Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan

1. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu seseorang yang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pandengaran, penciuman,

rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui

pendidikan, pengalaman diri sendiri maupun pengalaman orang lain, media

massa maupun lingkungan (Notoatmodjo, 2010).

Menurut Notoatmodjo (2010), proses mendapatkan pengetahuan bisa

didaptkan dari:

a. Kesadaran (Awareness)

Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih

dahulu terhadap stimulasi.

b. Merasa tertarik (Interest)

Seorang tersebut merasa tertarik terhadap benda atau obyek yang

dilihatnya.

c. Menimbang-nimbang (Evaluation)

Menimbang-nimbang terhadap baik buruknya obyek atau benda

tersebut bagi dirinya.

14
15

d. Mencoba (Trial)

Mulai mencoba perilaku yang baru setelah orang tersebut

menerimanya.

e. Beradapatasi

Berdasarkan beberapa definisi diatas bisa diambil kesimpulan bahwa

pengetahuan yang luas dapat diperoleh dari aktifitas manusia berupa

pengalaman mendengar dan membaca.

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan

merupakan hasil tahu seseorang yang melakukan penginderaan terhadap

suatu objek tertentu melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan,

pandengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui pendidikan, pengalaman diri sendiri maupun pengalaman

orang lain, media massa maupun lingkungan dan didapat dengan proses

kesadaran, merasa tertarik, menimbang-nimbang, mencoba dan beradaptasi.

2. Tingkat Pengetahuan

Tingkat pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang sedangkan perilaku akan bersifat langgeng

apabila didasari oleh pengetahuan dan kesadaran. Secara terinci perilaku

manusia merupakan refleksi dari gejala kejiwaan yang salah satunya adalah

pengetahuan. Menurut Notoatmodjo (2010) tingkatan pengetahuan dibagi

menjadi 6 (enam) yaitu:


16

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan

yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karnea itu

“tahu” adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata

kerja untuk mengukur apakah orang tahu tentang apa yang dipelajari

antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan

sebagainya.

2) Memahami (Comprehension)

Memahami dapat diartikan sebagai suatu kemampuan

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah

paham terhadap objek atau materi, harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan dan sebagainya terhadap objek

yang dipelajari.

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi atau yang

sebenarnya. Aplikasi ini bisa diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan

hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks

atau situasi lain.


17

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjalankan materi

obyek kedalam komponen-komponen tetapi masih ada kaitannya satu

sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-

kata kerja. Dapat menggunakan (membuat bagan), membedakan,

memisahkan, mengelompokan dan sebagainya.

5) Sintesis

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk

meletakkan dan menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan

untuk menyusun formula baru dari formulasi-formulasi yang ada.

Misalnya dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori-teori

atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian terhadap suatu

evaluasi didasari suatu kinerja yang ditentukan sendiri atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan

Menurut Sukanto (2002), faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

pengetahuan adalah:
18

1) Tingkat pendidikan

Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga

terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat.

2) Sosial ekonomi

Tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup.

3) Informasi dan teknologi

Seseorang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan

berpengetahuan yang lebih luas.

4) Budaya

Tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi

kebutuhan yang meliputi sikap dan kepercayaan.

5) Pengalaman

Suatu yang pernah dialami sesorang akan menambah pengalaman.

4. Sumber pengetahuan

Pengetahuan seseorang diperoleh dari pengalaman dari berbagai

sumber, misalnya: media massa, media elektronik, buku petunjuk, petugas

kesehatan, media poster, kerabat dekat dan sebagainya. Pengetahuan sangat

berhubungan dengan pendidikan, sedangkan pendidikan merupakan salah

satu kebutuhan dasar manusia yang sangat dibutuhkan untuk

mengembangkan diri. Semakin tinggi pendidikan, semakin mudah

menerima serta mengembangkan pengetahuan dan tekhnologi

(Notoatmodjo, 2010).
19

5. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara wawancara

atau lewat angket yang menanyakan tentang suatu materi yang ingin diukur

dari subyek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2010).

Pengukuran dapat di kategorikan menjadi 3 yaitu (Arikunto, 2010):

1. Kategori baik : apabila pertanyaan benar dijawab oleh

responden 76%-100%

2. Kategori cukup : apabila petanyaan benar di jawab oleh

responden 56%-75%

3. Kategori kurang : apabila petanyaan benar di jawab oleh

responden < 56%

B. Mobilisasi Dini

1. Definisi Mobilisasi Dini

Mobilisasi dini disebut juga early ambulation. Early ambulation

adalah kebijakan selekas mungkin membimbing klien keluar dari tempat

tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin berjalan (Ambarwati,

2008).

Pelaksanaan mobilisasi bergantung pula pada jenis-jenis operasi yang

dilakukan dan komplikasi yang mungkin dijumpai. Mobilisasi segera tahap

demi tahap sangat berguna untuk membantu jalannya penyembuhan

penderita. Miring ke kanan dan ke kiri sudah dapat dimulai setelah 6-10 jam

setelah pasien sadar (Mochtar, 2003).


20

Pembiusan/Anestesi adalah upaya untuk menghilangkan rasa sakit

dan nyeri pada waktu menjalani operasi. Seperti pada tindakan pembedahan

lainnya, bedah sekiso sesarea juga memerlukan pembiusan atau anestesia.

Ada 2 macam pembiusan yang biasa dilakukan dalam operasi sekiso sesarea

(Muttaqin, 2009) yaitu:

a. Anestesi Umum

Anestesi umum adalah ketidaksadaran yang dihasilkan oleh

medikasi. Anestesi umum adalah keadaan fisiologis yang berubah

ditandai dengan hilangnya kesadaran reversibel, analgesia dari seluruh

tubuh, amnesia, dan beberapa derajat relaksasi otot.

b. Anestesi Blok Spinal

Pembiusan dengan metode block spinal saat ini paling banyak

dilakukan untuk kasus sekiso sesarea, sebab relatif aman dan ibu tetap

terjaga kesadarannya. Pembiusan ini dilakukan dengan cara

memasukkan obat anesthesi pada daerah lumbal dengan jarum functie

yang dosisnya telah diatur oleh tim anestesi.

Selain itu aktivitas mobilisasi dini pada ibu nifas dapat melancarkan

pengeluaran lochea, membantu proses penyembuhan luka akibat persalinan,

mempercepat involusi alat kandungan, melancarkan fungsi alat

gastrointestinal dan perkemihan serta meningkatkan kelancaran peredaran

darah sehingga mempercepat pengeluaran metabolisme (Kasdu, 2003).


21

Konsep mobilisasi mula-mula berasal dari ambulasi dini yang

merupakan pengembalian secara berangsur–angsur ke tahap mobilisasi

sebelumnya untuk mencegah komplikasi (Roper, 2000).

Berdasarkan beberapa definisi diatas bisa diambil kesimpulan bahwa

mobilisasi dini pasien post operasi seksio sesarea adalah kegiatan selekas

mungkin yang dilakukan pasien setelah sadar dari operasi dan hilang efek

samping anestesinya dengan tujuan mengembalikan secara berangsur-

angsur fungsi fisiologis untuk mempertahankan kemandirian dan mencegah

pendarahan dan infeksi.

2. Pelaksanaan Mobilisasi Dini Post Operasi Seksio Sesarea

Perbedaan mobilisasi dini antara pasien dengan anstesi spinal dan

anestesi umum adalah waktu pelaksanaannya. Mobilisasi dini pada pasien

anastesi spinal dapat dilakukan pada 24 jam setelah operasi. Sedangkan

pada pasien anastesi umum dapat dilakukan sedini mungkin mulai dari 6-12

jam setelah operasi. Menurut Cunningham (2007), mobilisasi dini pasien

post operasi sekiso sesarea adalah sebagai berikut:

1) Mobilisasi dini pada pasien anastesi spinal dapat dilakukan pada 24 jam

setelah operasi, yaitu:

a) Setelah operasi berbaring ditempat tidur dapat melakukan

pergerakan ringan seperti menggerakan ekstremitas atas dan

ekstremitas bawah.

b) Pada hari ke dua pasien dapat duduk ditempat tidur dan duduk

dengan kaki menjuntai di pinggir tempat tidur.


22

c) Pada hari ke tiga pasien dapat berjalan di kamar seperti kamar

mandi dan bisa juga berjalan ke luar kamar.

2) Mobilisasi dini pada pasien anastesi umum:

a) Pada saat awal (6 sampai 12 jam pertama) pasien dapat melakukan

pergerakan fisik seperti menggerakan ekstremitas seperti

mengangkat tangan, menekuk kaki, dan menggerakan telapak kaki.

b) Pada hari ke dua pasien dapat duduk ditempat tidur ambil makan,

atau duduk dengan kaki menjuntai dipinggir tempat tidur dan

pasien dapat berjalan di sekitar kamar seperti kamar mandi.

c) Pada hari ke tiga pasien dapat berjalan keluar kamar dengan di

bantu atau secara mandiri.

Menurut Aliahani (2010) pelaksanaan mobilisasi dini pada ibu post

partum secsio caesarea terdiri dari:

a. Hari ke 1:

1) Berbaring miring kekanan dan kekiri yang dapat dimulai sejak 6

-10 jam setelah ibu sadar.

2) Latihan pernafasan dapat dilakukan ibu sambil tidur terlentang

sedini mungkin setelah sadar.

b. Hari ke 2 :

1) Ibu dapat duduk 5 menit dan minta untuk bernafas dalam-dalam

lalu menghembuskannya disertai batuk-batuk kecil yang gunanya


23

untuk melonggarkan pernafasan dan sekaligus menumbuhkan

kepercayaan pada diri ibu bahwa ia mulai pulih.

2) Kemudian posisi tidur terlentang dirubah menjadi setengah duduk.

3) Selanjunya secara berturut-turut, hari demi hari ibu yang sudah

melahirkan dianjurkan belajar duduk selama sehari.

c. Hari ke 3 sampai ke 5

1) Belajar berjalan kemudian berjalan sendiri pada hari setelah

operasi.

2) Mobilisasi secara teratur dan bertahap serta diikuti dengan istirahat

dapat membantu penyembuhan luka.

Mobilisasi berguna untuk mencegah terjadinya thrombosis dan

emboli. Sebaliknya, bila terlalu dini melakukan mobilisasi dapat

mempengaruhi penyembuhan luka operasi. Jadi mobilisasi secara teratur

dan bertahap serta diikuti istirahat adalah yang paling dianjurkan (Mochtar,

2003).

3. Rentang Gerak Dalam Mobilisasi

Menurut Carpenito (2000) dalam mobilisasi terdapat tiga rentang

gerak yaitu:

1) Rentang gerak pasif

Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan

persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya

perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.


24

2) Rentang gerak aktif

Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan

cara menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien

menggerakkan kakinya.

3) Rentang gerak fungsional

Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan

aktifitas yang diperlukan.

4. Manfaat dan Kerugian Melaksanakan Mobilisasi Dini

Manfaat Mobilisasi Dini Menurut Mochtar (2003), manfaat

mobilisasi bagi ibu post operasi adalah:

a. Penderita merasa lebih sehat dan kuat dengan early ambulation.

Dengan bergerak, otot-otot perut dan panggul akan kembali normal

sehingga otot perutnya menjadi kuat kembali dan dapat mengurangi

rasa sakit dengan demikian ibu merasa sehat dan membantu

memperoleh kekuatan, mempercepat kesembuhan. Faal usus dan

kandung kencing lebih baik. Dengan bergerak akan merangsang

peristaltic usus kembali normal. Aktifitas ini juga membantu

mempercepat organ-organ tubuh bekerja seperti semula.

b. Mobilisasi dini memungkinkan kita mengajarkan segera untuk ibu

merawat anaknya. Perubahan yang terjadi pada ibu pasca operasi akan

cepat pulih misalnya kontraksi uterus, dengan demikian ibu akan cepat

merasa sehat dan bias merawat anaknya dengan cepat.


25

c. Mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli, dengan mobilisasi

sirkulasi darah normal/lancar sehingga resiko terjadinya trombosis dan

tromboemboli dapat dihindarkan.

Kerugian bila tidak melakukan mobilisasi:

a. Peningkatan suhu tubuh. Karena adanya involusi uterus yang tidak baik

sehingga sisa darah tidak dapat dikeluarkan dan menyebabkan infeksi

dan salah satu dari tanda infeksi adalah peningkatan suhu tubuh.

b. Perdarahan yang abnormal. Dengan mobilisasi dini kontraksi

uterusakan baik sehingga fundus uteri keras, maka resiko perdarahan

yang abnormal dapat dihindarkan, karena kontraksi membentuk

penyempitan pembuluh darah yang terbuka.

c. Involusi uterus yang tidak baik. Tidak dilakukan mobilisasi secara dini

akan menghambat pengeluaran darah dan sisa plasenta sehingga

menyebabkan terganggunya kontraksi uterus.

5. Enam Hal Penting Tentang Mobilisasi Dini

Menurut Siregar (2009), ada enam hal penting yang harus

diperhatikan dalam pelaksanaan mobilisasi dini, diantaranya:

a. Rasa kepercayaan diri untuk dapat melakukan mobilisasi dengan

cepat adalah salah satu cara untuk melatih mental.

b. Mobilisasi yang dilakukan segera mungkin dengan cara yang benar

dapat mempercepat proses pemulihan kondisi tubuh.

c. Gerakan tubuh saja tidak menyebabkan jahitan lepas atau rusak,

buang air kecil harus dilatih karena biasanya setelah proses persalinan
26

normal timbul rasa takut untuk buang air kecil, dan akhirnya kesulitan

untuk buang air kecil.

d. Mobilisasi harus dilakukan secara bertahap agar sernua sistem

sirkulasi dalam tubuh bisa menyesuaikan diri untuk dapat berfungsi

dengan normal kembali.

e. Jantung perlu menyesuaikan diri, karena pembuluh darah harus

bekerja keras selama masa pemulihan. Mobilisasi yang berlebihan

bisa membebani kerja jantung.

f. Tetap memperhatikan pola nutrisi. Sebaiknya mengkonsumsi yang

berserat, supaya proses pencemaan lancar dan tidak perlu terlalu

mengedan saat buang air besar.

C. Sectio Caesarea

1. Definisi Sectio Caesarea

Istilah Sectio Caesaria (seksio sesarea) berasal dari perkataan Latin

caedere yang artinya memotong. Pengertian ini sering dijumpai dalam

roman law (lex regia) dan emperor’s law (lex caesarea) yaitu undang-

undang yang menghendaki supaya janin dalam kandungan ibu-ibu yang

meninggal harus keluarkan dari dalam rahim (Mochtar, 2003).

Seksio Sesarea merupakan pembedahan obstetrik untuk melahirkan

janin yang viabel melalui abdomen (Farrer, 2001).

Seksio Sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat

sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina.

(Mochtar, 2003).
27

Seksio Sesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan

membuka dinding perut dan dinding uterus (Prawiharjo, 2009).

Dari beberapa definisi diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa

sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan dengan cara membuat sayatan

vertikal atau horisontal pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina

sesuai dengan roman law (lex regia) dan emperor’s law (lex caesarea).

2. Jenis - Jenis Seksio Sesarea

Menurut Cunningham (2007) jenis sectio caesarea dapat

dibedakan menurut:

a. Jenis insisi abdomen :

1) Insisi Vertikal

2) Insisi Transversal/melintang

b. Menurut jenis insisi uterus:

1) Insisi caesarea klasik.

2) Insisi caesarea transversal.

Sedangkan menurut Mochtar (2003), Sectio Caesarea dibedakan

menjadi:

a. Sectio Caesaria Transperitoneal

1) Sectio Caesaria klasik atau korporal.

2) Sectio Caesaria ismika atau profunda.

b. Sectio Caesaria Ekstraperitonealis

Yaitu tanpa membuka peritonium parietalis, dengan demikian tidak

membuka kavum abdominal.


28

3. Indikasi Seksio Sesarea

Menurut Oxorn (2010), indikasi seksio sesarea lebih bersifat absolute

dan relative. Setiap keadaan yang tidak memungkinkan kelahiran lewat

jalan lahir merupakan indikasi absolute untuk dilakukannya operasi seksio

sesarea. Diantaranya adalah panggul sempit yang sangat berat dan

neoplasma yang menyumbat jalan lahir. Pada indikasi, kelahiran pervagina

bisa terlaksana tetapi dengan keadaan tertentu membuat kelahiran seksio

sesarea akan lebih aman bagi ibu, anak ataupun keduanya. Faktor-faktor

yang menyebabkan perlunya dilakukan tindakan seksio sesarea yaitu:

a. Faktor Ibu, yang termasuk dalam faktor ibu yaitu:

1) Disporposi fetopelvic, mencakup panggul sempit, fetus terlalu

besar atau adanya ketidakseimbangan antara ukuran bayi dan

ukuran pelvic.

2) Disfungsi uterus, mencakup kerja uterus yang tidak

terkoordinasikan, inseria, ketidakmampuan dilatasi cervix,

menyebabkan partus menjadi lama.

3) Neoplasma yang menyumbat pelvis menyebabkan persalinan

normal tidak mungkin dilakukan.

4) Riwayat sectio caesarea.

5) Plasenta previa sentralis dan lateralis

6) Abruptio plasenta

7) Toxemia gravidarum antara lain pre eklamsia dan eklamsia,

hipertensi essensial dan nephritis kronis.

8) Diabetes maternal
29

9) Infeksi virus herpes pada traktus genitalis.

b. Faktor Janin yang meliputi (Oxorn, 2010):

1) Gawat janin

2) Ukuran Janin

3) Cacat atau kematian janin sebelumnya

4) Malposisi dan malpresentasi bayi

5) Insufisiensi plasenta

6) Inkompatibilitas rhesus

7) Post mortem caesarean yaitu dilakukan pada ibu yang baru saja

meninggal bilamana bayi masih hidup.

4. Kontraindikasi Seksio Sesarea

Menurut Oxorn, (2010) sectio caesarea tidak boleh dilakukan bila

terdapat keadaan sebagai berikut:

a. Bila janin sudah mati atau berada dalam keadaan yang jelek

sehingga kemungkinan hidup kecil. Dalam keadaan ini tidak ada

alasan untuk melakukan operasi berbahaya yang tidak diperlukan.

b. Bila jalan lahir ibu mengalami infeksi yang luas dan fasilitas untuk

sectio caesarea extraperitoneal tidak tersedia.

c. Bila dokter dan tenaga asisten tidak berpengalaman atau memadai.

5. Komplikasi Seksio Sesarea

Menurut Oxorn (2010) komplikasi dari sectio caesarea adalah:

a. Perdarahan disebabkan karena:


30

1) Atonia Uteri

2) Pelebaran insisi uterus

3) Kesulitan mengeluarkan plasenta

4) Hematoma ligament latum (broad ligament)

b. Infeksi Puerperal (nifas)

1) Traktus genitalia

2) Insisi

3) Traktus urinaria

4) Paru-paru dan traktus respiratorius atas

c. Thrombophlebitis

d. Cidera, dengan atau tanpa fistula

1) Traktus urinaria

2) Usus

e. Obstruksi usus

1) Mekanis

2) Paralitik

Sedangkan menurut Mochtar (2003), komplikasi operasi sectio

caesarea yaitu:

a. Infeksi puerperal (nifas):

1) Ringan : bila ada kenaikan suhu beberapa hari saja.

2) Sedang : bila suhu naik lebih tinggi, disertai dehidrasi dan perut

kembung.

3) Berat : bila terjadi peradangan, ada nanah, bengkak.


31

b. Perdarahan disebabkan karena:

1) Banyak pembuluh darah yang terlepas dan terbuka

2) Atonia uteri

3) Perdarahan pada plasenta bed

4) Luka kandung kemih

5) Bisa terjadi ruptur uteri spontan

6. Penatalaksanaan Post Seksio Sesarea

Menurut Cunningham (2007), penatalaksanaan pasca operatif

meliputi pemantauan ruang pemulihan dan pemantauan di ruang rawat.

a. Di ruang pemulihan jumlah perdarahan pervagina harus dimonitor

secara cermat, fundus uteri harus sering dipalpasi untuk memastikan

bahwa kontraksi uterus tetap kuat. Palpasi abdomen kemungkinan

besar akan menyebabkan nyeri yang hebat sehingga pasien dapat

ditoleran dengan pemberian analgetik.

b. Setelah pasien dipindahkan di ruang rawat tanda vital dievaluasi

sedikitnya setiap jam selama minimal 4 jam.

c. Terapi cairan dan makanan

d. Fungsi kandung kemih dan usus.

e. Perawatan luka.

f. Mobilisasi.

Pada sebagian besar kasus, satu hari setelah pembedahan pasien

seharusnya dapat turun dari tempat tidur dengan bantuan paling


32

sedikit 2 kali. Pada hari kedua pasien dapat berjalan dengan bantuan.

Dengan mobilisasi dini, trombosis vena dan emboli paru jarang terjadi.

Anda mungkin juga menyukai