Anda di halaman 1dari 20

STRATEGI PENGENDALIAN DIRI

DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING

Oleh:

Kelompok 7

1. Ceria Br. Karo ( 0305171025 )


2. Deli Armita ( 0305173178 )
3. Nikmah Ainiah ( 0305173132 )

Dosen Pembimbing :

Dr. M. Syukri Azwar Lubis, MA

PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah swt. yang telah


melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah kami yang berjudul “Strategi pengendalian diri dalam bimbingan dan
konseling” dengan baik. Serta sholawat dan salam senantiasa kita hadiahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW. yang kita harapkan syafaatnya di akhirat
nanti, aamiin.

Penulis membuat makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Bimbingan dan Konseling. Tak lupa kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah
ini, terkhusus kepada Bapak Dr. M. Syukri Azwar Lubis, MA selaku dosen
pembimbing yang telah mendukung dalam penyelesaian makalah ini.

Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini belum sempurna dan masih
banyak kesalahannya. Oleh karena itu, kami memohon kepada pembaca untuk
kritik dan saran yang membangun guna untuk melengkapi dan memperbaiki
makalah kami. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan dapat
menambah wawasan bagi para pembaca.

Medan, 12 Mei 2020

Kelompok 7

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Pengendalian Diri .......................................................................... 2
B. Mengenal Potensi Diri ................................................................................. 6
C. EQ, IQ dan SQ ............................................................................................ 9
D. Manfaat Pengendalian Diri ....................................................................... 12
BAB III KESIMPULAN
A. Kesimpulan ............................................................................................... 16
B. Saran ......................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di era ini, masyarakat ditantang dengan berbagai peluang sekaligus
ancaman baik dari dalam maupun dari luar negeri. Agar masyarakat mampu
menghadapi berbagai tantangan yang ada di era ini, diperlukan manusia yang
handal yang akan memimpin diri mereka keluar dari berbagai krisis dan kesulitan.
Pemimpin masyarakat di era ini jauh lebih sulit dibandingkan dengan pemimpin di
era sebelumnya. Banyak tantangan dan ancaman yang akan dihadapi pemimpin di
era ini.
Untuk itu disekolah, siswa perlu dibekali dengan berbagai kompetensi
pengendalian diri. Pribadi yang mempunyai mental yang sehat dan mampu
menyesuaikan diri melalui suatu layanan yang disebut dengan bimbingan dan
konseling. Salah satu strategi bimbingan dan konseling yang perlu dimiliki siswa
adalah untuk mengembangkan kompetensi kepemimpinannya adalah strategi
pengendalian diri. Strategi pengendalian diri ini akan membekali siswa dalam
menghadapi berbagai godaan yang akan menghancurkan dirinya dan masyarakat.
Siswa yang manpu mengendalikan diri akan mampu mengatasi kelemahan-
kelemahan yang ada pada dirinya dan mampu mengembangkan potensi-potensi
dirinya. Seoptimal mungkin siswa yang mampu mengendalikan diri akan dijadikan
contoh dan teladan oleh masyarakat yang ada disekitarnya.

B. Rumusan Masalah
a. Apakah yang dimaksud dengan pengendalian diri?
b. Bagaimanakah mengenal potensi diri?
c. Apakah yang dimaksud EQ, IQ dan SQ?
d. Apakah saja manfaat pengendalian diri?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Pengendalian Diri

Masyarakat sering tergoda untuk melakukan tindakan-tindakan yang akan


memberikan kepuasan sesaat namun akan sangat merugikan bahkan
menghancurkan masa depannya. Contoh-contoh tindakan ini antara lain :

1. Mencuri yang menyebabkan pelaku dipenjara.


2. Merokok yang menyebabkan pelaku menderita kanker.
3. Meminum alkohol yang menyebabkan pelakunya kehilangan kesadaran dan
lebih jauh lagi akan menyebabkan kehancuran otak.
4. Menggunakan kartu kredit diluar kemampuan untuk membayarnya dengan
menyebabkan pelakunya banyak hutang.
5. Melakukan seks bebas yang akan menyebabkan pelaku menderita penyakit
kelamin.
6. Berpesta padahal besok mau ujian, yang menyebabkan pelakunya gagal
ujian.
7. Membeli mobil idaman dari pada menabung untuk masa tua atau pensiun,
yang menyebabkan pelakunya bersifat boros.
8. Makan berlebihan daripada/mengatur makan untuk menjaga kesehatan,
yang menyebabkan pelakunya banyak menderita penyakit.

Contoh-contoh diatas adalah tindakan dari seseorang yang tidak mampu


mengendalikan diri. Kita berusaha untuk menghindari perilaku diatas dan kita
berusaha untuk mampu mengendalikan diri.1

1
Ahmad Juntika Nurihsan, Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling, (Bandung:
Aditama 2005), h. 69

2
Dalam pandangan Zakia Darajat orang yang sehat mentalnya akan dapat
menunda buat sementara pemuasan kebutuhannya itu atau ia dapat mengendalikan
diri dari keinginan-keinginan yang bisa menyebabkan hal-hal yang merugikan.
Lebih lanjut Zaskia Darajat menjelaskan orang yang sehat mental, sanggup
menunggu adanya kesempatan yang memungkinkannya mencapai keinginannya
itu. Tetapi jika orang tidak manpu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara-cara
yang wajar, maka ia akan berusaha mengatasinya dengan cara-cara lain tanpa
mengindahkan orang dan keadaan sekitarnya.2 Ciri-ciri orang yang sehat mentalnya
dalam pandangan penulis adalah orang yang manpu mengendalikan diri.

Menurut Berk, pengendalian diri adalah kemampuan individu untuk


menahan keinginan atau dorongan sesaat yang bertentangan dengan tingkah laku
yang tidak sesuai dengan norma sosial. Messina menyatakan bahwa pengendalian
diri adalah seperangkat tingkah laku yang berfokus pada keberhasilan pribadi,
keberhasilan menangkal pengerusakan diri, perasaan mampu pada diri sendiri,
perasaan mandiri atau bebas pada diri sendiri, perasaan menentukan tujuan,
kemampuan diri untuk mempengaruhi orang lain, kebebasan menentukan tujuan,
kemampuan untuk memisahkan perasaan dan pikiran rasional, serta seperangkat
tingkah laku yang berfokus pada tanggung jawab atas diri pribadi. 3

Sedangkan menurut Gelliom, pengendalian diri adalah kemampuan


individu yang terdiri dari tiga aspek, yaitu kemampuan mengendalikan atau
menahan tingkah laku yang bersikap menyakiti atau merugikan orang lain,
kemampuan untuk bekerjasama dengan orang lain dan kemampuan untuk
mengikuti peraturan yang berlaku, serta kemampuan untuk mengungkapkan
keinginan atau perasaan orang lain tersebut.4

Berdasarkan beberapa pengertian pengendalian diri, dapat disimpulkan


bahwa pengendalian diri adalah kemampuan individu untuk menahan tingkah laku

2
Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: Haji Mas Agung, 1989), h. 24
3
Gunarsa, Dari Anak Sampai Usia Lanjut: Bunga Rampai Psikologi Perkembangan,
(Bandung: BPK Gunung Mulia, 2004), h.250
4
Ibid., h.250

3
negatif yang merusak diri dan tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pengendalian diri adalah kemampuan individu untuk mengatur diri sendiri dalam
mengungkapkan perasaan, berperilaku sesuai norma, dan berkerjasama dengan
orang lain.

Dalam bahasa agama pengendalian itu adalah upaya untuk menjaga diri dari
perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama. Allah memerintahkan kepada kita
untuk menjaga diri dari keluarga kita dari api neraka. Api neraka ditafsirkan disini
sebagai sesuatu yang menyakitkan, merugikan dan menghancurkan. Allah juga
memerintahkan kita untuk tidak menjerumuskan diri kedalam lembah kebinasaan
dan kerusakan.

Agar kita dapat mengendalikan diri, kita hendaknya mampu mengendalikan


hati kita, sebab hati sangat berkuasa atas wawasan, fikiran dan tindakan seseorang
sebagai contoh ketika kemarahan memuncak, suasana hati seringkali berdetak tak
terkendali tekanan yang kian menumpuk terus membengkak hingga mencapai titik
batas dan terus menumpuk, mendekati titik kritis yang tak tertahankan. Akibatnya
persoalah kecil yang biasanya tidak menimbulkan masalah apa-apa akan berubah
menjadi persoalan serius yang sangat mengesalkan hati dan membuat kita resah
atau gusar. Puasa adalah melatih diri untuk mengendalikan diri kita.

Islam menyuruh kita untuk mengendalikan diri dalam menghadapi ujian dan
cobaan. Sebab dengan ujian dan cobaan menyebabkan manusia dengan mudah
tergelincir. Banyak orang mengaku muslim dan beriman, setelah diuji iman dan
agamanya oleh Allah dengan berbagai cobaan, ternyata ia lemah dan terjerumus
dalam lembah kesesatan.

Adapun tujuan Allah memberikan ujian dan cobaan kepada hambanya


adalah :
1. Membersihkan dan memilih mana orang mukmin yang sejati dan mana yang
munafik.
2. Mengangkat derajat dan menghapus dosa.

4
3. Mengungkapkan hakekat manusia itu sendiri sehingga tampak jelas
kesabaran dan ketaatannya.
4. Membentuk dan menempa kepribadiannya menjadi pribadi yang benar-
benar tahan menderita dan tahan uji.

Dalam istilah lain, Islam juga mengenal istilah sabar. Sabar artinya tabah,
tahan cobaan. Orang yang sabar akan tahan dan menerima hal-hal yang tidak
disenangi dan menyerah diri kepada Allah SWT. Kita diperintahkan untuk
senantiasa sabar, sebab apapun yang diberikan Allah kepada kita pasti ada
hikmahnya. Kita hendaknya mengambil pelajaran dari setiap kejadian yang kita
alami. Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa orang yang sabar adalah orang yang
mampu mengendalikan diri dalam menerima ujian dan cobaan hidup.

Tujuan utama mengendalikan diri adalah memperoleh keberhasilan dan


kebahagiaan. Dilihat dari sudut agama, tujuan pengendalian diri adalah menahan
diri dalam arti yang luas. Menahan diri dari belenggu nafsu duniawi yang
berlebihan dan tidak terkendali atau nafsuh bathiniah yang tidak seimbang
kesemuanya itu apabila tidak diletakan pada yang benar akan menyebabkan suatu
ketidakseimbangan hidup yang berakhir pada kegagalan. Dorongan nafsu fisik atau
batin secara berlebihan akan menghasilkan sebuah rantai belenggu yang akan
menutup aset yang paling berharga dari diri manusia yaitu “God Spot”. God Spot
adalah kejernihan hati dan pikiran yang merupakan sumber-sumber suara hati yang
selalu memberikan bimbingan maha penting untuk keberhasilan, kemajuan, dan
kebahagiaan manusia.5

Dalam istilah Ahmad Amin suara hati (Consciense) adalah kekuatan


memerintah dan melarang kekuatan itu sebagai yang kita ketahui mendahului
perbuatan, mengiringinya dan menyusulnya. Dia mendahuluinya dengan memberi
petunjuk akan perbuatan wajib dan menakutinya dari kemaksiatan dan
mengiringinya dengan mendorong buat menyempurnakan perbuatan yang baik

5
Ahmad Juntika Nurihsan, Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling, (Bandung,
Aditama 2005), h. 70

5
dengan menahan diri dari perbuatan yang buruk, dan menyusulnya dengan gembira
dan senang waktu ditaati dan terasa sakit dan pedih dilangganya.

Suara hati ini kita rasakan seolah-olah yang timbul dari hati kita, perintah
kepada kita supaya melakukan kewajiban dan memperingatkan kita agar jangan
sampai menyalahinya, walaupun kita tidak mengharap-harap balasan atau takut
siksaan yang lahir. Seorang miskin yang mendapat barang dijalan, ia yakin bahwa
tidak ada yang melihatnya kecuali Allahnya dan kekuasaan undang-undang negeri
tidak akan mengenainya, kemudian ia sampaikan barang tersebut kepada
pemiliknya atau kepada pusat kepolisian, maka apakah yang mendorongnya
berbuat demikian ?. Jawabannya adalah suara hati.

Berdasarkan kutipan diatas jelas bagi kita bahwa suara hati sangat erat
kaitannya dengan pengendalian diri. Dengan mengikuti suara hati maka seseorang
harus mampu mengendalikan diri. Berikut ini adalah strategi pengendalian diri :
1. Ingin terus kepada allah yang senantiasa mengatur diri kita.
2. Berfikir terlebuh dahulu dengan menggunakan akal yang jernih keuntungan dan
kerugian bagi diri kita sebelum melakukan sesuatu
3. Bertanya pada hati nurani kita yang paling dalam kebaikan dan keburukan yang
akan di timbulkan dari perbuatan kita.
4. Bersabar apabila kita terkena musibah
5. Kita bersabar dalam mengerjakan sesuatu yang di perintahkan Allah
6. Kita bersabar dalam menghindari sesuatu yang dilarang Allah
7. Kita bersyukur apabila mendapat nikmat
8. Kita empati pada orang lain.6

B. Mengenal Potensi Diri

Agar kita dapat mengendalikan diri ke arah yang lebih baik, sehingga
potensi kita dapat berkembang seoptimal mungkin, maka terlebih dahulu perlu
mengenal dan memahami potensi diri. Manusia memiliki berbagai potensi atau

6
Ibid., h.71

6
kecerdasan. Howard Gardner (1993) menyebutkan dengan istilah multiple
inteligences yang terdiri dari :

1. Inteligensi musika yaitu kemampuan seseorang untuk mengubah lagu,


bernyanyi dan memainkan alat musik.
2. Inteligensi badaniah yaitu kemampuan seseorang untuk menggunakan alat
tubuh (penari, aktor, ahli mimik, dll)
3. Inteligensi logika-matematik yaitu kemampuan seseorang untuk menghafal,
menghitung dan mengali pemikiran logis.
4. Inteligensi berbahasa yaitu kemampuan seseorang untuk berbicara atau
menulis.
5. Inteligensi ruang yaitu kemampuan seseorang melukis, memotret atau
mematung.
6. Inteligensi antarpribadi yaitu kemampuan seseorang untuk berhubungan
dengan orang lain.
7. Inteligensi intrapribadi yaitu kemampuan seseorang untuk mengelola
perasaan dan kesadaran diri sendiri.
8. Inteligensi naturalis yaitu kemampuan seseorang untuk mengenal benda-
benda di sekitarnya.
9. Inteligensi spiritual yaitu kemampuan seseorang untuk memaknai
kehidupannya.
10. Inteligensi ruhaniah yaitu kemampuan seseorang untuk mendengar hati
nuraninya atau bisikan kebenaran yang mengilhami dalam cara dirinya
mengambil keputusan atau melakukan pilihan berempati dan beradaptasi.7

Setiap siswa mempunyai kesepuluh aspek inteligensi diatas. Namun


demikian kadar masing-masing aspek tersebut tidak sama. Ada siswa yang
menonjol pada inteligensi/kecerdasan, spiritual dan emosional. Ada juga siswa
yang menonjol pada kecerdasan intelektual. Siswa dituntut untuk mampu
mengembangkan kecerdasan-kecerdasan yang dimilikinya secara optimal sehingga

7
Ibid., h. 79

7
mereka dapat meraih keberhasilan dan kebahagian. Cara untuk mengembangkan itu
adalah dengan cara belajar terus sepanjang hayat. Senada dengan penjelasan diatas,
Tohirin menegaskan bahwa inteligensi merupakan kecakapan yang terdiri atas tiga
jenis, yaitu:8

1. Kecakapan untuk mengetahui dan menyesuaikan diri kedalam situasi yang baru
dengan cepat dan efektif.
2. Mengetahui dan menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif.
3. Mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat.

Inteligensi juga merupakan kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi


rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat.
Dengan demikian, inteligensi bukan persoalan kualitas otak saja, melainkan juga
kualitas organ-organ tubuh lainya. Akan tetapi memang harus diakui bahwa peran
otak dalam kaitannya dengan inteligensi manusia lebih menonjol dari peran organ
tubuh lainnya, mengingat otak merupakan “menara control” hampir semua aktivitas
manusia.

Inteligensi besar pengaruhnya terhadap pemajuan dan hasil belajar. Dalam


situasi yang sama, siswa yang mempunyai tingkat inteligensi tinggi akan lebih
berhasil dari siswa yang mempunyai tingkat inteligensi yang rendah. Meskipun
demikian, siswa yang mempunyai tingkat inteligensi tinggi belum pasti berhasil
dalam belajar. Hal ini disebabkan karena belajar merupakan suatu proses yang
kompleks dengan faktor yang mempengaruhinya, sedangkan inteligensi merupakan
salah satu faktor yang lain. Jadi inteligensi adalah merupakan salah satu potensi
yang dimiliki oleh siswa yang harus dikembangkan lewat pendidikan pada
umumnya dan pelayanan bimbingan dan konseling pada khususnya.

Pelayanan bimbingan dan konseling khususnya di sekolah berfungsi dalam


rangka mengungkapkan dan mengembangkan potensi, bakat, minat dan
kecenderungan siswa. Seluruh potensi, haruslah dikembangkan secara tepat sejauh

8
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2005), h.117

8
mungkin. Sekolah harus menyajikan “lingkungan yang subur” dan memberikan
kepada mereka arah yang tepat untuk pertumbuhan dan perkembangan itu.

Pemahaman tentang potensi atau kekuatan siswa merupakan faktor penting


dalam pemberian bantuan bimbingan dan konseling. Sebenarnya pemahaman
tentang siswa secara komprehensif merupakan titik tolak upaya pemberian bantuan
terhadap siswa. Sebelum seorang konseling atau guru pembimbing atau pihak-
pihak lain dapat memberikan layanan tertentu kepada klien/siswa, maka mereka
perlu terlebih dahulu memahami individu yang akan dibantunya itu. Pemahaman
tersebut tidak hanya sekedar mengenal diri klien/siswa, melainkan lebih jauh lagi
yaitu pemahaman yang menyangkut latar belakang pribadi siswa, kekuatan
(potensi) dan kelemahan serta kondisi lingkungannya.9

Setiap siswa sejauh mungkin mencoba untuk mewujudkan dirinya sendiri.


Segenap potensi yang ada pada dirinya perlu dikembangkan dan diarah semaksimal
mungkin. Untuk itu sekolah harus memberikan pertimbangan-pertimbangan yang
perlu diambil dalam pemberian arahan dan perkembangan siswa, dan sekolah harus
bisa melihat sejauhmana posisi siswa itu hendaknya dikembangkan dan sudah
sejauh mana perkembangan itu berjalan serta pelayanan yang mesti diberikan.

C. Emotional Quotient (EQ), Intelectual Quotient (IQ), Spiritual Quotient


(SQ)

1. Emotional Quotient (EQ)


Pengertian emotional intelligence atau kecerdasan emosi diartikan oleh
beberapa pakar antara lain menurut Goleman (1999) yang mengatakan bahwa
kecerdasan emosi adalah kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan
orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi
dengan baik pada diri sendiri dan dalam berhubungan dengan orang lain.
Sedangkan menurut Cooper dan Sawaf (1998) kecerdasan emosi adalah

9
Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Rineka Cipta
2004), h.197

9
kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya dan
kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh yang
manusiawi. Lain lagi menurut Salovey dan Mayer yang dikutip Goleman (1999)
bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan memantau dan mengendalikan
perasaan sendiri dan orang lain, serta menggunakan perasaan sendiri dan orang lain
kemudian menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan
tindakan. Ginanjar (2003) menyebut kecerdasan emosional sebagai sebuah
kemampuan untuk mendengarkan bisikan emosi dan menjadikannya sebagai
sumber informasi maha penting untuk memahami diri sendiri dan orang lain demi
mencapai sebuah tujuan. Dan Silalahi (2005) menyebutnya sebagai kemampuan
seseorang mengendalikan emosinya saat menghadapi situasi yang menyenangkan
maupun menyakitkan.
Dari beberapa pengertian diatas dapat diartikan bahwa kecerdasan emosi
adalah suatu kemampuan seseorang dalam mengelola emosi dan perasaannya
secara tepat dan efektif untuk berhubungan atau bekerjasama dengan orang lain,
untuk mencapai suatu tujuan. Seseorang yang EQ nya rendah biasanya dicirikan,
pertama, jika bicara cenderung menyakitkan dan menyalahkan pihak lain sehingga
persoalan pokok bergeser oleh pertengkaran ego pribadi, dan kemudian persoalan
tidak selesai bahkan bertambah. Kedua, rendahnya motivasi kinerja anak buah
untuk meraih prestasi karena tidak mendapat dorongan dan apresiasi dari atasan.
Menurut riset panjang yang dilakukan Goleman seperti dikutip Silalahi (2005)
menyimpulkan, kecerdasan intelektual bukan faktor dominan dalam keberhasilan
seseorang, terutama dalam dunia bisnis maupun sosial. Banyak sarjana yang cerdas
dan saat kuliah selalu menjadi bintang kelas, namun ketika masuk dunia kerja
menjadi anak buah teman sekelasnya yang prestasi akademisnya pas-pasan. EQ
tinggi akan membantu seseorang dalam membangun relasi sosial dalam lingkungan
keluarga , kantor, bisnis maupun sosial.

Emotional Quotient mempunyai kerangka kerja yang berfungsi untuk


mengukur EQ seseorang atau diri kita sendiri dalam kehidupan kita sehari-hari.
Goleman (1999) merancang kerangka kerja EQ yang terdiri dari lima unsur, yaitu:

10
(a) Kesadaran diri, terdiri dari: kesadaran emosi, penilaian secara teliti dan percaya
diri. (b) Pengaturan diri, terdiri dari: pengendalian diri, dapat dipercaya, waspada,
adaptif dan inovatif. (c) Motivasi, terdiri dari: dorongan prestasi, komitmen,
inisiatif dan optimisme. (d) Empati, terdiri dari: memahami orang lain, orientasi
pelayanan, mengembangkan orang lain, mengatasi keragaman dan kesadaran
politis. (e) Keterampilan sosial, terdiri dari: pengaruh, komunikasi, kepemimpinan,
katalisator perubahan, manajemen konflik, pengikat jaringan kolaborasi dan
kooperasi serta kerjasama tim. Emotional Intelligence (EQ) atau kecerdasan
emosional seseorang dapat dikembangkan lebih baik, lebih menantang dan lebih
prospek dibanding IQ.

2. Intellectual Quotient (IQ)

Tulisan Sukardi yang dikutip Baharina (2002) menyatakan ada beberapa


pengertian IQ atau Inteligence Quotient, antara lain: yang disampaikan Wechsler
bahwa inteligensi adalah kemampuan bertindak dengan menetapkan suatu tujuan,
untuk berfikir secara rasional dan untuk berhubungan dengan lingkungan sekitarnya
secara memuaskan. Sedang Stern mengartikan inteligensi sebagai kemampuan
untuk mengetahui problem serta kondisi baru, kemampuan berpikir abstrak,
kemampuan bekerja, kemampuan menguasai tingkah laku instingtif, serta
kemampuan menerima hubungan yang kompleks. Ada lagi penulis yang
mengartikan inteligensi secara cukup sederhana yaitu kemampuan berpikir abstrak.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Intelektual (IQ) sebagai


berikut: 1) Pengaruh faktor bawaan, 2) Pengaruh faktor lingkungan, 3) Stabilitasi
kecerdasan Intelektual (IQ), 4) Pengaruh faktor kematangan, 5) Pengaruh faktor
pembentukan, 6) Minat dan pembawaan yang khas, dan 7) Kebebasan.10

10
Yuli Lestari, Pengaruh IQ EQ dan SQ terhadap Prestasi, (online) Diakses 03 Mei 2020
di http://yulilestari3.blogspot.com/2012/09/pengaruh-iq-eq-dan-sq-terhapat-prestasi.html?m=1

11
3. Spiritual Quotient (SQ)

Spiritual Intelligence atau kecerdasan spiritual banyak diartikan oleh


berbagai penulis, diantaranya menurut Zohar dan Marshal (2001) yang mengartikan
SQ adalah kecerdasan yang bertumpu pada bagian dalam diri yang berhubungan
dengan kearifan di luar ego atau jiwa sadar. Ini adalah kecerdasan yang digunakan
bukan hanya untuk mengetahui nilai-nilai yang ada, melainkan juga untuk secara
kreatif menemukan nilai-nilai baru. Sedangkan menurut Marsha Sinetar yang
dikutip Baharina (2002), SQ adalah kecerdasan yang mendapat inspirasi, dorongan
dan efektivitas yang terinspirasi, theis-ness atau penghayatan ketuhanan yang di
dalamnya kita semua menjadi bagian. Lain lagi yang disampaikan Khalil Khawari
yang dikutip Nggermanto (2002) bahwa SQ adalah bagian dari dimensi non-
material kita, roh manusia.

Menurut Mahanaya dalam Nggermanto (2002) ada beberapa ciri orang yang
ber- SQ tinggi, antara lain adalah memiliki prinsip dan visi yang kuat, mampu
melihat kesatuan dan keragaman, mampu memaknai setiap sisi kehidupan dan
mampu mengelola serta bertahan dalam kesulitan dan penderitaan.

D. Manfaat Pengendalian Diri

Bukti ilmiah tentang manfaat mengendalikan diri ditulis oleh, Daniel


Golemen seorang ahli dan peneliti tentang kecerdasan emosi. Anak-anak berusia
empat tahun di Taman Kanak-Kanak Standford disuruh masuk kedalam sebuah
ruangan seorang demi seorang, sepotong marshmallow (manisan putih yang
empuk) diletakan diatas meja didepan mereka, “kalian boleh makan manisan ini
jika mau, tetapi jika kalian memakannya sekembali saya kesini, kalian berhak
mendapatkan sepotong lagi”. Sekitar empat belas tahun kemudian, sewaktu anak-
anak itu lulus sekolah lanjut tingkat atas (SMA), anak-anak yang dahulu langsung
memakan manisan dibandingkan dengan anak-anak yang mampu mengendalikan
diri sehingga mendapatkan dua potong menunjukan perkembangan sebagai berikut.
Mereka yang langsung memakan manisan dibandingkan mereka yang tahan

12
menunggu (mampu mengendalikan diri), cenderung tidak tahan menghadapi stres,
mudah tersinggung, mudah berkelahi, dan kurang tahan uji dalam mengejar cita-
cita mereka.

Efek yang betul-betul tak terduga dari anak-anak yang mampu


mengendalikan diri. Anak-anak yang mampu menahan diri dalam ujian manisan,
dibandingkan dengan yang tidak tahan, memperoleh nilai yang lebih tinggi dalam
ujian masuk ke perguruan tinggi.

Ketika anak-anak dari Taman Kanak-kanak Stanford itu tumbuh menjadi


dewasa dan bekerja, perbedaan-perbedaan diantara mereka semangkin mencolok.
Di penghujung usia dua puluhan, mereka yang lulus ujian manisan ketika kanak-
kanak, tergolong orang yang sangat cerdas, berminat tinggi, dan lebih mampu
berkonsentrasi. Mereka lebih manpu mengembangkan hubungan yang tulus dan
akrab dengan orang lain, lebih handal dan lebih bertanggung jawab, dan
pengendalian dirinya lebih baik saat menghadapi frustasi.

Sebaiknya, mereka yang langsung memakan manisan sewaktu berusia


empat tahun, saat usia mereka hampir tiga puluh tahun, kemampuan kognitif
mereka kurang dan kecakapan emosinya sangat lebih rendah dibanding kelompok
yang tahan uji. Mereka lebih sering kesepian, kurang dapat diandalkan, lebih mudah
kehilangan konsentrasi, dan tidak sabar menunda kepuasan dalam mengejar
sasaran. Bila menghadapi stress, mereka hampir tidak mempunyai toleransi atau
pengendalian diri. Mereka tidak luwes dalam menanggapi tekanan, bahkan sering
mudah meledak dan ini cenderung menjadi kebiasaan.

Kisah anak-anak dan manisan mengandung pelajaran yang lebih mendalam


tentang kerugian akibat ketidakmampuan mengendalikan diri. Bila kita berada
dibawa kekuasaan implus, agitasi, dan emosionalitas, kemampuan berpikir dan
bekerja kita merosot sekali. Ujian manisan ini membuktikan pentingnya ibadah
puasa yang diperintahkan oleh Tuhan yang Maha Kuasa. Puasa tidak hanya
berfungsi untuk menahan dan mengendalikan hawa nafsu seperti makan dan minum
atau nafsu amarah saja, tetapi juga mengendalikan fikiran dan hati agar tetap berada

13
pada garis orbit yang telah “digariskan” dalam prinsip berfikir berdasarkan rukun
iman. Disinilah sesungguhnya letak keunggulan puasa yang tertinggi yaitu
pengendalian diri agar selalu berada pada jalur fitrah, agar selalu memiliki tingkat
kecerdasan emosi yang tinggi.11

Puasa yang merupakan rukun islam ketiga memiliki hikmah dan manfaat
bagi kehidupan umat manusia. Diantara hikmah puasa itu adalah mampu
mengendalikan diri dari perbuatan yang dilarang agama. Ibadah puasa mendidik
orang-orang yang beriman untuk menahan diri dari lapar dan haus dan dari
perbuatan-perbuatan godaan-godaan syaitan: bayangkan saja dalam keadaan tanpa
pengawasan siapapun dari manusia namun tetap orang-orang yang beriman itu tidak
mau membatalkan puasanya (tidak makan, tidak minum dan tidak pula mau
melakukan sesuatu yang membatalkan ibadah puasa). Ibadah puasa bisa dijadikan
sebagai benteng diri dari berbagai godaan dan kenikmatan dunia.

Kalau dibandingkan hikmah puasa dalam mengendalikan diri dengan hasil


penelitian di atas, dapat dipahami bahwa orang yang dapat mengendalikan diri
diperkirakan akan mampu menghadapi tantangan, godaan dan rintangan. Mereka
juga diperkirakan akan mampu berkonsentrasi dalam bekerja. Seseorang yang
bekerja sedang berpuasa, mereka terlihat lebih konsentrasi dan lebih fokus pada
pekerjaan yang dilakukannya, karena fikiran pada waktu itu lebih jernih, lebih
tenang, dan lebih teliti. Disamping itu mereka lebih mampu mengembangkan
hubungan yang tulus dan akrab dengan orang lain, lebih handal dan lebih
bertanggungjawab dan pengendalian diri lebih baik pada saat menghadapi prestasi.

Frustasi adalah suatu proses yang menyebabkan orang merasa akan adanya
hambatan terhadap terpenuhinya kebutuhan-kebutuhannya atau menyangka bahwa
akan terjadi suatu hal yang menghalangi keinginannya.12 Dalam kondisi ini manusia
membutuhkan suatu dorongan diri yang memberikan arahan-arahan bagaimana ia
bisa menghadapi proses tersebut. Dan dalam kondisi kalau ia bisa mengendalikan

11
Ary Ginanjar Agustian, EQS Emotional Spritual Question, (Jakarta: Arga, 2005), h. 309
12
Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: Haji Mas Agung, 1989), h. 24

14
diri, maka tidak akan muncul perilaku-perilaku menyimpang yang merugikan
dirinya dan orang lain.

Seorang siswa yang mampu mengendalikan diri,akan melahirkan siswa


yang punya kepribadian. Kepribadian merupakan susunan sistem-sistem psikofisik
yang berada dalam diri individu dan menentukan penyesuaian-penyesuaian yang
unik terhadap lingkungannya. Keteladanan kita di dalam melaksanakan pekerjaan
adalah salah satu faktor penunjang adalah kepribadian yang utuh.

Siswa teladan yang memiliki kepribadian adalah mereka yang memiliki cirri
sebagai berikut :
1. Penampilan sesuai dengan profesi.
2. Memiliki sikap terbuka.
3. Memiliki pendirian yang teguh
4. Tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal negative.
5. Memiliki stabilitas emosi.
6. Toleransi terhadap sesama teman, atasan dan bawahan.
7. Bisa bergaul, ramah tamah dan tenggang rasa.
8. Tidak mudah frustrasi jika mendapatkan kesulitan.

Jadi singkatnya dengan pengendalian diri akan bermanfaat bagi seseorang:


1. Dalam menghadapi tantangan, hambatan, godaan dan rintangan yang muncul
dalam setiap aspek kehidupannya.
2. Membuat seseorang/siswa bisa mengembangkan hubungan yang tulus dan
akrab dengan orang lain, mampu beradaptasi dan berinteraksi dengan
lingkungan secara baik dan wajar.
3. Adanya rasa tanggungjawab dalam melaksanakan tugas yang diberikan kepada
seseorang/siswa tersebut.

15
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dalam bahasa umum pengendalian diri adalah tindakan menahan diri untuk
tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang akan merugikan dirinya dimasa kini
maupun dimasa yang akan datang Atau Dalam bahasa agama pengendalian itu
adalah upaya untuk menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh
agama. Allah memerintahkan kepada kita untuk menjaga diri dari keluarga kita dari
api neraka.

Tujuan utama mengendalikan diri adalah memperoleh keberhasilan dan


kebahagiaan. Dilihat dari sudut agama, tujuan pengendalian diri adalah menahan
diri dalam arti yang luas. Menahan diri dari belenggu nafsu duniawi yang
berlebihan dan tidak terkendali atau nafsuh bathiniah yang tidak seimbang
kesemuanya itu apabila tidak diletakan pada yang benar akan menyebabkan suatu
ketidakseimbangan hidup yang berakhir pada kegagalan.

B. SARAN

Kami sadar bahwa dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak kesalahan
atau kekurangan, baik itu dari segi tulisannya, bahasanya ataupun materinya. Oleh
karena itu kami mengharapkan kepada pembaca sekalian untuk dapat memberikan
kritik dan sarn yang membangun, agar kami dapat membuat makalah lebih baik lagi
kedepannya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Gunarsa, S.D, 2004. Dari Anak Sampai Usia Lanjut: Bunga Rampai Psikologi
Perkembangan, Bandung: BPK Gunung Mulia

Nurihsan, Ahmad Juntika. 2005. Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling,


Bandung: Aditama

Lestari, Yuli. Pengaruh IQ EQ dan SQ terhadap Prestasi, (online) Diakses 03 Mei


2020 di http://yulilestari3.blogspot.com/2012/09/pengaruh-iq-eq-dan-sq-
terhapat-prestasi.html?m=1

Tohirin. 2005. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja


Grafindo Persada

Prayitno dan Amti, Erman. 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta:
Rineka Cipta

Agustian, Ary Ginanjar. 2005. EQS Emotional Spritual Question. Jakarta: Arga

Daradjat, Zakiah. 1989. Kesehatan Mental. Jakarta: Haji Mas Agung

17

Anda mungkin juga menyukai