Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN HASIL PRAKTIKUM

SISTEMATIKA AVERTEBRATA

Nama TASYA TRIANA PUTRI


NIM 1900017059
Golongan 3
Asisten NISRINA AZZAHRA

LABORATORIUM BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI TERAPAN
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
2020
ACARA 2
FILUM PLATYHELMINTHES, NEMATELMINTHES DAN ANNELIDA

A. Tujuan
Tujuan dari praktikum filum Platyhelminthes, Nematelminthes, dan Annelida adalah
1. Mengetahui Kelas dari filum Platyhelminthes.
2. Mengetahui sifat dari filum Nemathelmintes.
3. Mengetahui Kelas filum Annelida.
4. Mengetahui Alat ekresi dari filum Annelida.
5. Mengetahui sifat dari filum Annelida.
B. Dasar Teori
a. Platyhelminthes
Menurut (Budiantoro,dkk,2020) biasa dikenal dengan istilah cacing pipih ( flat
worm) dengan ciri menurut sluys et al.(2009),yaitu :
1. Memiliki tiga lapis sel penyusun tubuh (tripoblastik)
2. Tubuh simetri bilateral
3. Tidak memiliki sistem peredaran darah
4. Tidak memiliki anus
5. Tidak memiliki rongga badan(termasuk kelompok hewan triploblastik acoelomata)
6. Memiliki batil isap(sucker)
7. Sistem terdiri dari ganglion otak dan saraf tepi ( saraf tangga tali).
Menurut (Budiantoro,dkk,2020) Kelompok cacing pipih terdiri dari 3 kelas utama yaitu:
1. Turbelaria (cacing berambut getar) yang merupakan satu-satunya kelas yang
hidup bebas (non parasit) knezovic et al.,2015,contohnya Dugesia sp.Cacing ini
memiliki sistem ekskresi dari sel api dan bersifat hermaprodit serta beregenerasi
secara cepat memalui fragmentasi tubuh.Dugesia sp. Sering dijadikan
bioindikator pencermaran perariran,karena hanya dapat hidup di lingkungan
yang tidak tecermar.
2. Trematoda (cacing hisap) salah satu contohnya yaitu fasciola hepatica yang
bersifat hermaphrodit ( olson et al.,2003). Berikut ini adalah siklus hidupnya:
Siklus hidup cacing ini dimulai dari telur yang berupa larva mirasidium masuk
ke dalam tubuh siput lymnae sp. Dalam siput mirasidium berubah menjadi
sporokist dan berkembang menjadi larva II yang disebut redia kemudian
berekembang mejandi larva III yang dissebut serkaria yang berekor.serkaria
kemudian keluar dari tubuh siput membentuk kista yang menempel pada
tumbuhan air terutama selada air (Nasturgium officinale) yang proses
selanjutnya akan termakan hewan ternak (dapat tertular ke orang,apabila
memakan selada air yang tidak masak sempurna) da masuk ke tubuh kemudian
menjadi dewasa dan dapat menyebabkan fasciolissasis.
3. Cestoda ( cestos: sabuk,cacing pita) Tubuhnya terdiri dari rangkaian ssegmen-
segmen yang masing-masing disebut progloid ( Scholz dan Cchambrier,2003).
Kepala disebut skoleks dan memiliki alat hisap ( Sucker) yang memiliki kait
( Rostelum) dan terbuat dari kitin. Pembentukan segmen ( segmentasi) pada
cacing pita disebut Strobilasi. Contoh cacing ini adalah cacing Taenia solium dan
Taenia saginata.cacing pita dapat menyebabkan taeniasis. Alat reproduksi cacing
ini berupa proglotid matang.cacing pita memiliki inang perantara,yaitu babi.
Siklus hidupnya dimulai dssri proglotid masak (terdapat dalam feses) yang
kemudian tertelan oleh babi membentuk embrio heksakan yang akan menembus
usus dan mulai melepaskan kait-kaitanya. Posess selanjutnya, di dalam otot lurik
babi akan berubah menjadi larva sistiserkus dab apabila tertelan oleh manusia
akan berkembang menjadi cacing dewasa. Perbedaan antara Taenia solium dan
Taenia saginata adalah,pada Taenia saginata skoleknya tidak terdapat kait dan
memiliki inang sementara sapi sedangkan pada Taenia solium skoleks memiliki
kait dan inang sementara berupa siput.

Platyhelminthes merupakan hewan yang tidak memiliki rongga tubuh sehingga


disebut hewan aselomata. Tubuhnya tersusun oleh tiga lapisan (triploblastik), yaitu
lapisan luar (ektoderm), lapisan tengah (mesoderm) dan lapisan dalam (Endoderm).
Dinding tubuh bagian luar disebut epidermis dan ditutupi oleh sel halus yang bersilia.
Lapisan dalam tersusun oleh otot yang berkembang dengan baik. Pada ujung tubuhnya
terdapat kepala yang tumpul atau membulat, sedangkan pada ujung lainnya terdapat
bagian ekor yang meruncing. Pada bagian ujung depan tubuhya terdapat bagian
sensorik yang dapat merespon perubahan lingkungan dengan cepat. Dengan bagian
sensoriknya, yang juga merespon terhadap cahaya dan zat kimia, hewan ini dapat
bergerak menuju sumber makanan dengan cepat. Platyhelminthes juga memiliki
mulut, faring, dan usus yang berperan dalam sistem pencernaan, ia tidak memiliki anus
sehingga sisa makanan akan dikeluarkan kembali melalui anus. Sistem saraf berbentuk
seperti tali dengan pusat pada ganglion otak di bagian depan tubuhnya. Sistem eksresi
berbentuk dua saluran dan akan bermuara pada pori-pori tubuh, pusat dari saluran
eksresi merupakan sel api yang memiliki silia dan ketika silia tersebut bergerak sel ini
akan terlihat seperti kobaran api, sehingga disebut sel api. Fungsi silia pada sel api
adalah untuk mengatur pergerakan cairan (Levine, 1995).

b. Annelida
Berasal dari kata annulus = cincin kecil. Ciri-ciri umum menurut Aguado et al.
(2014):
1. Sistem saraf berupa ganglion otak yang dihungkan dengan tali saraf yang memanjang
sehingga disebut sebagai sistem saraf tangga tali
2. Alat ekskresi berupa nefridium
3. Sistem peredaran darah tertutup
4. Bersifat hermaprodit,memiliki Clittellum (Budiantoro,dkk,2020).
Annelida dibagi menjadi tiga kelas:
1. Polychaeta (poly=banyak, chaeta= setae/rambut),memiliki tubuh yang
memanjang dan bersegmen (Glasby dan read, 1998). Setiap segmen memiliki
setea,kecuali segmen terakhir. Contoh : Nereis sp.,cacing palolo dan cacing wawo.
Rambut (satae) pada Nereis sp.tajam sehingga tidak boleh dipegang dengan
langsung (Budiantoro,dkk,2020).
2. Oligochaeta ( oligo=sedikit,chaeta=setae), contoh: pheretima sp. setiap segmen
disebut metameri. Walaupun dalam satu individu mempunyai dua alat
kelamin,tetapi tetap memerlukan individu lain untuk melakukan kopulasi (rota
dan de jong,2015). Terdapat clittellum yang berfungsi memproduksi kokon
pembungkus telur yang sudah terbuahi (Budiantoro,dkk,2020).
3. Hirudinea, ditemukan di air tawar,laut maupun daratan.tidak memiliki parapodia.
Memiliki sucker ( alat penghisap) di bagian anterior dan posterior ( Kutschera dan
Shain, 2019). Segmentasi tubuah hanya di bagian luar saja,sedangkan bagian
dalam tubuh tidak mengalami segmentasi. Bersifat hermaphrodit,contoh:
hirudinaria (Budiantoro,dkk,2020).
Annelida memiliki tubuh memanjang, simetris bilateral, bersegmen, dan
permukaannya dilapisi kutikula, dinding tubuh dilengkapi otot. Mempunyai sistem
peredaran darah yang tertutup dan sistem saraf yang tersusun seperti tangga tali.
Pembuluh darah yang utama membujur sepanjang bagian dorsal, sedangkan sistem saraf
terdapat pada bagian ventral. Annelida memiliki sistem digesti saraf yang terdiri atas
sepasang ganglion atau otak pada prostomium, saraf penghubung melingkari pharynx,
sebuah atau sepasang benang saraf ventral sepanjang tubuh yang dilengkapi sebuah
ganglion dan sepasang saraf lateral pada tiap ruas. Di samping itu terdapat alat indera
atau sel indera yang berfungsi sebagai alat peraba, perasa dan penerima cahaya
(Almeida, 2003).
Sistem respirasi terdapat pada epidermis. Annelida memiliki prostomium dan
sistem sirkulasi, saluran pencernaan lengkap lebih kurang lurus, memanjang dari
mulut  di anterior, usus dan anus di posterior.  Ekskresi dan reproduksi yang bersifat
metamerik. Organ ekskresi berupa nefridia (organ ekskresi yang merupakan
saluran), nefrostom (corong bersilia dalam tubuh), dan nefrotor (pori tubuh tempat
kotoran keluar). Setiap segmen memiliki organ ekskresinya masing-masing (Levine,
1995).
Perkembangbiakan secara seksual Annelida, mempunyai 2 alat kelamin yaitu
jantan dan betina (hermafrodit),  tetapi reproduksi secara aseksual tetap membutuhkan
dua individu yang akan mengatur dirinya sedimikian rupa sehingga dapat menukarkan
sperma. Lalu, dari hasil sperma tersebut, akan dilepas dari kepala, tinggal dan
berkembang dalam tanah. Sebagian Annelida bereproduksi secara aseksual dengan
fragmentasi diikuti dengan regenerasi (Suwignyo, 2005).
Sebagian besar Annelida hidup dengan bebas dan ada sebagian yang parasit
(merugikan karena menempel pada inangnya) dengan menempel pada vertebrata,
termasuk manusia. Habitat Annelida umumnya berada di dasar laut dan perairan tawar,
dan juga ada yang sebagian hidup di tanah atau tempat-tempat lembab. Annelida hidup
di berbagai tempat dengan membuat liang sendiri (George, 2006).
c. Nemathelminthes
Menurut (Budiantoro,dkk,2020) berasal dari kata nemathos= benang dan
helminthes= cacing, sehingga hewan ini disebut sebagai cacing gilig atau cacing
benang. Ciri-ciri cacing ini menurut Prado- Vera et al.(2016):
1. Tubuh gilig,tanpa segmen.
2. Tubuh dilapisi kutikula sehingga terlihat mengkilap
3. Bersifat dieocious
4. Cacing betina lebih besar dari cacing jantan dan cacing jantan memiliki ujung berkait
5. Tidak memiliki saluran peredaran darah tetapi mempunyai cairan tubuh yang
berfungsi menyerupai darah.
Contohnya Ascaris lumbricoides, Wucheria bancrofti.

Nemathelminthes (dalam bahasa Yunani, nema = benang, helminthess = cacing)


disebut sebagai cacing gilig karena tubuhnya berbentuk bulat panjang atau seperti
benang. Berbeda dengan Platyhelminthes yang belum memiliki rongga tubuh.
Nemathelminthes sudah memiliki rongga tubuh meskipun bukan rongga tubuh sejati.
Oleh karena memiliki rongga tubuh semu, Nemathelminthes disebut sebagai hewan
Pseudoselomata. Ciri tubuh Nemathelminthes memiliki ukuran, bentuk, struktur, dan
fungsi tubuh. Individu betina berukuran lebih besar daripada individu jantan. Tubuh
berbentuk bulat panjang atau seperti benang dengan ujung-ujung yang meruncing
(Prawirohartono, 2006).

Gerak pada Nemathelminthes disebabkan adanya otot-otot yang terdapat pada


dinding tubuh. Otot-otot itu terletak diantara tali epidermal, dan membujur sepanjang
tubuh. Otot-otot itu terbagi menjadi empat kuadran, dua kuadran terletak pada sisi
dorsal, dan yang lain pada sisi ventral. Kontraksi dan relaksasi dari otot-otot
menyebabkan tubuh cacing         memendek dan memanjang. Koordinasi gerak dari
keempat kuadran otot menyebabkan cacing bergerak dengan cara meliuk-liuk. Cacing
Nemathelminthes tidak mempunyai alat respirasi atau pernapasan. Respirasi dilakukan
secara anaerob. Energi diperoleh dengan cara mengubah glikogen menjadi CO2 dan
asam lemak yang diekskresikan melalui kutikula. Namun sebenarnya Nemathelminthes
dapat mengkonsumsi oksigen jika di lingkungannya tersedia. Jika oksigen tersedia, gas
itu diambil oleh hemoglobin yang ada di dalam dinding tubuh dan cairan
pseudosoel (Kastawi, 2005).

Mulut dikelilingi oleh tiga bibir. Mulut berlanjut pada faring atau esophagus yang
berbentuk silindris. Bagian belakang faring atau esophagus itu menebal, dan dilengkapi
oleh klep. Dinding faring mempunyai serabut-serabut otot radial yang dapat melebarkan
rongga faring. Di dalam rektum terdapat kelenjar rektal uniselular yang berukuran
besar, jumlahnya tiga pada yang betina dan enam pada yang jantan. Pada hewan jantan
terdapat kloaka. Sistem pencernaannya tidak dilengkapi dengan kelenjar pencernaan.
Makanan yang dimasukkan ke dalam tubuhnya berupa makanan setengah jadi yang
berasal dari inangnya dengan cara menggigit membran mukosa menggunakan bibirnya
untuk mengisap darah dan cairan jaringan dari inang. Pada Nemathelminthes yang
hidup di laut sistem ekskresinya terdiri dari satu atau dua sel kelenjar Renette yang
terletak di dalam pseudosoel bagian ventral, di dekat perbatasan antara faring dan
intestin. Rusuk anterior dari sel yang berbentuk H mengalami reduksi, dan kanal
transversal bercabang membentuk satu jaringan. Saluran umum itu berakhir pada lubang
ekskresi yang terletak di bagian ventral di belakang bibir. Sistem ekskresi pada cacing
ini tidak dilengkapi dengan lubang-lubang internal, silia, dan sel api (Kastawi, 2005).

Nemathelminthes merupakan hewan berkelamin tunggal, artinya alat kelamin


jantan dan betina terpisah. Hewan jantan dan betina dapat dibedakan dengan jelas
berdasar penampakan dari luar. Hewan jantan mempunyai ukuran lebih kecil dari hewan
betina dan mempunyai ekor yang melengkung. Sistem alat kelamin jantan mengalami
reduksi sehingga hanya tinggal satu, sedang sistem kelamin betina ada dua buah.Organ
kelamin jantan terletak pada separuh tubuh bagian posterior. Testesnya satu, panjang,
menggulung, dan berlanjut menjadi saluran vas deferens yang memiliki ukuran diameter
sama. Organ kelamin betina bersifat “didelfik” artinya jumlahnya ada dua. Organ ini
terletak pada dua pertiga bagian tubuh dari arah posterior. Ovarinya berjumlah dua
berbentuk benang yang menggulung. Ovari mempunyai saluran telur (oviduk) yang
berukuran lebih lebar. Oviduk menuju ke uterus yang dindingnya berotot (Kastawi,
2005).

C. Alat dan Bahan


1. Alat
Alat yang digunakan saat praktikum adalah :

2. Bahan
Bahan yang digunakan saat praktikum adalah :

a. Fasciola hepatica. d. Pheretima sp.


b. Taenia saginata. e. Nereis sp.
c. Ascaris lumbricoides. f. Hirudinaria sp.

D. Cara Kerja
1. Spesimen Platyhelmithes, Nematelminthes,dan Annelida yang sudah disediakan
diasmati morfologinya diluarnya.
2. Spesimen kemudian digambar pada lembar kerja dan diberi warna
3. Diberi keterangan bagian –bagian tubuh dari spesimen-spesimen yang digambar,
E. Hasil dan Pembahasan
1. Hasil
Fasciola hepatica

Klasifikasi : Gambar & keterangan:


Kingdom : Animalia
Subkingdom : Bilateria
Infrakingdom : Protostomia
Superphylum : Platyzoa
Phylum : Platyhelminthes
Subphylum : Neodemata
Class : Trematoda
Subclass : Digenea
Order : Echinostomida
Suborder : Echinostomata
Family : Fasciolalidae
Genus : Fasciola
Species : Fasciola hepatica L.
Taenia saginata

Klasifikasi : Gambar & keterangan:


Kingdom : Animalia
Subkingdom : Bilateria
Infrakingdom :
Protostomia
Superphylum : Platyzoa
Phylum : Platyhelminthes
Subphylum : Neodermata
Class : Cestoda
Subclass : Eucestoda
Order : Cyclophylidae
Family : Taeniidae
Subfamily : Taeniidae
Genus : Taenia
Spesies : Taenia saginata

Ascaris lumbricoides
Klasifikasi : Gambar & keterangan:
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Bilateria
Infrakingdom : Protostomes
Phylum : Nematoda
Class : Secernentea
Order : Ascaridida
Family : Ascaridae
Genus : Ascaris
Species : Ascaris lumbricoides

Pheretima sp.

Klasifikasi : Gambar & keterangan:


Kingdom : Animalia
Subkingdom : Bilateria
Phylum : Annelida
Class : Oligochaeta
Order : Opisthopora
Family : Lumbricidae
Genus : Pheretima
Species : Pheretima sp

Nereis sp.
Klasifikasi : Gambar & keterangan:
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Bilateria
Phylum : Annelida
Class : Polychaeta
Order : Umicolae
Family : Nereidae
Genus : Nereis
Species : Nereis sp.

Hirudinaria sp.

Klasifikasi : Gambar & keterangan:


Kingdom : Animalia
Subkingdom : Bilateria
Phylum : Annelida
Class : Clitellata
Order : Hirudinida
Family : Hirudinidae
Genus : Hirudinaria
Species : Hirudinaria sp

2. Pembahasan
a. Fasciola hepatica.

Secara morfologi Fasciola hepatica berwarna coklat abu-abu dengan bentuk


seperti daun, pipih, melebar dan lebih melebar keanterior dan berakhir dengan
tonjolan berbentuk conus. Ukuran tubuh cacing dewasa panjangnya 30 mm dan
lebarnya 13 mm, pada bagian depan terdapat mulut meruncing yang dikelilingi
oleh alat pengisap, alat penghisap ini terdapat di sebelah ventral sedikit di
belakang mulut yang berfungsi untuk menempel pada tubuh inangnya, dan
terdapat alat kelamin. Bagian tubuhnya ditutupi oleh sisik kecil dari kutikula
sebagai pelindung tubuhnya dan membantu saat bergerak. Pada Fasciola
hepatica jantan ditemukan spikula atau bagian seperti untaian rambut di ujung
ekornya (posterior). Pada Fasciola hepatica betina, sepertiga depan terdapat
bagian yang disebut cincin atau gelang kopulasi. bentuknya pipih (seperti daun),
susunan tubuh triploblastik yang terdiri dari lapisan ektoderm, endoderm,
dan mesoderm. Anatomi dari Fasciola hepatica yakni terdiri atas organ-organ
reproduksi yang kompleks, tidak mempunyai anus dan alat ekskresinya berupa
sel api. Cacing ini bersifat hermaprodit, berkembang biak dengan cara
pembuahan sendiri atau silang. Fasciola hepatica dewasa hidup pada usus
manusia. Parasit ini juga memiliki khas bercabang organ reproduksi. 
Hati Fasciola hepatica juga memiliki pengisap (oral) yang digunakan untuk
secara efektif jangkar parasit dalam memotong empedu (Hala,2007).

Habitat Fasciola hepatica yakni hidup parasit pada jaringan atau cairan


tubuh inangnya. Fasciola hepatica yang parasit hidup di dalam tubuh inangnya
(endoparasit) pada siput air, sapi, babi, atau manusia. Fasciola
hepatica memiliki peran yang merugikan, karena hidup parasit pada tubuh inang
(Jasin, 1992).

Sistem reproduksi Fasciola hepatica jantan terdiri dari 2 testis berbentuk


lobus atau bercabang-cabang, selanjutnya dari masing-masing testis dilanjutkan
dengan sebuah vas eferens, vas eferens kemudian bergabung membentuk vas
deferens. Pembuluh ini kadang-kadang melebar membentuk vesika seminalis
yang dikelilingi oleh glandula prostata dan terakhir cirrus. Sistem reproduksi
betina secara berturutan dimulai dari ovarium yang tunggal berlobi-lobi atau
bercabang-cabang, oviduk, reseptabulum seminalis, saluran vitelina yang
menampung kelenjar viteliria, terusan laurel, kemudian menuju ootipe, uterus
yang berkelok-kelok, metratem dan akhirnya keluar dari lubang kelamin (Porus
genitalis) (Olson,2003).

Siklus hidup Fasciola hepatica di mulai di dalam tubuh ternak yang


terinfeksi cacing hati dewasa berpredeleksi di dalam pembuluh empedu hati.
Selain hidup dari cairan empedu, cacing juga akan merusak sel-sel epitel dinding
empedu untuk menghisap darah, sedangkan cacing muda bermigrasi pada
parenkim hati dan dapat merusak dan memakan parenkim hati kemudian
bermigrasi ke pembuluh empedu. Fasciola hepatica bertelur di dalam kantong
empedu mengikuti aliran empedu di dalam ductus choleductus,
lumen duodenum keluar saat defikasi. Pada kondisi lingkungan yang mendukung
(air tergenang, suhu (26o C ), pH) telur akan menetas (17 hari ) dan terbebaslah
larva mirasidium. Mirasidium mutlak harus berada dalam air dan berenang
mencari hospes intermidier (HI) serasi ialah golongan siput (Lymnaea sp.). Di
dalam tubuh siput tersebut mirasidium berubah menjadi sporokista yang
memperbanyak diri dengan pembelahan sel secara transversal. Di dalam
tubuh sporokista terbentuk banyak redia, pada masing-masing redia induk,
terbentuk banyak redia anak (cercaria ) yang berekor.
Kemudian cercaria keluar dari tubuh siput dan berenang didalam air, dalam
waktu 20-21 hari hari setelah memasuki tubuh siput. Pada kondisi
menunjang cercaria berenang di air mencari tumbuhan air/rerumputan untuk
segera melekat dan ekor dilepaskan dan tubuhnya membentuk zat pelindung dari
zat viskus metacercaria. Infeksi pada host terjadi bila memakan rumput yang
ditempeli metacercaria . Di dalam duodenum kista pecah dan keluarlah cacing
muda. Dalam waktu 24 jam cacing muda sampai dalam
ruang peritonium sesudah menembus dinding usus. Sekitar 4-8 hari sesudah
infeksi, sebagaian besar cacing telah menembus kapsul hati dan migrasi dalam
parenkim hati. Migrasi dalam hati memerlukan waktu 5-6 minggu dan minggu
ke-7 telah sampai dalam saluran empedu dan delapan minggu setelah infeksi
cacing telah bertelur (Suwignyo,2005)

Fasciola hepatica termasuk filum Platyhelminthes karena bentuk tubuhnya


pipih seperti daun. Termasuk dalam kelas Trematoda karena memiliki alat
penghisap. Termasuk dalam ordo Echinostomida karena memiliki mulut
berkerak. Termasuk dalam famili. Termasuk dalam famili Fasciolidae karena
asetabulum lebih besar daripada mulut pengisap dan terletak di anterior.
Termasuk dalam genus Fasciola karena memiliki mulut pengisap kecil dan kuat
yang terletak di ujung proyeksi bentuk kerucut di ujung anterior. Adapun
susunan klasifikasi dari Fasciola hepatica yaitu sebagai berikut:

Kingdom      : Animalia

Filum            : Platyhelminthes

Classis          : Trematoda

Ordo             : Echinostomida

Familia          : Fasciolidae
Genus           : Fasciola

Species         : Fasciola hepatica (Jasin, 1992).

b. Taenia saginata.

Taenia saginata merupakan cacing terbesar dari spesies yang termasuk


dalam genus

Taenia. Panjang cacing dewasa biasanya 4 sampai10 m. Tubuhnya


bersegmen. Tubuh berwarna putih dan terdiri dari
tiga bagian : scolex , leher dan Strobila . Scolex terdiri dari empat pengisap,
tetapi tidak memiliki kait. Dikelompokkan ke dalam classis Cestoda karena
memiliki scolex, bersegmen dan hidup sebagai parasit. Species ini berparasit di
tubuh hewan karnivora khususnya anjing. Perantaranya ialah manusia, kambing,
domba, sapi, dan lain-lain. Larva dari pecies ini menyebabkan penyakit
hidatidosis (Roberts,2005).

Cacing pita Taenia tersebar secara luas di seluruh dunia.


Penyebaran Taenia dan kasus infeksi akibat Taenia lebih banyak terjadi di
daerah tropis karena daerah tropis memiliki curah hujan yang tinggi
dan iklim yang sesuai untuk perkembangan parasit ini.  Taeniasis dan
sistiserkosis akibat infeksi cacing pita babi Taenia solium merupakan salah
satu zoonosis di daerah yang penduduknya banyak mengkonsumsi daging babi
dan tingkat sanitasi lingkungannya masih rendah, seperti di Asia
Tenggara, India, Afrika Selatan, dan Amerika Latin. Klasifikasi ilmiah dari
Taenia saginata yaitu :

Kerajaan     : animalia

Filum          : Platyhelminthes

Kelas           : Cestoda

Ordo           : Cyclophyllidea

Family         : Taeniidae

Genus         : Taenia Saginata

 Cacing pita Taenia dewasa hidup dalam usus manusia yang
merupakan induk semang definitif. Segmen tubuh Taenia yang telah matang
dan mengandung telur keluar secara aktif dari anus manusia atau secara pasif
bersama-sama feses manusia. Bila inang definitif (manusia) maupun inang
antara (sapi dan babi) menelan telur maka telur yang menetas akan
mengeluarkan embrio (onchosphere) yang kemudian
menembus dinding usus. Embrio cacing yang mengikuti sirkulasi darah limfe
berangsur-angsur berkembang menjadi sistiserkosis yang infektif di
dalam otot tertentu. Otot yang paling sering terserang sistiserkus
yaitu jantung, diafragma, lidah, otot pengunyah, daerah esofagus,  leher dan
otot antar tulang rusuk (Subronto, 2006).

c. Ascaris lumbricoides.
Cacing ini berbentuk gilig, hidup sebagai parasit, tidak punyasegmentasi
tubuh dan memiliki dinding luar yang halus, bergerakdengan gerakan seperti
cambuk struktur tubuhnya Cacing ini hidup didalam usus halus manusia
sehingga sering kali disebut cacing perut Ascaris  lumbricoides merupakan
hewan dioseus, yaitu hewan dengan jenis kelamin berbeda, bukan hemafrodit.
Ascaris  lumbricoides hanya berkembang biak secara seksual.
Ascaris  lumbricoides jantan memiliki sepasang alat berbentuk kaityang
menyembul dari anus disebut spikula yang berfungsi untukmembuka pori
kelamin cacing betina dan memindahkan sperma saatkawin, Tubuhnya ditutup
oleh kutikula yang tebal. Di bagian anteriorterdapat 3 buah bibir yaitu 1 bibir
dorsal dan 2 bibir ventrolateral.Species ini memiliki serabut-serabut otot
longitudinal dan memilikirongga di antara dinding tubuh dan alat pencernaan
yang disebut pseudocolom (Levine,1995).
Cacing Ascaris lumbricoides merupakan spesies dari genus Ascaris yang
termasuk kelas Nematoda memiliki ciri-ciri atau morfologi yaitu Dinding
tubuh tersusun dari kutikula, Epidermis dan lapisan otot yang memanjang di
mana terdapat saluran ekskresi lateral, Tali-tali syaraf dorsal dan ventra
dihubungkan oleh cincin syaraf anterior, Cacing betina dalam umur dewasa dan
keadaan yang sama lebih besar dari yang jantan, Panjang tubuh cacing betina 20-
40 cm, Cacing jantan berukuran 10-15 cm, Dioceous (berumah dua) reproduksi
seksual (jantan dan betina), Ascaris lumbricoides tergolong organisme
tripoblastik pseudocoelomata (tripoblastik yang berongga semu artinya rongga
tubuhnya terisi organ-organ sehingga tidak mutlak sebagai rongga, seperti yang
dijumpai pada tripoblastik coelomate ), Cacing ini hamper terdapat di seluruh
belahan bumi sehingga ia tergolong organisme cosmopolitan atau tidak endemik,
Pada cacing jantan, salah satu ujung tubuhnya menggulung, Pada cacing betina,
salah satu ujung tubuhnya tidak menggulung, Ujung tubuh cacing baik cacing
jantan ataupun betina meruncing dan permukaan tubuhnya licin, Mulut terdapat
pada ujung anterior, mempunyai tiga buah bibir (1 buah bibir dorsal dan 2 bibir
ventrolateral) dan masing-masing bibir memiliki papilla, Pada permukaan
ventral di ujung posterior terdapat lubang ekskresi, Sepanjang tubuhnya tampak
empat garis longitudinal (memanjang) ialah garis dorsal, garis ventral dan 2 garis
lateral, Memiliki serabut-serabut otot longitudinal,rongga di antara dinding
tubuh dan alat pencernaan disebut pseudocolom (Stephen, 2011).
Alat reproduksi jantan ialah gulungan single testis yang menyerupai benang
berbelit, seminal vesicle dan diteruskan dengan pembuluh pendek muscular
ejaculatory yang berlubang ke dalam cloaka. Sedangkan pada yang betina sistem
reproduksinya berbentuk Y, tiap-tiap cabang dari bentuk Y ini terdiri dari
ovarium yang menyerupai benang berbelit dan diteruskan ke oviduk dan uterus
(Safar,2010).
Bila telur yang infektif tertelan oleh manusia melalui perantara makanan
maka di bagian atas usus halus dinding telur pecah dan larva akan lepas dari
telur. Larva ini akan menembus dinding usus halus dan diangkut secara pasif
oleh darah vena porta ke hati. Kemudian bersama aliran darah menuju jantung
kanan untuk selanjutnya menuju ke sirkulasi paru-paru. Perpindahan larva
cacing menyebabkan terjadinya pneumonitis dan eosinophilia. Di dalam paru-
paru larva akan tumbuh dan berganti kulit sebanyak dua kali. Dari paru-paru,
larva menembus alveolus. Masa migrasi ini berlangsung selama sekitar 15 hari.
Setelah dari alveoli larva ini bergerak menuju bronki, trakea dan menuju
laring  untuk selanjutnya ke faring. Apabila sudah mencapai faring maka
biasanya akan menimbulkan rangsangan faring berupa batuk. Setelah itu pindah
ke esophagus, turun menuju lambung dan akhirnya sampai ke usus. Di usus ini
barulah terjadi pergantian kulit lagi dan cacing tumbuh menjadi cacing dewasa.
Dua bulan semenjak infeksi pertama terjadi, cacing betina dewasa mulai mampu
memproduksi telur sebanyak 200.000 telur setiap harinya. Cacing ini tidak
melekat diri, tetapi berdiam ditempatnya dengan pergerakan yang tetap. Dalam
lingkungan yang sesuai telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif
dalam waktu 3 minggu (Rusyana, 2013).
d. Pheretima sp.

Cacing tanah memiliki bentuk tubuh bulat, panjang silindris, dengan kiraan
2/3 bagian posteriornya. Tubuh bersegmen-segmen, di tengah-tengah segmen
terdapat stae/ rambut yang berfungsi membantu pergerakan. Dinding tubuh
mempunyai 2 lapis otot, yaitu circulare dan longitudinal. Disebelah anteriornya
terdapat prestomium dan pada bagian posterior terdapat anus. Warna tubuh
merah kecoklatan, permukaan atas berwarna merah dan dari luar aorta dorsalis
kelihatan jelas permukaan bawah lebih pucat. Klitelum merupakan penebalan
kulit yang terletak pada segmen 13-17. Dari letak klitelum ini, dapat
disimpulkan bahwa jenis cacing yang diamati ini merupakan Pheretima sp
karena pada Pheretima sp letak klitelum terletak pada segmen 13-15. Lubang
spermateka terletak pada bagian vertikal, pada segmen ke 18 (tepat di segmen
setelah klitelum). Selain itu, diemukan pula,sepasang lubang genetalia betina
pada bagian ventral tubuh, tepatnya pada segmen ke 9 dan lubang genetalia
jantan pada segmen ke 10. Sistem ekskrasi cacing tanah berupa nephridios pada
setiap segmen terdapat sepasang. Nefridiofor (lubang sekresi amoniak, urea, dan
sebagainya) pada segmen 30-32 pada daerah ventro lateral.Cacing tanah tidak
mempunyai mata, tetapi pada kulit  tubuhnya terdapat sel-sel saraf tertentu yang
peka terhadap sinar (Susanti, 2010).
Cacing tanah bersifat hermaprodit. Sepasang ovarium menghasilkan ova,
dan terletak di dalam segmen ke-13. Kedua oviductnya juga terletak di dalam
segmen ke-13 dan infudibulumnya bersilia. Oviduk tadi melalui septum yang
terletak diantara segmen ke-13 dan ke-14, dan di dalam segmen ke-14 membesar
membentuk kantong telur. Testis terletak di dalam suatu rongga yang dibentuk
oleh dinding-dinding vesicula seminalis. Ductus spermaticus mulai dari testis
bagian ujung, dan melanjutkan diri ke posterior sampai segmen ke-15, dan pada
segmen ini juga ductus itu bermuara keluar. Spermatozoa yang telah
meninggalkan testis, akan masuk ke dalam vesicular seminalis dan selanjutnya
tersimpan di dalamnya. Walaupun cacing tanah bersifat hermaprodit, tetapi tidak
terjadi autofertilisasi. Di antara segmen-segmen 9 dan 10; 10 dan 11, terdapat
receptaculum seminalis, yang merupakan tempat penampung spermatozoa dari
cacing lain. Pada organ reproduksi ditemukan spermateka, vesica seminalis,
testis, vas deferens, ovarium dan kelenjar prostat. Spermateka terdapat pada
segmen ke 18, namun biasanya spemateka terletak pada segmen ke 9-10.
Spermateka terdiri dari dua pasang, yang merupakan alat untuk menyimpan
sperma yang berasal dari cacing lain, sampai diperlukan untuk membuahi sel
yang sudah masak. Vesica seminalis juga tidak terlihat pada percobaan ini,
namun biasanya vesica seminalis ini terletak pada segmen ke 9-13. Vesica
seminalis ini mempunyai fungsi untuk menyimpan sperma yang belum masak.
Testis berfungsi untuk menghasilkan sperma yang belum dimasak. Sepasang
testis terletak pada segmen ke 10. Vas deferens merupakan saluran sperma dari
vesikula seminalis menuju lubang genetalia jantan yang terletak pada segmen ke
10-15, namun pada hal ini ditemukan pada segmen ke 9-10. Ovarium terletak
pada segmen ke 9 biasanya ovarium terdapat pada segmen ke 13. Serta kelenjar
prostat yang tidak terlihat terdapat pada segmen keberapa, namun biasanya
kelenjar prostat terdapat pada bagian posterior clitelum (Radipoetro, 1996).

e. Nereis sp.
Bentuk morfologi dan anatomi pada cacing laut sangat beragam.  Umumnya
berukuran 5-10 cm dengan diameter 2-10 mm.  Pada tiap sisi lateral ruas
tubuhnya kecuali kepala dan bagian ujung posterior,  terdapat sepasang
parapodia dengan sejumlah besar setae yang terdiri atas notopodium dan
neuropodium, masing-masing disangga oleh sebuah batang khitin yang disebut
acicula.  Pada notopodium terdapat cirrus dorsal dan pada neuropodium terdapat
cirrus ventral.  Bentuk parapodia dan setae pada setaip jenis tidak sama.  Pada
prostomium terdapat mata, antena dan sepasang palp Cacing laut (Nereis sp.)
banyak ditemui di pantai, sangat banyak terdapat pada pantai cadas, paparan
lumpur dan sangat umum ditemui di pantai pasir.  Beberapa jenis hidup di bawah
batu, dalam lubang lumpur dan liang di dalam batu karang, dan ada juga yang
terdapat pada air tawar  sampai 60 km dari laut, seperti di Bogor. Reproduksi
pada Cacing laut (Nereis sp.), terjadi baik secara aseksul maupun seksual. 
Reproduksi seksual terjadi dengan cara pertunasan dan pembelahan, namun
kebanyakan hanya  melakukan reproduksi secara seksual  saja dan biasanya pada
dioecious.  Pada dasarnya hampir semua menghasilkan gamit, namun pada
beberapa jenis hanya beberapa ruas saja.  Pada beberapa jenis cacing dengan
gamit yang telah matang akan berenang menjadi cacing pelagis, setelah
tubuhnya koyok-koyok dan gamit berhamburan di air laut maka cacing tersebut
mati, pembuahan terjadi di air laut (Suwignyo, 2005) 
f. Hirudinaria sp.
lintah berbadan leper, mempunyai 34 gelang dan penghisap pada
ujungnya.Ukuran biasa adalah 50 mm dan bahkan mencapai 30 cm.Seekor lintah
mungkin mengambil waktu antara 15 hingga 30 menit untuk menyedot darah
dari badan manusia. Dalam tempo waktu tersebut ia dapat menghisap kira-kira
2.5 sehingga 5.5 gm darah. Kuantiti darah tersebut sudah cukup bagi lintah untuk
bertahan selama 6 bulan. Pada air liur lintah terdapat sekurang-kurangnya 15
jenis zat aktif. Di antaranya ialah sejenis zat yang sama seperti yang terkandung
di dalam putih telur.Panjang tubuh mencapai 30 cm,Tubuh dilindungi oleh
lapisan kutikula,Tubuh relatif pipih, Tubuh terdiri dari 34 segmen,Tidak
mempunyai parapodia dan setae, Mempunyai alat penghisap (sucker) di bagian
anterior maupun posterior, Bersifat hermafrodit ( suwignyo, 2005)
Hewan ini berhabitat air tawar, hidup di rawa-rawa, kolam, ataupun sungai.
Hirudinea adalah hewan ektoparasit pada permukaan tubuh inangnya. Inangnya
adalah vertebrata dan termasuk manusia. Hirudinea parasit hidup dengan
mengisap darah inangnya, sedangkan Hirudinea bebas hidup dengan memangsa
invertebrata kecil seperti siput. Contoh Hirudinea parasit adalah Haemadipsa
(pacet) dan hirudo (lintah) (Levin, 1995)
Sistem reproduksi pada lintah (Hirudo Medicinalis) adalah sama dengan
cacing tanah (Lumbricus terrestris), kecuali bahwa sperma disimpan dalam
spermatophores, yang merupakan kantung luar tubuh. Seperti diketahui, lintah
(Hirudo Medicinalis) kekurangan setae, mereka bergerak dengan bantuan
anterior dan posterior pengisap dan otot memanjang sepanjang tubuh mereka.
Lintah (Hirudo Medicinalis) berkembang pada organisme hidup dan hanya
sedikit anggota jenis lintah (Hirudo Medicinalis) menghisap darah, sisanya
memangsa invertebrata kecil (Jasin, 1992)
Menurut suwignyo (2005) Sistem respirasi dan sirkulasi berlangsung
melalui permukaan kulit. Darah yang mengandung hemoglobin mengalir dalam
pembuluh-pembuluh longitudinal yang berotot di sebelah lateral tubuh. Di
sebelah dorsal dari ventral tubuh juga ada sinus-sinus berdinding tipis yang
secara tidak langsung menghubungkan pembuluh-pembuluh longitudinal berotot
itu dengan ronga-rongga dalam selom. Hirudinaria sp masuk kedalam temasuk
kelompok hewan yang memiliki tubuh seperti sejumlah besar cincin kecil yang
diuntai dan memiliki ruas-ruas (segment). Hirudinaria sp masuk kedalam kelas
Hirudinae karena tidak memiliki setae, rambut dan parapodia.
F. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum filum Platyhelminthes, Nematelminthes, dan Annelida
adalah:
1. Kelas dari filum Platyhelmithes adalah Turbellaria, Trematoda, dan Cestoda.
2. Filum Nemathelminthes bersifat dioecious.
3. Kelas dari filum Annelida adalah Polychaeta, Oligochaeta, dan Hirudinea.
4. Alat ekresi dari filum Annelida berupa nefridium.
5. Filum Annelida bersifat hermafrodit, memiliki Clittellum.
G. Daftar Pustaka
Almeida W O, dkk. 2003. “Polychaeta, Annelida, and Articulata are not monophyletic:
articulating the Metameria (Metazoa, Coelomata)” International Journal on
Soft Computing.  
Budiantoro,dkk.2020.Petunjuk Praktikum Sistematika Avertebrata. Yogyakarta :
Universitas Ahmad Dahlan.

George H F. 2006. Biologi Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.

Hala, Y. 2007. Biologi Umum 2.  Makassar: UIN Alauddin Press.

Jasin M. 1992. Zoologi Invertebrata. Surabaya: Sinar Wijaya.

Kastawi, Yusuf. 2005. Zoologi Invertebrata. Malang : UM Press

Levine N D.1995. Protozoologi Vertebrata. Yogyakarta: Gadjah Mada University


Press.

Olson P D, dkk. 2003. “Phylogeny and classification of the Digenea (Platyhelminthes:


Trematoda)” International Journal for Parasitology. 

Prawirohartono, S. 2006. Sains Biologi I. Jakarta: Bumi Aksara

Radiopoetro. 1996. Zoologi . Jakarta. Erlangga

Roberts,L.S.,and J. Janovy. Gerald d. schmidt & larry s. 2005.


Roberts' Foundations of Parasitology. 8th Edition. Missouri: McGraw.
Rusyana Adun. 2013. Zoologi Invertebrata, Bandung : Alfabeta.

Safar Rosdiana. 2010. Parasitologi Kedokteran, Bandung : CV.Yrama Widya.

Stephen dan Kennet. 2011. Mikrobiologi dan Penyakit Infeksi, Tanggerang : Karisma


Publishing Group.

Subronto. 2006. Penyakit Infeksi Parasit dan Mikroba pada Anjing dan Kucing.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Susanti, Baiq Hana dan Noor, Meiry Fadhilah. 2010. Pengantar Zoologi Vertebrata.
Jakarta : Lembaga Penelitian UIN Jakarta

Suwignyo S, dkk. 2005. Avertebrata Air Jilid I. Jakarta: Penebar Swadaya.

Anda mungkin juga menyukai