PROPOSAL
MEGAWATI AZIS
201601118
A. Latar Belakang
Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit dimana tubuh tidak
dapat menghasilkan atau tidak menggunakan insulin dengan benar, yang
dapat menimbulkan hiperglikemia. Secara klinis terdapat 2 tipe DM yaitu,
tipe I yaitu disebabkan oleh kurangnya insulin secara absolut akibat proses
autoimun dan DM tipe II yaitu akibat resistensi (Herlina & Sylvia 2014 dalam
Rembang 2017). Diabetes Mellitus (DM) hiperglikemia pada pasien DM.
Kondisi hiperglikemia pada pasien DM yang tidak dikontrol dapat
menyebabkan gangguan serius pada sistem tubuh, terutama saraf dan
pembuluh darah (World Health Organization, 2018). Diabetes Mellitus tipe II
merupakan penyakit diabetes yang paling banyak ditemui dan biasanya
berasal dari factor genetic atau keturunan (Dalimartha & Adrian 2012 dalam
Rembang et al 2017). Pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan
membuat perubahan pada gaya hidup pasien, seperti meningkatkan diet, dan
latihan fisik (olahraga) (International Diabetes Federaration, 2017 dalam
Kusnanto 2019).
Berdasarkan data dari International Diabetes Federaration (IDF) tahun
2017 melaporkan bahwa jumlah pasien DM didunia mencapai 425 juta orang
dewasa berusia antara 20-79 tahun. Tercatat sebagai negara peringkat keenam
dengan beban penyakit diabetes mellitus terbanyak di dunia, data
International Diabetes Federation (IDF) menunjukkan lebih dari 10 juta
penduduk Indonesia menderita penyakit tersebut di tahun 2017. Angka ini
dilaporkan kian meningkat seiring berjalannya waktu, terbukti dari laporan
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang menunjukkan prevalensi Diabetes
Mellitus pada penduduk dewasa Indonesia sebesar 6,9% di tahun 2013, dan
melonjak pesat ke angka 8,5% di tahun 2018. WHO bahkan memprediksikan
penyakit diabetes mellitus akan menimpa lebih dari 21 juta penduduk
Indonesia di tahun 2030 (WHO) 2018, dalam Kusnanto 2019).
Data dari Badan Pusat Statistik Indonesia jumlah penduduk Indonesia
dengan prevalensi diabetes mellitus tipe II di daerah urban sebesar 14,7% dan
daerah nural 7,2% dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penduduk
dengan asumsi prevalensi diabetes mellitus tipe II mencapai 12 juta diabetes.
Sedangkan untuk di daerah Jawa Tengah pada tahun 2011, prevalensi
penyakit diabetes melitus tipe II mengalami peningkatan sebesar 9,7%
dengan prevalensi tertinggi di kota semarang (Kemenkes RI, 2016).
Berdasarkan data dinas kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah menunjukkan
bahwa penderita diabetes mellitus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun
2016 jumlah kasus diabetes melitus sebanyak 16.330 kasus dan tahun 2017
jumlah kasus diabetes mellitus meningkat menjadi 16.456 kasus (Dinkes
Provinsi Sulteng, 2017).
Menurut Priyatno (2016), dalam International Statistical Clasification
of Disease 10 (ICD-10) distribusi pasien baru diabetes mellitus yang berobat
jalan ke rumah sakit di Indonesia berjumlah 45.368 orang dan jumlah
kunjungan sebanyak 180.926 orang dengan admission rate sebesar 3.99
sedangkan distribusi pasien baru yang rawat inap sebanyak 83.045 orang dan
jumlah pasien yang meninggal sebanyak 5.585 orang dengan angka Case
Fatality Rete (CFR) sebesar 6,73% (Kemenkes RI 2016).
Menurut Suyono (2016), penyakit diabetes mellitus tipe II merupakan
penyakit degeneratif yang terkait pada pola makan. Pola makan merupakan
gambaran mengenai macam-macam, jumlah dan komposisi bahan makanan
apa saja yang dimakan tiap hari oleh seseorang. Terlebih dengan gaya hidup
perkotaan dengan pola diit yang tinggi lemak, garam, dan gula secara
berlebihan dapat menyebabkan timbulnya berbagai penyakit termasuk
diabetes mellitus.
Kurangnya latihan fisik atau olahraga juga merupakan salah satu faktor
yang menyebabkan terjadinya diabetes mellitus tipe II. Menurut penelitian
yang telah dilakukan di China, jika seseorang dalam hidupnya kurang
melakukan latihan fisik ataupun olahraga maka cadangan glikogen ataupun
lemak akan tetap tersimpan di dalam tubuh, hal inilah yang memicu
terjadinya berbagai macam penyakit degeneratif salah satu contohnya
diabetes mellitus tipe II. Secara epidemologik diabetes mellitus tipe II,
mungkin tidak terdeteksi dan onset atau mulai terjadinya diabetes 7 tahun
sebelum diagnosis dikatakan, sehingga mordibitas dan mortalitas dini terjadi
pada kasus tidak terdeteksi dini. Penelitian lain menyatakan bahwa populasi
diabetes tipe II akan meningkat 5-10 kali lipat karena terjadinya perubahan
perilaku rural-tradisional menjadi urban. Faktor resiko yang berubah secara
epidemologi diperkirakan adalah gaya hidup beresiko (Yunir dan Soebardi
2017).
Diabetes Mellitus tipe II berlangsung lambat dan progresif, dan
gejala yang dialami pasien sering bersifat ringan atau biasa saja seperti trias
diabetes mellitus, yaitu poliuria (sering berkemih) polidipsi (banyak minum)
dan polifagia (banyak makan) sehingga kadang tidak terdeteksi sejak dini
(Sylvia & Lorraine 2005 dalam Rembang et al 2017). Oleh karena itu upaya
yang dilakukan untuk mengontrol diabetes ditujukan untuk mencegah
komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler (Herlina & Sylvia 2014 dalam
Rembang et al 2017). Komplikasi makrovaskuler meliputi penyakit arteri
koroner , stroke dan penyakit vaskuler perifer, sedangkan komplikasi
mikrovaskuler meliputi retinopati, nepropati dan neuropati (Ganong, 2008
dalam Rembang et al 2017). Upaya tindakan perawatan diri secara mandiri
(self care) merupakan tindakan yang dapat dilakukan untuk mendukung
pengelolaan diabetes melitus yang dikemukakan oleh Dorotea Orem, karena
diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang umum terjadi pada dewasa
yang membutuhkan supervisi medis berkelanjutan dan edukasi perawatan
mandiri kepada pasien (LeMone, 2016 dalam Rembang et al 2017).
Sebagian besar penyandang diabetes di Indonesia adalah kelompok
diabetes mellitus tipe II yaitu lebih dari 90% dari seluruh populasi diabetes
(PERKENI 2011 dalam Ningrum et al 2019). Dampak tidak terkendalinya
kadar gula darah mengakibatkan komplikasi. Komplikasi yang dapat terjadi
akibat DM adalah sebesar 57,9% atau dari 5 orang yang menderita DM
terdapat 3 orang yang mengalami komplikasi. Kejadian makrovaskuler di
Amerika seperti stroke sebesar 6,6%, infark miokard akut sebesar 9,8%,
penyakit jantung koroner sebesar 9,1%, dan gagal jantung kongestif sebesar
7,9%. Sedangkan untuk komplikasi mikrovaskuler sebanyak 27,8% orang
mengalami penyakit ginjal, kelainan mata sebesar 18,9% dan kelainan kaki
sebesar 22,9%. Oleh karena itu perlu dianjurkan manajemen diri untuk
dijadikan sebagai komponen inti dari perawatan diabetes (ADA 2016 dalam
Ningrum et al 2019).
Manajemen diri diabetes merupakan keterlibatan dan tanggung jawab
pasien itu sendiri terhadap pengelolaan DM yang mempengaruhi beberapa
aspek (Hasanat 2015 dalam Ningrum et al 2019) meliputi aktivitas fisik,
pengaturan pola makan (diet), kontrol gula darah, dan kepatuhan minum obat
(Huang, Zhao, Li & Jiang, 2014 dalam Ningrum et al 2019). Adapun tujuan
utama pengelolaan DM yaitu untuk mengatur kadar glukosa dalam batas
normal guna mengurangi gejala dan mencegah terjadinya komplikasi DM,
jika seorang pasien DM mampu mengatasi masalah pada penyakit DM, maka
memungkinkan pasien tersebut dapat membuat sebuah keputusan tentang
pengelolaan yang terbaik untuk dirinya (Djawa 2019 dalam Ningrum et al
2019).
Keberhasilan manajemen diri diabetes sangat bergantung pada aktivitas
perawatan diri individu itu sendiri untuk mengontrol gejala diabetes, jika
kegiatan manajemen diri dilakukan dengan cara yang tepat dan teratur, maka
memungkinkan dapat mencegah komplikasi yang timbul akibat diabetes
(Wahyuningsih 2013 dalam Ningrum et al 2019).
Salah satu cara pengendalian penyakit DM adalah dengan melakukan
perawatan secara mandiri (self care) menurut WHO (2009). Self Care yang
dapat dilakukan pasien DM meliputi pengaturan pola makan (diet), akifivitas
fisik (olahraga), pemantauan gula darah, terapi obat dan perawatan kaki
(Suantika, 2015). Manfaat Self Care pada pasien DM itu sendiri merupakan
salah satu upaya untuk memperbaiki kondisi yang memungkin penyakit tidak
mendapatkan dukungan dari kebiasaan gaya hidup atau faktor lainnya.
Sehingga pasien mampu melakukan perawatan mandiri agar dapat merubah
perilaku. Namun, pada kenyataannya fenomena di masyarakat masih
menunjukkan rendahnya Self Care pada penderita DM. Hal ini terlihat dari
hasil penelitian yang dilakukan oleh Magfirah, Sudiana & Widyawati (2015)
yang menemukan bahwa sekitar 75% responden dengan DM tipe II masih
menunjukkan perawatan diri yang belum optimal. Hasil penelitian Prasetyani
& Sodikin (2016) juga menunjukkan bahwa kemampuan Self Care pasien
DM masihh rendah, yang ditunjukkan dengan rata-rata jumlah haari dalam
melakukan Self Care hanya 2-5 hari dalam satu minggu. Hasil penelitian
Nejaddadgar et al., (2017) di Iran juga menunjukkan rendahnya Self Care
pada penderita diabetes. Penelitian ini menunjukkan bahwa 63,6% dari total
382 pasien yang dirujuk ke Diabetes Center Ardabil Iran memiliki tingkat
Self Care yang rendah. Rendahnya Self Care yang dilakukan oleh penderita
DM akan berakibat buruk bagi pasien itu sendiri.
Data rekam medik Rumah Sakit Umum Anutapura Palu (2017),
menunjukkan bahwa kasus penderita DM rawat inap di RSU Anutapura Palu
poli klinik penyakit dalam pada tahun 2016 sebanyak 560 kasus dan tahun
2017 dari bulan Januari sampai bulan Juli berjumlah 245 kasus. Sedangkan
berdasarkan kunjungan rawat jalan kasus penderita DM di RSU Anutapura
Palu pada tahun 2016 sebanyak 3977 kasus dan tahun 2017 sebanyak 4177
penderita DM.
Berdasarkan permasalahan tersebut maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Faktor-Faktor Intrinsik yang
mempengaruhi Self Care Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di Rumah
Sakit Anutapura Palu Tahun 2020”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut “Apa sajakah faktor-faktor intrinsik yang mempengaruhi self
care pada pasien DM tipe II di Rumah Sakit Anutapura Palu”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk menguraikan faktor-faktor intrinsik yang mempengaruhi self
care pada pasien DM tipe II di Rumah Sakit Umum Anutapura Palu
2. Tujuan Khusus
a. Untuk menguraikan Usia dengan Self Care pada pasien DM Tipe II di
RSU Anutapura Palu
b. Untuk menguraikan Jenis Kelamin dengan Self Care pada pasien DM
Tipe II di RSU Anutapura Palu
c. Untuk menguraikan Tingkat Pendidikan dengan Self care pada pasien
DM Tipe II di RSU Anutapura Palu
d. Untuk menguraikan Lama Menderita dengan Self Care pada pasien DM
Tipe II di RSU Anutapura Palu
e. Untuk menguraikan Dukungan Keluarga dengan pasien DM Tipe II di
RSU Anutapura Palu
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada
pendidikan khususnya Ilmu Keperawatan STIKes Widya Nusantara dalam
kasus Diabetes Mellitus dan sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian
selanjutnya.
2. Instansi Tempat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
masukan kepada RSU Anutapura Palu dalam memberikan pelayanan bagi
masyarakat khususnya pasien dengan Diabetes Mellitus untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan manajemen
penatalaksanaan sehingga dapat menurunkan angka kejadian Diabetes
Mellitus.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Sebagai masukan dan bahan pertimbangan untuk peneliti selanjutnya
dalam melakukan penelitian agar dapat melakukan penelitian dengan
faktor yang paling dominan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Usia
Jenis Kelamin
Lama Menderita
Status Pernikahan
H. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
pertanyaan. Hipotesis dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan
baru didasarkan pada teori (Sugiyono 2016). Hipotesis alternatif (Ha) dan
hipotesis nol (nihil) dalam penelitian ini adalah:
1. Ha:
a. Ada hubungan antara usia dengan self care pasien diabetes mellitus tipe
II di Rumah Sakit Anutapura Palu Provinsi Sulawesi Tengah
b. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan self care pasien diabetes
mellitus tipe II di Rumah Sakit Anutapura Palu Provinsi Sulawesi
Tengah
c. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan self care pasien
diabetes mellitus tipe II di Rumah Sakit Anutapura Palu Provinsi
Sulawesi Tengah
d. Ada hubungan antara lama menderita dengan self care pasien diabetes
mellitus tipe II di Rumah Sakit Anutapura Palu Provinsi Sulawesi
Tengah
e. Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan self care pasien
diabetes mellitus tipe II di Rumah Sakit Anutapura Palu Provinsi
Sulawesi Tengah
2. H0:
a. Tidak ada hubungan antara usia dengan self care pasien diabetes
mellitus tipe II di Rumah Sakit Anutapura Palu Provinsi Sulawesi
Tengah
b. Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan self care pasien
diabetes mellitus tipe II di Rumah Sakit Anutapura Palu Provinsi
Sulawesi Tengah
c. Tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan self care pasien
diabetes mellitus tipe II di Rumah Sakit Anutapura Palu Provinsi
Sulawesi Tengah
d. Tidak ada hubungan antara lama menderita dengan self care pasien
diabetes mellitus tipe II di Rumah Sakit Anutapura Palu Provinsi
Sulawesi Tengah
e. Tidak ada hubungan antara dukungan keluarga dengan self care pasien
diabetes mellitus tipe II di Rumah Sakit Anutapura Palu Provinsi
Sulawesi Tengah
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif yaitu penelitian yang data-datanya
berhubungan dengan angka-angka baik yang diperoleh dari pengukuran
maupun dari nilai suatu data yang diperoleh dengan jalan mengubah kualitatif
ke dalam data kuantitatif (Sugiyono 2017). Penelitian ini menggunakan
metode cross sectional dimana peneliti melakukan observasi atau pengukuran
variabel pada satu saat. Variabel yang akan diteliti adalah fakto-faktor
intrinsik yang mempengaruhi self care pada pasien Diabetes Mellitus tipe II
di Rumah Sakit Anutapura Palu Provinsi Sulawesi Tengah
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Anutapura Palu Provinsi Sulawesi
Tengah
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal...
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan suatu objek/subjek yang mempunyai
kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Notoatmodjo 2015).
Populasi dalam penelitian ini adalah rata-rata kunjungan pasien dengan
Diabetes Mellitus Tipe II di RS Anutapura Palu pada bulan....
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi (Sugiyono 2017). Penentuan jumlah sampel dalam penelitian
ini menggunakan rumus estimasi proporsi dimana populasi tidak diketahui.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah accidental
sampling. Accidental sampling adalah teknik penetuan sampel berdasarkan
kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti
dapat digunakan sebagai sampel (Sugiyono 2017).
a. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
1) Semua pasien diabetes mellitus tipe II yang di rawat di RS
Anutapura Palu
2) Bersedia menjadi responden
b. Kriteria eksklusi adalah:
1) Pasien diabetes mellitus tipe I
2) Usia < 18 tahun
D. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari sehingga diperoleh informasi
tentang hasil tersebut, kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono 2017)
1. Variabel Independen
Variabel independen atau variabel bebas merupakan variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya
variabel dependen (terikat). Maka dalam penelitian ini variabel independen
atau variabel bebas adalah faktor-faktor intrinsik yaitu: usia, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, lama menderita, dan dukungan keluarga.
2. Variabel Dependen
Variabel dependen atau variabel terikat merupakan variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Maka
dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah Self Care pada
pasien diabetes mellitus tipe II.
E. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang
diamati dari suatu yang didefinisikan tersebut. Karakteristik yang dapat
diamati (diukur) itulah yang merupakan kunci definisi operasional. Dapat
diamati artinya memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau
pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena yang
kemudian dapat diulangi oleh orang lain (Nursalam 2013).
1. Variabel Independen
a. Usia
Definisi : Masa hidup pasien yang dihitung sejak dilahirkan sampai
usia saat dilakukannya penelitian
Alat ukur : Kuesioner
Cara ukur : Pengisian kuesioner
Skala ukur : Nominal
Hasil ukur : 1. Dewasa (19-59 tahun)
2. Lansia (>59 tahun)
b. Jenis Kelamin
Definisi : Karakteristik biologis yang dilihat dari penampilan luar
Alat ukur : Kuesioner
Cara ukur : Pengisian kuesioner
Skala ukur : Nominal
Hasil ukur : 1. Laki-laki
2. Perempuan
c. Tingkat Pendidikan
Definisi : Jenjang pendidikan formal yang diselesaikan oleh
responden berdasarkan ijasah terakhir yang dimiliki
Alat ukur : Kuesioner
Cara ukur : Pengisian kuesioner
Skala ukur : Ordinal
Hasil ukur : 1. SD
2. SMP
3. SMA
4. Perguruan Tinggi
d. Lama Menderita
Definisi : Lama menderita diabetes sejak pertama kali didiagnosis
oleh dokter dinyatakan dalam tahun
Alat ukur : Kuesioner
Cara ukur : Pengisian kuesioner
Skala ukur : Nominal
Hasil ukur : 1. Baru (< 5 tahun)
2. Lama (> 5 tahun)
e. Dukungan Keluarga
Definisi : Dukungan keluarga merupakan proses yang menjalin
hubungan antar keluarga melalui sikap, tindakan dan
penerimaan keluarga yang terjadi selama masa hidup
Alat ukur : Kuesioner
Cara ukur : Pengisian kuesioner
Skala ukur : Nominal
Hasil ukur : 1. Baik
2. Kurang
2. Variabel Dependen
Self Care pasien diabetes mellitus tipe II
Definisi : Kegiatan memenuhi kebutuhan dalam mempertahankan
kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan individu baik
dalam keadaan sehat maupun sakit yang dilakukan oleh
individu itu sendiri
Alat ukur : Kuesioner
Cara ukur : Pengisian kuesioner
Skala ukur : Nominal
Hasil ukur : 1. Baik
2. Kurang baik
F. Instrumen Penelitian
Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan kuesioner. Tujuan
pembentukan kuesioner sebagai alat memperoleh data yang sesuai dengan
tujuan penelitian dan penjabaran dari hipotesis. Tujuan dari penggunaan alat
tulis (bolpoin/pensil) dalam penelitian adalah sebagai media dalam menjawab
dari kuesioner yang akan diberikan kepada responden. Penggunaan kamera
bertujuan untuk mendokumentasikan rangkaian kegiatan penelitian.
Kuesioner Self Care yang digunakan yaitu kuesioner Summary of
Diabetes Self-Care Activity (SDSCA) terdiri dari 8 alternatif jawaban yaitu 0
hari sampai 7 hari. Pertanyaan pavourable terdiri dari 12 pertanyaan, yaitu
pada pertanyaan nomor 1-4 dan 7-14 nilai yang diberikan yaitu 0 tidak pernah
melakukan ; nilai 1 melakukan dalam 1 hari; nilai 2 melakukan dalam 2 hari;
nilai 3 melakukan dalam 3 hari; nilai 4 melakukan dalam 4 hari; nilai 5
melakukan dalam 5 hari; nilai 6 melakukan dalam 6 hari; nilai 7 melakukan
dalam 7 hari. Untuk pertanyaan unpavourable pada nomor 5 dan 6, nilai skor
yang diberikan yaitu nilai 7 tidak pernah melakukan; nilai 6 melakukan dalam
1 hari; nilai 5 melakukan dalam 2 hari; nilai 4 melakukan dalam 3 hari; nilai 3
melakukan dalam 4 hari; nilai 2 melakukan dalam 5 hari; nilai 1 melakukan
dalam 6 hari; nilai 0 melakukan dalam 7 hari : tidak pernah. Nilai responden
didapatkan dengan menjumlahkan nilai dari seluruh pertanyaan dibagi 14.
Nilai terendah adalah 0 dan nilai tertinggi adalah 7.
G. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Arikunto (2015) teknik pengumpulan data adalah cara yang
digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data yang dibutuhkan. Dalam
penggunaan teknik pengumpulan data, peneliti memerlukan instrumen yaitu
alat bantu agar pengerjaan pengumpulan data menjadi lebih mudah.
H. Jenis Data
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh dengan mbenggunakan
kuesioner yang dibagikan kepada responden. Kuesioner Summary of
Diabetes Self Care Activity (SDSCA) yang dikembangkan oleh Toobert,
Hampson & Glasgow (2000) dan telah diterjemahkan dan dimodifikasi
oleh Kusniawati (2011).
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data rekam medik pasien yang berkaitan
diabetes mellitus di RSU Anutapura Palu, Kemenkes RI.
I. Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan selanjutnyaakan diolah melalui beberapa
tahapan yaitu (Notoadmojo 2014):
1. Editing
Peneliti melakukan pemeriksaan lembar jawaban terhadap kuesioner
yang telah dibagikan kepada responden pada saat penelitian berlangsung,
peneliti memeriksa data atau identitas responden serta pengisian lembar
jawaban pertanyaan yang diajukan kemungkinan adanya kesalahan dalam
pengisian kuesioner.
2. Coding
Coding adalah melakukan pengkodean data agar tidak terjadi
kekeliruan dalam melakukan tabulasi data.
3. Tabulating
Tabulating data adalah penyusunan data kedalam master tabel dan
dijumlah serta diberikan keterangan
4. Entry Data
Entry data yaitu memasukkan data ke komputer
5. Cleaning
Setelah semua data diperoleh dari responden, peneliti melakukan
pengecekan kembali untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan.
6. Describing
Describing yaitu menggambarkan atau menjelaskan data yang sudah
dikumpulkan.
J. Analisa Data
1. Analisa Univariat
Dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dari masing-masing
variabel, variabel independen (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
lama menderita dan dukungan keluarga) dan variabel dependen (self care
pasien diabetes mellitus). Pada umumnya analisis ini diperoleh hasil dalam
bentuk presentase dengan rumus sebagai berikut:
Rumus:
f
P= x 100 %=… %
N
Keterangan:
P : Persentase
f : Jumlah subjek yang ada pada kategori tertentu
N : Jumlah atau keseluruhan responden
(Machfoedz 2013)
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat pengaruh antara variabel
bebas dengan terikat. Nilai kemaknaan 0,05 dengan tingkat kepercayaan
95%. Tingkat signifikan 5% atau 0,05 artinya kita mengambil risiko salah
dalam mengambil keputusan untuk menolak hipotesis yang benar
sebanyak-banyaknya 5% dan benar dalam mengambil keputusan
sedikitnya 95% (tingkat kepercayaan). Uji yang digunakan pada penelitian
ini adalah uji Chi-Square dengan rumus sebagai berikut:
Rumus:
N {( ad−bc ) −½ N }2
x 2=
( a+b )( c +d ) ( a+c ) (b +d )
Keterangan:
x 2 : Chi Square
N : Sampel
¿Notoatamodjo 2015)
Apabila nilai α < 0,05 maka H0 ditolak artinya signifikan
Apabila nilai α > 0,05 maka H0 diterima artinya tidak signifikan
Uji Chi-Square merupakan uji non parametris yang paling banyak
digunakan. Aturan yang berlaku untuk uji Chi-Square sebagai berikut
(Hastono 2017):
a. Bila pada tabel 2x2 dijumpai nilai harapan (expexted count) kurang dari
5, maka yang digunakan adalah fisher exact test.
b. Bila tabel 2x2 dan tidak ada nilai harapan (expected count)< 5 maka uji
yang digunakan sebaiknya contuity corecction.
c. Bila tabelnya lebih 2x2 , misalnya 3x2, 3x3 dan sebagainya, maka
digunakan uji pearson chi square
d. Uji likelihood ratio dan linier by linear association biasanya digunakan
untuk keperluan lebih spesifik, misalnya analisis strafikasi pada bidang
epidemiologi dan juga untuk mengetahui hubungan linier dua variabel,
kategorik, sehingga kedua jenis ini jarang digunakan.
K. Bagan Alur Penelitian
Proses pengumpulan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: