Anda di halaman 1dari 12

TUGAS TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

PREFORMULASI SEDIAAN PARENTRAL

DISUSUN OLEH :

GEDE ADITYA PRATAMA

18 10 003

PROGRAM STUDI DIII FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI (STIFA)

PELITA MAS

PALU

2020
PENGERTIAN PREFORMULASI

Praformulasi sangat penting dilakukan dalam setiap pengembangan sediaan


farmsi karena meliputi penelitian farmasetik dan analitik bahan obat untuk
menunjang proses pengembangan formulasi.
Sifat suatu sediaan dapat mempengaruhi secara bermakna kecepatan onset
efek terapi dari suatu obat, lamanya efek tersebut, dan bentuk pola absorbsi yang
dicapai. Oleh karena itu pengembangan praformulasi dan formulasi untuk suatu
produk steril harus diintregasikan secara hati – hati dengan pemberian yang
dimaksud pada seorang pasien.
Sifat kimia dan fisika suatu obat harus ditentukan, interaksinya dengan tiap
bahan yang diinginkan harus dikaji, dan efek dari masing - masing tahap
kestabilannya harus diselidiki dan dimengerti.
Semua komponen harus memiliki kualitas yang sangat baik. Kontaminasi
fisika dan kimia tidak hanya menyebabkan iritasi kejaringan tubuh, tetapi jumlah
kontaminasi yang sangat kecil tersebut juga dapat menyebabkan degradasi produk
sebagai hasil dari perubahan kimia, khususnya selama waktu pemanasan bila
digunakan sterilisasi panas.
Cakupan studi praformulasi untuk sediaan injeksi.
1.      Organoleptis
Organoleptis adalah studi praformulasi yang harus dilakukan untuk
mengetahui pemerian zat aktif terdiri dari warna, bentuk, aroma dan rasa zat aktif
dengan menggunakan terminologi deskriptif. Uji organoleptis sangat berguna
dalam melakukan identifikasi awal mengenai suatu zat yang akan dibuat suatu
sediaan. Uji ini dilakukan dengan tujuan mengetahui bentuk dari bahan yang akan
digunakan dalam formulasi, agar tidak salah dalam mengambil bahan-bahan untuk
formulasi. Dalam menentukan zat yang akan digunakan, dapat mengamatinya dari
segi bentuk, warna, rasa juga aroma.
a.       Warna
Warna memegang peranan penting dalam identifikasi suatu sediaan
sebelum membuat suatu sediaan injeksi. Karena hal yang akan dilihat pertama kali
adalah warna dari bahan-bahan itu.Warna biasanya merupakan fungsi inheren
kimia obat karena terkait dengan ketidakjenuhan. Intensitas warna terkait dengan
keberadaan konjugasi ketidakjenuhan di samping keberadaan khromofor , seperti
–NH2, -NO2 dan –CO- (keton) yang mengintensifkan warna.

b.      Bentuk
Bentuk juga memegang peranan yang sangat penting dalam identifikasi.
Setelah menentukan warna, biasanya yang dilihat terlebih dahulu adalah bentuk
dari bahan itu. Sehingga akan benar-benar yakin bahwa yang digunakan dalam
formulasi adalah bahan-bahan yang tepat.
c.       Bau / Aroma
Sebagian zat memiliki aroma yang khas dan kemungkinan bau yang
inheren (terkait) dengan keberadaan gugus fugsional yang terdapat dalam molekul
obat. Adakalanya zat sama sekali tidak berbau atau dapat pula berbau pelarut
residu pelarut. Hal ini penting karena dalam farmakope ada ketentuan batas
maksimal pelarut yang diperbolehkan ada dalam obat (terutama karena alas an
toksisitas).
Dengan uji organoleptis, dapat mempermudah identifikasi suatu bahan.
Terutama bahan yang mengandung aroma yang khas. Daftar beberapa istilah
organoleptik dalam FI Ed. IV.
Warna Rasa Aroma Bentuk
Putih Asam Sedikit beraroma cuka Hablur
Hampir putih Asin Aroma Khas Berserat
Putih kekuningan Pahit Aroma menusuk Granul
Kuning Manis Aroma aromatik Serbuk halus
Kuning pucat Membakar Aroma lemah Partikel seperti
Kuning kecoklatan Dingin Aroma seperti sulfida pasir
Krem Pedas Praktis tidak beraroma Serbuk ruah
Krem pucat Tidak berasa Tidak beraroma Higroskopis
Keabu-abuan Sedikit pahit Aroma amin ringan Serbuk amorf
Merah tua Sangat pahit Aroma tidak enak Serpihan
Merah muda Aroma minyak seperti merkapton Bentuk jarum
Merah jingga permen Aroma asam klorida
Merah lemah
Coklat
2.      Analisis fisikokimia
Data analitik zat aktif, yang mencakup data kualitatif, data kuantitatif dan
kemurnian.
a.       Data kualitatif dan data kuantitatif
Analisis ini merupakan bagian penting dalam studi praformulasi yaitu
untuk penetapan identitas dan kadar zat aktif. Untuk penetapan kualitatif biasanya
digunakan kromatografi lapis tipis, spectrum serapan inframerah, reaksi warna,
spectrum serapan ultraviolet dan reaksi lainnya. Penetapan kadar zat aktif
biasanya dilakukan dengan metode spektrofotometri, kromatografi gas,
kromatografi cair kinerja tinggi (KCKK), titrasi kompleksometri, asam basa,
argentometri, iodometri, dan sebagainya. Penetapam kadar dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui kadar dari zat aktif yang akan digunakan dalam
pembuatan sediaan.
b.      Kemurnian
Praformulasi harus mempunyai daya memahami kemurnian suatu zat aktif.
Ketidakmurnian dapat mempengaruhi stabilitas, misalnya kontaminasi logam
dengan kadar seperjuta (ppm) dapat merusak beberapa golongan senyawa tertentu.
Kemurnian juga dapat memberikan efek yang lain bagi untuk efek terapi yang di
harapkan. Metode lain yang berguna dalam menilai kemurnian adalah analisis
termal gravimetri dan diferensial. Mengetahui kemurnian suatu bahan
dimaksudkan untuk agar bahan aktif atau bahan tambahan yang digunakan tidak
mengalami kontaminan sehingga sediaan steril yang dihasilkan memiliki efek
terapi yang maksimal.
Struktur dan bobot molekul. Dari struktur molekul, peneliti dapat membuat
penilaian awal menyangkut sifat potensial dan reaktivitas fungsional dari molekul
bahan aktif obat.
Suhu lebur. Suhu lebur suatu bahan secara termodinamika didefinisikan sebagai
suhu dimana fase cair dan padat berada dalam kesetimbangan. Penentuan suhu
lebur merupakan indikasi pertama dari kemurnian bahan karena keberadaan
jumlah relative kecil pengotor dapat terdeteksi dengan penurunan atau pelebaran
suhu lebur.
Profil analitik termal. Selama sintesis dan isolasi, sampel kemungkinan
diekspose terhadap perubahan suhu lingkungan proses yang dapat menunjukkan
profil termal apabila sampel dipanaskan antara suhu kamar dan suhu leburnya.
Apabila tidak ada masalah karena panas, sampel tidak akan mengabsorbsi atau
melepas panas sebelum mencapai suhu leburnya.
Higroskopisitas. Senyawa dikatakan higroskopis jika senyawa tersebut menarik /
mengambil kelembapan dan suhu pada kondisi spesifik dalam jumlah signifikan.
Tingkat higroskopis yang tinggi dapat mempengaruhi efek yang tidak dikehendaki
dari sifat fisika dan kimia suatu bahan obat yang menyebabkan terjadinya
perubahan sehingga secara farmasetik sulit atau tidak mungkin dilakukan
penanganan secara memuaskan.
Spectra absorben. Molekul dengan struktur tidak jenuh mampu mengabsorbsi
cahaya pada rentang frekuensi spesifik. Derajat ketidakjenuhan yang diikuti
dengan keberadaan gugus khromofor akan mempengaruhi jumlah absorbsi, baik
sinar ultraviolet maupun sinar tampak akan diabsorbsi.
Konstanta ionisasi. Memberikan informasi tentang ketergantungan kelarutan dari
senyawa pada pH formulasi. pKa biasanya ditentukan secara titrasi potensiometrik
pH atau analisis pH kelarutan.
Aktivitas optikal. Molekul yang mampu memutar cahaya dan cahaya
terpolarisasi secara merata dinyatakan sebagai aktif secara optic. Jika bekerja
dengan suatu senyawa yang aktif secara optic selama penelitian praforlmulasi,
maka sangat penting untuk memantau rotasi optic tersebut karena penentuan
kuantitatif secara kimia saja tidak cukup. (Agoes, Goeswin. 2009)
3.      Sifat-sifat fisikomekanik / karakteristik fisik
Sifat-sifat fisikomekanik mencakup ukuran partikel, luas permukaan,
pembahasan higroskopisitas, aliran serbuk, karakteristik pengempaan dan bobot
jenis.
a.       Uraian Fisik. Uraian fisik dari suatu obat sebelum pengembangan bentuk
sediaan penting untuk dipahami, kebanyakan zat obat yang digunakan sekarang
adalah bahan padat. Kebanyakan obat tersebut merupakan senyawa kimia murni
yang berbentuk amorf atau kristal. Obat cairan digunakan dalam jumlah yang
lebih kecil, gas bahkan lebih jarang lagi. Untuk mengembangkan bentuk sediaan
maka perlu diketahui tentang uraian fisik suatu bahan agar mempermudah dalam
menentukan metode membuat sediaan.
b.      Pengujian Mikroskopik. Pengujian mikroskopik dari zat murni (bahan obat)
merupakan suatu tahap penting dalam kerja (penelitian) praformulasi. Pengujian
ini memberikan indikasi atau petunjuk tentang ukuran partikel dari zat murni
seperti juga struktur kristal. Pengujian mikroskopik bertujuan untuk mengetahui
tentang ukuran partikel. Sehingga pada saat pembuatan sediaan tetes mata akan
diketahui ukuran partikel jika memang bentuk sediaan adalah suspensi.
c.       Ukuran Partikel. Ukuran partikel zat yang larut dalam air tidak merupakan
masalah kecil, kecuali dalam bentuk agregat besar, tetapi adakalanya diperlukan
untuk meningkatkan kecepatan pelarutan untuk mengurangi waktu proses
manufaktur. Karakterstik ukuran dan bentuk partikel dapat ditentukan melalui
evaluasi dengan mikroskop electron, optik, atau dengan alat polarisasi yang dapat
membuat foto bentuk dan ukuran partikel. Karakteristik morfologi bahan aktif
obat direkam melalui sketsa atau yang lebih teliti melalui fotomikrograf,
merupakan dokumen permananen untuk dibandingkan dengan bets selanjutnya.
Sifat-sifat fisika dan kimia tertentu dari zat obat dipengaruhi oleh distribusi
ukuran partikel, termasuk laju disolusi obat, bioavailabilitas, keseragaman isi,
rasa, tekstur, warna dan kestabilan. Sifat-sifat seperti karateristik aliran dan laju
sedimentasi juga merupakan faktor-faktor penting yang berhubungan dengan
ukuran partikel. Ukuran partikel dari zat murni dapat mempengaruhi formulasi
produk. Khususnya efek ukuran partikel terhadap absorpsi obat. Keseragaman isi
dalam bentuk sediaan padat sangat tergantung kepada ukuran partikel dan
distribusi bahan aktif pada seluruh formulasi yang sama.
4.      Koefisien Partisi dan Konstanta Disosiasi
Koefisien Partisi Merupakan ukuran lipofilisitas dari suatu senyawa.
Diukur dengan menetapkan konsentrasi kesetimbangan suatu obat dalam suatu
fasa air (biasanya air) dan suatu fasa minyak (biasanya oktanol atau chloroform)
yang satu dengan lainnya berkontak pada suhu konstan. Kebanyakan obat yang
larut lemak akan lewat dengan proses difusi pasif sedangkan yang tidak larut
lemak akan melewati pembatas lemak dengan transport aktif. Karena hal ini maka
perlu mengetahui koefisien partisi dari suatu obat.
Khusus untuk obat yang bersifat larut air maka perlu pula diketahui
konstanta disosiasi agar diketahui bentuknya molekul atau ion. Bentuk molekul
lebih muda terabsorpsi daripada bentuk ion.
a.       Polimerfisme
Suatu formulasi yang penting adalah bentuk kristal atau bentuk amorf dari
zat obat tersebut. Bentuk-bentuk polimorfisme biasanya menunjukkan sifat fisika
kimia yang berbeda termasuk titik leleh dan kelarutan. Bentuk polimorfisme
ditunjukkan oleh paling sedikit sepertiga dari senua senyawa-senyawa organik.
b.      Kelarutan
Suatu sifat kimia fisika yang penting dari suatu zat obat adalah kelarutan,
terutama kelarutan sistem dalam air. Suatu obat harus memiliki kelarutan dalam
air agar manjur dalam terapi. Agar suatu obat masuk kedalam sistem sirkulasi dan
menghasilkan suatu efek terapeutik, obat pertama-tema harus berada dalam
bentuk larutan. Senyawa-senyawa yang relative tidak larut seringkali
menunjukkan absorpsi yang tidak sempurna atau tidak menentu.
Dalam pembuatan sediaan injeksi kelarutan sangat penting untuk
pengembangan larutan yang dapat disuntikkan baik secara intravena maupun
intramuscular. Garam asam atau basa mempresentasikan kelompok obat yang
dapat mencapai kelarutan obat dalam air yang dibutuhkan. Kelas obat lain, baik
berupa molekul netral maupun asam atau basa sanagt lemah umumnya tidak dapat
disolubilisasi dalam air dalam rentang pH yang sesuai, sehingga memerlukan
penggunaan pelarut non air seperti PEG 300 dan 400, propilen glikol, gliserol,
etilalkohol, minyak lemak, etiloleat, dan benzilbenzoat.
c.       Disolusi
Perbedaan aktivitas biologis dari suatu zat obat mungkin diakibatkan oleh
laju disolusi. Laju disolusi adalah waktu yang diperlukan bagi obat untuk melarut
dalam cairan pada tempat absorpsi. Untuk obat yang diberikan secara oral dalam
bentuk padatan, laju disolusi adalah tahap yang menentukan laju absorpsi.
Akibatnya laju disolusi dapat mempengaruhi onset, intensitas dan lama respon
serta bioavailabilitas.
d.      Kestabilan
Salah satu aktivitas yang paling penting dalam praformulasi adalah
evaluasi kestabilan fisika dari zat obat murni. Pengkajian awal dimulai dengan
menggunakan sampel obat dengan kemurnian yang diketahui. Adanya pengotoran
akan menyebabkan kesimpulan yang salah dalam evaluasi tersebut.
Pengkajian praformulasi yang dihubungkan dengan fase praformulasi
termasuk kestabilan obat itu sendiri dalam keadaan padat, kestabilan fase larutan
dan kestabilan dengan adanya bahan penambah.
Ketidak stabilan kimia dari zat obat dapat mengambil banyak bentuk,
karena obat-obat yang digunakan sekarang adalah dari konstituen kimia yang
beraneka ragam. Secara kimia, zat obat adalah alcohol, fenol, aldehid, keton,
ester-ester, asam-asam, garam-garam, alkaloid, glikosida, dan lain-lain. Masing-
masing dengan gugus kimia relative yang mempunyai kecenderungan berbeda
terhadap ketidak stabilan kimia. Secara kimia proses kerusakan yang paling sering
meliputi hidrolisis dan oksidasi.
5.      Karakteristik Larutan
a.       Konstanta disosiasi. Konstanta disosiasi digunakan untuk mengetahui Ph
dalam proses pembuatan sediaan steril. Saat suatu asam HA larut dalam air,
sebagian asam tersebut terurai (terdisosiasi) membentuk ion hidronium dan basa
konjugasinya. Hubungan dengan pembuatan sediaan injeksi yaitu sediaan harus
sesuai dengan pH yang hampir sama dengan pH darah supaya jika obat di
suntikkan dalam tubuh dan tercampur dalam darah maka tidak terjadi nyeri. Dan
efek terapinya tercapai.
b.      Kelarutan. Semua sifat fisika atau kimia bahan aktif langsung atau tidak
langsung akan dipengaruhi oleh kelarutan. Dalam larutan ideal, kelarutan
bergantung pada suhu lebur. Hubungan dengan pembuatan sediaan injeksi yaitu
sediaan harus larut dalam pembawanya sehingga ketika sediaan tersebut di
suntikkan efek terapinya bisa tercapai dengan cepat.
c.       Disolusi. Disolusi merupakan tahap pembatas laju absorbsi suatu obat
menuju sirkulasi sistemik.Uji ini digunakan untuk mengetahui waktu zat aktif
mulai dilepaskan untuk memperoleh kadar yang tinngi dalam darah.
d.      Stabilitas. Stabilitas fisika dan kimia dari bahan aktif murni sangat perlu
untuk dievaluasi karena jika terdapat keberadaan pengotor dapat menyebabkan
kesimpulan yang salah. Hubungan dengan pembuatan injeksi karena pada sediaan
injeksi keadaan harus steril dan bebas dari keberadaan pengotor.
Studi praformulasi pada dasarnya berguna untuk menyiapkan dasar yang
rasional untuk pendekatan formulasi, Untuk memaksimalkan kesempatan
keberhasilan memformulasi produk yang dapat diterima oleh pasien dan akhirnya
menyiapkan dasar untuk mengoptimalkan produksi obat dari segi kualitas dan
penampilan.
PREFORMULASI BAHAN OBAT

R/ Neomisin sulfat 0,35 %


Benzalkonium klorida 0.01 %
Na metabisulfit 0,01 %
Dapar fosfat pH 7 qs
API ad 10 ml
NaCl ad isotonis

1. Data Zat Aktif:


a. Zat Aktif : Neomisin Sulfat
Sinonim : Neomicyni sulfas
BM : 614.6
Rumus molekul: C23H46N6O13.H2SO4

1. Pemerian : Serbuk putih agak kuning / padatan kering mirip es; Tidak
berbau / praktis tak berbau; Higroskopis; Larutan memutar bidang polarisasi
ke kanan.
2. Kelarutan : - Mudah larut dalam air (1:1) - sangat sukar larut dalam etanol
- Tidak larut dalam aseton, kloroform dan eter.
3. pH : 10% larutan dalam air mempunyai pH 5 -7,5
4. Stabilitas:
- Neomisin merupakan kationik dan menjadi bentonit jika berikatan; bisa
memecah emulsi jika dengan adanya Na lauril sulfa dan mengendap dengan
adanya gom. (Martindale:1188).
Disebutkan pula: Loss of activity: Neomycin was very much less activity
against Staphylococcus aureus in presence of magnesium trisilicate, acasia,
tragacant, Na alginat, pectin, bentonite, caolineand much less active with
calamine, silica, metilcellulose, CMC, mize starch, gelatin and polisorbat 80.
The antimicrobial activity of Neomycin was reduced in the presence of Vit. B
complex & Vit. C
- Neomisin peka terhadap oksidasi udara. Setelah penyimpanan selama 24
bulan tidak terjadi kehilangan potensi (masih 99% dari potensi asli). Serbuk
neomisin sulfat stabil selama tidak kurang dari3 tahun pada suhu 20°C.
Neomisin sulfat dapat juga dipanaskan pada suhu 110°C selama 10 jam
(yakni selama sterilisasi kering), tanpa kehilangan potensinya, meskipun
terjadi perubahan warna. Neomisin cukup stabil pada kisaran pH 2,0 sampai
9,0. Menunjukkan aktivitas optimumnya pada kira-kira pH 7,0. (Stabilitas
kimiawi sediaan farmasi, Connors hal 525-532)

5.Incompatible:
Tidak bercampur dengan substansi anionik dalam larutan, bisa menimbulkan
endapan, juga pada krim yang mengandung Na lauril sulfat.
Tidak bercampur dengan garam cephalotin dan garam novobiocin
(Martindale;1188).

6. Farmakologi:
Aktifitasnya adalah bakterisid dengan menembus dinding bakteri dan
mengikat diri pada ribosom didalam sel. Secara topikal digunakan unuk
konjungtivitis dan otitis media
Penggunaan sebagai antibiotik pada infeksi mata biasanya 0,35 % dan 0,5 %.
7.Dosis : 0.35-0.5 % untuk mata

b. Zat aktif : Benzalkonium klorida


Sinonim : Benzalkonii Chloridum
BM : -
1. Pemerian : gel kental atau potongan seperti gelatin, putih atau putih
kekuningan. Biasanya berbau aromatik lemah. Larutan dalam air berasa pahit,
jika dikocok sangat berbusa dan biasanya sedikit alkali.
2. pH : -
3. Kelarutan : sangat mudah larut dalam air dan etanol, bentuk anhidrat
mudah larut dalam benzena dan agak sukar larut dalam eter.
4.Dosis : 0.01-0.1 %

c. Zat aktif : Na metabisulfit


Sinonim : Dinatrium pirosulfit
BM : 190,10
Rumus kimia : Na2S2O5
1. Pemerian : hablur putih atau serbuk hablur putih kekuningan, berbau
belerang dioksida.
2. Kemurnian : natrium metabisulfit mengandung sejumlah Na2S2O5, setara
dengan tidak kurang dari 65 % dan tidak lebih dari 67.4 % SO2.
3. Kelarutan : Mudah larut dalam air dan dalam gliserin; sukar larut dalam
etanol.
4. Wadah : dalam wadah terisi penuh, tertutup rapat dan hindarkan dari panas
yang berlebihan.

d.Zat aktif : Dapar Fosfat pH 7

e.Zat aktif : Natrium Klorida


Sinonim : natrii chloridum
BM : 58.44
1. Pemerian : hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk hablur putih;
rasa asin.
2. pH : -
3. Kelarutan : mudah larut dalam air; sedikit lebih mudah larut dalam air
mendidih; larut dalam gliserin; sukar larut dalam etanol.
4. Wadah : dalam wadah tertutup baik
5. Penandaan : cantumkan pada etiket, jika dimaksudkan untuk penggunaan
hemodialisa.

III.2. Formula Standar : tidak ditemukan

III.3. Tak Tersatukan Zat Aktif


Na laurel sulfat, subtansi anionik, garam cepalotin, dan garam novobiosin.

III.4. Usul Penyempurnaan Sediaan


Api yang digunakan harus bebas CO2

Anda mungkin juga menyukai