NIM : 108118062
Prodi : S1 keperawatan 2B
Hak asasi manusia (disingkat HAM, bahasa Inggris: human rights, bahasa Prancis: droits
de l'homme) adalah sebuah konsep hukum dan normatif yang menyatakan bahwa manusia
memiliki hak yang melekat pada dirinya karena ia adalah seorang manusia. Hak asasi manusia
berlaku kapanpun, di manapun, dan kepada siapapun, sehingga sifatnya universal. HAM pada
prinsipnya tidak dapat dicabut. Hak asasi manusia juga tidak dapat dibagi-bagi, saling
berhubungan, dan saling bergantung. Hak asasi manusia biasanya dialamatkan kepada negara,
atau dalam kata lain, negaralah yang mengemban kewajiban untuk menghormati, melindungi,
dan memenuhi hak asasi manusia, termasuk dengan mencegah dan menindaklanjuti pelanggaran
yang dilakukan oleh swasta. Dalam terminologi modern, hak asasi manusia dapat digolongkan
menjadi hak sipil dan politik yang berkenaan dengan kebebasan sipil (misalnya hak untuk hidup,
hak untuk tidak disiksa, dan kebebasan berpendapat), serta hak ekonomi, sosial, dan budaya yang
berkaitan dengan akses ke barang publik (seperti hak untuk memperoleh pendidikan yang layak,
hak atas kesehatan, atau hak atas perumahan).
Secara konseptual, hak asasi manusia dapat dilandaskan pada keyakinan bahwa hak
tersebut "dianugerahkan secara alamiah" oleh alam semesta, Tuhan, atau nalar. Sementara itu,
mereka yang menolak penggunaan unsur alamiah meyakini bahwa hak asasi manusia merupakan
pengejawantahan nilai-nilai yang disepakati oleh masyarakat. Ada pula yang menganggap HAM
sebagai perwakilan dari klaim-klaim kaum yang tertindas, dan pada saat yang sama juga terdapat
kelompok yang meragukan keberadaan HAM sama sekali dan menyatakan bahwa hak asasi
manusia hanya ada karena manusia mencetuskan dan membicarakan konsep tersebut. Dari sudut
pandang hukum internasional, hak asasi manusia sendiri dapat dibatasi atau dikurangi dengan
syarat-syarat tertentu. Pembatasan biasanya harus ditentukan oleh hukum, memiliki tujuan yang
sah, dan diperlukan dalam suatu masyarakat demokratis. Sementara itu, pengurangan hanya
dapat dilakukan dalam keadaan darurat yang mengancam "kehidupan bangsa", dan pecahnya
perang pun belum mencukupi syarat ini. Selama perang, hukum kemanusiaan internasional
berlaku sebagai lex specialis. Walaupun begitu, sejumlah hak tetap tidak boleh dikesampingkan
dalam keadaan apapun, seperti hak untuk bebas dari perbudakan maupun penyiksaan.
Masyarakat kuno tidak mengenal konsep hak asasi manusia universal seperti halnya
masyarakat modern. Pelopor sebenarnya dari wacana hak asasi manusia adalah konsep hak
kodrati yang dikembangkan pada Abad Pencerahan, yang kemudian memengaruhi wacana
politik selama Revolusi Amerika dan Revolusi Prancis. Konsep hak asasi manusia modern
muncul pada paruh kedua abad kedua puluh, terutama setelah dirumuskannya Pernyataan Umum
tentang Hak-Hak Asasi Manusia (PUHAM) di Paris pada tahun 1948. Semenjak itu, hak asasi
manusia telah mengalami perkembangan yang pesat dan menjadi semacam kode etik yang
diterima dan ditegakkan secara global. Pelaksanaan hak asasi manusia di tingkat internasional
diawasi oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB dan badan-badan traktat PBB seperti Komite Hak
Asasi Manusia PBB dan Komite Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, sementara di tingkat
regional, hak asasi manusia ditegakkan oleh Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa, Pengadilan
Hak Asasi Manusia Antar-Amerika, serta Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Hak Penduduk
Afrika. Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) dan Kovenan
Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (ICESCR) sendiri telah diratifikasi
oleh hampir semua negara di dunia saat ini.
Beberapa moral dan nilai-nilai etik tersebar di seluruh dunia.Negara dan masyarakat di seluruh
dunia seharusnya memahami dan menjunjung tinggi hal ini. Universalitas hak berarti bahwa hak
tidak dapat berubah atau hak tidak dialami dengan cara yang sama oleh semua orang
Hak asasi merupakan hak yang melekat, dan dimiliki setiap manusia di dunia.Prinsip HAM
ditemukan pada pikiran setiap individu, tanpa memperhatikan umur, budaya, keyakinan, etnis,
ras, jender, orienasi seksual, bahasa, kemampuan atau kelas sosial.setiap manusia, oleh
karenanya, harus dihormati dan dihargai hak asasinya. Konsekuensinya, semua orang memiliki
status hak yang sama dan sederajat dan tidak bisa digolong-golongkan berdasarkan tingkatan
hirarkis
3. Kesetaraan (equality)
Konsep kesetaraan mengekspresikan gagasan menghormati martabat yang melekat pada setiap
manusia. Secara spesifik pasal 1 DUHAM menyatakan bahwa : setiap umat manusia dilahirkan
merdeka dan sederajat dalam harkat dan martabatnya.
non diskriminasi terintegrasi dalam kesetaraan. Prinsip ini memastikan bahwa tidak seorangpun
dapat meniadakan hak asasi orang lain karena faktor-faktor luar, seperti misalnya ras, warna
kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pandangan lainnya, kebangsaan, kepemilikan,
status kelahiran atau lainnya
HAM-baik hak sipil, politik, sosial, budaya, ekonomi-semuanya bersifat inheren, yaitu menyatu
dalam harkat martabat manusia. Pengabaian pada satu hak akan menyebabkan pengabaian
terhadap hak-hak lainnya. Hak setiap orang untuk bisa memperoleh penghidupan yang layak
adalah hak yang tidak bisa ditawar-tawar lagi: hak tersebut merupakan modal dasar bagi setiap
orang agar mereka bisa menikmati hak-hak lainnya seperti hak atas kesehatan atau hak atas
pendidikan
Pemenuhan dari satu hak seringkali bergantung kepada pemenuhan hak lainnya, baik secara
keseluruhan maupun sebagian. Contohnya, dalam situasi tertentu, hak atas pendidikan atau hak
atas informasi adalah saling bergantung satu sama lain. Oleh karena itu pelanggaran HAM saling
bertalian; hilangnya satu hak mengurangi hak lainnya.
Negara dan para pemangku kewajiban lainnya bertanggung jawab untuk menaati hak
asasi.Dalam hal ini, mereka harus tunduk pada norma-norma hukum dan standar yang tercantum
di dalam instrumen-instrumen HAM. Seandainya mereka gagal dalam melaksanakan tanggung
jawabnya, pihak-pihak yang dirugikan berhak untuk mengajukan tuntutan secara layak, sebelum
tuntutan itu diserahkan pada sebuah pengadilan yang kompeten atau adjudikator (penuntu) lain
yang sesuai dengan aturan dan prosedur hukum yang berlaku.
1. Pancasila
2. UUD 1945
1. Pelanggaran hak asasi manusia yang berat merupakan "extra ordinary crimes" dan
berdampak secara luas baik pada tingkat nasional maupun internasional dan bukan
merupakan tindak pidana yang diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana
serta menimbulkan kerugian baik materiil maupun immateriil yang mengakibatkan
perasaan tidak aman baik terhadap perseorangan maupun masyarakat, sehingga perlu
segera dipulihkan dalam mewujudkan supremasi hukum untuk mencapai kedamaian,
ketertiban, ketenteraman, keadilan, dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia;
2. Terhadap perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat diperlukan langkah-langkah
penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan yang bersifat khusus.
3. Kekhususan dalam penanganan pelanggaran hak asasi manusia yang berat adalah:
a) diperlukan penyelidik dengan membentuk tim ad hoc, penyidik ad hoc, penuntut umum
ad hoc, dan hakim ad hoc;
b) diperlukan penegasan bahwa penyelidikan hanya dilakukan oleh Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia sedangkan penyidik tidak berwenang menerima laporan atau pengaduan
sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana;
e) diperlukan ketentuan yang menegaskan tidak ada kadaluarsa bagi pelanggaran hak asasi
manusia yang berat.
Mengenai pelanggaran hak asasi manusia yang berat seperti genosida dan kejahatan
terhadap kemanusiaan yang berdasarkan hukum internasional dapat digunakan asas retroaktif,
diberlakukan pasal mengenai kewajiban untuk tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan
dengan undang-undang sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 J ayat(2) Undang-Undang Dasar
1945 yang berbunyi:
"Dalam menjalankan hak dan kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan
yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin
pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan
yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum
dalam suatu masyarakat demokratis". Dengan ungkapan lain asas retroaktif dapat diberlakukan
dalam rangka melindungi hak asasi manusia itu sendiri berdasarkan Pasal 28 J ayat (2) Undang-
Undang Dasar 1945 tersebut. Oleh karena itu Undang-undang ini mengatur pula tentang
Pengadilan HAM ad hoc untuk memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia
yang berat yang terjadi sebelum diundangkannya Undang-undang ini. Pengadilan HAM ad hoc
dibentuk atas usul Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan peristiwa tertentu dengan Keputusan
Presiden dan berada di lingkungan Peradilan Umum.
Hak Asasi Manusia adalah hak dasar yang dimiliki setiap manusia sejak dia lahir. Hak ini
harus dihormati dan tidak dapat diambil darinya. Namun dalam kenyataannya, banyak sekali
pelanggaran terhadap hak ini. Sehingga, untuk melindungi hak asasi ini diperlukan rule of law,
yaitu aturan hukum yang kuat dan dapat melindungi setiap orang secara adil di depan hukum.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 kesetaraan dimata hukum ini dijamin pada pasal 27 ayat 1
yang berbunyi: "Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya."
Dengan demikian, misalnya, setiap orang apapun agamanya akan mendapat perlindungan
yang sama di depan hukum untuk memeluk agama yang diyakininya dan untuk beribadah sesuai
dengan ajaran agamanya.
Kebebasan ini dijamin oleh hukum, dan sesuai dengan prinsip rule of law, kebebasan ini
dijamin secara merata sama di mata hukum, tanpa memandang apa agama yang dianut. Bila
kemudian ada seorang warga negara yang hak beribadahnya diganggu, maka hukum harus
melindunginya dan menghukum orang yang melanggar hak asasi tersebut.
Dalam UUD 1945 yang diamandemen, HAM secara khusus diatur dalam Bab XA, mulai
pasal 28 A sampai dengan pasal 28 J.
Pasal 28 A : Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya.
Pasal 28 B : (1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan
melalui perkawinan sah. (2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pasal 28 C : (1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dan ilmu pengetahuan
dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi
kesejahteraan umat manusia. (2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam
memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan
negaranya.
Pasal 28 D : (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. (2) Setiap
orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak
dalam hubungan kerja. (3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang
sama dalam pemerintahan. (4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
Pasal 28 E : (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan,
memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta hendak kembali.
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan menyatakan pikiran dan
sikap, sesuai dengan hati nuruninya. (3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Pasal 28F
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang
merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka
politik dari negara lain. **)
Pasal 28H
(1)Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
persamaan dan keadilan. **)
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. **)
Pasal 28I
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-
mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain
dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilainilai
agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. **)