Anda di halaman 1dari 6

NAMA : Ruth Oktorina Simanjuntak

NIM : 170204082

KELAS: D3.1

A. Teori Psychodinamik
Teori ini dikembangkan oleh Hildegran E Peplau yang dimana sangat dipengaruhi oleh
model hubungan interpersonal, khususnya model psikoanalitik, karena keperawatan
adalah suatu proses interpersonal yang bersifat traupetik. Menurut peplau, keperawatan
adalah teraupetik yang mempunyai seni penyumbuhan dalam membantu orang yang sakit
atau orang yang membutuhkan perawatan dalam kesehatan. Keperawatan dapat dianggap
sebagai proses interpersonal sebab melibatkan interaksi yang dapat dilakukan dua atau
lebih individu dengan mencapai tujuan tertentu.
Peplau mengenali 4 fase dalam hubungan interpersonal perawat klien yang meliputi:

1. Fase Orientasi
Fase ini fokusnya untuk menentukan dan menemukan masalah. Pertama kali
perawat dan pasien bertemu masih sebagai orang yang asing satu sama lain,
pasien dan keluarganya memiliki perasaan bantuan professional dan walaupun
kebutuhan ini kadang-kadang tidak dapat dikenali atau dimengerti oleh mereka.
Setelah masalahnya diketahui, diambil keputusan bersama untuk menentukan
tipe/jenis bantuan apa yang diperlukan. Perawat dapat sebagai fasilitator dapat
merujuk pasien ke ahli yang lain sesuai dengan kebutuhan.

2. Fase Identifikasi
Fase ini fokusnya untuk memilih bantuan profesional yang sesuai. Pada fase ini
pasien merespon secara selektif ke orang-orang yang dapat memenuhi
kebutuhannya, setiap pasien mempunyai respon yang berbeda-beda pada fase ini.
Respon pasien terhadap keperawatan adalah berpartisipasi dan interdependen
dengan perawat, otonomi dan indenpenden dari perawat, dan pasif dependen pada
perawat.

3. Fase Eksploitasi
Fase ini fokusnya untuk menggunakan bantuan professional untuk alternative
pemecahan masalah. Pelayanan yang diberikan berdasarkan minat dan kebutuhan
dari pasien, pasien mulai merasa sebagai bagian integral dari lingkungan
pelayanan. Pada Fase ini pasien dapat menerima informasi-informasi yang
diberikan padanya tentang penyembuhannya, mungkin berdiskusi atau
mengajukan pertanyaan pada perawat, mendengarkan penjelasan-penjelasan dari
perawat dan sebagainya.

4. Fase Resolusi
Fase ini fokusnya untuk mengikuti akhir hubungan professional. Pasien dan
perawat dalam fase ini perlu untuk mengakhiri hubungan teraupetik mereka.

Teori keperawatan dapat membantu seorang perawat mengerti praktikkeperawatan. Teori


keperawatan yang akan dibahas adalah teori Peplau. HildegardE.Peplau lahir tahun 1909, yang
dikenal sebagai “jiwa ibu menyusui,” satu-satunya perawat untuk melayani ANA sebagai
direktur eksekutif dan kemudian menjadi presiden , Ia menjabat dua istilah di Dewan
International Council Of Nurses (ICN), Iameninggal di usia 89 tahun.Teori Peplau yang
menjelaskan salah satu komponen dari paradigmakeperawatan yaitu keperawatan itu sendiri.
Teori Peplau (1952) mengemukakan tentang “Psycho-dynamic nursing theory” menekankan
pentingnya hubungan antarmanusia melalui pemahaman perilaku dapat diidentifikasikan masalah
seseorang danmenerapkan prinsip-prinsip hubungan antara manusia pada masalah yang timbul.

“Teori Hildegard Peplau (1953) berfokus pada individu, perawat, dan proses interaktif.” (Potter
dan Perry, 2009). Teori Peplau adalah teori yang mengembangkanteori interpersonal Sullivan
dimana teori tersebut menganggap bahwa perawat sebagai interpersonal dengan proses terapis
(pengobatan). “Proses interpersonal merupakanhubungan humanistik antara individu yang sakit,
atau memerlukan layanan kesehatan, dan perawat di dalam mengenali dan merespons kebutuhan
klien.” (Asmadi, 2005) Peplau mendefinisikan keperawatan sebagai suatu proses yang
signifikan, terapeutik, Dalam teori Peplau terdapat asumsi eksplisit dan implisit. Asumsieksplisit
memberikan pandangan bahwa:

Perawat akan membuat pasien belajar ketika ia menerima penaganan perawatan.

Menjalankan fungsi keperawatn dan pendidikan keperawatan denganmembantu


perkembangan pasien ke arah kedewasaan.

Keperawatan menggunakan prinsip-prinsip dan metode-metode yangmembimbing proses ke


resolusi dari masalah interpersonal.Asumsi implisit yaitu mempertegas profesi keperawatan,
memilikitanggung jawab legal dalam penggunaan keperawatan secara efektif dan
segalakonsekuensinya kepada pasien.

B. Behavioral Therapy

Terapi kognitif perilaku umumnya digunakan untuk menangani masalah kesehatan mental,
seperti kecemasan dan depresi. Namun tidak hanya itu, ternyata terapi kognitif perilaku juga bisa
digunakan untuk membantu penderita gangguan kesehatan fisik, bahkan membantu Anda
menghadapi masalah yang ditemui sehari-hari. Terapi kognitif perilaku atau CBT (Cognitive
Behavioral Therapy) adalah istilah yang lebih umum dari terapi kognitif, dan merupakan salah
satu bentuk dari psikoterapi. Terapi kognitif bertujuan membantu melatih cara berpikir atau
fungsi kognitif dan cara bertindak (behavior) Anda. Ini sebabnya terapi kognitif lebih dikenal
dengan terapi kognitif perilaku.

Pada tahun 1950-an, Aaron Beck telah memberikan pengobatan pada pasien psikotik dengan
pendekatan kognitif, tetapi kemudian penelitian di area spesifik ini terabaikan selama beberapa
dekade. Setelah terapi kognitif menjadi berhasil dengan baik pada pengobatan klien depresi dan
kecemasan, maka pada tahun 1990-an, penelitian dalam pengobatan psikologis untuk klien
dengan kondisi psikotik dilakukan kembali, dan mulai dilakukan oleh Beck.

Terapi farmakologik dapat mengobati pasien psikotik sebanyak 60% dengan gejala positif dan
negative yang persisten, walaupun banyak pasien tidak patuh terhadap instruksi medikasi.
Bagaimanapun juga ketidakpatuhan terhadap obat menyisakan sejumlah masalah besar walaupun
obat modern atypical antipsychotics mulai dikenalkan. Penelitian menunjukkan bahwa putus
pengobatan diperkirakan sebanyak 74% pasien dengan seting rawat jalan dan rawat inap.

Fakta menunjukkan efficacy CBT dalam pengobatan pasien dengan tanda dan gejala persisten
pada skizofrenia menunjukkan kemajuan, terlihat dari beberapa studi kasus, kasus seri, serta
uncontrolled trials dengan menggunakan metodologi yang tepat, dan randomized controlled trials
dengan pasien skizofrenia akut dan kronik. Beberapa penelitian meta-analysis and review yang
sistematis lebih memperkuat evidence base.

CBT saat ini dikenal sebagai intervensi yang efektif pada klien skizofrenia di klinik dengan
menggunakan pedoman yang telah dikembangkan di USA dan Eropa. Walaupun bukti-bukti
menunjukkan keefektifan intervensi ini serta dapat menghilangkan efek samping, tetapi secara
umum penggunaan pendekatan terapi ini masih rendah di kalangan masyarakat.

Begini Cara Kerja Terapi Kognitif Perilaku

Konsep dari terapi kognitif perilaku adalah bahwa pikiran, perasaan, sensasi fisik, dan tindakan
Anda saling berkaitan dan memengaruhi satu dengan lainnya. Pikiran dan perasaan negatif dapat
membuat Anda terjebak dalam “lingkaran setan” permasalahan yang terasa semakin berat atau
luar biasa besar.

Terapi kognitif perilaku bisa membantu mengubah gangguan emosi, perilaku dan pikiran dengan
cara:

1. Mengidentifikasi masalah.

Identifikasi masalah atau situasi dan kondisi yang mengganggu dalam hidup Anda. Misalnya,
kematian, perceraian, kemarahan, atau adanya gangguan mental. Setelah itu, terapis akan
membantu mencari sumber perasaan negatif atau pola destruktif yang turut berperan dalam
permasalahan yang sedang dihadapi.
2. Fokus pada pencarian solusi.

Terapi kognitif perilaku ini membantu Anda memecahkan masalah yang besar menjadi masalah-
masalah kecil yang bisa dihadapi dengan lebih positif, sehingga turut meringankan perasaan
Anda. Misalnya, terapis akan memisahkan masalah yang terkait pikiran dengan perasaan dan
fisik, serta tindakan.

3. Mencari cara praktis yang bisa memperbaiki cara pikir Anda setiap harinya.

Ini dilakukan dengan menganalisa efek masalah tersebut terhadap masalah lainnya, juga efeknya
pada diri Anda. Terapis akan mencari pendekatan dan jenis terapi yang sesuai, serta menetapkan
tujuan akhir yang ingin dicapai. Anda juga akan dibantu untuk fokus pada masalah yang ada
sekarang bukan masalah dari masa lalu, kemudian mengubah pola negatif atau destruktif yang
ada menjadi lebih positif.

4. Mendorong Anda melatih dan mempraktikkan kebiasaan positif.

Misalnya memperbaiki cara Anda menghadapi, mendeteksi dan mengenali masalah, serta
mengubah pola pikir atau perilaku destruktif dalam merespons masalah tersebut.

Setelah beberapa sesi, terapis akan membahas kembali langkah atau perubahan yang telah
dilakukan dalam terapi kognitif perilaku, tujuannya adalah untuk melihat apakah metode yang
telah dijalankan cocok bagi Anda. Hal ini dilakukan untuk menemukan cara terbaik yang bisa
diaplikasikan dalam hidup Anda.

Terapi kognitif perilaku memang bisa digunakan untuk mengelola masalah yang berhubungan
dengan pikiran, perasaan, dan tindakan Anda. Namun belum tentu terapi ini cocok untuk semua
orang. Anda dianjurkan untuk bersikap terbuka dan jujur ketika melakukan konsultasi pertama
agar terapis dapat menemukan pendekatan dan terapi yang sesuai dengan kondisi Anda.

Terapi kognitif perilaku memiliki kelebihan, antara lain dalam hal periode pengobatan yang lebih
singkat dibanding terapi bentuk konsultasi lainnya. Namun, terapi kognitif perilaku juga
memiliki kekurangan, seperti diperlukannya komitmen yang penuh dari pasien agar terapi ini
dapat berhasil.

Pastikan untuk membicarakan dengan terapis Anda, mengenai pertimbangan tersebut dan faktor
lainnya, sebelum memutuskan memilih terapi kognitif perilaku sebagai bentuk terapi yang ingin
Anda jalankan.

C. Solution Oriented Therapy

Dalam aplikasinya, pendekatan SFBT memiliki beberapa teknik intervensi khusus. Teknik ini
dirancang dan dikembangkan dalam rangka membantu konseli untuk secara sadar membuat
solusi atas permasalahan yang ia hadapi. Bebrapa teknik dari SFBT ( Corey, 2005; Capuzzi dan
Gross, 2003) adalah:

a. Pertanyaan pengecualian (Exception Question)

Terapi SFBT menanyakan pertanyaan-pertanyaan exception untuk mengarahkan konseli pada


waktu ketika masalah tersebut tidak ada. Exception merupakan pengalaman-pengalaman masa
lalu dalam hidup konseli ketika pantas mempunyai beberapa harapan masalah tersebut terjadi,
tetapi bagaimanapun juga tetap tidak terjadi (de Shazer, 1985 dalam Corey 2005). Eksplorasi ini
mengingatkan konseli bahwa masalah-masalah tidak semua kuat dan tidak selamanya ada, hal itu
juga mamberikan suatu tempat dari kesempatan untuk menimbulkan sumber daya, menggunakan
kekuatan-kekuatan dan menempatkan solusi-solusi yang mungkin.

b. Pertanyaan Keajaiban (Miracle Question)

Meminta konseli untuk mempertimbangkan bahwa suatu keajaiban membuka suatu tempat untuk
kemungkinan-kemungkinan dimasa depan. Konseli di dorong untuk membiarkan dirinya sendiri
bermimpi tentang suatu cara/jalan untuk mengidentifikasi jenis-jenis perubahan yang paling
mereka inginkan. Pertanyaan ini memiliki fokus masa depan dimana konseli dapat mulai untuk
mempertimbangkan kehidupan yang berbeda yang tidak didominasi oleh masalah-masalah masa
lalu dan sekarang kearah pemuasan hidup yang lebih dimasa mendatang.

c. Pertanyaan Berskala (Scalling Question)

Scalling Question Memungkinkan konseli untuk lebih memperhatikan apa yang mereka telah
lakukan dan bagaimana meraka dapat mengambil langkah yang akan mengarahkan pada
perubahan-perubahan yang mereka inginkan. Terapis SFBT selalu menggunaka Scalling
Question ketika perubahan dalam pengalaman seseorang tidak dapat diamati dengan mudah
seperti perasaan, suasana hati (mood), atau komunikasi.

d. Rumusan Tugas Sesi Pertama (Formula Fist Session Task/FFST)

FFST adalah suatu format tugas yang diberikan oleh terapis kepada konseli untuk diselesaikan
pada antara sesi pertama dan sesi kedua. Terapis dapat berkata : “ diantara saat ini dan pertemuan
kita selanjutnya, saya berharap anda dapat mengamati sehingga anda dapat menjelaskan pada
saya pada pertemuan yang akan datang, tentang apa yang terjadi pada (keluarga, hidup,
pernikahan, hubungan) anda yang diharapkan terus terjadi” (de Shazeer, 1985 dalam Corey
2005). Pada sesi kedua, konseli dapat ditanya tentang apa yang telah mereka amati dan apa yang
mereka inginkan dapat terjadi dimasa mendatang.

e. Umpan Balik (Feedback)

Para praktisi SFBT pada umumnya mengambil waktu 5 sampai 10 menit pada akhir setiap sesi
untuk menyusun suatu ringkasan pesan untuk konseli. Selama waktu ini terapis
memformulasikan umpan balik yang akan diberikan pada konseli. Dalam pemberian umpan balik
ini memiliki tiga bagian dasar yaitu sebagai pujian, jembatan penghubung dan pemberian tugas.

Anda mungkin juga menyukai