Anda di halaman 1dari 24

1.

Pendahuluan

Sesuai dengan peraturan pemerintah, mengacu pada Undang-undang No. 20 Tahun


2003 tentang sistem pendidikan nasional, maka upaya untuk menyempurnakan
kurikulum pendidikan sains ditekankan pada penggunaan metode kerja ilmiah, yang
berarti metode ini harus diterapkan oleh semua guru pengajar ilmu sains (Matematika,
Fisika, Kimia dan Biologi). Kurikulum ini disebut KTSP. Dalam KTSP pengetahuan
bukanlah suatu kumpulan fakta atau konsep – konsep yang harus dihafalkan, akan tetapi
menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta
prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari –
hari. Proses pembelajaran ditekankan pada pemberian pengalaman secara langsung
untuk mengembangkan kompetensi peserta didik agar peserta didik menjelajahi dan
memahami alam sekitar secara ilmiah. Dalam pembelajaran metode ilmiah dilakukan
dengan urutan merumuskan masalah, membuat hipotesa, mengumpulkan data atau
observasi, membuat analisa data, menarik kesimpulan dan menerapkannya untuk
menciptakan suatu produk teknologi dan sikap ilmiah [8].

Pada saat mengikuti mata kuliah Program Pengenalan Lapangan (PPL) penulis sudah
berusaha menerapkan KTSP, yaitu dengan menekankan pembelajaran pada terapan
dikehidupan sehari –hari. Akan tetapi ditemukan masalah ketika siswa dihadapkan pada
sebuah terapan yang memiliki kompleksitas tinggi, misalnya pada suatu terapan yang di
dalamnya terdapat beberapa konsep fisika sekaligus. Siswa sering mengalami kesulitan
menjelaskan prinsip fisika apa saja yang ada diterapan tersebut. Karena ada masalah
itulah maka beberapa metode pembelajaran dapat digunakan untuk menyelesaikan
masalah tersebut. Salah satunya adalah Contecxtual Teaching and Learning (CTL) yang
sifatnya mengaitkan antar konsep untuk menyelesaikan suatu problem [1].

Melalui penelitian ini akan dibahas, apakah metode CTL dapat membuat siswa
mengaitkan antar konsep pada konteks roket air? Penelitian serupa sudah pernah
dilakukan oleh Oktorisa Restu P.A yang membuat desain pembelajaran fisika dengan
pendekatan CTL pada konteks sepeda [9]. Sedangkan pada penelitian ini akan dibuat
desain pembelajaran CTL pada konteks roket air. Konteks roket air dipilih memuat
beberapa konsep fisika, di antaranya tentang gerak, hukum kekekalan momentum
dengan masa sistem yang berubah, tekanan dan sifat aerodinamis, apalagi akhir-akhir ini
permainan roket air cukup mendapat perhatian dalam dunia pendidikan, misalnya
belum lama ini diadakan beberapa perlombaan membuat roket air dari tingkat daerah,
nasional, hingga internasional dalam Kompetisi Roket Air Internasional 2011 [3].

Adapun batasan masalah penelitian ini yaitu pembelajaran konsep fisika pada
konteks roket air dengan level sekolah menengah atas, pembelajaran difokuskan pada
faktor –faktor yang mempengaruhi jarak jangkauan roket, bukan pada persamaan gerak

1
roket. Penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi guru, siswa dan pembaca. Bagi guru
akan sangat bermanfaat karena diberikan contoh RPP sebagai referensi untuk
melaksanakan CTL dalam kelas. Bagi siswa akan diberikan pengalaman baru agar anak
belajar secara kontekstual. Sedangkan bagi pembaca sendiri dapat digunakan sebagai
referensi untuk mengembangkan CTL pada konteks yang lain.

2. Dasar Teori
1) Contextual Teaching and Learning (CTL)
CTL adalah sebuah sistem belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa seorang
pembelajar akan mau dan mampu menyerap materi pelajaran jika mereka dapat
menangkap makna dari pelajaran tersebut [1]. CTL dapat membantu siswa untuk
mengaitkan antar materi atau konsep yang mereka pelajari sehingga menjadi suatu
pemahaman yang utuh dan nyata dalam suatu konteks. Oleh Departemen Pendidikan
Nasional CTL dibagi menjadi 7 komponen yaitu:

1) Kontruktivisme
Kegiatan pendidikan menunjukkan bahwa ilmu tidak hanya dikonsumsi, tetapi
dikonstruksi / dibangun. Pengetahuan bukanlah serangkaian fakta, konsep dan
kaidah yang siap dipraktekkan, melainkan harus dikontruksi terlebih dahulu dan
dapat memberikan makna melalui pengalaman nyata. [1][5]
2) Inkuiri
Proses pembelajaran didasarkan pada proses mencari dan menemukan makna dari
apa yang dipelajari. Dalam proses inilah guru harus benar-benar menyiapkan
rencana pembelajaran yang dapat menuntun siswa untuk berfikir dan menemukan
secara sistematis. Langkah – langkah kegiatan unkuiri adalah : merumuskan
masalah, mengamati atau observasi, menganalisa data, dan menarik kesimpulan.
[1][5]
3) Bertanya aktif (Questioning)
Bertanya adalah salah satu cara untuk memunculkan interaksi di dalam kelas, baik
interaksi antara guru dan siswa, maupun antara siswa sendiri. Peran guru adalah
membantu menyiapkan instrument berupa pertanyaan-pertanyaan untuk
menggiring siswa mencapai suatu pemahaman tertentu. Selain berfungsi sebagai
alat untuk merefleksikan diri, siswa juga diberi kesempatan untuk bertanya, dan
mengeksplor rasa ingin tahunya dengan bertanya baik pada rekan maupun pada
guru pembimbing. [1][5]
4) Belajar dari masyarakat (learning Community)
Pembelajaran tidak selalu dilakukan oleh guru dan di lingkungan sekolah saja.
Belajar dapat dilakukan dimanapun dan dari siapapun anggota masyarakat. Misalnya
untuk mempelajari suatu keahlian, kita bisa belajar dari seseorang yang memang
berprofesi dan ahli dibidang tersebut. [1][5]
5) Pemodelan (modeling)

2
Pemodelan adalah memberikan gambaran atau contoh kepada siswa. Contoh dapat
diberikan secara langsung oleh guru atau menggunakan alat bantu seperti gambar,
video atau alat peraga. [1][5]
6) Refleksi (Reflektion)
Di akhir pelajaran, guru memberi waktu siswa untuk merenung dan mereflesikan
kembali dari apa yang sudah mereka dapat. Refleksi dapat dilakukan dengan
meminta siswa untuk menulis, apa yang telah mereka pelajari hari ini? Apakah ada
sesuatu yang baru yang didapat? Pengalaman yang telah didapat siswa akan
menjadi makna dari pembelajaran yang telah mereka lakukan. [1][5]

7) Penilaian nyata (authentic assessment)


Penilaian dilakukan oleh guru secara terintegtasi selama proses pembelajaran
mengacu pada indikator-indikator yang telah ditentukan. Ada tiga kelompok
penilaian yaitu afektif, kognitif dan psikomotorik. Jadi penilaian ditekankan pada
proses belajar bukan pada hasil belajar. [1][5]

2) Materi Fisika yang dipelajari melalui permainan roket air :


a) Tekanan (Penerapan Hukum Pascal)
Tekanan udara dalam roket dapat diartikan sebagai gaya dorong udara yang bekerja
pada suatu luasan permuakan di dalam roket. Maka dari itu tekanan dapat digambarkan
sebagai gaya-gaya yang bekerja dalam roket seperti pada gambar. Saat roket belum
diluncurkan tidak ada resultan gaya yang bekerja pada roket (ΣF=0). Setelah roket
diluncurkan muncul resultan gaya , hal ini terjadi karena gaya dorong pada dinding
bagian bawah roket berkurang. Seperti terlihat pada gambar 2.1 gaya dorong pada
dinding bagian bawah roket lebih sedikit dari gaya dorong pada dinding bagian atas
roket. Karena ada resultan gaya ke atas maka roketpun bergerak ke atas. [2][6]

F 0 F ma
Gambar 2.1. Gambar gaya yang bekerja pada dinding – dinding roket pada saat
sebelum dan sesudah diluncurkan.

b) Gaya Aksi Reaksi


Gaya aksi reaksi juga terjadi pada sistem roket. Syarat terjadinya gaya aksi reaksi
adalah bekerja pada dua benda yang berbeda, arahnya saling berlawanan dan sama
besar. Pada roket, gaya aksi reaksi dikerjakan oleh udara di dalam roket dan dinding

3
roket. Ketika udara di dalam roket mendorong dinding roket maka muncul gaya
deformasi dari dinding roket yang mendorong udara di dalam roket. Gaya aksi reaksi
juga dapat menjelaskan mengapa roket dapat bergerak. Ketika roket diam maka
pasangan gaya aksi reaksi adalah sama besar. Akan tetapi ketika roket bergerak, muncul
percepatan ke atas yang menyebabkan gaya dorong udara pada pada dinding bagian
atas roket akan lebih besar dibanding gaya deformasinya, sedangkan pada dinding
bagian bawah roket terjadi sebaliknya gaya dorong udara pada dinding roket lebih kecil
disbanding gaya deformasinya. [2][6]

Gambar 2.2. Gaya aksi reaksi yang terjadi antara dinding roket dengan udara

c) Gerak Parabola
Lintasan roket air berbentuk parabola. Kecepatan awal v0 terhitung ketia air dalam
roket habis. Sehingga gerak parabola memiliki ketinggian awal y0 Gerak parabola
memiliki 2 komponen yaitu gerak pada sumbu x dan gerak pada sumbu y. Gerak pada
sumbu x merupakan gerak lurus beraturan (GLB) dan gerak ke arah sumbu y adalah
gerak lurus berubah beraturan (GLBB)

gambar 2.3. Lintasan gerak parabola pada roket

Kecepatan awal roket v0 di uraikan menjadi 2 komponen yaitu vx dan vy

vx dirumuskan sebagai v x v0 cos ……………………………………………………………………….(3.1)

sehingga persamaan gerak kearah sumbu x menjadi x v0 cos .t …………………………(3.2)

4
sedangkan vy dirumuskan sebagai v y v 0 sin ………………………………………………………(3.3)

sehingga persamaan geraknya menjadi

vy vo sin g .t (3.4)
……………………………………………………………………………………………………

1 2
y yo vo sin .t gt
Dan, 2 ……………………………………………………………………...........(3.5)

Percepatan gravitasi bernilai negatif karena berlawanan dengan arah gerak roket. Untuk
mengetahui waktu yang diperlukan roket dari ketinggian y0 sampai menyentuh tanah,
gunakan persamaan (3.5) karena waktu yang dicari adalah waktu saat roket mencapai
tanah, maka nilai y 0

1 2
0 yo vo sin .t gt
2 ……………………………………………………………………………………….(3.6)

gunakan solusi persamaan kuadrat untuk mencari nilai t pada persamaan di atas.

b b2 4ac
t1, 2
2a ……………………………………………………………………………………………(3.7)

Kemudian subtitusikan nilai t yang diperoleh dari persamaan (3.6) pada persamaan x
(3.2) sehingga didapatkan jarak jangkauan roket x. Jarak total yang ditempuh roket
dapat dihitung dengan persamaan

xtotal x0 x
…………………………………………………………………………………………………………(3.8)

Pada penelitian ini tidak dibahas bagaimana cara mendapatkan persamaan lintasan awal
roket (y0, x0 dan s0) karena pembelajaran difokuskan pada konsep gerak parabolanya. [6]

d) Hukum Kekekalan Momentum

Roket air termasuk sistem bergerak yang mengalami perubahan kecepatan dan masa.
Kerangka acuan yang digunakan adalah bumi sebagai kerangka acuan. Jika masa roket
awal roket adalah M, masa roket setelah berkurang adalah M’ Perubahan masa ΔM
ditunjukkan oleh berkurangnya masa roket sebesar

M M ' M ………………………………………………………………………………………………..………….(4.1)

∆M bernilai negatif karena M’ < M. Sedangkan untuk kecepatan awal roket v, kecepatan
akhir roket v’, maka perubahan kecepatan yang dialami roket Δv adalah

5
v v' v …………………………………………………………………………………………………………………(4.2)
Menurut hukum Newton II gaya eksternal Feks dirumuskan sebagai hasil kali masa m
dengan percepatan a
Feks m.a (4.3)
……………………………………………………………………………………………..……………….
Dapat diturunkan menjadi persamaan lain untuk menyelesaikan persamalahan
momentum menjadi
m v
Feks ……………………………………………………………………………………………………………..(4.4)
t
P
Feks ………………………………………………………………………………………………………………..(4.5)
t
Jika momentum roket sebelum diluncurkan p adalah
p Mv ……………………………………………………………………………………………………………..(4.6)
dan momentum roket ketika diluncurkan p’ adalah
p' M M v v Mv air ……………………………………………………………………(4.7)
vair adalah kecepatan semburan air bernilai negatif karena arah geraknya berlawanan
P' P
terhadap arah gerak roketmaka, Feks
t
M M v v Mvair Mv
Feks (4.8)
t ……………………………………………………
v M
Feks M vair v v ………………………………………………………………(4.9)
t t
M dM
Bila ∆t dibuat mendekati 0 dan nilai kita ganti dengan , sedangkan ∆v dapat
t dt
di abaikan karena nilainya sangat kecil, maka persamaan menjadi :
dv dM dM
Feks M v v air …………………………………………………………………….(4.10)
dt dt dt
dv dM
M Feks vair v ………………………………………………………………………….(4.11)
dt dt
Besaran v air v merupakan kecepatan relatif masa yang ditolakkan terhadap bumi,
disebut juga vrel
dM
Besaran vrel merupakan gaya reaksi atau besarnya gaya dorong roket, sehingga
dt
persamaan menjadi
dM
Froket Feks vrel ………………………………………………………………………….……………(4.12)
dt
[6]

e) Prinsip Aerodinamis (Fluida Dinamis)

6
Sedangkan pada fluida yang bergerak tekanan dipengaruhi oleh kecepatan dan
rapat aliran fluida

F1
v1 P1
v1>v2

P1<P2
V2
P2
F2
Gambar 2.4. Gaya angkat pada sayap yang terjadi karena aliran udara disekitarnya

Sesuai dengan asas bernoulli yang menyatakan bahwa semakin besar kecepatan aliran
suatu fluida maka semakin kecil tekanannya, begitu pula sebaliknya semakin kecil aliran
fluida semakin besar tekanannya. Kecepatan aliran udara pada bagian atas sayap lebih
besar dari pada bagian bawahnya, ini menyebabkan tekanan pada bagian atas sayap
lebih kecil dari pada bagian bawahnya. Karena gaya berbanding lurus dengan tekanan.
Maka Gaya dorong yang dihasilkan oleh sayap F sebanding dengan luas permukaan
sayap A dikali dengan beda tekanan pada sisi-sisi sayap ΔP, dirumuskan dengan
F A P . Artinya semakin besar beda tekanan pada sisi – sisi sayap, semakin besar
gaya dorongnya. [6]

3. Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK
adalah penelitian yang dilakukan karena ditemukan suatu masalah di kelas, kemudian
masalah tersebut diteliti dan dicari penyelesaian masalahnya untuk kemudian
dipraktikkan langsung dikelas tersebut. Tujuan dari PTK adalah untuk memperbaiki dan
meningkatkan kualitas isi, masukan, proses dan hasil pembelajaran. Dalam penelitian ini
guru berperan sebagai peneliti dan murid sebagai sampel. Sampel yang digunakan
adalah siswa kelas XI SMA Kristen Indonesia Magelang pada tanggal 23 dan 27 Juli 2012.
PTK dilaksanakan dengan rangkaian siklus berulang sampai tujuan dari penelitian
tercapai. Model PTK menurut Kurt Lewin dibagi dalam perencanaan, tindakan,
pengamatan dan refleksi.

1. Perencanaan
Dalam tahap perencanaan dibuat alat pengumpul data berupa rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP), lembar observasi, soal evaluasi (post test), dan kuesioner.
2. Tindakan
Pada tahap ini, RPP diimplementasikan dalam pembelajaran dikelas. Pada akhir
pembelajaran dilakukan post test untuk mendapatkan umpan balik dari siswa.
Kemudian dibagikan kuesioner untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap
metode pembelajaran yang digunakan.

7
3. Pengamatan
Selama proses pembelajaran berlangsung pengamatan dilakukan dan dibantu oleh
observer untuk mengisi lembar observasi.
4. Refleksi
Hasil post test akan dijadikan patokan tingkat keberhasilan pembelajaran. Jika 70%
siswa sudah memenuhi standar nilai maka pembelajaran dinyatakan berhasil.
Standar minimal nilai siswa adalah 70. Jika belum pembelajaran belum berhasil,
maka akan dilakukan siklus untuk memperbaki pembelajaran. Proses belajar
mengajar akan direkam dalam bentuk tulisan dan dianalisa secara deskriptif
kualitatif yang berarti menjelaskan hasil penelitian dengan cara mengumpulkan data
dan informasi untuk kemudian disusun dan dijelaskan tanpa menggunakan angka
dan statistik.

Gambar 3.1 skema pelaksanaan PTK

4. Hasil dan Pembahasan


A. Kegiatan Awal

Pelaksanaan pembelajaran diawali dengan menunjukkan roket air kepada siswa dan
meluncurkannya satu kali untuk menunjukkan kepada siswa bagaimana roket tersebut
dapat meluncur. Kemudian guru bertanya, “Apa yang menyebabkan roket dapat
meluncur?”. Sebagian besar siswa menjawab bahwa roket dapat meluncur karena ada
gaya dorong dari udara yang dipompakan ke dalam roket. Kemudian siswa kembali
ditanya, “Bagaimana gaya dorong udara bekerja pada roket, sehingga roket bisa
meluncur?”. Siswa sangat antusias berdiskusi dan menjawab pertanyaan dari guru
karena demonstrasi yang baru saja dilakukan menarik perhatian siswa. Siswa dibantu
menjawab permasalahan tersebut dengan menggunakan pertanyaan penggiring sampai
siswa dapat menggambarkan gaya-gaya apa saja yang bekerja pada roket dan
menentukan kemana arah resultan gayanya. Pada tahap ini siswa belajar
menggambarkan gaya – gaya yang bekerja pada roket dan menentukan arah resultan
gayanya.

Kemudian guru kembali mengajukan pertanyaan yang merupakan perumusan


masalah, “Faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi jarak jangkauan roket?”. Siswa
diberi kebebasan untuk berhipotesa dan guru menuliskan jawaban mereka dipapan tulis.

8
Dan diperoleh hipotesa sebagai berikut : jarak jangkauan roket diantaranya dipengaruhi
oleh jumlah pompaan, sudut luncur roket, masa air, dan bentuk sayap roket. Untuk
meneliti kebenaran dari hipotesa tersebut maka perlu dilakukan percobaan.

B. Kegiatan Inti

Guru membagi siswa menjadi 4 kelompok, masing – masing kelompok akan meneliti
satu hipotesa yang telah diperoleh melalui percobaan. Kelompok 1 meneliti pengaruh
jumlah pompaan terhadap jarak jangkauan roket, kelompok 2 meneliti pengaruh sudut
luncur terhadap jarak jangkauan roket, kelompok 3 meneliti pengaruh masa air terhadap
jarak jangkauan roket, dan kelompok 4 meneliti pengaruh bentuk sayap terhadap jarak
jangkauan roket. Percobaan dilakukan dengan panduan LKS yang telah disiapkan untuk
masing – masing kelompok. Saat melakukan percobaan siswa berdiskusi dengan anggota
kelompoknya menentukan variabel bebas, variabel terikat dan kontrol. Setelah selesai
melakukan percobaan setiap kelompok diminta untuk menuliskan laporan singkat yang
berisi : tujuan, alat dan bahan, cara kerja, hasil percobaan, penjelasan percobaan
(berdasarkan teori fisika), kesimpulan. Setelah selesai melaksanakan percobaan dan
membuat laporan, masing – masing kelompok diminta mempresentasikan laporan
mereka didepan kelas. Setiap satu kelompok selesai mempresentasikan laporan mereka,
guru memberikan masukan dan pembelajaran sebagai konfirmasi untuk menyamakan
pemahaman siswa. Pembelajaran dilakukan sesuai dengan RPP yang terlampir pada
paper ini. Berikut adalah hasil presentasi dari masing – masing kelompok berserta
konfirmasi dari guru untuk percobaan masing – masing kelompok.

Percobaan 1

Tujuan : Menyelidiki pengaruh jumlah pompaan terhadap jarak jangkauan roket

Tabel 4.1. hasil percobaan kelompok 1

Percobaan ke - Jumlah pompaan (kali) Jarak Jangkau roket (m)

1 25 7

2 26 7,5

3 27 15,5

Dari percobaan 1, siswa dapat merancang percobaan untuk meneliti pengaruh


jumlah pompaan terhadap jarak jangkauan roket. Percobaan 1 dilaksanakan oleh
kelompok 1. Siswa melakukan percobaan dengan mengubah-ubah jumlah pompaan dan
mengukur jarak jangkau roket, sedangkan sudut luncur, masa air dan bentuk sayap
dibuat tetap. Siswa menggunakan sudut luncur 60°, masa air 200 ml, dan bentuk sayap

9
trapesium. Dari percobaan ini siswa mendapatkan data seperti tertulis pada tabel 4.1.
Dari hasil pengamatan tersebut siswa menyimpulkan bahwa semakin banyak jumlah
pompaan, maka semakin jauh jarak jangkauan roket. Kemudian guru memberikan
masukan terhadap percobaan kelompok 1, ternyata kelompok 1 mengalami kesalahan
dalam mengukur sudut elevasi. Mereka mengukur sudut elevasi bukan dari garis
horizontal melainkan dari garis vertikal seperti gambar dibawah ini. Akibatnya siswa
menuliskan sudut luncur sebesar 150° pada laporan mereka

(b)
(a)

Gambar4.1 (a) adalah cara mengkur sudut elevasi dari sumbu vertical. Gambar (b)
adalah cara mengukur sudut elevasi dari sudut horizontal

Untuk itu guru memberi masukan untuk memperbaiki data yang diperoleh, dengan
cara mengurangi sudut luncur dengan 90° sehingga diperoleh sudut luncur dari sumbu
horizontal. Cara mengukur sudut luncur yang benar sebenarnya sudah ada di LKS
(percobaan 2). Apalagi setiap kelompok mendapat LKS lengkap berisi semua percobaan.
Ini bisa terjadi karena siswa tidak membaca seluruh LKS terlebih dahulu dengan seksama
sebelum melakukan percobaan. Siswa terlalu asyik dengan kegiatan psikomotorik
sehingga tidak memperhatikan petunjuk tertulis di dalam LKS dengan teliti. Kemudian
guru memberikan pembelajaran mengenai hubungan tekanan dan gaya dorong roket
sesuai RPP. Hal ini dilakukan sebagai konfirmasi untuk menata konsep dan pemahaman
yang telah dibagun siswa melalui percobaan dan mengaitkan konsep fisika dengan
konteks yang baru saja mereka pelajari melalui percobaan. Dalam proses pembelajaran
dijelaskan bahwa semakin banyak udara yang dipompa ke dalam roket maka tekanan
udara didalam roket akan semakin besar, karena tekanan sebanding dengan gaya, maka
gaya dorong roket juga semakin besar. Hal ini yang menyebabkan jarak jangkauan roket
menjadi jauh.

Dari proses pembelajaran yang telah dilakukan oleh kelompok 1, dimulai dari
percobaan, membuat laporan dan presentasi dapat disimpulkan bahwa kelompok 1
sudah bisa merancang dan melaksanakan percobaan dengan baik, mereka dapat
berdiskusi dan menentukan variabel bebas, variabel terikat dan kontrol dalam
percobaan dengan benar. Mereka juga bisa menyimpulkan hasil percobaan didukung
dengan penjelasan yang benar.

10
Percobaan 2

Tujuan : Menyelidiki pengaruh sudut luncur terhadap jarak jangkauan roket

Tabel 4.2. hasil percobaan kelompok 2

Percobaan Sudut luncur diukur dari sumbu Masa air (ml) Jangkauan roket (m)
ke - horizontal (°)

1 0 600 4,5

2 30 400 5

3 55 400 6

4 90 400 1

Dari percobaan 2 siswa dapat merancang percobaan untuk meneliti pengaruh sudut
luncur terhadap jarak jangkauan roket. Percobaan 2 dilaksanakan oleh kelompok 2.
Siswa melakukan percobaan dengan mengubah-ubah sudut luncur roket dan mengukur
jarak jangkaunya, sedangkan jumlah pompaan, masa dan bentuk sayap dibuat tetap.
Siswa menggunakan jumlah pompaan 25 kali, masa air 400 ml, kecuali pada percobaan
pertama siswa menggunakan masa 600 ml dan bentuk sayap jajargenjang. Dari
percobaan ini siswa mendapatkan data seperti tertulis pada tabel 4.2. Dari hasil
pengamatan tersebut siswa menyimpulkan bahwa jarak jangkauan terjauh roket
dihasilkan oleh sudut 55°. Kemudian guru memberikan masukan terhadap percobaan
yang dilakukan oleh kelompok 2, ternyata kelompok 2 juga mengalami kesalahan dalam
mengukur sudut luncur seperti yang dilakukan oleh kelompok 1. Mereka mengukur
sudut luncur dari sumbu vertikal. Maka cara yang sama juga digunakan untuk
membetulkan sudut luncur yang diperoleh. Selain itu data ke- 1 dari kelompok 2 juga
salah karena bekerja dengan 2 variabel bebas yaitu sudut dan masa air, pada tabel
nampak masa air diubah dari 600 ml pada data pertama, menjadi 500 ml pada data
berikutnya, sehingga data ke-1 pada percobaaan ini tidak bisa dipakai karena siswa tidak
memperhatikan variabel masa air yang seharusnya dibuat tetap. Setelah ditanya
mengapa siswa membuat beda variabel masa pada pengambilan data pertama,
ternyata siswa memberikan masa air 600 ml pada data ke-1 hanya karena ingin
mencoba-coba saja. Sehingga data yang dipakai hanya data ke – 2, 3 dan 4. Jika
diperhatikan hasil pengamatan yang diperoleh siswa masih sangat kurang dan belum
bisa digunakan untuk mengambil kesimpulan, karena jumlah data terlalu sedikit,
sehingga masih belum pasti apakah sudut 55° yang menghasilkan jarak jangkauan
terjauh, atau masih ada kemungkinan jarak jangkauan terjauh diperoleh pada sudut
diantara 30° sampai 55 ° dan 55° sampai 90°. Saat ditanya mengapa siswa hanya

11
mengambil data 4 kali percobaan, mereka menjawab karena waktu yang diperlukan
untuk percobaan lama, dan sulit menggunakan alat serta mengukur sudutnya.

Agar lebih mudah guru dapat menggunakan analogi untuk menemukan sudut
yang menghasilkan jarak jangkauan terjauh, analogi menggunakan air dari keran yang
dihubungkan dengan selang, keran dibuka dan tidak diubah-ubah debitnya sehingga
menghasilkan kecepatan yang konstan, ujung selang ditekan agar menghasilkan
kecepatan yang cukup besar untuk membuat air meluncur ka atas. Usakan agar luas
permukaan pada ujung keran selalu tetap. Jika keran diluncurkan dengan sudut elevasi
tertentu, lintasan air akan berbentuk parabola. Analogi ini dapat menggambarkan gerak
parabola dari roket setelah masa air habis. Melalui percobaan ini, siswa dapat dengan
mudah mengubah – ubah sudut luncur (α) dan menghitung jarak jangkauan terjauh (R)
dari gerak parabola, sampai didapatkan bahwa sudut 45° adalah sudut yang
menghasilkan jarak jangkauan terjauh pada gerak parabola. Susunan alat percobaan
dapat dilihat pada gambar.

v0

y0
x
X0
Gambar 4.2. Gerak parabola yang dibentuk oleh pancuran air dari selang

Setelah selesai melakukan percobaan siswa diajak untuk membuktikan percobaan


tersebut dengan analisa matematika. Guru membantu siswa dengan memberikan
beberapa pertanyaan penggiring. Bagaimana persamaan gerak parabola untuk posisi
1 2
benda ke arah sumbu x dan sumbu y? x v0 cos .t y yo vo sin .t gt .
dan 2

Ketika mencapai jarak jangkauan terjauh, berarti roket sudah menyentuh tanah. Jika
begitu berapa besarnya y? (nol). sehingga persamaan sumbu y menjadi

1 2
0 yo vo sin .t gt
2

dari persamaan ini didapatkan nilai t dengan menggunakan solusi persamaan kuadrat
(3.7). Kemudian nilai t tersebut disubtitusikan kedalam persamaan posisi sumbu x
sehingga didapatkan nilai jarak jangkauan terjauh.

x v0 cos .t

12
Kemudian siswa diminta memasukkan nilai - nilai sudut ke dalam persamaan yang sudah
didapat dan terbukti bahwa sudut yang dapat menghasilkan jarak jangkauan terjauh
pada gerak parabola adalah sudut 45°. Kegiatan menganalisa dengan persamaan
matematis bertujuan untuk menyamakan pengetahuan siswa dan mengajari siswa
persamaan gerak parabola yang sebelumnya sudah diawali dengan terapan.

Selama proses pembelajaran dapat disimpulkan kelompok 2 sudah bisa melakukan


percobaan dengan benar dalam menentukan variabel bebas, variabel terikat dan
kontrol. Akan tetapi masih kurang teliti dan terlalu cepat menyimpulkan bahwa sudut
55° adalah sudut yang menghasilkan jangkauan terjauh pada gerak parabola. Ada
beberapa kemungkinan mengapa siswa tidak menambah jumlah percobaan mereka.
Yang pertama siswa terpancang pada jumlah kolom yang disediakan di LKS, sebenarnya
siswa diberi kebebasan untuk melakukan percobaan sebanyak apapun yang mereka
mau, hal ini bisa juga terjadi karena perintah tertulis yang ada pada LKS kurang jelas.
Kemungkinan kedua siswa malas melakukan percobaan dalam jumlah banyak karena
lama, mereka bisa saja merasa capek dan bosan bila harus mengulang kegiatan berulang
kali. Untuk itu penting bagi guru untuk memberikan percobaan tambahan untuk
memperbaiki kesalahan siswa.

Dari proses pembelajaran yang dilakukan oleh kelompok 2, dapat disimpulkan bahwa
kelompok 2 sudah cukup baik dalam merancang percobaan, hanya kurang teliti dan
kurang kreatif dalam mengerjakan tugas.

Percobaan 3

Tujuan : Menyelidiki pengaruh masa air terhadap jarak jangkauan roket

Tabel 4.3. Hasil percobaan kelompok 3

Percobaan Masa Jumlah Sudut luncur di Sudut luncur di Bentuk Jangkauan


ke - air (ml) pompaan ukur dari sumbu ukur dari sumbu sayap roket roket (m)
(kali) vertikal (°) horizontal (°)

1 200 10 120 30 Trapesium 2


sembarang

2 300 15 135 45 Trapesium 5


sembarang

3 400 20 160 70 Trapesium 7


sembarang

13
Dari percobaan 3 siswa dapat merancang percobaan untuk meneliti pengaruh masa air
terhadap jarak jangkauan roket. Percobaan 3 dilaksanakan oleh kelompok 3 dan dari
percobaan ini didapatkan hasil seperti pada tabel 4.3. Setelah kelompok 3 melaksanakan
presentasi, guru memberi masukan terhadap hasil pengamatan yang didapatkan. Semua
percobaan yang dilakukan kelompok 3 salah karena siswa bekerja dengan 4 variabel
sekaligus pada setiap pengambilan data. Jumlah pompaan dan sudut luncur yang
seharusnya dibuat tetap juga terus diubah setiap kali percobaan. Sehingga data
percobaan tidak valid dan tidak dapat digunakan seluruhnya. Kemudian guru bertanya
kepada siswa, “mengapa mereka tidak melakukan percobaan sesuai petunjuk di LKS?
Apakah pertanyaan di LKS sulit dipahami?” Kemudian siswa memberi penjelasan
sebenarnya saat melakukan percobaan anggota kelompok sudah berdiskusi satu sama
lain, bahkan ada satu anggota kelompok yang mengusulkan cara yang benar untuk
menentukan variabel bebas, terikat dan kontrol, tetapi karena 2 anggota yang lain tidak
sepakat dan satu anggota kelompok yang memiliki pendapat benar ini kalah dominan,
akhirnya mereka melakukan percobaan menurut pendapat dua orang yang salah.
Kemudian guru memberikan pengarahan tentang cara melakukan percobaan yang benar
kepada semua siswa, menjelaskan apa itu variabel bebas, terikat dan kontrol serta
menerapkannya dalam suatu percobaan. Variabel bebas adalah peubah yang bebas
ditentukan nilainya oleh pelaku percobaan, variabel terikat adalah nilai yang tergantung
pada variabel bebas dengan kata lain hasil percobaan sedangkan control adalah suatu
nilai yang harus dibuat tetap, karena kita hanya bisa meneliti dari dua variabel.

Kemudian guru memberikan pembelajaran untuk menjelaskan bagaimana pengaruh


masa air terhadap jarak jangkauan roket. Konteks roket dengan masa yang berubah
dijelaskan menggunakan prisnsip momentum dengan masa yang berubah tiap satuan
waktu. Karena masa dan kecepatan roket terus berubah maka perubahan tersebut
dirumuskan dengan

M M' M
v v' v

dengan menggunakan hukum newton dan hukum kekekalan momentum maka


didapatkan persamaan

P
Feks
t

M M v v M .v air M .v
Feks
t

dengan memperhitungkan perubahan momentum sesaat dengan ∆t sangat kecil,


sehingga nilai ∆v dapat diabaikan dan persamaan menjadi

14
dv dM
M Feks vair v
dt dt

dM
Froket Feks vrel
dt

Pembelajaran dilakukan sesuai RPP. Terjadi diskusi dan tanya jawab selama proses
pembelajaran, siswa merasa tertarik karena baru pertama kali mempelajari konsep
momentum dengan masa yang berubah, mereka juga termotivasi karena ingin tahu apa
pengaruh masa air terhadap jarak jangkau yang ditempuh oleh roket. Meskipun ada
sebagian siswa yang mengeluh karena penurunan rumusnya terlalu banyak, Akan tetapi
guru menuntun siswa menggunakan pertanyaan penggiring step by step untuk
membangun konsep siswa dan mengaitkannya dalam konteks roket air.

Selama proses pembelajaran dapat disimpulkan bahwa kelompok 3 belum bisa


melakukan percobaan dengan benar, akan tetapi guru sudah memperbaiki pengetahuan
mereka dengan memberikan arahan.

Percobaan 4

Tujuan : Menyelidiki pengaruh bentuk sayap terhadap jarak jangkauan roket

Tabel 4.4. Hasil percobaan kelompok 4

Percobaan ke - Bentuk sayap roket Jangkauan roket (m)

1 Sayap lengkung 6,5

2 Trapesium 5

3 Trapesium sembarang 4

4 Jajar genjang 7

Dari percobaan kelompok 4 diharapkan siswa dapat merancang percobaan untuk


meneliti pengaruh bentuk sayap terhadap jarak jangkauan roket. Percobaan 4
dilaksanakan oleh kelompok 4. Siswa melakukan percobaan dengan mengubah-ubah
bentuk sayap dan mengukur jarak jangkaunya, sedangkan jumlah pompaan, masa air
dan sudut luncur dibuat tetap. Siswa menggunakan jumlah pompaan 25 kali, masa air
200 ml dan sudut luncur 80°. Dari percobaan ini didapatkan hasil seperti pada tabel 4.4.
Dari hasil pengamatan tersebut siswa menyimpulkan bahwa sayap yang menghasilkan
jarak jangkauan terjauh adalah sayap dengan bentuk jajar genjang. Kelompok 4 sudah
melakukan percobaan dengan benar, mereka mengukur sudut luncur dari garis

15
horisontal dan menentukan variabel bebas, terikat dan kontrol dengan benar. Kemudian
guru melanjutkan dengan pembelajaran yang menjelaskan bahwa bentuk sayap dari
roket atau pesawat mempengaruhi sudut luncurnya. Gaya angkat yang dihasilkan sayap
dipengaruhi oleh kecepatan aliran udara dan tekanan udara disekitar sayap. Guru
menjelaskan konsep ini dengan memberikan gambar beberapa model sayap dan
meminta siswa mengurutkan sayap dari yang memiliki aerodinamis paling baik sampai
yang tidak, gambar yang diberikan sengaja dibuat ekstrim agar siswa dapat dengan
mudah membedakan sifat aerodinamis sayap sebelum menerapkannya pada percobaan.

Gambar 4.3. Gambar model sayap untuk membantu siswa memahami prinsip
aerodinamis

Kemudian guru bertanya, “Antara roket a, b, c, dan d mana yang menghasilkan jarak
jangkauan terjauh?” Semua siswa menjawab (a), kemudian guru meneruskan dengan
pertanyaan penggiring yang lain untuk menunjukkan besar tekanan dan kecepatan aliran
udara disekitar sayap, “Bagaimana urutan besarnya beda tekanan udara pada masing -
masing bentuk sayap jika diurutkan dari yang terbesar sampai yang terkecil?” sesuai
dengan asas Bernoulli bahwa dimana aliran udara cepat maka tekanannya kecil,
sebaliknya dimana aliran udara lambat maka tekanannya besar, dengan memperhatikan
kecepatan aliran dan beda tekanan udara yang ada disekitar sayap, guru menjelaskan
prinsip gaya dorong sampai didapatkan persamaan F A P bentuk sayap
mempengaruhi beda tekanan udara disekitar sayap sehingga mempengaruhi gaya
dorongnya juga. Jadi meskipun luasan sayap sama tetapi jika bentuknya berbeda, maka
beda tekanan yang dihasilkan disekitar sayap juga akan berbeda, sehingga gaya
dorongnya berbeda juga. Konsep mengenai aerodinamis tidak bisa ditentukan hanya
dengan satu bentuk sayap saja. Banyak variasi bentuk sayap yang memiliki sifat
aerodinamis baik, siswa hanya bisa membandingkan keefektifan bentuk – bentuk sayap
tersebut jika mereka memahami konsep aerodinamis. Setelah siswa memahami konsep
aerodinamis, baru setelah itu guru meminta siswa membandingkan sifat aerodinamis
dari masing – masing sayap yang telah mereka buat, dan didapatkan hasil jajargenjang
adalah bentuk sayap yang memiliki sifat aerodinamis paling baik. Selama proses
pembelajaran dapat disimpulkan bahwa kelompok 4 sudah bisa melakukan percobaan
dengan benar, dalam hal menentukan variabel dan membuat kesimpulan.

C. Konsolidasi

Setelah semua presentasi kelompok selesai, pembelajaran diakhiri dengan tes tertulis
untuk mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman siswa. Berikut adalah soal tes dan
analisa dari jawaban siswa.

16
1. Gambarkan gaya – gaya yang bekerja pada roket air sesaat ketika air sudah habis?
Analisa jawaban siswa:
Sebelumnya siswa sudah belajar menggambarkan gaya – gaya pada roket, ketika
roket tersebut diam dan ketika roket tersebut meluncur dengan masih ada air di
dalamnya. Akan tetapi semua siswa menjawab salah pada soal ini, siswa
beranggapan bahwa masih ada gaya dorong yang tetap bekerja pada roket ketika
air sudah habis, itu karena siswa melihat roket masih tetap meluncur ketika air
sudah habis, padahal yang membuat roket masih meluncur adalah kecepatan awal
yang ditimbulkan oleh gaya yang dikerjakan udara terhadap roket ketika air masih
ada. Kebanyakan siswa menggambarkan jawaban mereka seperti gambar (a)
sedangkan jawaban yang benar adalah gambar (b), jawaban tetap dibenarkan jika
siswa tidak menggambarkan arah kecepatan awal udara atau menambah gaya lain
seperti gaya hambat udara.

gambar 4.4. (a) gambar jawaban sebagian besar siswa, (b) jawaban yang benar

2. Jika roket dengan masa total 2kg meluncur vertikal ke atas dengan gaya dorong 70
N. Sedangkan gaya hambat udara adalah 0,5 N. Tentukan resultan gaya yang bekerja
pada roket!
Analisa jawaban siswa:

83,3 % siswa menjawab benar, sisanya salah, kebanyakan kesalahan siswa karena
menganggap sama antara masa dengan gaya berat, sehingga mereka langsung
memasukkan masa kedalam rumus F dan ada juga salah menentukan arah gaya
sehingga tanda plus minus dalam hitunganpun menjadi salah. Sebelumnya siswa
sudah belajar menggambarkan gaya dan menentukan resultannya. Gaya –gaya yang
berpengaruh pada roket seperti pada soal di atas adalah gaya berat, gaya dorong
roket dan gaya hambat udara
F F w f udara
F 70 20 0,5 49,5N

17
3. Sebuah roket meluncur dengan kecepatan awal 5 m/s. Sudut luncur roket adalah 60°
membentuk lintasan parabola. Hitung jarak jangkauan roket?
Analisa jawaban siswa:
91,6 % menjawab benar, sisanya salah, dan kesalahan siswa hanya dikarenakan
hanya karena mereka salah menghitung, bukan tidak paham. Siswa sebelumnya
sudah belajar menurunkan rumus gerak parabola beserta jarak jangkauannya.
Rumus jarak jangkauan untuk gerak parabola adalah
vo2 sin 2
x
g

5 2 sin 120
x 2,16 m
10
4. NASA meluncurkan sebuah roket untuk mengirim astronot ke bulan. Saat diluar
angkasa roket menyemburkan gas bahan bakar dengan kelajuan 108.000 km /jam
relatif terhadap kecepatan roket. Jika masa bahan bakar yang dibuat tiap detik
adalah 10 kg. Hitung gaya dorong roket tersebut!
Analisa jawaban siswa:
75 % siswa menjawab benar, dan sisanya salah. Siswa yang menjawab salah
kebanyakan karena mereka tetap memperhitungkan gaya gravitasi yang dialami oleh
roket, padahal roket yang dimaksud pada soal berada diluar angkasa sehingga tidak
terpengaruh oleh medan gravitasi lagi. Sebelumnya siswa sudah belajar menurunkan
rumus gaya dorong roket yang diperoleh dari konsep perubahan momentum untuk
masa sistem yang berubah dengan tetap memperhitungkan gaya gravitasi. Karena
roket berada diluar angkasa, maka Feks 0
108.000 km/jam = 30.000 m/s
dM
Froket Feks vrel
dt
Froket 0 30 .000 10 300 .000 N

5. Dari ketiga bentuk sayap dibawah ini, sayap mana yang menerapkan prinsip
aerodinamis paling baik? Berikan alasanmu!

(a) (b) (c)

gambar 4.5. Bentuk sayap roket yang memilki ketebalan yang berbeda-beda pada
bagian depan dan belakangnya

18
Analisa jawaban siswa:
Semua siswa menjawab benar dalam hal memilih sayap mana yang memiliki sifat
aerodinamis paling baik. akan tetapi sebagian besar siswa tidak dapat menjelaskan
mengapa sayap pada roket (a) memiliki aerodinamis paling baik. Mereka gagal
menjelaskan bahwa sayap yang memiliki sifat aerodinamis baik memiliki kecepatan
aliran udara yang cepat pada bagian atas dan lebih kecil pada bagian bawah, hal ini
menyebabkan tekanan udara di bagian bawah pesawat lebih besar dari pada bagian
atas. Sebelumnya siswa sudah belajar konsep aerodinamis.

D. Penilaian
1) Aspek kognitif

Penilaian kognitif didapatkan dari tes tertulis yang dikerjakan oleh siswa, nilai ini bersifat
individu dan bertujuan untuk menentukkan tingkat keberhasilan dari peoses KBM. Nilai
diberi kriteria untuk menentukkan tingkat keberhasilan siswa.

Tabel 4.5. Hasil belajar siswa (kiri) dan kriteria nilai (kanan)

NO Siswa Nilai Keterangan Kriteria penilaian kognitif

1 A 80 Baik sekali Interval nilai Keterangan

2 B 70 baik ≤49 Gagal

3 C 80 Baik sekali 50 - 59 Kurang

4 D 60 cukup 60 - 69 Cukup

5 E 80 Baik sekali 70 - 79 Baik

6 F 90 Baik sekali 80 - 100 Baik sekali

7 G 80 Baik sekali Dari hasil belajar siswa dapat dilihat 8 orang


siswa mendapatkan nilai baik sekali, 1 orang
8 H 80 Baik sekali baik, 2 orang cukup dan 1 orang gagal. Hasil
post tes ini menunjukkan bahwa pembelajaran
9 I 40 gagal
dengan dilakukan karena prosentase
10 J 80 Baik sekali keberhasilan siswa mencapai 75%, sedangkan
standar yang sudah ditentukan adalah 70%. Ini
11 K 80 Baik sekali menunjukkan pembelajaran dapat dimengerti
siswa dengan baik dan berhasil mengaitkan
12 L 60 cukup
konteks yang dialami siswa dengan konsep
Rata – rata kelas 73,33 fisika yang dipelajari.

19
2) Aspek Psikomotorik

Tabel 4.6. Hasil psikomotorik tiap kelompok

Kelompok 1 Kelompok 3

skor skor
Aspek yang diamati Aspek yang diamati
1 2 3 1 2 3

1. Rancangan rupa alat √ 1. Rancangan rupa alat √

2. Fungsi alat √ 2. Fungsi alat √

3. Pengoperaian alat √ 3. Pengoperaian alat √

4. prosedur operasi √ 4. prosedur operasi √

Kelompok 2 Kelompok 4

skor skor
Aspek yang diamati Aspek yang diamati
1 2 3 1 2 3

1. Rancangan rupa alat √ 1. Rancangan rupa alat √

2. Fungsi alat √ 2. Fungsi alat √

3. Pengoperaian alat √ 3. Pengoperaian alat √

4. prosedur operasi √ 4. prosedur operasi √

Kriteria penilaian psikomotorik Skor yang diperoleh masing – masing


kelompok
Interval skor Keterangan
Kelompok Skor Keterangan
4-6 kurang 1 10 Baik sekali
7-9 Baik 2 11 Baik sekali
10 - 12 Baik sekali 3 9 Baik

4 7 Baik

20
Dapat dilihat pada tebel semua kelompok dapat melakukan percobaan dengan baik,
mulai dari pembuatan roket sampai prosedur pengoperasiannya. Siswa sangat antusias
saat proses pembuatan roket dimana mereka belajar untuk melakukan ketrampilan
seperti mengelem, memotong dan mengukur. Siswa juga bisa mengoperasikan alat
dengan benar, mulai dengan memasang roket pada pelontar, memompa dan
meluncurkan roket. Pada saat menguji alat hanya ada 1 kelompok yang alatnya tidak
bekerja dengan baik karena roket mengalami bocor pada bagian noozle. Sehingga secara
keseluruhan dapat disimpulkan bahwa siswa sudah memenuhi kriteria penilaian
psikomotorik untuk menyusun dan menggunakan roket air.

3) Hasil Observasi KBM

Saat melakukan kegiatan belajar mengajar (KBM) peneliti didampingi oleh seorang
observer untuk mencatat aspek –aspek penting selama KBM berlangsung. Dari hasil
observasi (dapat dilihat lembar observasi pada lampiran) dapat disimpulkan bahwa
metode CTL berhasil memotivasi siswa untuk belajar lebih keras untuk memahami
materi, dan mengaitkannya dengan konteks yang baru saja mereka alami. Menurut
observer siswa dapat bekerja dalam kelompok dan melakukan diskusi selama
pembelajaran terutama saat merancang roket, saat pembelajaran didalam kelas siswa
dapat merumuskan masalah dan aktif menjawab pertanyaan –pertanyaan dari guru.
Kegagalan proses KBM hanya terdapat pada alokasi waktu yang sudah ditetapkan dari 3
jam pelajaran menjadi 6 jam pelajaran. Hal ini terjadi karena penelitian masih baru dan
banyak hal yang terjadi di luar perkiraan praktikan. Adapun menurut praktikan sendiri
bahwa lembar kerja masih belum sepenuhnya dimengerti dengan baik oleh siswa. Hal ini
memang tidak terlihat oleh observer yang hanya bertugas mengamati jalannya proses
KBM dari luarnya saja, tidak mendetail sampai ke hasil belajar siswa, akan tetapi jika
dilihat dari hasil percobaan yang dibuat oleh siswa, masih banyak kesalahan terutama
dalam menentukkan variabel bebas, terikat dan apa yang harus dibuat tetap pada
percobaan. Ini bisa terjadi karena perintah di dalam LK kurang jelas atau pertanyaan –
pertanyaan penggiringnya yang kurang jelas. LK juga sebaiknya dipastikan untuk dibaca
seluruhnya oleh siswa sebelum melakukan percobaan, karena pada kenyataanya banyak
siswa yang tidak lagi fokus memperhatikan LK ketika mereka sudah asyik dengan
kegiatan psikomotorik sehingga banyak kesalahan yang dilakukan siswa dalam
percobaan.

21
4) Tanggapan siswa tentang model pembelajaran

Tabel 4.7. Rangkuman kuesioner siswa

NO Pertanyaan Jawaban

1 Apakah pembelajaran Ya, semua siswa mengatakan bahwa mereka baru pertama
menggunakan metode kali diajar dengan metode CTL
CTL merupakan hal baru
bagi anda?

2 Bagaimana menurut 5 siswa menyukai pembelajaran dengan metode CTL


anda belajar fisika karena lebih menarik dan menyenangkan praktikumnya
dengan metode CTL dan diberi kebebasan untuk bereksperimen sehingga
seperti yang baru saja bisa lebih meningkatkan kreatifitas mereka.
anda ikuti? 5 siswa berpendapat bahwa mereka belum terbiasa dan
belum begitu memahami urutan pembelajarannya
2 siswa lebih menyenangi dengan metode biasa,
pembelajaran dikelas dari buku, karena hemat waktu
dan bisa lebih banyak latihan soal
3 Lebih mudah yang mana konteks, 4 siswa berpendapat lebih mudah belajar dari
belajar dari konteks kehidupan sehari –hari karena dapat diamati langsung
(pengalaman sehari - ,lebih menyenangkan dan berkesan sehingga lebih
hari) atau dari buku? mudah diingat
Berikan alasan! buku, 6 siswa berpendapat lebih mudah dari buku
karena bisa langsung membaca rumus dan kesimpulan
dari materi tersebut
konteks, 1 siswa berpendapat mudah belajar dari
konteks tetapi siswa tetap harus diberi pegangan buku
cetak.
buku, 1 siswa berpendapat labih mudah dari buku
karena dari konteks belum terbiasa
4 Apakah pembelajaran ya, 6 siswa berpendapat bahwa belajar melalui konteks
fisika secara kontekstual membuat berlajar lebih mudah memahami dan di ingat.
dapat membuat anda tidak, 2 siswa berpendapat bahwa pembelajaran dengan
memahami materi metode CTL belum biasa digunakan, sehingga masih
dengan lebih mudah? lebih mudah belajar dari buku dan ceramah guru
tidak, 4 siswa berpendapat bahwa belajar dengan
metode CTL masih kurang maksimal
5 Hal – hal apa yang bagian dari pembelajaran yang paling disukai siswa
menyenangkan dari adalah saat melakukan percobaan, karena belajar jadi
pembelajaran secara tidak bosan, kreatif dan menyenangkan.

22
kontekstual seperti yang
baru saja anda ikuti?

6 Apa kesulitan yang anda sulit karena teori tidak diberikan di awal
rasakan belajar secara sulit karena tidak terbiasa
kontekstual?

Dari hasil kuesioner di atas dapat disimpulkan bahwa CTL masih jarang diterapkan
dalam pembelajaran, dapat dilihat dari jawaban kuesioner siswa pada pertanyaan no.1
semua menjawab bahawa metode ini baru pertama kali mereka alami. Sedangkan dari
pertanyaan no.2 sampai no.5 dapat disimpulkan bahwa pembelajaran CTL berhasil
memotivasi dan membantu siswa mempelajari sesuatu dengan yang berawal dari
konteks. Sebagian siswa menyukai penerapan metode CTL dalam pembelajaran, dan
sebagian masih belum terbiasa karena pembelajaran CTL membutuhkan waktu yang
lama dan berfikir lebih sulit.

5. Kesimpulan

Pembelajaran dengan metode CTL dapat memotivasi siswa untuk lebih bekerja keras
dan memahami materi yang dipelajari, ini sesuai dengan teori E.B. Johnson yang
mengatakan bahwa seseorang akan lebih bersemangat dalam belajar jika mereka
memaknai dan mengetahui terapan atau kegunaan dari pembelajaran tersebut [1].
Dampak positif dibidang afektif dan psikomotorik yang dapat dibentuk dari
pembelajaran CTL antara lain siswa mampu bekerja dalam kelompok, berdiskusi dan
merancang percobaan. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran dengan pendekatan CTL pada konteks roket air dapat
diimplementasikan pada pembelajaran dan berhasil membantu siswa mengaitkan antar
konsep fisika pada konteks roket air. Ini dibuktikan dari hasil post tes siswa yang
menunjukkan 8 dari 12 siswa atau 75% siswa mendapat nilai tuntas. Sedangkan standar
keberhasilan yang ditentukan sejak awal adalah 70% mendapat nilai tuntas.

6. Saran

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menerapkan metode CTL. Diantaranya
adalah :

1. Dalam membuat LKS perintah yang diberikan kepada siswa harus ditulis sejelas –
jelasnya

2. Pastikan siswa membaca semua perintah yang ada di dalam LKS sebelum melakukan
percobaan

23
3. Pembelajaran kontekstual dapat didukung, dengan alat bantu atau analogi untuk
menjelaskan permasalahan pada suatu konteks.

4. Sebaiknya alokasi waktu dalam pembelajaran diperhatikan dan diperhitungkan


dengan cermat, karena metode CTL mengharuskan adanya percobaan atau tindakan
langsung yang dilakukan oleh siswa, sehingga waktu KBM menjadi lama.

5. Penelitian mengenai CTL masih perlu dikembangkan pada konteks- konteks yang
lain.

6. Pemberian problem yang kompleks sangat penting diberikan kepada siswa, agar
terbentuk keterkaiatan antar konsep yang sudah dimiliki siswa.

7. Daftar Pustaka

[1] Johnson, Elaine,B. Contextual Teaching and learning: menjadikan kegiatan belajar
mengajar mengasyikkan dan bermakna. 2006. Mizan Learning Center.
[2] Hafidz Bahtiar, Wahyu Kurniawan, Kriswantoro, Desman Perdamaian Gulo, Natalia
Dyaning Gulita, Pujo Setyo Waluyo, Ratih Sulistyawati Wati, Erfy Pratiwi, Maya
Wulandari, Galuh Kusuma Wardani, Ni Putu Dian Permatasari, Nur Solikin, Wahyu
Hari Kristiyanto. Belajar Fisika Dengan Permainan Roket Air Sederhana. 2011.
Salatiga. Physics Community (Phyco)
[3] Adry Aldiano Baskoro, Roket Air Sebagai Sarana Pembelajaran Sains Keantariksaan
Sejak Dini. 2011. Bandung. Komunitas Langit Selatan
[4] Adry Aldiano Baskoro. Panduan Lengkap Membuat Roket Air. 2010. Bandung.
Komunitas Langit Selatan.
[5] Prof. Dr. H. Komara, Endah, Msi. Peran Pembelajaran CTL Dalam
Mengimplementasikan Pembelajaran Interaktif. 2011
[6] Halliday Resnick. Fiskika Jilid 1 , Jakarta, 1978
[7] Departemen Pendidikan Nasional. Contextual Teaching and Learning (CTL). 2002.
[8] Departemen Pendidikan Nasional. Kurikulum Satuan Pendidikan (KTSP). 2006. Pusat
Kurikulum, Badan Penelitian dan Pengembangan
[9] Restu Oktorisa P.A, Desain Pembelajaran Menggunakan Pendekatan CTL Pada
Konteks Sepeda. 2010. Salatiga. Universitas Kristen Satya Wacana.

24

Anda mungkin juga menyukai