Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM PARASITOLOGI ARTROPODA TOKSINOLOGI

ARTROPODA
1. Triatome bug

 Morfologi
Kepala:
- Memanjang
- Proboscis langsing,lurus
- Antena 4 segmen.di samping kepala,di depan mata
Thorax:
- Pronotum jelas,triangular
- Meso&meta th.di balik sayap
- sayap 2 pasang: I.hemilitra
II.membran
Kaki: 3 pasang, berakhir sbg.1 pasang cakar.
 Patomekanisme / Pathogenesis
Serangga ini adalah vektor dari Chagas Disease pada manusia dengan Stadium
infektifnya adalah stadium metasiklik Trypanosoma pada tinja vektor. Infeksi
terjadi melalui abrasi kulit, jadi tidak melalui gigitan langsung atau ludahnya.
Dengan pathogenesis sesuai siklus nya dalam tubuh manusia, sebagai berikut.
2. Brown recluse spider

 Morfologi
Dapat diidentifikasi dengan pola biola di belakang cephalothorax. Basis biola
tampak berada di kepala laba-laba dan leher biola menunjuk ke bagian
belakang. Laba-laba ini mempunyai kaki satu inci, berwarna kuning-cokelat
ke warna coklat gelap. Kebanyakan laba-laba memiliki delapan mata, tetapi
laba laba ini hanya memiliki enam mata karena tergolong dalam genus
Loxosceles.Fitur ini biasanya terlalu kecil untuk dilihat orang dengan mata
telanjang.
 Patomekanisme / Pathogenesis
Seringkali, gigitan pada awalnya tidak terasa dan mungkin tidak langsung
terasa sakit, akan tetapi dapat menyebabkan efek yang serius. Laba laba ini
memiliki racun hemotoksik yang berpotensi mematikan. Sebagian besar
gigitannya tidak menghasilkan gejala nekrosis atau hanya gejala minor saja.
Namun tidak menutup kemungkinan gigitannya menghasilkan lesi
dermonekrotik yang parah (mis. Nekrosis); bahkan bisa sampai menimbulkan
efek viscerokutan (sistemik) yang parah. Gigitan laba laba ini menghasilkan
serangkaian gejala umum yang dikenal sebagai loxoscelism, yang mungkin
bersifat sistemik. Dalam kasus yang sangat jarang, gigitannya bahkan dapat
menyebabkan hemolisis. Anak-anak, orang tua, dan orang dalam kondisi
lemah mungkin lebih rentan terhadap loxoscelism sistemik. Gejala sistemik
yang paling umum dialami termasuk mual, muntah, demam, ruam, dan nyeri
otot dan sendi. Dalam kasus yang langka gigitannya juga dapat menyebabkan
hemolisis, trombositopenia, koagulasi intravaskular diseminata, kerusakan
organ, dan bahkan kematian. Sebagian besar kematian terjadi pada anak-anak
di bawah usia tujuh atau mereka yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang
lemah.
3. Sand Fly

 Morfologi
Sand fly berukuran kecil (sekitar 3 mm), berwarna emas, kecoklatan, atau abu-
abu. Betina memiliki mulut yang panjang dan tajam yang diadaptasi untuk
mengisap darah. Ciri khas lalat-lalat ini adalah saat istirahat sayapnya akan
membentuk huruf V. Mereka memiliki antena yang panjang dan
multisegmented dan rambut (bukan sisik) yang menutupi sebagian besar
margin tubuh dan sayap.
 Patomekanisme / Patogenesis
Sand fly adalah vektor dari penyakit Leishmaniasis yang ditransmisikan saat
menghisap darah mangsanya penyakit ini bisa berupa penyakit kulit
(Cutaneus) atau visceral Leismaniasis, pada kasus yang parah biasanya pasien
menunjukkan alergi relatif terhadap organisme Leishmania dan memiliki profil
sitokin Th2 yang menonjol. Biasanya, visceral leishmaniasis memeliki masa
inkubasi selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan sebelum menjadi
jelas secara klinis. Penyakit ini dapat subakut, akut, atau kronis, penyakit akan
menimbulkan manifestasi klinis yang jelas terutama pada pasien yang
immunocompromised setelah mereka meninggalkan daerah endemis.
4. Funnel web Spider

 Morfologi
Jaringan corong Sydney adalah laba-laba agresif besar berwarna gelap dengan
taring yang menonjol, perutnya berwarna coklat tua, Ukuran laba-laba ini
sering berkisar dari 45 hingga 60 mm (termasuk kaki); panjang tubuh saja
berkisar antara 15 hingga 45 mm. Jantan lebih kecil dari betina. Spinneret
jelas, seperti jari, dan di ujung perut.
 Patomekanisme / Patogenesis
Jika envenomisasi terjadi, situs gigitan menjadi sangat menyakitkan. Gejala
sistemik dapat berkembang dalam beberapa menit karena efek langsung toksik
pada saraf somatik dan otonom, menyebabkan pelepasan neurotransmitter
secara luas. Gejala Progresif dapat berupa hipotensi dan apnea.
5. Tse Tse Fly
 Morfologi
Ukuran 6-13 mm. Warna hitam/kuning. Jantan dan betina menghisap darah
pada siang hari
 Patomekanisme / patogensis
Lalat ini adalah vektor dari penyakit African Trypanosomiasis atau Sleeping
Sickness, dengan mentransmisikan bentuk metasiklik dari epimastigot saat
menghisap darah korbannya, lalu akan menimbulkan gejala gejala dari
Sleeping sickness ketika bersiklus dalam tubuh manusia, dengan siklus sebagai
berikut.

6. Fire Ant
 Morfologi
Semut api memiliki lubang-lubang pernapasan di bagian dada bernama
spirakel untuk sirkulasi udara dalam sistem respirasi mereka. di kepala semut
api memiliki banyak organ sensor. Hewan tersebut memiliki mata majemuk
yang terdiri dari kumpulan lensa mata yang lebih kecil dan tergabung untuk
mendeteksi gerakan dengan sangat baik. Selain itu Mereka juga punya tiga
oselus di bagian puncak kepalanya untuk mendeteksi perubahan cahaya dan
polarisasi. Secara Umum Semut api memiliki penglihatan yang buruk, bahkan
ada yang buta. Pada kepalanya juga terdapat sepasang antena yang membantu
semut api mendeteksi rangsangan kimiawi. Dan juga berfungsi untuk
berkomunikasi satu sama lain dan mendeteksi feromon yang dikeluarkan.
Selain itu, antena semut api juga berguna sebagai alat peraba untuk
mendeteksi segala sesuatu yang berada di depannya. Pada bagian depan
kepala juga terdapat sepasang rahang atau mandibula yang digunakan untuk
membawa makanan, memanipulasi objek, membangun sarang, dan untuk
pertahanan.
Di bagian dada semut api terdapat tiga pasang kaki dan di ujung setiap
kakinya terdapat semacam cakar kecil yang membantunya memanjat dan
berpijak pada permukaan. Sebagian besar semut jantan dan betina calon ratu
memiliki sayap. Namun, setelah kawin betina akan menanggalkan sayapnya
dan menjadi ratu semut yang tidak bersayap. Di bagian metasoma (perut)
semut api terdapat banyak organ dalam yang penting, termasuk organ
reproduksi.
 Patomekanisme / Patogenesis
Semut api impor (IFA) menyengat dengan agresif dan menyuntikkan racun
nekrotikans,Yang utamanya terdiri dari senyawa alkaloid,yang mereka
gunakan untuk melumpuhkan atau membunuh mangsa mereka. IFA pekerja
akan merayap pada kulit korban mereka, dan bersiap untuk menggit dan
menyegat dengan menurunkan mandibula dan ujung perut mereka untuk
menyuntikkan penyengat dengan paksa, sengatan dan gigitannya dapat
menyebabkan rasa gatal yang membakar. Dalam 24 jam, akan timbul pustula
(sebenarnya pseudopustula) yang dapat bertahan selama seminggu atau lebih
lama.pada individu yang hipersensitif racun IFA dapat menyebabkan reaksi
alergi yang parah hanya dari beberapa sengatan dan gigitan.

7. Black Widow Spider

 Morfologi
Laba Laba Black widow betina dewasa berwarna hitam dengan rentang kaki
30 hingga 40 mm. Di bagian bawah perut terdapat karakteristik utama dengan
adanya bentukan jam pasir berwarna merah atau oranye, namun ada variasi
yang di antara spesies, bahkan subspesies. Jantan lebih kecil dari betina.
 Patomekanisme / Patogenesis
Laba-laba ini menyuntikkan neurotoksin yang saat menggigit, awalnya, gigitan
itu sendiri menghasilkan rasa terbakar ringan atau menyengat, tetapi lebih
lebih dari separuh pasien dalam satu penelitian tidak tahu mereka telah digigit.
Bekas tanda gigitan dapat terjadi, tetapi sebenarnya jarang terjadi karena ukuran
taring kecil laba-laba, serta racunnnya dapat memberikan efek spesifik pada
sistem saraf pusat, seperti menyebabkan penipisan asetilkolin pada ujung saraf
motorik dan memicu pelepasan katekolamin pada ujung saraf adrenergik. Selain
itu gigitannya juga menghasilkan rasa sakit di kalenjar getah bening regional
(biasanya di aksila atau daerah inguinal), piloereksi, peningkatan tekanan darah,
leukositosis, banyak berkeringat, dan rasa mual. Di tempat gigitan mungkin
akan muncul bintik merah kebiruan dengan areola putih dan kadang-kadang
ruam urtikaria. Envenomisasi yang signifikan dapat disertai dengan gejala
kelemahan sistemik, tremor parah, mialgia, kejang otot, perut kaku seperti
papan, dan sesak di dada.

8. Nyamuk Anopheles

 Morfologi
Nyamuk Anopheles sp mempunyai ukuran tubuh yang kecil yaitu 4-13 mm
dan bersifat rapuh. Tubuhnya terdiri dari kepala, dada (toraks)  serta perut
(abdomen)  yang ujungnya meruncing. Bagian kepala mempunyai ukuran
relatif lebih kecil dibandingkan dengan ukuran pada bagian dada (toraks) dan
perut (abdomen). Pada bagian kepala ada sepasang antena berada dekat mata
sebelah depan, Antena ini terdiri dari beberapa ruas berjumlah 14-15 ruas
Antena pada nyamuk jantan mempunyai rambut  yang lebih panjang dan lebat
(tipe plumose) dibandingkan nyamuk betina yang lebih pendek dan jarang.
 Patomekanisme / Patogenesis
Nyamuk Anopheles adalah vektor dari penyakit Malaria, yang ditransmisikan
saat menggigit korban, dengan bentuk awal sporozoit yang kan mengalir
menuju hepar lalu akan mengalami siklus dalam tubuh manusia sebagai
berikut.

9. Aedes Aegypti

 Morfologi
Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil dari nyamuk rumah (Culex
quinquefasciatus). Berwarna hitam dengan corak putih di sekujur tubuhnya,
terutama pada kakinya. Spesies ini dikenal dengan bentuk morfologinya yang
khas sebagai nyamuk yang mempunyai gambaran lira (lyre-form) yang putih
pada punggungnya (mesonotum),  yaitu ada dua garis melengkung vertikal di
bagian kiri dan kanan. Nyamuk jantan biasanya memiliki ukuran lebih kecil
dari betina serta terdapat rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan.
 Patomekanisme / Patogenesis
Nyamuk Aedes adalah vektor dari penyakit DF (Dengue Fever), dengan
mentransmisikan virus dengue saat menghisap darah manusia, dalam tubuh
infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang me-fagositosis
kompleks virus-antibody non netralisasi sehingga virus bereplikasi di
makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan
aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga diprosuksi limfokin dan interferon
gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi
Secondary heterologus dengue infections Virus replication Anamnestic
antibody response Virus antibody complex Platelet aggregation Coagulation
activation Complement activation Impaired platelet Platelet factor Plasmin
function III release Activated Hagemen Anaphylatoxi Platelet removal by RES
Consumptive Klinin Thrombocytopeni Kini Clotting factors Vascular
permeablity Excessive FDP Shock Universitas Sumatera Utara berbagai
mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL6
dan histamine yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi
kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh
kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran
plasma. Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme
Supresi sumsum tulang, dan Destruksi pemendekan masa hidup trombosit.
10. Tawon (Hornets)
 Morfologi
Tawon - dan anggota Hymenoptera lainnya - memiliki tubuh yang mudah
dikenali dibandingkan dengan kelas serangga lainnya. Tubuhnya terbagi
menjadi 3 bagian utama: kepala, thorax, dan abdomen (beberapa literatur lain
menyebutnya terdiri dari kepala, metasoma, dan mesosoma walaupun
maksudnya sama). Ciri khas utama dari anggota Hymenoptera - termasuk
tawon - adalah adanya "pinggang" berukuran ramping yang menghubungkan
bagian dada dengan perutnya (kecuali pada lalat gergaji famili Tenthrenidae)
sehingga tubuhnya bisa menekuk dengan mudah. Beberapa jenis tawon
semisal tawon sarang lumpur dari famili Spechidae bahkan memiliki ruas
pinggang yang panjang.
Di kepala tawon terdapat sepasang mata majemuk, yaitu mata yang terdiri
dari kumpulan lensa mata yang lebih kecil. Selain sepasang mata majemuk
tadi, tawon juga memiliki 3 buah oselus (mata sederhana) di puncak
kepalanya. Oselus tidak digunakan untuk melihat, melainkan untuk
mendeteksi intensitas cahaya di sekitarnya sehingga mereka bisa tahu kapan
harus memulai dan mengakhiri aktivitasnya. Tawon juga memiliki sepasang
rahang bawah (mandibula) yang bisa digunakan untuk berbagai aktivitas
seperti menjepit benda, mencabut serat kayu, dan bahkan untuk membunuh
serangga lain. Bagian lain yang terdapat di kepala tawon adalah
sepasang antena yang berbuku-buku untuk mendeteksi rangsangan kimia.
 Patomekanisme/Patogenesis
Tawon memiliki sengat yang terdapat di ujung abdomennya. Hanya tawon
betina yang memiliki sengat, sementara pejantannya tidak memiliki sengat.
Sengat tawon sebenarnya adalah semacam saluran yang terhubung ke
kelenjar bisa. Tawon menggunakan sengatnya untuk melumpuhkan
korbannya dan mempertahankan diri. Sengat tawon tidak bergerigi sehingga
tawon bisa menggunakan sengatnya untuk menyengat berulang kali tanpa
khawatir sengatnya akan menancap dan tidak bisa dicabut. Sengatan tawon
sendiri walaupun menimbulkan rasa sakit biasanya tidak berbahaya bagi
manusia, namun pada beberapa orang yang memiliki alergi pada racun tawon,
sengatan yang disebabkan oleh tawon bisa berakibat fatal.

Anda mungkin juga menyukai