur. Kebanyakan penderita kelebihan berat badan, ada

kecenderungan familiar, mungkin perlu insulin pada saat hiperglikemik

selama stress.
3. Diabetes Melitus tipe yang lain

Diabetes Melitus tipe yang lain yaitu DM yang berhubungan dengan

keadaan atau sindrom tertentu hiperglikemik terjadi karena penyakit lain,

penyakit pankreas, hormonal, obat atau bahan kimia, endoktrinopati,

kelainan reseptor insulin, sindrom genetik tertentu.

4. Impaired Glukkosa Tolerance ( gangguan toleransi glukosa ) Kadar

glukosa anatara normal dan diabetes, dapat menjadi diabetes atau menjadi

normal atau tetap tidak berubah.

5. Gastrointestinal Diabetes Melitus ( GDM )

Intoleransi glukosa yang terjadi selama kehamilan,terjadi perubahan

metabolisme endokrin dan karbohifrat yang menunjang pemanasan

makanan bagi janin serta persiapan menyusui. Menjelang aterm, kebutuhan

insulin meningkat sehingga mencapai 3 kali lipat dari keadaan normal. Bila
seorang ibu tidak mampu meningkatkan produksi insulin sehingga relatif

hipoinsulin maka mengakibatkan hiperglikemi. Resistensi insulin juga

disebabkan oleh adanya hormon estrogen, progresteron,prolaktin dan

palsenta laktogen hormon tersebut mempengaruhi reseptor insulin pada sel

sehingga mengurangi aktivitas insulin.

C. Etiologi

Diabetes Melitus disebabkan oleh penurunan produksi insulin oleh sel -

sel beta pulau Langerhans. Jenis juvenilis ( usia muda ) disebabakan oleh

predisposisi herediter terhadap perkembangan antibodi yang merusak sel - sel

beta atau degenerasi sel - sel beta. Diabetes jenis awitan maturitas disebabkan

oleh degenerasi sel - sel beta akibat penuaan dan akibat kegemukan /

obesitas.Tipe ini jelas disebabkan oleh degenerasi sel - sel beta sebagai akibat
penuaan yang cepat pada orang yang rentan dan obesitas mempredisposisi

terhadap obesitas ini karena diperlukan insulin dalam jumlah besaruntuk

pengolahan metabolisme pada orang kegemukan dibandingkan orang normal (Riyadi, S. dan Sukarmin,
2011 ). Penyebab resistensi insulin pada diabetes

sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor yang berperan antara lain :

1. Kelainan Genetik

Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes.

Ini terjadi karena DNA pada orang diabetes melitus akan ikut

diinformasikan pada gen berikutnya terkait dengan penurunan produksi

insulin.

2. Usia

Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara Dramatis

menurun dengan cepat pada usia setelah usia 40 tahun. Penurunan ini akan

beresiko pada penurunan fungsi endoktrin Pankreas untuk memproduksi


insulin.

3. Gaya Hidup stress

Stress kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang cepat

saji yang kaya pengawet,lemak dan gula. Makanan ini berpengaruh terhadap

kerja pankreas. Stres juga akan meningkatkan kerja metabolisme dan

meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang berakibat pada kenaikan

kerja pankreas. Beban yang tinggi membuat pankreas mudah rusak hingga

berdampak pada penurunan insulin.

4. Pola makan yang salah

Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama – sama meningkatkan Risiko

terkena diabetes. Malnutrisi juga dapat merusak pankreas, sedangkan

obesitas meningkatkan gangguan kerja atau resistensi insulin. Pola makan

yang tidak teratur dan cenderung lambat juga akan berperan pada
ketidakstabilan kerja pankreas.

5. Obesitas

Obesitas mengakibatkan sel – sel beta pankreas mengalami hipertropi yang

akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertropi pancreas

disebabkan karena peningkatan beban metabolisme glukosa pada penderita

obesitas untuk mencukupi energin sel yang terlalu banyak.

D. Manifestasi klinis

Menurut Riyadi ,S. dan Sukarmin, (2011) manifestasi klinis dijumpai

pada pasien Diabetes Melitus yaitu :

1. Poliuria ( peningkatan pengeluaran urin )

2. Polidipsi ( peningkatan rasa haus ) akibat volume urin yang sangat besar dan

keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel

mengikuti dehidrasi ekstrasel akan berdifusi keluar sel mengikutin


penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik ( sangat pekat ).

Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH (Antidiuretik Hormone )

dan menimbulkan haus.

3. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien

diabetes lama,katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sebagian sel

untuk menggunakan glukosa sebagai energi.

4. Polifagia ( peningkatan rasa lapar )

5. Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan

Pemebentukan antibodi, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi

mucus,gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran darah pada penderita

diabetesn kronik.

6. Kelainan kulit : gatal - gatal, bisul

Kelainan kulit berupa gatal - gatal, biasanya terjadi didaerah ginjal. Lipatan
kulit seperti diketiak dan dibawah payudara. Biasanya akibat

tumbuh jamur.

F. PATOFISIOLOGI

Pada diabetes tipe 1 terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan

Insulin karena sel sel beta pankreas telah dihancurkan oleh prosesautoimun.

Hiperglikemia terjadi akibat produksi glukosa yang tidak oleh hati. Disamping

itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak simpan dalam hati meskipun tetap

berada dalam adarah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah

makan). Ketika glukosa berlebihan disekresikan ke dalam urin,ekresi ini akan

disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini disebut

deuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan ,pasien akan mengalami

peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi).


Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme dan lemak yang

menyebakan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan

selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya

mencakup kelemahan dan kelelahan. Dalam keadaan normal insulin

mengendalikan glikogenesis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukogenesis (pemebentukan


glukosa dari asam – asam amino serta substansi

yang lain ).Namun pada penderita defisiensi insulin. Proses ini akan terjadi

tanpa hambatan dan lebih lanjut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu,

akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi

badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton

merupakan asam yang menganggu keseimbangan asam - basa tubuh apabila

jumlahnya berlebihan ( Corwin Elizabeth, 2011).

Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khususnya pada

permukaan sel. Sebagai akibat dari terikat insulin dengan reseptor tersebut,
terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi

pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intersel ini. Dengan

demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi Pengambilan

glukosa oleh jaringan.Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang

merupakan ciri - ciri khas diabetes tipe II, namun masih terdapat insulin yang

adekuat untuk pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya.

Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun

demikian,diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah

akut lainnya yang dianamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketik (

HHNK). Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun

- tahun ) dan progresif,maka awitan diabetes (Corwin Elizabeth J, 2011 ).

G. Pemeriksaan penunjang

Menurut Riyadi ,S. dan Sukarmin (2011). Pemeriksaan gula darah pada
pasien Diabetes melitus antara lain :

1. Gula darah puasa (GDO ) 70 -110 mg/dl

Kriteria diagnostik untuk Diabetes melitus > 140 mg/dl paling sedikit dalam

dua kali pemeriksaan. Atau > 140 mg/dl disertai gejala klasik

hiperglikemia, atau IGT 115 – 140 mg/dl

2. Gula darah 2 jam prandial < 140 mg/dl

Digunakan untuk skrining atau evaluasi pengobatan bukan diagnostik.

3. Gula darah sewaktu < 140 mg/dl

Digunakan untuk skrining bukan diagnostik.

4. Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)

GD < 115 mg/dl ½ jam , 1 jam, 1 ½ jam < 200 mg/dl,2 jam < 140 mg/dl.

TTGO dilakukan hanya pada pasien yang telah bebas dan diet . Beraktivitas
fisik 3 hari sebelum tes tidak dianjurkan pada:

a. Hiperglikemi yang sedang puasa

b. Orang yang mendapat thiazide, Dilantin, propanolol, lasik, thyroid,

Estrogen, pil KB,steroid.

c. Pasien yang dirawat atau sakit akut atau pasien inaktif

5. Tes Toleransi Glukosa Intravena (TTGI)

Dilakukan jika TTGO merupakan kontra indikasi atau terdapat kelainan

gastrointestinal yang mempengaruhi absorpsi glukosa.

6. Glyeosatet hemoglobin

Berguna untuk memantau kadar glukosa darah rata – rata selama lebih dari

3 bulan. C – Peptidae 1 – 2 mg/dl ( puasa) 5 – 6 kali meningkat setelah

pemberian glukosa untuk mengukur proinsulin ( produk saping yang tidak

aktif secara biologis) dari pembentukan insulin dapat membantu


menegetahui sekresi insulin.

H. Penatalaksanaan

Menurut Corwin, Elizabeth J, (2010) Tujuan utama penatalaksanaan

klien dengan diabetes adalah untuk mengatur glukosa darah dan mencegah

timbulnya komplikasi akut dan kronis. Jika klien berhasil mengatasi diabetes

yang dideritanya, ia akan terhindar dari hiperglikemia.

1. Edukasi

Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri membutuhkan partisipasi aktif

pasien itu sendiri, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan harus

mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku yang mendukung

upaya pengobatan. Untuk itu dibutuhkan edukasi yang komprehensif,

pengembangan ketrampilan, dan motivasi. Edukasi tersebut meliputi

pemahaman tentang :
a. Definisi penyakit DM.

b. Makan dan perlunya pengendalian serta pemantauan DM.

c. Hal – hal yang menjadi penyakit DM.

d. Hipoglikemia

e. Masalah khusus yang dihadapi

f. Perawatan kaki pada diabetes

g. Cara menggunakan fasilitas perawatan kesehatan ( Atun M, 2010)

2. Diet

Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan

Nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan berikut Ini

a. Memberikan semua unsur makanan esensial ( misalnya : vitamin,

Mineral )
b. Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai

c. Memenuhi kebutuhan energi

d. Mencegah flutuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan

mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui caracara yang aman dan praktis.

e. Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat

Bagi pasien yang memerlukan insulin untuk membantu

mengendalikan Kadar glukosa darah,upaya mempertahankan konsistensi

jumlah kalori dan karbohidrat dikonsumsi pada jam – jam makan yang

berbeda merupakan hal penting. disamping itu, konsistensi interval waktu

diantara hal penting. diantara hal penting. disamping itu, konsistensi interval

waktu diantara makan dengan mengkonsumsi camilan ( jika diperlukan),

akan membantu mencegah reaksi hipoglikemia dan pengendalian


keseluruhan kadar glukosa darah. Makanan yang dapat diberikan yaitu

Hidrat arang diberikan 60 – 70% dari total energi, disesuaikan dengan

kesanggupan tubuh untuk menggunakannya a. Makanan cukup protein dianjurkan 12% dari total energi

b. Cukup vitamin dan mineral

c. Pemberian makanan disesuaikan dengan macam obat yang Diberikan

d. Lemak dianjurkan 20 – 25% dari total energi

e. Asupan kolesterol hendaknya di batasi,tidak lebih dari 300 mg/perhari

f. Mengkonsumsi makanan yang berserat, anjurannya adalah kira – kira

25 gr/ hari dengan mengutamakan serat.

g. Makanan yang tidak boleh diberikan, yaitu makanan yang

Mengandung gula murni. Contohnya : gula pasir,jelly,sirup,

gula jawa,gula batu,buah – buahan yang diawet dengang gula.

3. Latihan jasmani
Kegiatan fisik harian dan kegiatan jasmani ( 3 – 4 kali seminggu selama

kurang lebih 30 menit ), bagus untuk dilakukan. Kegiatan fisik seperti

jalan, bersepeda santai, joging, berenang dapat menurunkan berat badan

dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin, sehingga memperbaiki

kendali glukosa darach. Hal ini sebaiknya disesuaikan dengan umur dan

status kesegaran jasmani. Kegiatan sehari – hari seperti jalan kaki ke

pasar , menggunakan tangga,berkebun tetap dilakukan dan kurangi

melakukan kegiatan yang kurang gerak seperti menonton televisi atau

bermain game.

7. Penatalaksanaan

Penatalaksaan pada pasien diabetes menurut Perkeni (2015) dan Kowalak

(2011) dibedakan menjadi dua yaitu terapi farmakologis dan non farmakologi:
a. Terapi farmakologi

Pemberian terapi farmakologi harus diikuti dengan pengaturan pola makan

dan gaya hidup yang sehat. Terapi farmakologi terdiri dari obat oral dan

obat suntikan, yaitu:

1) Obat antihiperglikemia oral

Menurut Perkeni, (2015) berdasarkan cara kerjanya obat ini dibedakan

menjadi beberapa golongan, antara lain:

a) Pemacu sekresi insulin: Sulfonilurea dan Glinid

Efek utama obat sulfonilurea yaitu memacu sekresi insulin oleh sel

beta pancreas. cara kerja obat glinid sama dengan cara kerja obat

sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin

fase pertama yang dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.

b) Penurunan sensitivitas terhadap insulin: Metformin dan


Tiazolidindion (TZD)

Efek utama metformin yaitu mengurangi produksi glukosa hati

(gluconeogenesis) dan memperbaiki glukosa perifer. Sedangkan

efek dari Tiazolidindion (TZD) adalah menurunkan resistensi

insulin dengan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga

meningkatkan glukosa di perifer.

c) Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa

Fungsi obat ini bekerja dengan memperlambat absopsi glukosa

dalam usus halus, sehingga memiliki efek menurunkan kadar gula

darah dalam tubunh sesudah makan.

d) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)

Obat golongan penghambat DPP-IV berfungsi untuk menghambat

kerja enzim DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1)


tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas

GLP-1 untuk meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi

glukagon sesuai kadar glukosa darah (glucose dependent).

2) Kombinasi obat oral dan suntikan insulin

Kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin yang banyak

dipergunakan adalah kombinasi obat antihiperglikemia oral dan

insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang), yang

diberikan pada malam hari menjelang tidur. Terapi tersebut biasanya

dapat mengendalikan kadar glukosa darah dengan baik jika dosis

insulin kecil atau cukup. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-

10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi

dosis tersebut dengan melihat nilai kadar glukosa darah puasa

keesokan harinya. Ketika kadar glukosa darah sepanjang hari masih


tidak terkendali meskipun sudah mendapat insulin basal, maka perlu

diberikan terapi kombinasi insulin basal dan prandial, serta pemberian

obat antihiperglikemia oral dihentikan (Perkeni, 2015).

b. Terapi non farmakologi

Terapi non farmakologi menurut Perkeni, (2015) dan Kowalak, (2011)

yaitu:

1) Edukasi

Edukasi bertujuan untuk promosi kesehatan supaya hidupmenjadi

sehat. Hal ini perlu dilakukan sebagai upaya pencegahan dan bisa

digunakan sebagai pengelolaan DM secara holistic.

2) Terapi nutrisi medis (TNM)

Pasien DM perlu diberikan pengetahuan tentang jadwalmakan yang


teratur, jenis makanan yang baik beserta jumlah kalorinya, terutama

pada pasien yang menggunakan obat penurun glukosa darah maupun

insulin.

3) Latihan jasmani atau olahraga

Pasien DM harus berolahraga secara teratur yaitu 3 sampai 5 hari

dalam seminggu selama 30 sampai 45 menit, dengan total 150 menit

perminggu, dan dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari

berturut-turut. Jenis olahraga yang dianjurkan bersifat aerobic dengan

intensitas sedang yaitu 50 sampai 70% denyut jantung maksimal

seperti: jalan cepat, sepeda santai, berenang,dan jogging. Denyut

jantung maksimaldihitung dengan cara: 220 – usia pasien.

6. Komplikasi

Komplikasi dari diabetes mellitus menurut Smeltzer et al, (2013) dan Tanto et
al, (2014) diklasifikasikan menjadi komplikasi akut dan komplikasi kronik.

Komplikasi akut terjadi karena intoleransi glukosa yang berlangsung dalam

jangka waktu pendek yang mencakup:

a. Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah keadaan dimana glukosa dalam darah mengalami

penurunan dibawah 50 sampai 60 mg/dL disertai dengan gejala

pusing,gemetar, lemas, pandangan kabur, keringat dingin, serta penurunan

kesadaran.

b. Ketoasidosis Diabetes (KAD)

KAD adalah suatu keadaan yang ditandai dengan asidosis metabolic

akibat pembentukan keton yang berlebih.

c. Sindrom nonketotik hiperosmolar hiperglikemik (SNHH)

Suatu keadaan koma dimana terjadi ganagguan metabolisme yang


menyebabkan kadar glukosa dalam darah sangat tinggi, menyebabkan

dehidrasi hipertonik tanpa disertai ketosis serum.

Komplikasi kronik menurut Smeltzer et al, (2013) biasanya terjadi pada

pasien yang menderita diabetes mellitus lebih dari 10 – 15 tahun.

Komplikasinya mencakup:

a. Penyakit makrovaskular (Pembuluh darah besar): biasanya penyakit ini

memengaruhi sirkulasi koroner, pembuluh darah perifer, dan pembuluh

darah otak.

b. Penyakit mikrovaskular (Pembuluh darah kecil): biasanya penyakit ini

memengaruhi mata (retinopati) dan ginjal (nefropati); kontrol kadar gula

darah untuk menunda atau mencegah komplikasi mikrovaskular maupun

makrovaskular.
c. Penyakit neuropatik: memengaruhi saraf sensori motorik dan otonom yang

mengakibatkan beberapa masalah, seperti impotensi dan ulkus kaki.

5. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala diabetes melitus menurut Smeltzer et al, (2013) dan

Kowalak (2011), yaitu:

a. Poliuria (air kencing keluar banyak) dan polydipsia (rasa haus yang

berlebih) yang disebabkan karena osmolalitas serum yang tinggi akibat

kadar glukosa serum yang meningkat.

b. Anoreksia dan polifagia (rasa lapar yang berlebih) yang terjadi karena

glukosuria yang menyebabkan keseimbangan kalori negatif.

c. Keletihan (rasa cepat lelah) dan kelemahan yang disebabkan penggunaan

glukosa oleh sel menurun.

d. Kulit kering, lesi kulit atau luka yang lambat sembuhnya, dan rasa gatal
pada kulit.

e. Sakit kepala, mengantuk, dan gangguan pada aktivitas disebabkan oleh

kadar glukosa intrasel yang rendah.

f. Kram pada otot, iritabilitas, serta emosi yang labil akibat

ketidakseimbangan elektrolit.

g. Gangguan penglihatan seperti pemandangan kabur yang disebabkan

karena pembengkakan akibat glukosa.

h. Sensasi kesemutan atau kebas di tangan dan kaki yang disebabkan

kerusakan jaringan saraf.

i. Gangguan rasa nyaman dan nyeri pada abdomen yang disebabkan karena

neuropati otonom yang menimbulkan konstipasi.

j. Mual, diare, dan konstipasi yang disebabkan karena dehidrasi dan

ketidakseimbangan elektrolit serta neuropati otonom.

Anda mungkin juga menyukai