Bab I, Bab Ii, Bab Iii, Dapus
Bab I, Bab Ii, Bab Iii, Dapus
PENDAHULUAN
Kedua contoh dari fungsi fisik pada hutan mangrove di atas tidak terlepas
dari adanya sifat fisik mangrove yang khas sebagai salah satu daya adaptasi
terhadap lingkungannya. Diketahui bahwa sifat fisik dari jenis-jenis penyusun
vegetasi pada hutan mangrove dapat membantu proses akumulasi substrat lumpur,
serta cenderung memperlambat kecepatan arus air laut. Mangrove membutuhkan
karakteristik habitat yang sesuai untuk menunjang pertumbuhannya, terkait de-
ngan definisi hutan mangrove itu sendiri. Hutan mangrove didefinisikan sebagai
komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon
mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai
berlumpur (Bengen, 2000).
Mangrove sulit tumbuh di wilayah pesisir yang terjal dan berombak besar
dengan arus pasang surut yang kuat karena kondisi ini tidak memungkinkan
terjadinya pengendapan lumpur yang diperlukan sebagai substrat bagi pertum-
buhannya (Dahuri et al., 2001). Oleh sebab itu, jenis-jenis penyusun vegetasi pada
hutan mangrove umumnya memiliki daya adaptasi tersendiri. Daya adaptasi
tersebut utamanya ditunjukkan melalui karakteristik perakarannya yang khas dan
telah termodifikasi sehingga dapat menghasilkan beragam fungsi yang optimal.
Dikatakan dalam penilitian Poedjirahajoe (1995) bahwa jumlah akar mangrove
sangat dipengaruhi oleh lokasi tempat tumbuh serta dapat merupakan indikasi dari
kesesuaian mangrove terhadap tempat tumbuhnya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
fungsi perlindungan hutan mangrove dihasilkan apabila vegetasi mangrove telah
mencapai kesesuaian terhadap habitatnya yang dapat diindikasikan melalui
jumlah perakarannya.
1
Indonesia merupakan negara yang memiliki luasan hutan mangrove
terbesar di dunia (2,5 – 4,5 juta Ha), diketahui menyumbang proporsi sebesar
27% luasan hutan mangrove di dunia dan 75% luasan hutan mangrove di
Asia Tenggara (FAO, 2007). Dengan luasan yang sedemikian, Indonesia
dirasa masih belum mampu mengoptimalkan fungsi perlindungan hutan
mangrove. Hal ini diperparah dengan semakin meningkatnya laju degradasi pada
tipe hutan ini dari tahun ke tahun. Diperkirakan pada tahun 1995 saja, angka
degradasinya mencapai 1,18 juta Ha (Arief, 2003). Lebih lanjut, berdasarkan data
yang dilansir oleh Kementrian Kehutanan pada tahun 2009 disebutkan bahwa
hanya 23,3% dari total luas hutan mangrove yang tumbuh dalam kondisi baik,
selebihnya 72,7% rusak sedang hingga rusak parah (Akbar, 2011). Sejalan
dengan kondisi tersebut, upaya untuk mengelola dan merehabilitasi hutan
mangrove dengan baik mutlak diperlukan.
2
dalam menghasilkan fungsi perlindungan sebagai pengakumulasi substrat lumpur
dan pengurang kecepatan arus.
3
1.2 Rumusan masalah
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Isi
Tumbuhan mangrove tumbuh paling baik pada lingkungan air tawar dan
air laut dengan perbandingan seimbang (1:1). Salinitas yang tinggi pada dasarnya
bukan prasyarat untuk tumbuhnya mangrove, terbukti beberapa spesies mangrove
dapat tumbuh dengan baik pada lingkungan air tawar. Di pulau Christmas, B.
cylindrica tumbuh selama ribuan tahun pada danau air tawar, di Kebun Raya
Bogor B. Sexangula tumbuh selama ratusan tahun pada lingkungan air tawar.
Terhentinya penyebaran mangrove ke perairan tawar tampaknya disebabkan
ketidakmampuan untuk berkompetisi dengan spesies lain.
5
hujan, sehingga daun mangrove berasa asin. Mekanisme ini dilakukan
Acanthus,Avicennia,Aegiceras, Aegialitis, Sonneratia, Laguncularia dan
Rhizophora (SNM, 2003, Ng dan Sivasothi, 2001). Ultrafiltrasi/mencegah
masuknya garam (salt exclusion).
Tanah yang labil yang terdapat pada ekosistem mangrove ini terjadi karena
kondisi pasang surut yang terjadi setiap hari, tersusun secara terus menerus
menumpuk membentuk sedimen yang memiliki kepadatan tanah yang rendah.
Adaptasi ini dilakukan dengan membentuk model perakaran yang khas dan unik,
seperti akar tunggang, akar pensil, akar lutut serta akar papan. Dari semua akar
yang dimiliki dari jenis-jenis magrove tersebut memiliki peruntukan yang
berbeda, tergantung dengan lingkungan yang di tempati oleh mangrove tersebut.
6
Tumbuhan mangrove beradaptasi secara khusus terhadap tanah mangrove
yang gembur, asin, dan selalu tergenang (kekurangan oksigen; anaerob).
Tumbuhan mangrove beradaptasi dengan membentuk struktur pneumatofora (akar
nafas). Akar yang menjulang di atas tanah ini dipenuhi aerenkim dan lentisel)
sehingga dapat menyerap oksigen. Akar ini juga berfungsi untuk mengait pada
tanah lumpur. Bentuk akar nafas berbeda-beda, yaitu akar penyangga (stilt, prop),
akar pasak (snorkel, peg, pencil),akar lutut (knee, knop), dan akar papan (ribbon,
plank (Ng dan Sivasothi, 2001; Lovelock, 1993).
Pada Xylocarpus granatum dan Heritiera memiliki akar papan (banir) yaitu
akar horizontal yang tumbuh melebar ke atas membentuk akar pipih seperti papan.
Bagian vertikal berguna untuk aerasi dan berpijak di tanah lumpur (Ng dan
Sivasothi, 2001; Lovelock, 1993).
7
yang bercampur dengan lapisan pasir dangkal (0,5 m) (Giesen, dkk, 1991).
Substrat mangrove berupa tanah dengan kandungan bahan organik yang tinggi
(62%) juga dilaporkan ditemukan di Kepulauan Seribu, Teluk Jakarta
(Hardjowigeno, 1989).
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
9
DAFTAR PUSTAKA
https://dony.blog.uns.ac.id/2010/05/31/adaptasi-tumbuhan-mangrove/
10