Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH FARMAKOLOGI 2

BATUK

(ANTITUSIF, EKSPEKTORAN, MUKOLITIK)

OLEH :

GEDE ADITYA PRATAMA (18 10 003)

PROGRAM STUDI D3 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI ( STIFA) PELITA MAS
PALU
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Batuk adalah respon alami dari tubuh sebagai sistem pertahanan
untuk mengeluarkan zat dan partikel dari dalam saluran pernapasan, serta
mencegah benda asing masuk ke saluran napas bawah.Tenggorokan dan
saluran napas dilengkapi saraf yang merasakan jika terdapat bahan atau zat
yang menggangggu. Kondisi ini menstimulasi saraf untuk mengirim sinyal
pada otak, yang selanjutnya direspons otak dengan mengirim kembali
sinyal untuk mengeluarkan zat tersebut dengan batuk. (Amelia, dkk. 2018)

.
BAB II
ISI
2.1 Penyebab batuk
Ada banyak penyebab batuk-batuk, khususnya batuk akut. Berikut beberapa
di antaranya:

a) Infeksi saluran pernapasan atas yang menyerang tenggorokan dan sinus,


seperti gangguan flu, radang tenggorokan, sinusitis,
b) Infeksi saluran pernapasan bawah yang menyerang trakea (batang
tenggorok), bronkus (saluran pernapasan di rongga dada), bronkiolus
(cabang saluran bronkus), dan paru-paru seperti bronkitis atau
pneumonia.
c) Alergi seperti alergi rhinitis (radang selaput hidung).
d) Kekambuhan dari penyakit kronik seperti asma, bronkitis kronik dan
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
e) Terhirup debu atau asap
2.2Hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi gejala batuk
a) Menggunakan obat batuk yang sesuai gejala dan menghindari asap rokok.
b) Biasanya batuk-batuk akan sembuh bila infeksi bakteri yang terjadi telah
diatasi. Untuk mencegah infeksi bakteri, kuman, dan debu, lakukan
perubahan gaya hidup yang mendukung kesehatan secara umum, seperti:
c) mengonsumsi makanan sehat sehingga tubuh memiliki daya tahan untuk
membantu mencegah infeksi paru-paru dan seluruh sistem saluran
pernapasan.
d) olahraga ringan dan teratur agar berat badan stabil dan sistem pernapasan
terlatih. Kelebihan berat badan membuat tubuh menanggung beban pada
sistem pernapasan yang membuat bernapas pun lebih sulit. Olahraga akan
melatih paru-paru dan jantung untuk bekerja lebih efisien dan optimal.
e) menghindari lingkungan berasap kabut.
f) berhenti merokok dan hindari sebisa mungkin menjadi perokok pasif.
Terpapar asap rokok sebagai perokok pasif kini diketahui sama
berbahayanya seperti perokok aktif.
g) menghindari alergen atau bahan-bahan atau lingkungan yang mungkin
menjadi pemicu gejala alergi di tubuh Anda.
h) tingkatkan daya tahan tubuh agar tehindar dari gangguan flu atau selesma.
2.3Terapi non-farmakologi batuk
Pada umumnya batuk berdahak maupun tidak tidak berdahak dapat
dikurangai dengan cara sebagai berikut : (Ikawati, 2011).
a) Memperbanyak minum air putih untuk membantu mengencerkan dahak,
mengurangi iritasi, dan rasa gatal.
b) Menghindari paparan debu, minuman ataumakanan yang merangsang
tenggorokan seperti makanan yang berminyak dan minuman dingin
c) Menghindari paparan udara dingin
d) Menghindari merokok dan asap rokok karena dapat mengiritasi
tenggorokan sehingga dapat memperparah batuk
2.4Terapi farmakologi batuk
Pada dasarnya penatalaksanaan batuk disesuaikan dengan dugaan
penyebabnya, disamping untukmengurangi gejala itu sendiri. Pada batuk akut
dan sub akut, biasanya digunakan obat-obat simptomatik untuk mengurngi
gejala-gejala batuk. Obat batuk digolongkan menjadi dua, yaitu antitusif dan
ekspektoran. Antitusif bekerja menekan refleks batuk, sedangkan ekspektoran
bekerja mempermudah ekspetorasi/batuk. Golongan obat lain yang digunakan
pada batuk adalah mukolitik, yang bekerja mengencerkan mukus/dahak
sehingga lebih mudah diekspetorasikan. ( Ikawati, 2008)
Contoh obat :
 Mukolitik
Mukolitik merupakan obat yang bekerja dengan cara mengencerkan secret
saluran pernafasan dengan jalan memecah benang-benang mukoprotein
dan mukopolisakarida dari sputum (Estuningtyas, 2008). Agen mukolitik
berfungsi dengan cara mengubah viskositas sputum melalui aksi kimia
langsung pada ikatan komponen mukoprotein. Agen mukolitik yang
terdapat di pasaran adalah bromheksin, ambroksol, dan asetilsistein
(Estuningtyas, 2008).

1. Bromheksin HCl
Bromheksin merupakan derivat sintetik dari vasicine. Vasicine
merupakan suatu zat aktif dari Adhatoda vasica. Obat ini diberikan
kepada penderita bronchitis atau kelainan saluran pernafasan yang lain.
Obat ini juga digunakan di unit gawat darurat secara lokal di bronkus
untuk memudahkan pengeluaran dahak pasien.
Menurut Estuningtyas (2008) data mengenai efektivitas klinis obat
ini sangat terbatas dan memerlukan penelitian yang lebih mendalam
pada masa akan datang. Efek samping dari obat ini jika diberikan
secara oral adalah mual dan peninggian transaminase serum.
Bromheksin hendaklah digunakan dengan hati-hati pada pasien tukak
lambung. Dosis oral bagi dewasa seperti yang dianjurkan adalah tiga
kali, 4-8 mg sehari. Obat ini rasanya pahit sekali.

Nama Nama Aturan


Indikasi Produsen Gambar
Generik Paten Pakai

Bromheksin Bisolvon Batuk 8 mg PT


HCl Berdahak  tablet Boehringer
Ingelheim
Indonesia
Bronex Batuk Dus, 10 Pharmasi
Berdahak  catch Zenith
cover @
1 Strip
@10
tablet

2. Ambroxol
Ambroksol merupakan suatu metabolit bromheksin yang memiliki
mekanisme kerja yang sama dengan bromheksin. Ambroksol sedang
diteliti tentang kemungkinan manfaatnya pada keratokonjungtivitis
sika dan sebagai perangsang produksi surfaktan pada anak lahir
prematur dengan sindrom pernafasan (Estuningtyas, 2008).
Nama Nama Aturan Pakai /
Indikasi Produsen Gambar
Generik Paten Bentuk Sediaan

Ambroxo Epexol Sebagai obat dos 10 x 10 PT. Sanbe


l penyakit- tablet 30 mg Farma
penyakit pada botol 120 ml
saluran syrup
pernafasan
dimana terjadi
banyak lendir
atau dahak
Mucopec Terapi Mucopect Boehringer
t mukolitik/pen tablet, kotak, 10 ingelheim
gencer dahak strip x 10 tablet.
pada penyakit Mucopect sirup
saluran 30 mg/5 ml,
pernapasan botol @ 60 ml.
akut dan Mucopect sirup
kronik 15 mg/5 ml,
botol @125 ml
dan @ 60 ml.
Mucopect drops
(tetes) 15
mg/ml, botol, @
20 ml.
3. Asetilsistein
Asetilsistein (acetylcycteine) diberikan kepada penderita
penyakit bronkopulmonari kronis, pneumonia, fibrosis kistik,
obstruksi mukus, penyakit bronkopulmonari akut, penjagaan saluran
pernafasan dan kondisi lain yang terkait dengan mukus yang pekat
sebagai faktor penyulit (Estuningtyas, 2008). Ia diberikan secara
semprotan (nebulization) atau obat tetes hidung. Asetilsistein
menurunkan viskositas sekret paru pada pasien radang paru. Kerja
utama dari asetilsistein adalah melalui pemecahan ikatan disulfida.
Reaksi ini menurunkan viskositasnya dan seterusnya memudahkan
penyingkiran sekret tersebut. Ia juga bisa menurunkan viskositas
sputum. Efektivitas maksimal terkait dengan pH dan mempunyai
aktivitas yang paling besar pada batas basa kira-kira dengan pH 7
hingga 9. Sputum akan menjadi encer dalam waktu 1 menit, dan efek
maksimal akan dicapai dalam waktu 5 hingga 10 menit setelah
diinhalasi. Semasa trakeotomi, obat ini juga diberikan secara langsung
pada trakea. Efek samping yang mungkin timbul berupa spasme
bronkus, terutama pada pasien asma. Selain itu, terdapat juga timbul
mual, muntah, stomatitis, pilek, hemoptisis, dan terbentuknya sekret
berlebihan sehingga perlu disedot (suction). Maka, jika obat ini
diberikan, hendaklah disediakan alat penyedot lendir nafas. Biasanya,
larutan yang digunakan adalah asetilsistein 10% hingga 20%.

Nama Nama Aturan Pakai /


Indikasi Produsen Gambar
Generik Paten Bentuk Sdiaan

Asetilsitein Fluimucil Mukolitik Dus, botol Zambon


berisi dry syrup
netto 75 ml.
Dus, botol
berisi dry syrup
netto 150 ml. 

Sistenol Mengobati dos 6 x10 film Dexa


demam yang coated caplet medica
disertai batuk
yang terkait
dengan
gejala
influenza.
 Ekspektoran
Ekspektoran merupakan obat yang dapat merangsang pengeluaran dahak
dari saluran pernafasan (ekspektorasi). Penggunaan ekspektoran ini
didasarkan pengalaman empiris. Tidak ada data yang membuktikan
efektivitas ekspektoran dengan dosis yang umum digunakan. Mekanisme
kerjanya diduga berdasarkan stimulasi mukosa lambung dan selanjutnya
secara refleks merangsang sekresi kelenjar saluran pernafasan lewat
nervus vagus, sehingga menurunkan viskositas dan mempermudah
pengeluaran dahak. Obat yang termasuk golongan ini ialah ammonium
klorida dan gliseril guaiakoiat (Estuningtyas, 2008).

1. Ammonium klorida
Menurut Estuningtyas (2008) ammonium klorida jarang digunakan
sebagai terapi obat tunggal yang berperan sebagai ekspektoran tetapi
lebih sering dalam bentuk campuran dengan ekspektoran lain atau
antitusif. Apabila digunakan dengan dosis besar dapat menimbulkan
asidosis metabolik, dan harus digunakan dengan hati-hati pada pasien
dengan insufisiensi hati, ginjal, dan paru-paru. Dosisnya, sebagai
ekspektoran untuk orang dewasa ialah 300mg (5mL) tiap 2 hingga 4
jam. Obat ini hampir tidak digunakan lagi untuk pengasaman urin pada
keracunan sebab berpotensi membebani fungsi ginjal dan
menyebabkan gangguan keseimbangan elektrolit.
2. Gliseril Guaiakolat
Penggunaan gliseril guaiakolat didasarkan pada tradisi dan kesan
subyektif pasien dan dokter. Tidak ada bukti bahwa obat bermanfaat
pada dosis yang diberikan. Efek samping yang mungkin timbul dengan
dosis besar, berupa kantuk, mual, dan muntah. Ia tersedia dalam
bentuk sirup 100mg/5mL. Dosis dewasa yang dianjurkan 2 hingga 4
kali, 200-400 mg sehari.
Nama Nama Aturan Pakai /
Indikasi Produsen Gambar
Generik Paten Bentuk Sdiaan

Ammonium Ikadryl Espektoran botol 60 ml, 100 Ikapharmindo


ml dan 120 ml
Klorida
syrup

 Antitusif
Menurut Martin (2007) antitusif atau cough suppressant
merupakan obat batuk yang menekan batuk, dengan menurunkan
aktivitas pusat batuk di otak dan menekan respirasi. Misalnya
dekstrometorfan dan folkodin yang merupakan opioid lemah. Terdapat
juga analgesik opioid seperti kodein, diamorfin dan metadon yang
mempunyai aktivitas antitusif.
Antitusif yang selalu digunakan merupakan opioid dan derivatnya
termasuk morfin, kodein, dekstrometorfan, dan fokodin.
Kebanyakannya berpotensi untuk menghasilkan efek samping
termasuk depresi serebral dan pernafasan. Juga terdapat
penyalahgunaan.

1. Dekstrometorfan
Menurut Dewoto (2008) dekstrometorfan atau D-3-
metoksin-N metal morfinan tidak berefek analgetik atau bersifat
aditif. Zat ini meningkatkan nilai ambang rangsang refleks batuk
secara sentral dan kekuatannya kira-kira sama dengan kodein.
Berbeda dengan kodein, zat ini jarang menimbulkan mengantuk
atau gangguan saluran pencernaan. Dalam dosis terapi
dekstrometorfan tidak menghambat aktivitas silia bronkus dan efek
antitusifnya bertahan 5-6 jam. Toksisitas zat ini rendah sekali,
tetapi dosis sangat tinggi mungkin menimbulkan depresi
pernafasan. Dekstrometorfan tersedia dalam bentuk tablet 10mg
dan sebagai sirup dengan kadar 10 mg dan 15 mg/5mL. dosis
dewasa 10-30 mg diberikan 3-4 kali sehari. Dekstrometorfan sering
dipakai bersama antihistamin, dekongestan, dan ekspektoran dalam
produk kombinasi (Corelli, 2007).

Aturan Pakai /
Nama
Nama Generik Indikasi Bentuk Produsen Gambar
Paten
Sdiaan
Dextromethorphan Vicks Untuk Botol 27 ml Procter &
Hbr Formula meringankan Botol 54 ml Gamble
44 batuk yang Botol 100 ml
tidak
berdahak
yang disertai
bersin-
bersin/alergi.

Konidin Meringankan Dewasa dan Konimex


batuk anak-anak Pharmace
diatas 12 -utical
tahun : 3 x Laborator
sehari 1-2 -ies
tablet
Anak-anak 6-
12 tahun : 3 x
sehari ½-1
tablet

2. Kodein
Menurut Corelli (2007) kodein bertindak secara sentral
dengan meningkatkan nilai ambang batuk. Dalam dosis yang
diperlukan untuk menekan batuk, efek aditif adalah rendah.
Banyak kodein yang mengandung kombinasi antitusif
diklasifikasikan sebagai narkotik dan jualan kodein sebagai obat
bebas dilarang di beberapa negara. Kodein merupakan obat batuk
golongan narkotik yang paling banyak digunakan. Dosis bagi
dewasa adalah 10-20 mg setiap 4-6 jam dan tidak melebihi 120 mg
dalam 24 jam. Beberapa efek samping adalah mual, muntah,
konstipasi, palpasi, pruritus, rasa mengantuk, hiperhidrosis, dan
agitasi (Jusuf, 1991).

Aturan Pakai /
Nama Nama
Indikasi Bentuk Produsen Gambar
Generik Paten
Sdiaan

Kodein Codipront Meredakan batuk Per kapsul Kimia


dan membantu codeine 30 Farma
pengeluaran dahak mg,
dari saluran napas Per 5 mL
pada kondisi alergi, sirup codeine
paroksismal, 11.11 mg,
bronkitis akut dan
kronik
DAFTAR PUSTAKA
1. Lorensia, amelia, dkk. 2018. Evaluasi pengetahuan dan perepsi obat
batuk swamedikasi oleh perokok. Fakultas farmasi universitas surabaya
2. Anugrah, okki. 2017. Hubungan tingkat pengetahuan terhadap perilaku
swamedikasi batuk pada mahasiswa universitas negeri maulana malik
ibrahim malang. fakultas kedokteran universitas islam negeri maulana
malik ibrahim malang\
3. Ikawati, Z. 2011. Penyakit sistem pernafasan dan tatalaksana terapinya.
Yogyakarta: bursa ilmu.
4. Ikawati, Z. 2008. Pengantar farmakologi molekuler, cetakan kedua,
gadjah mada Universitas prees,Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai