Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Situasi kesehatan global saat ini menimbulkan pertanyaan yang mendesak dan

penting berkaitan dengan keadilan. Di beberapa negara ada harapan untuk terus hidup lebih

lama dan lebih nyaman, sementara banyak yang mempunyai keputusasaan atas kegagalan

untuk mengendalikan penyakit meskipun ada sarana untuk melakukannya. Hal ini

menyebabkan perlunya bekerja sama dengan negara-negara tersebut terutama mereka yang

paling membutuhkan, tidak hanya untuk menghadapi krisis kesehatan tetapi untuk

membangun sistem kesehatan yang berkelanjutan dan adil (WHO,2013).

Keberhasilan pembangunan kesehatan di sebuah negara ditentukan dengan Indeks

Pembangunan Kesehatan, berdasarkan hasil Mid Term Review Rencana Pembangunan

Jangka Menengah (RPJM) yang dilaksanakan pada tahun 2012, dari 51 indikator

pembangunan kesehatan yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan, terdapat 9

indikator yang memerlukan perhatian lebih serius. Sembilan indikator yang dimaksud, yakni

penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) di mana saat ini berada pada angka 228/100.000

kelahiran hidup (KH) tahun 2009, masih jauh dari target pemerintah yaitu 118/100.000 KH di

tahun 2014. Penurunan Angka Kematian Bayi (AKB) dari 32/1000 KH pada 2012, diakui masih

sulit mencapai target 24/1000 KH di tahun 2014. Sementara angka kelahiran total (Total

Fertility Rate/TFR) 2,6 anak pada 2012, masih sulit diturunkan menjadi 2,1 anak pada 2014.

Peningkatan persentase penduduk dengan akses air minum yang berkualitas yakni 42,76%

pada 2011, sulit diturunkan menjadi 68% pada 2014. Penurunan Annual Parasite Index untuk

penyakit malaria adalah 1,69 pada 2012, menjadi 1 pada 2014. Selain itu, ada empat

indikator lain yang masih dalam status warna kuning artinya diperlukan kerja keras dalam

mencapai target. Di antaranya peningkatan umur harapan hidup dari 71,1 tahun saat ini,

menjadi 72 tahun pada 2014. Peningkatan cakupan  persalinan yang ditolong tenaga
kesehatan terlatih dari 88,64% pada 2012, menjadi 90% yang ditargetkan pemerintah pada

2014. Peningkatan persentase penduduk 15 tahun ke atas yang memiliki pengetahuan

tentang HIV/AIDS sebesar 79,5% pada 2012, menjadi 90% tahun 2014 dan peningkatan

persentase penduduk yang memiliki jaminan kesehatan dari 64,58% pada 2012, ditargetkan

80,10% pada 2014 (Kemenkes, 2013; Bappenas, 2013).

Telah dilakukan upaya-upaya dalam meningkatkan derajat kesehatan di masyarakat.

Salah satu strategi pencapaian Prioritas Nasional Bidang Kesehatan adalah meningkatkan

pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan berkeadilan, serta berbasis

bukti dengan pengutamaan pada upaya promotif dan preventif. Terdapat delapan fokus

Prioritas Nasional Bidang Kesehatan yaitu: Peningkatan KIA dan KB; Perbaikan gizi

masyarakat; Pengendalian penyakit menular, tidak menular dan kesehatan lingkungan;

Pemenuhan SDM kesehatan; Peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, safety, mutu,

penggunaan obat/makanan; Jaminan kesehatan; Pemberdayaan masyarakat,

penanggulangan bencana dan krisis; serta peningkatan pelayanan kesehatan primer,

sekunder dan tersier (Kemenkes, 2013). Fasilitas pelayanan kesehatan dasar, ketenagaan

dan jaminan pembiayaan kesehatan perlu terus ditingkatkan dalam mendukung pencapaian

sasaran prioritas nasional kesehatan (Bappenas, 2013).

Biaya medis yang tinggi merupakan alasan yang paling sering disebutkan untuk tidak

menggunakan pelayanan kesehatan (Liu et.al., 2012). Penelitian yang dilakukan Kimani et al.

(2012) menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil dari masyarakat miskin yang tinggal di

perkotaan dan berasal dari sektor informal yang terdaftar dalam program NHIF (National

Hospital Insurance Fund). Proporsi penduduk yang bermukim di kawasan kumuh tanpa

mempunyai jenis asuransi dapat menjadi acuan akan perlunya program jaminan kesehatan

sosial diantara penduduk miskin dan rentan di populasi untuk menjamin akses yang adil ke

pelayanan kesehatan. Cakupan universal dan akses ke asuransi kesehatan merupakan

kebijakan penting yang dapat meningkatkan perlindungan finansial bagi banyak orang
(Saksena et al., 2011), dengan tidak adanya asuransi akan memberikan beban keuangan

rumah tangga yang diakibatkan dari biaya pengobatan (Scheil-Adlung, 2001) sehingga

diperlukan sebuah program jaminan kesehatan menyeluruh yang memberikan perlindungan

kesehatan sekaligus perlindungan keuangan kepada masyarakat tanpa melihat status sosial.

Sistem jaminan kesehatan sosial adalah mekanisme yang digunakan untuk

mengatasi tantangan yang berkaitan dengan penyediaan akses ke pelayanan kesehatan

kepada warganya, khususnya penduduk miskin. Manfaat dari perluasan jaminan sosial

dalam kesehatan yaitu untuk mengurangi hambatan keuangan terkait dengan akses ke

pelayanan kesehatan serta perlindungan dari bencana keuangan dan pemiskinan yang

berkaitan dengan pengeluaran perawatan kesehatan (WHO, 2007; Hidayat et al., 2004).

Pada tahun 2005, semua negara anggota WHO membuat komitmen untuk mencapai

cakupan kesehatan universal. Komitmen adalah ekspresi kolektif keyakinan bahwa semua

orang harus memiliki akses ke layanan kesehatan yang mereka butuhkan tanpa risiko

kehancuran finansial atau pemiskinan. Bekerja menuju cakupan kesehatan universal adalah

mekanisme yang kuat untuk mencapai kesehatan yang lebih baik, kesejahteraan, dan untuk

meningkatkan pembangunan manusia (WHO, 2013). Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam menjamin

kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat di Indonesia.

Banyak negara telah mengembangkan asuransi kesehatan sosial sebagai mekanisme

pembiayaan kesehatan utama untuk memudahkan akses ke perawatan kesehatan yang

berkecukupan bagi semua orang dengan harga yang terjangkau (Carrin & James, 2004).

Dalam penelitian yang dilakukan di wilayah Thailand bagian selatan, hampir secara

keseluruhan perempuan di Thailand bagian selatan (93%) setuju bahwa asuransi kesehatan

dapat mengurangi hambatan keuangan untuk mengakses pelayanan kesehatan.

(Liabsuetrakul & Oumudee, 2011).


Pemerintah berupaya untuk meningkatkan kesehatan bagi masyarakat miskin

namun kesenjangan kaya-miskin dalam status kesehatan dan akses ke pelayanan terus

berlanjut (Utomo et.al., 2011). Namun penelitian yang dilakukan di Rwanda terkait asuransi

kesehatan menjunjukkan bahwa sistem asuransi kesehatan mengurangi kesenjangan

pemanfaatan yang ada antara kaya dan miskin (Saksena et.al., 2011).

Deklarasi Alma-Ata tahun 1978 adalah deklarasi internasional pertama

menganjurkan perawatan kesehatan primer sebagai strategi utama untuk mencapai tujuan

WHO "Health for All" (WHO, 2008b). Sistem perawatan kesehatan akan mencapai kinerja

yang baik ketika didasarkan pada perawatan kesehatan primer (WHO, 2008a). Program

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mewajibkan peserta untuk berkunjung pertama kali di

Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (Puskesmas, Praktik dokter, Praktik dokter gigi, Klinik

TNI/POLRI, Klinik pratama atau yang setara).

Dalam penelitian yang dilakukan di Thailand oleh Yiengprugsawan et.al. (2010),

responden pedesaan dilaporkan tergantung pada pusat kesehatan empat sampai lima kali

lebih sering daripada responden perkotaan di tahun 2001 dan 2005, namun dalam tahun

kedua secara tidak proporsional masyarakat miskin lebih sering menggunakan pusat

kesehatan lebih mencolok di daerah perkotaan. Dalam menganalisis dampak asuransi

kesehatan terdapat dua indikator penting yaitu dengan melihat pemanfaatan pelayanan dan

perlindungan keuangan (yang dapat dilihat sebagai ukuran keterjangkauan) (Liu et.al., 2012).

Dari hasil penelitian yang dilakukan Kimani et.al. (2012), menunjukkan bukti bahwa

upaya dalam melaksanakan program jaminan kesehatan sosial terhambat oleh kurangnya

mekanisme pembiayaan yang berkelanjutan sehingga pola yang berbeda dari pemanfaatan

rawat jalan harus diperhitungkan untuk perumusan kebijakan (Sumputtanon et.al., 2014)

sehingga diharapkan asuransi kesehatan dapat secara positif mempengaruhi pemanfaatan

pelayanan kesehatan (Chomi et.al,. 2014). Maka penting untuk dilakukan Utilization Review

(telaah utilisasi), salah satunya dengan mengidentifikasi utilisasi pelayanan kesehatan


sebagai indikator untuk menilai kualitas pemberi pelayanan, apakah sudah pada titik optimal

atau belum. Apakah dengan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dapat

meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas sebagai pintu gerbang

pertama dalam pelayanan kesehatan peserta JKN.

Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diharapkan meningkatkan pemanfaatan

pelayanan kesehatan yang berdampak pada meningkatnya derajat kesehatan masyarakat.

Bukti kuat dari penelitian yang dilakukan di Afrika dan Asia menunjukkan bahwa CBHI

(asuransi kesehatan berbasis masyarakat) dan SHI (asuransi kesehatan sosial) meningkatkan

pemanfaatan pelayanan dan melindungi anggota dari hambatan finansial dengan

mengurangi pengeluaran out-of-pocket, Ini menggarisbawahi pentingnya asuransi kesehatan

sebagai mekanisme pembiayaan kesehatan (Spaan et.al., 2012).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan masalah

yaitu: Bagaimana implementasi utilisasi pelayanan kesehatan era-Jaminan Kesehatan

Nasional di Puskesmas.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui implementasi utulisasi pelayanan kesehatan era-Jaminan Kesehatan

Nasional di Puskesmas ?

2. Tujuan Khusus

Mengidentifikasi sejauh mana peran Puskesmas dalam melakukan telaah utilisasi

peserta JKN Puskesmas di Kabupaten Tojo Una-Una


BAB II
PEMBAHASAN

A. Puskesmas

B. Jaminan Kesehatan Nasional

C. implementasi utilisasi pelayanan kesehatan di era-jaminanan kesehatan


nasional pada puskesmas

Anda mungkin juga menyukai