Anda di halaman 1dari 18

PERAWATAN KESEHATAN PADA

POPULASI RENTAN

Diajukan Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Bencana dengan

Dosen Pengampu: Asmadi. S.Kep.,Ns.,M.Kep., Sp.Kom

Disusun Oleh :

SOFI SUSANTO

R1601067

YAYASAN INDRA HUSADA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) INDRAMAYU

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

2020
KATA PENGANTAR
Bismillahhirohmanirrohim,
Dengan mengucap syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
Rahmat dan Hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Perawatan Kesehatan Pada Populasi Rentan” dapat selesai
tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini memiliki kekurangan dan
jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, diperlukan kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat diharapkan dalam rangka perbaikan dan kesempurnaan

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan makalah ini, tidak lepas dari
dorongan dan bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada :

1. Drs. H. Turmin, B.Sc, selaku Ketua Pengurus Yayasan Indra Husada


Indramayu.
2. Heri Sugianto, S.KM., M.Kes selaku Ketua STIKes Indramayu.
3. M. Saefulloh, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Ketua Prodi Ilmu Kesehatan
STIkes Indramayu.
4. Seluruh dosen dan staf karyawan STIKes Indramayu.
5. Rekan – rekan seperjuangan.
Makalah ini disusun sebagai syarat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Manajemen Bencana semester VIII dengan harapan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan para pembaca sehingga Insya Allah dapat bermanfaat bagi kita semua,
Aamiin.
Indramayu, 30 April 2020

Penulis

DAFTAR ISI

i
KATA PENGANTAR.................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Tujuan................................................................................................... 2

BAB II KONSEP BENCANA

A. Pengertian............................................................................................. 3
B. Faktor-Faktor ....................................................................................... 4
C. Jenis-Jenis............................................................................................. 4

BAB III DAMPAK BENCANA

A. Pembahasan.......................................................................................... 6

BAB IV PENCEGAHAN DAN PENANGANAN

A. Penanganan........................................................................................... 9
B. Pencegahan .......................................................................................... 10

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan........................................................................................... 14
B. Rekomendasi ........................................................................................ 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan,
baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor
alam, non alam, dan manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2007 tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana
nonalam, dan bencana sosial.Keadaan ini bila tidak ditangani secara cepat dan
tepat dapat menyebabkan kematian dan kecacatan, oleh sebab itu diperlukan
manajemen bencana. Dengan melihat manajemen bencana sebagai sebua
kepentingan masyarakat kita berharap berkurangnya korban nyawa dan
kerugian harta benda. Dan yang terpenting dari manajemen bencana ini adalah
suatu langkah konkrit dalam mengendalikan bencana sehingga korban yang
tidak kita harapkan dapat terselamatkan dengan cepat dan tepat dan upaya
untuk pemulihan pasca bencana dapat dilakukan dengan secepatnya.
Pengendalian itu dimulai dengan membangun kesadaran kristis
masyarakat dan pemerintah atas masalah bencana alam, menciptakan proses
perbaikan total atas pengelolaan bencana, penegasan untuk lahirnyakebijakan
local yang bertumpu pada kearifanlokal yang berbentuk peraturan negara dan
peraturan daerah atas manajemen bencana. Yang tak kalah pentingnya dalam
manajemn bencana ini adalah sosialisasi kehati-hatian terutama pada daerah
rawan bencana.
B. Tujuan

1
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dampak dan intervensi perawatan terhadap
kesehatan masyarakat kelompok rentan ibu hamil, buteki, balita, anak usia
sekolah, dan lansia
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui dampak terhadap kesehatan masyarakat kelompok
rentan ibu hamil, buteki, balita, anak usia sekolah, dan lansia
b. Untuk mengetahui intervensi perawatan terhadap kesehatan masyarakat
kelompok rentan ibu hamil, buteki, balita, anak usia sekolah dan lansia.

BAB II

KONSEP BENCANA

2
A. Pengertian
Dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2007, Manajemen Bencana
adalah suatu proses dinamis, berlanjut dan terpadu untuk meningkatkan
kualitas langkah-langkah yang berhubungan dengan observasi dan analisis
bencana serta pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, peringatan dini,
penanganan darurat, rehabilitas dan rekonstruksi bencana.
Kelompok masyarakat berisiko tinggi, karena berada dalam situasi dan
kondisi yang kurang memiliki kemampuan mempersiapkan diri dalam
menghadapi risiko bencana atau ancaman bencana. Penekanan pada “berisiko
tinggi” karena kelompok jenis ini akan menanggung dampak terbesar dari
munculnya risiko bencana atau akan terdampak oleh sebuah ancaman bencana
dibanding kelompok masyarakat lain. Bahkan, dalam situasi normal saja,
kelompok rentan sudah mesti dilihat menghadapi risiko karena keterbatasan
tertentu yang dimilikinya. Kelompok rentan ini bisa ada di dalam setiap
wilayah tertentu, suku, ras, dan agama, yang eksistensinya bisa saja
disebabkan oleh kebijakan pembangunan yang tidak adil, kepercayaan
terhadap tradisi, agama dan kepercayaan tertentu yang
mendskriminasikannya.
Perhatian terhadap kelompok rentan berbeda-beda dari setiap zaman,
tetapi perhatian itu semakin menguat seiring dengan pentingnya kesadaran
kemanusiaan, kesetaraan, dan keadilan di dalam sistem sosial. Pada zaman
modern kerangka itu tercermin dalam upaya adanya penafsiran-penafsiran
agama dan kepercayaan tertentu yang pro kaum marjinal, kaum tertindas, dan
kaum mustadh`afin; dan juga mempengaruhi perumusan dirkursus HAM
dalam tingkat internasional maupun nasional, yang bertujuan memberikan
jaminan dan perlindungan kepada mereka.
UU Penanggulangan bencana pada pasal 55 hanya memasukkan
kelompok rentan terdiri dari: bayi, balita, dan anak-anak; ibu yang sedang
mengandung atau menyusui; penyandang cacat; dan orang lanjut usia. Padahal

3
eksistensi kelompok rentan lebih luas dari itu, di antaranya juga menyangkut
perempuan, kelompok miskin, dan kaum terpinggirkan lain. UU HAM No. 23
tahun 1999 menjadi bagian dari perlindungan terhadap kelompok rentan ini.
Belum lagi ada UU perlindungan anak, UU tentang ratifikasi CEDAW,
ratifikasi hak-hak ekosob, UUD 45 yang berkaitan dengan orang miskin, dan
masih banyak lagi, memberikan jaminan perlindungan kepada mereka, meski
di sana-sini ada kekurangannya.

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Bencana


1. Faktor alami
Merupakan keadaan mudah terjadinya bnecana atau kerentanan tergantung
kondisi alam seperti bentuk geografis, geologi, cuaca, dan iklim.
2. Faktor social
Merupakan kerentanan akibat ulah manusia, contohnya pembangunan
bangunan didaerah yang miring, meningkatnya angka urbanisasi,
kemiskinan, pengendalian bencana yang tidak tepat.
C. Jenis Bencana Alam
Jenis-jenis bencana alam terbagi menjadi 3 bagian, antara lain:
1. Bencana alam ( natural disaster)
Bencana yang terjadi akibat kerusakan ekosistem dan telah terjadi
kelebihan kapasitas komunitas yang terkena dampaknya. Seperti, gempa
bumi, letusan gunung berapi, tsunami, tanah longsor, dan banjir.
2. Bencana buatan manusia
Merupakan penyebabnya ditimbulkan oleh aktivitas manusia contohnya
kecelakaan lalu lintas, kebocoran gas.
3. Bencana khusus
Terdapat 4 kategori, yaitu:
a. Tipe menyebar kewilayah yang luas seperti nuklir atau radio aktiv

4
b. Tipe komplek bencana yang terjadi pertama dan kemudian disusul
bencana yang kedua dan ketiga
c. Tipe gabungan atau campuran, bencana ini gabungan dari bencana
alam dan bencana ulah manusia
d. Tipe jangka panjang, memerlukan waktu pengecekan lokasi kejadian
dan penyelamatan korban

BAB III

DAMPAK BENCANA

TERHADAP KESEHATAN

5
Dampak letusan gunung berapi adalah tercemarnya udara akibat abu
(vulkanik) yang mengandung bermacam-macam gas mulai dari silika, mineral, dan
bebatuan, khlorida, natrium, kalsium, magnesium, sulfur dioksida, gas hidrogen
sulfide atau nitrogen dioksida, serta beberapa partikel debu. Benda-benda ini
berpotensial meracuni makhluk hidup di sekitarnya.
Paparan debu vulkanik sangat berbahaya bagi bayi, anak-anak, warga usia
lanjut dan orang dengan penyakit paru kronis seperti asma. Debu dari gunung berapi
bisa mengakibatkan luka bakar, iritasi pada kulit dan mata, atau penyakit infeksi dan
pernapasan seperti  pneumonia dan penyakit paru akibat debu yang mengandung
silika. Gas yang dikeluarkan dari gunung berapi adalah gas yang larut dalam air,
karbondioksida, dan sulfur dioksida. Sulfur dioksida dapat menyebabkan gangguan
pernapasan, baik pada orang sehat maupun penderita penyakit paru.  Secara umum
berbagai gas dari letusan gunung berapi dalam dosis rendah dapat mengiritasi mata,
hidung dan tenggorokan, tapi dalam dosis tinggi dapat menyebabkan sesak napas,
sakit kepala, pusing serta pembengkakan atau penyempitan saluran napas.

Masalah kesehatan pascatsunami adalah kerusakan multisektoral antara lain


kerusakan fasilitas kesehatan, sehinga anggota masyarakat yang sakit atau cacat
akibat ‘serangan’ tsunami mengalami kesulitan dalam mengakses pelayanan
kesehatan seperti pengobatan yang adequat. Kondisi kesehatan lingkungan
pascatsunami memprihatinkan dengan sanitasi yang buruk. Minimnya fasilitas air
bersih, binatang perantara bibit penyakit merajalela (tikus, lalat, nyamuk dan zoonosis
lainnya) yang potensial menimbulkan epidemi penyakit (malaria, demam berdarah,
filariasis, cikungunya, leptospirosis, kolera, diare, dan penyakit infeksi lainnya). Tak
kalah pentingnya adalah beban ‘trauma’ psikis yang berkepanjangan bagi  yang
kehilangan anggota keluarga dan harta benda lainnya. Selanjutnya kurang tersedianya
sandang dan pangan yang memadai mengakibatkan anggota masyarakat mengalami
kekurangan ‘intake’ zat makanan atau gizi yangoptimal.

6
Beberapa penyakit yang potensial mengganggu kesehatan masyarakat dan
perlu diwaspadai pascabanjir adalah diare. Penyakit ini berkaitan erat dengan
konsumsi air bersih untuk minum dan memasak. Saat musim penghujan, khususnya
saat banjir, banyak sumber air bersih termasuk sumur dan air ledeng ikut tergenang
dan tercemar, sehingga kondisi ini berdampak pada sulitnya mengakses air yang
layak untuk dikonsumsi. Diare dapat menular dengan cepat dari satu individu ke
individu lainnya karena selain akses air bersih yang sulit juga kontaminasi kuman
‘agent’ diare bisa menjalar ke tempat-tempat yang menjadi sumber mata air minum
bersama. Penyakit lainnya yang terkait dengan  kontaminasi air adalah kelainan yang
timbul seperti iritasi kulit, kutu air, dermatitis dan penyakit kulit lainnya. Hal ini
disebabkan oleh aktivitas yang dilakukan pada  genangan air, khususnya pada anak-
anak yang memanfaatkan genangan air untuk bermain. Demam berdarah (DBD),
malaria, filariasis, dan chikungunya juga  meningkat prevalensinya pascabanjir.

Dampak lain bencana alam  dalam skala besar adalah memunculkan posko-
posko tenda pengungsi atau dengan kata lain anggota masyarakat yang selamat
biasanya diungsikan dan ditampung sementara di tempat pengungsian atau tempat
yang lebih aman. Masalah  muncul karena penanganan pengungsi biasanya tidak
optimal, khususnya dari aspek kesehatan. Kelompok penduduk  paling rentan
terhadap di tempat pengungsian adalah kelompok bayi dan balita, kelompok manusia
lanjut usia, kelompok wanita dan ibu hamildanmenyusui.

Kelompok anak bayi dan balita, kondisi tempat pengungsian biasanya “tidak
ramah” sehingga bayi sangat rentan terhadap penyakit tertentu seperti campak, ISPA
dan diare. Kelompok anak balita tingkat kerentanannya pada masalah kekurangan
gizi, penyakit infeksi seperti tetanus, diare dan ISPA dan penyakit kulit. Kelompok
manusia lanjut usia (Manula) tingkat kerentanannya tinggi karena ‘keterbatasan’
fisik,  kepadatan penghuni   bisa memicu penyakit TB paru, ISPA dan penyakit
infeksi lainnya.

7
Sedangkan kelompok terakhir yang cukup rentan adalah kelompok wanita dan
ibu-ibu hamil atau ibu yang sedang menyusui, biasanya karena ‘keterbatasan’ fasilitas
dan sarana sehingga wanita mengalami kesulitan, misalnya wanita yang mengalami
‘datang-bulan’ padahal akses air bersih terbatas dan ibu menyusui rentan dengan
berbagai risiko kesehatan baik untuk dirinya maupun untuk bayinya.

BAB IV

STRATEGI PENCEGAHAN

DAN PENANGANAN

A. Penanganan
Perawat dalam setiap bencana yang terjadi diharapkan, menurut fase bencana :
1. Fase pre impact
a. Perawat mengikuti pelatihan dan pendidikan tenaga kesehatan
penanggulangan bencana
b. Perawat ikut terlibat dalam pemerintahan, organisasi lingkungan maupun
lembaga-lembaga kemasyarakatan

8
c. Perawat terlibat dalam promosi kesehatan dalam rangka meningkatkan
tanggap bencana
2. Fase impact
a. Bertindak cepat
b. Tudak memberkan janji atau arapan palsu
c. Konsentrasi penuh
d. Berkordinasi baik dengan tim lain
e. Berdiskusi merancang rencana untuk jangka panjang

Perawat harus melakukan pengkajian cepat untuk memutuskan tindakan


pertolongan pertama, TRIASE meliputi :

a. MERAH : paling penting prioritas pertama keadaan yang mengancam


kehidupan
b. KUNING : penting, prioritas kedua meluputi fraktur multiple, fraktur
terbuka, laserasi, luka bakar derajat 2
c. HIJAU : prioritas ketiga, seperti minor laserasi, pusing, batuk, flu
d. HITAM : korban yang meninggal atau tidak dapat selamat dari bencana
3. Fase post impact
a. Memberikan terapi untuk mengurangi trauma
b. Selama masa perbaikan perawat membantu korban untuk kembali
kekehidupan semula
c. Memerlukan bekal informasi dan pendampingan untuk pemulihannya

B. Pencegahan
Pengertian kelompok rentan tidak dirumuskan secara eksplisit dalam
peraturan perundangundangan, seperti tercantum dalam Pasal 5 ayat (3)
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang
menyatakan bahwa setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang
rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan

9
dengan kekhususannya. Dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa
yang dimaksud dengan kelompok masyarakat yang rentan, antara lain adalah
orang lanjut usia, anakanak, fakir miskin, wanita hamil, dan penyandang
cacat. Sedangkan menurut Human Rights Reference 3 disebutkan bahwa yang
tergolong ke dalam kelompok rentan adalah: a. Refugees; b. Internally
Displaced Persons (IDPs); c. National Minorities; d. Migrant Workers; e.
Indigenous Peoples; f. Children; dan g. Women .
Pada kasus bencana alam, sebagian korban adalah kelompok rentan.
Sebagai gambaran, pada kasus bencana gempa di Lombok, sebagian besar
pengungsi adalah perempuan dengan jumlah 173.236 jiwa. Perinciannya
sebagai berikut: di Kabupaten Lombok Utara, jumlah pengungsi laki-laki
74.300 jiwa dan perempuan 62.882 jiwa; Lombok Timur: laki-laki sebanyak
37.832 jiwa dan perempuan 40.536 jiwa; Lombok Barat: laki-laki 59.734 jiwa
dan perempuan 59.084 jiwa; serta di Mataram: laki-laki 7.634 jiwa dan
perempuan 10.734 jiwa. Lebih lanjut, sedikitnya 4.000 ibu hamil menjadi
korban dan masih berada di posko pengungsian. Dari jumlah tersebut, 136 ibu
telah melahirkan (harnas.co, 24 Agustus 2018). Data sementara dari BNPB
per 14 Agustus 2018 menyebutkan, di Lombok Utara terdapat 1.991 balita
berusia nol hingga lima tahun dan 2.641 anak-anak berusia 6 hingga 11 tahun
(Voaindonesia.com, 14 Agustus 2018). Kelompok rentan membutuhkan
perlakuan dan perlindungan khusus supaya bisa bertahan menghadapi situasi
pasca-bencana. Kondisi pengungsian yang penuh sesak tanpa tenda dan
fasilitas memadai, ditambah rasa trauma dan cuaca buruk, membuat korban
terutama perempuan dan anak-anak mulai terkena penyakit. Banyak anakanak
menderita panas demam, pernapasan, dan kedinginan (Liputan6.com, 12
Agustus 2018).

Kesiapsiagaan Masyarakat Melindungi Kelompok Rentan

10
Kesiapsiagaan bencana penting dilihat sebagai upaya pengurangan
risiko bencana. Kesiapsiagaan merupakan salah satu upaya yang dilakukan
untuk mengantisipasi kemungkinan terjadi bencana guna menghindari adanya
korban jiwa, kerugian harta benda, dan perubahan tata kehidupan masyarakat
di kemudian hari (Sutton dan Tierney, 2006 dalam Febriana et. al, 2015).
Menurut BNPB (2012 dalam Febriana et al, 2015), kesiapsiagaan adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui
pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat dan berdaya guna.
Sedangkan Kent (1994 dalam Febriana et. al, 2015) mendefinisikan
kesiapsiagaan menjadi lebih luas, yaitu meminimalisasi akibat-akibat yang
merugikan dari suatu bahaya melalui tindakan pencegahan yang efektif,
rehabilitasi, dan pemulihan untuk memastikan pengaturan serta pengiriman
bantuan dan pertolongan setelah terjadi bencana secara tepat waktu dan
efektif.

Saat terjadi bencana, situasi terasa tidak menentu, sementara korban


bencana memerlukan tindakan penanganan yang cepat dan tepat. Pelibatan
masyarakat dalam kesiapsiagaan bencana penting mengingat masyarakat
merupakan subjek dan objek sekaligus sasaran utama pengurangan risiko
bencana. Secara alamiah, masyarakat mampu beradaptasi dengan
lingkungannya. Dalam kasus kebencanaan, masyarakat yang terkena bencana
sebenarnya mempunyai coping mechanism atau cara sendiri untuk bertahan
dalam suatu kondisi tertentu (Singgih, 2017: 4-5). Salah satu strategi
pertahanan adalah kesadaran dan pengetahuan dalam menghadapi bencana.

Pada kasus gempa di Lombok, Hening Parlan dari Lembaga


Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana mengungkapkan bahwa
kesiapsiagaan masyarakat terhadap gempa masih kurang karena pengetahuan
mereka mengenai ancaman gempa masih minim. Selain itu, apabila terjadi
gempa, mereka juga tidak tahu bagaimana cara menanggulanginya

11
(Kompas.com, 7 Agustus 2018), terlebih memberi pertolongan pada
kelompok rentan. Permasalahan seperti ini tidak hanya terjadi di Lombok
saja, tetapi di hampir semua kasus bencana alam di Indonesia.

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa banyaknya jumlah korban


bencana alam disebabkan para korban tidak mempunyai pengetahuan tentang
ancaman gempa dan tsunami (Febriana et. al, 2015). Untuk itu, masyarakat
perlu meningkatkan kapasitas pengetahuannya mengenai bagaimana
menghadapi situasi bencana bagi dirinya sendiri, keluarga, tetangga, dan
kelompok rentan yang ada dalam lingkungannya. Pengetahuan kebencanaan
perlu diberikan kepada masyarakat rawan bencana sedini dan serutin
mungkin, baik melalui media sekolah, informal, maupun media sosial.

Kendati demikian, perlu dipahami bahwa sekalipun masyarakat telah


memiliki pengetahuan untuk menghadapi bencana, tidak semuanya siap
menghadapi bencana dan menyesuaikan diri dalam keadaan pasca-bencana.
Setelah bencana terjadi, beberapa individu akan mengalami gejala seperti
ketakutan dan kecemasan yang berlebihan, menghindari halhal yang terkait
bencana, teringat kembali peristiwa bencana, sedih yang mendalam, mati rasa
secara emosi, dan gejala psikosomatis, yaitu merasa sakit tetapi tidak ada
indikasi medis yang kuat. Gejala inilah yang disebut sebagai trauma
pascabencana (Tim Pusat Krisis Fakultas Psikologi UI, 2006 dalam Rakhman
dan Kuswardan, 2012). Dalam kondisi seperti ini, masyarakat juga akan
kesulitan memberi pertolongan kepada kelompok rentan.

12
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Bencana bisa terjadi pada siapa saja, kapan saja dan dimana saja, maka
kewaspadaan dan kesiapsiagaan untuk mengantisipasi bencana sangat

13
diperlukan terutama pendidikan dan pelatihan penanggulangan bencana, dan
juga memiliki banyak tujuan yang diantaranya adalah mengurangi risiko
kerugian atas terjadinya bencana. Bagi masyarakat diharapkan dapat
meminimalisir kerusakan yang terjadi dan dapat mengantisipasi apabila terjadi
bencana

B. Saran
Untuk masyarakat agar selalu waspada terhadap maslah bencana yang
sering terjadi pada lingkungan sekitar, karena dapat terjadi oleh siiapa saja,
kapan saja dan dimana saja. Maka dari itu masyarakat dapat menjaga dan
melestarikan lingkungan sekitar demi berlangsungnya kehidupan yang aman
dan sehat sejahtera.

DAFTAR PUTAKA

https://bnpb.go.id/definisi-bencana

buku_pedoman_teknis_pkk_ab.pdf

14
https://makassar.tribunnews.com/2014/03/13/dampak-bencana-alam-terhadap-
kesehatan-masyarakat

https://kependudukan.lipi.go.id/en/population-study/publich-health/222-dampak-
bencana-terhadap-kesehatan-masyarakat

https://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-X-17-I-P3DI-
September-2018-242.pdf

15

Anda mungkin juga menyukai