masyarakat. Penggunaan obat anti malaria merupakan upaya penting dalam pemberantasan
malaria. Kegagalan pengobatan disebabkan ketidaktepatan regimen dan dosis obat yang diberikan,
resistensi dari Plasmodium terhadap obat, serta belum adanya obat anti malaria yang ideal.
Penelitian mengenai obat anti malaria terus berkembang seiring dengan peningkatan resistensi dari
Plasmodium yang berbeda di tiap daerah. Saat ini obat anti malaria yang tersedia di Indonesia
adalah klorokuin, sulfadoksin-pirimetamin, kina, primakuin, dan artemeter.
1.Definisi
Malaria adalah suatau penyakit akut dan dapat menjadi kronik, disebabkan protozoa yang hidup
intrasel, genus plasmodium dan ditandai dengan panas, anemia dan splenomegali (Zulkarnain,
1998). Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh parasit (protozoa) dari genus
plasmodium, yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles
(Muti’ah, 2012).
2.Epidemologi
Transmisi malaria berlangsung di lebih dari 100 negara di benua Afrika, Asia, Oceania, Amerika
Latin, kepulauan Karibia dan Turki. Kira-kira 1,6 miliar penduduk daerah ini berada selalu dalam
resiko terkena malaria (Zulkarnain, 1998). Prevalensi kasus malaria di Indonesia atau daerah-
daerah endemi malaria tidak sama, hal ini tergantung pada prilaku spesies nyamuk yang menjadi
vektor. Di Kalimantan Selatan sendiri merupakan daerah endemis malaria. Vektor malaria yang
terdapat di Kalimantan adalah
Anopheles letifer dan Anopheles balabacensis
(Gandahusada, 1998). Penentuan vektor malaria didasarkan atas penemuan sporozoit malaria di
kelenjar air liur nyamuk Anopheleni yang hidup bebas di alam. Berbagai faktor yang perlu
diketahui dalam rangka menemukan vektor malaria di suatu daerah endemi malaria adalah:
1) Kebiasaan nyamuk Anophelenimenghisap darah manusia. 2) Lama hidup nyamuk betina
dewasa yang lebih dari 10 hari. 3) Nyamuk Anopheleni dengan kepadatan yang tinggi dan
mendominasi spesies yang lain yang ditemukan
4) Hasil infeksi percobaan di laboratorium yang menunjukkan kemampuan untuk
mengembangkan plasmodium menjadi stadium sporozoit (Gandahusada, 1998). Pembrantasan
malaria dapat dilakukan berbagai cara diantaranya;
1) Mengobati penderita malari
2) Mengusahakan agar tidak terjadi kontak antara nyamuk dan manusia. 3) Mengadakan
penyuluhan dan sanitasi lingkungan (Gandahusada, 1998).
3.Etiologi
Genus plasmodium dan terdapat 4 spesies yang dapat menyerang manusia, yaitu: a)
Pada fase jaringan, sporozoit dalam darah ke sel hati dan berkembang biak membentuk skizon hati
yang mengandung ribuan merozoit. Proses ini disebut skizogoni praeritrosit.
(4)
Siklus ini berlangsung beberapa hari dan asimtomatik. Merozoit masuk ke sel hati dan masuk
dalam darah untuk memulai siklus eritrosit. Sebagaian merozoit memulai dengan gametogoni
membenruk mikro dan makrogametosit. Siklus tersebut disebut masa tunas intrinsik
(Abdoerrachman, 1989).
b.Fase Seksual
Dalam lambung nyamuk, mikro dan makrogametosit berkembang menjadi mikro dan makrogamet
yang akan membentuk zigot yang disebut ookinet yang akan menembus dinding lambung nyamuk
membentuk ookista yang membentuk banyak sporozoit. Kemudian sporozoit akan dilepaskan dan
masuk dalam kelenjar liur nyamuk. Siklus tersebut disebut masa tunas ekstrinsik (Abdoerrachman,
1989). Cara infeksi dapat melalui gigitan nyamuk atau melului transfusi darah (Abdoerrachman,
1989)
Pengobatan
Tiga jenis pengobatan malaria adalah:
a.Pengobatan Supresi ditujukan untuk menyingkirkan semua parasit dari tubuh penderita dengan
memberikan skizontosid darah dalam waktu lama, lebih lama dari masa hidup parasit. Untuk P.
vivaks, P. malariae dan P. falcifarum
(klorokuin dosis tunggal 1 kaliPrimakuin dosis tunggal, 1 hari, khusus daerah yang resisten
klorokuin).
b.Pengobatan profilkasis digunakan skizontisid jaringan yang bekerja pada skizon yang baru
memasuki jaringan hati.
-
Klorokuin seminggu sekali. Dimulai satu minggu sebelum masuk daerah malaria dan diteruskan
sampai 4 minggu setelah meninggalkan daerah tersebut.
Di daerah resisten klorokuin. Sulfadoksin/pirimetamin 1 minggu sekali. Klorokuin tetap diberikan
untuk mencegah P. vivaks, dan P. malaria.
c.Pengobatan radikal ditujukan untuk memusnahkan parasit dalam fase eritrosit dan eksoeritrosit.
UntukP. vivaks, P. malariae dan P. falcifarum
klorokuin dosis tunggal sampai hari ke 3. Primakuin dosis tunggal hari 1 s/d 3 untuk
P. falcifarum
. Untuk daerah resisten klorokuin digunakan sulfadoksin/pirimetamin dosis tunggal 1 kali atau
kuinin 7 hari berturut-turut, primakuin dosis tunggal 1 hari (Mansjoer, 2001).
6.Penggolongan Obat
a.Skizontisid jaringan primer yang membasmi parasit praeritrosit, yaitu: proguanil, pirimetamin.
b.Skinzontisid jaringan sekunder yang membasmi parasit eksoeritrosit, yaitu primakuin
c.Skinzontisid darah yang membasmi parasit fase eritrosit yaitu kina, klorokuin, dan amidokuin.
d.Gametosid yang menghancurkan bentuk seksual. Primakuin adalah gametosid yang ampuh bagi
keempat spesies. Gametosid untuk
P. vivaks, P. malariae, P. ovale
adalah kina, klorokuin, dan amidokuin.
e.Sporontosid mencegah gametosit dalah darah untuk membentuk ookista dan sporozoit dalam
nyamuk Anopheles, yaitu primakuin dan proguanil (Mansjoer, 2001).
7.Farmakologi Obat
a. Klorokuin
Mekanisme kerja obat ini diduga menghambat DNA dan RNA polimerase. Secara fisik terjadi
interkalasi klorokuin dengan guanin rantai DNA. Parasit yang menginfeksi eritrosit akan segera
mengambil dan mengakumulasi obat tersebut dalam badannya (Sukarban, 1995).
2.Farmakokinetik
Absorbsi klorokuin setelah pemberian oral terjadi lengkap dan cepat dan makanan mempercepat
absorbsi ini. Kadar puncak plasma
c.Primakuin
2.Farmakokinetik
Pemberian per oral, primakuin segera diabsorbsi, tetapi metabolismenya berlangsung cepat
sehingga hanya sebagian kecil yang diekskresikan dalam bentuk utuh. Kadar puncak dalam
plasma dicapai 1-2 jam, kemudian cepat menurun dengan waktu paruh 3-6 jam. Metabolisme
oksidatif primakuin menghasilkan 3 metabolit turunan karboksil yang tidak berefk antimalria
tetapi efek hemolitiknya lebih kuat (Sukarban, 1995).
4.Sediaan
Primakuin fosfat tersedia sebagai tablet 26,3 mg garam setara dengan 15 mg basa. Dosis optimal
untuk pengobatan radikal malaria vivaks atau ovale 15 mg/hari untuk orang dewasa sedangkan
anak-anak0,3 mg/kgBB/hari selamam 14 hari (Sukarban, 1995).
2.Farmakokinetik
Kina dan turunannya diserap baik terutama melalui usus halus bagian atas. Kadar puncak dalam
plasma 1-3 jam pada dosis tunggal. 70% terikat oleh protein dalam plasma. Sebagian besar
dimetabolisme dalam hati sehingga hanya kira-kira 5% yang diekskresi lewat urin dalam bentuk
metabolit hidroksi dan sebagian kecil melalui tinja getah lambung, empedu dan air liur. Karena
terjadi perombakan dan ekskresi lebih cepat sehingga tidak terjadi akumulasi dalam tubuh. Kina
harus diberikan tipa hari untuk terapi supresi atau tiap 4 jam untuk terapi serangan klinis serangan
akut agar kadar dalam plasma dapat dipertahankan (Sukarban, 1995).
Obat malaria dan antibiotik yang dipakai dalam program pemberantasan malaria
adalah
ARTEMETER
Indikasi:
pengobatan malaria berat termasuk malaria Plasmodium falciparum yang resisten
terhadap klorokuin.
Peringatan:
Interaksi:
Kontraindikasi:
Efek Samping:
Dosis:
Injeksi intramuskular selama 5 hari. Dosis awal 3,2 mg/kg bb diikuti dengan 1,6
mg/kg bb selama 4 hari.Dosis untuk anak-anak atau pasien kelebihan berat badan
harus diturunkan atau dinaikkan berdasarkan berat ideal di bawah pengawasan dokter.
ARTEMETER + LUMEFANTRIN
Indikasi:
Peringatan:
tidak diindikasikan untuk pencegahan,gangguan fungsi hati dan ginjal yang berat;
monitor pasien yang tidak dapat makan (resiko kambuh lebih besar); menyebabkan
pusing sehingga perlu hati-hati saat mengemudi.
Interaksi:
lihat kontra indikasi; tidak disarankan diberikan bersama dengan antimalaria lain
karena data khasiat dan keamanan belum memadai. Jika diberikan setelah pemberian
kina atau meflokuin, lakukan monitoring asupan makanan (untuk meflokuin) atau
monitoring EKG (untuk kina). Pada pasien yang sebelumnya mendapat halofantrin,
obat tidak boleh diberikan lebih cepat dari 1 bulan setelah dosis halofantrin;
pemberian bersama ketokonazol dan inhibitor CYP3A4 lain memerlukan penyesuaian
dosis, mengurangi efektivitas kontrasepsi bila diberikan bersamaan.
Kontraindikasi:
Efek Samping:
sangat umum: sakit kepala, pusing, sakit perut, anoreksia; umum: gangguan tidur,
palpitasi, perpanjangan interval QT, batuk, diare, mual, muntah, pruritus, ruam kulit,
artralgia, mialgia, asthenia, kelelahan; sangat jarang: hipersensitivitas, ataksia,
hipoestesia, clonus.
Dosis:
Oral. Untuk meningkatkan absorpsi, diminum bersama makanan atau susu. Jika
pasien muntah dalam waktu 1 jam, dosis harus diulang. Cara pemberian pada anak
dan bayi: tablet dapat digerus. Dosis diberikan selama 3 hari berdasarkan berat badan:
≥ 35 kg (Dewasa dan Anak diatas 12 tahun), 4 tablet 2 kali sehari; 25 kg - < 35 kg, 3
tablet 2 kali sehari; 15 kg - < 25 kg, 2 tablet 2 kali sehari; ≥ 5 kg - <15 kg, 1 tablet 2
kali sehari.
ARTESUNAT
Indikasi:
Peringatan:
suntikkan setelah melarut, jangan digunakan jika terbentuk kekeruhan, tidak boleh
diberikan sebagai infus. Lakukan pengobatan selama 5 hari pada malaria falciparum
yang resisten terhadap klorokuin. Tidak direkomendasikan untuk diberikan pada
wanita hamil, selama menggunakan obat ini tidak diperbolehkan mengendarai atau
menjalankan mesin.
Interaksi:
Kontraindikasi:
Efek Samping:
Dosis:
oral: DEWASA dosis total 600-800 mg/hari harus diberikan selama 5-7 hari. ANAK
dosis total 12 mg/kg BB harus diberikan selama 5-7 hari. Injeksi: dosis awal 2,4
mg/kg BB per i.v, selanjutnya dengan dosis yang sama diberikan pada jam ke-12 dan
jam ke-24. Pada hari ke 2 sampai dengan ke 5 diberikan 2,4 mg/kg BB per 24 jam.
ARTESUNAT + AMODIAQUIN
Indikasi:
Interaksi:
Tidak direkomendasikan untuk diberikan bersama obat penghambat sitokrom
CYP2A6 (seperti metoksalen, pilokarpin, tranilcipromin) dan/atau CYP2C8 (seperti
trimetoprim, ketokonazol, ritonavir, sakuinavir, lopinavir, gemfibrozil, montelukast).
Bersama magnesium trisilikat dan kaolin dapat menurunkan absorbsi amodiakuin
pada saluran pencernaan.
Kontraindikasi:
Efek Samping:
Artesunat: efek samping yang dilaporkan dalam uji klinik adalah penurunan eritrosit
retikuler, peningkatan SGPT dan BUN, mual, sakit kepala, sinus bradikardi (>50
denyut/menit), efek diuretik yang reversibel, hemolobulinuri makroskopik, jaundice,
oligouri, penurunan kadar gula darah, kejang, perdarahan, sepsis, edema, paru-paru,
penurunan kadar laktat plasma, cardiorespiratory arrest, irrectable hypotension,
pendarahan saluran cerna, black water fever, ulnar/median palsy, infeksi saluran urin
oleh Klebsiella sp., pneumoni, herpes zoster dan erythematous urticarial rash.
Amodiaquin: efek samping ringan sampai sedang adalah nyeri abdomen, mual,
muntah, sakit kepala, pusing, penglihatan kabur, kelemahan mental dan fisik serta
kelelahan. Efek samping berat berupa gatal, abnormalitas kardiovaskular, diskinesia,
kerusakan okuler, gangguan syaraf, dan kehilangan pendengaran. Juga dilaporkan
terjadinya agranulositosis, hepatitis, dan neuropati periferal.
Dosis:
Oral, Artesunat 50 mg adalah 4mg/kgBB sehari sehingga dosis total selama 3 hari
adalah 12 mg/kgBB. Oral, Amodiaquin 200 mg adalah 10 mg/kg BB sehari sehingga
dosis total selama 3 hari adalah 25-35 mg/kgBB. Dosis per hari berdasarkan
kelompok umur: 1-4 tahun, masing-masing 1 tablet artesunat dan amodiakuin; 5-9
tahun, masing-masing 2 tablet artesunat dan amodiakuin; 10-14 tahun: masing-masing
3 tablet artesunat dan amodiakuin; dewasa dan anak (> 15 tahun), masing-masing 3
tablet artesunat dan amodiakuin.
Peringatan:
hamil dan menyusui, penyakit hati dan ginjal, penggunaan obat malaria lainnya,
wanita lansia atau muntah.
Interaksi:
hindari pemberian bersama obat yang dapat memperpanjang interval QTc (misal:
meflokuin, halofantrin, lumefantrin, klorokuin, atau kina).
Kontraindikasi:
Efek Samping:
umum: anemia, sakit kepala, perpanjangan interval QTc, takikardia, astenia, pireksia,
konjungtivitas, tidak umum: anoreksia, pusing, kejang, gangguan konduksi jantung,
sinus aritmia, bradikardia, batuk, mual,muntah, nyeri lambung, diare, hepatitis,
hepatomegali, uji fungsi hati yang abnormal, pruritus, ruam kulit, artalgia, mialgia.
Dosis:
Dosis selama 3 hari, berdasarkan berat badan: 5 kg (0-1 bulan): ¼ tablet/hari; 6-10 kg
(2-11 bulan): ½ tablet/hari; 11-17 kg (1-4 tahun): 1 tablet/hari; 18-30 kg (5-9 tahun): 1
½ tablet/hari; 31-40 kg (10-14 tahun): 2 tablet/hari; 41-59 kg (≥ 15 tahun): 3
tablet/hari; ≥ 60 kg (≥ 15 tahun): 3 tablet/hari. Jangan hentikan pengobatan sebelum 3
hari, meskipun gejala telah hilang.
KINA
Indikasi:
Peringatan:
fibrilasi atrium, gangguan konduksi, blokade jantung, kehamilan. Periksa kadar gula
darah selama pemberian parenteral; defisiensi G6PD; hindarkan penggunaan bersama
halofantrin.
Interaksi:
lihat Lampiran 1 (kina).
Kontraindikasi:
Efek Samping:
sinkonisme, termasuk tinitus, sakit kepala, rasa panas di kulit, mual, sakit perut,
gangguan penglihatan (termasuk buta sementara), bingung; reaksi alergi, termasuk
angio udem, gangguan darah (termasuk trombositopenia dan koagulasi intravaskuler),
gagal ginjal akut, hipoglikemia (terutama sesudah pemberian parenteral), gangguan
kardiovaskuler; sangat toksik pada overdosis.
Dosis:
Catatan:
kina (basa anhidrida) 100 mg= kina bisulfat 169 mg=kina dihidroklorida 122 mg=kina
sulfat 121 mg. Tersedia juga tablet kina bisulfat 300 mg, tapi memberikan jumlah
kina yang lebih sedikit dibanding kina dihidroklorida, hidroklorida atau sulfat.
MEFLOKUIN
Indikasi:
profilaksis dan pengobatan malaria akut ringan sampai sedang P. Falcifarum atau P.
vivax, temasuk profilaksis P. Falcifarum yang resisten klorokuin.
Peringatan:
Interaksi:
Lampiran 1 (meflokuin).
Kontraindikasi:
Efek Samping:
mual, muntah, diare, sakit perut; pusing, vertigo, hilang keseimbangan, sakit kepala,
gangguan tidur (insomnia, mengantuk, mimpi buruk); kecemasan, reaksi
neuropsikiatri (termasuk neuropati sensoris dan motoris, tremor, ansietas, depresi,
panik, halusinasi, agitasi, kejang, psikosis, paranoid); tinitus, gangguan vestibuler;
gangguan penglihatan, gangguan sirkulasi (hipotensi dan hipertensi), flushing;
takikardi, bradikardi, palpitasi, gangguan konduksi jantung, kelemahan otot, mialgia,
artralgia, udem, ruam, gatal, urtikaria, pruritus, alopesia, gangguan fungsi hati,
astenia, malaise, demam, nafsu makan hilang, leukopenia dan leukositosis, anemia
aplastik, trombositopenia; jarang terjadi sindrom Stevens-Johnson, blok AV,
ensefalopati dan anafilaksis.
Dosis:
PIRIMETAMIN
Indikasi:
malaria (tapi hanya digunakan dalam kombinasi dengan sulfadoksin atau dapson).
Peringatan:
gangguan fungsi hati atau ginjal; kehamilan (lampiran 4); menyusui (lampiran 5).
Untuk penggunaan jangka panjang perlu hitung jenis sel darah; hindari loading dose
yang tinggi jika punya riwayat kejang.
Interaksi:
Lampiran 1 (pirimetamin).
Efek Samping:
depresi sistem hematopoesis pada dosis besar; ruam, insomnia.
Dosis:
SULFADOKSIN + PIRIMETAMIN
Indikasi:
terapi tambahan untuk kina untuk pengobatan malaria Plasmodium falsiparum; tidak
dianjurkan untuk profilaksis.
Peringatan:
Interaksi:
Kontraindikasi:
Efek Samping:
lihat Pirimetamin dan Kotrimoksazol (lihat 5.1.7); infiltrat paru (misalnya alveolitis
alergi atau eosinofilik). Hentikan obat bila timbul batuk atau napas berat.
Dosis:
PRIMAKUIN
Indikasi:
tambahan untuk terapi Plasmodium vivax dan P. ovale, dan gametosidal pada malaria
falciparum,eradikasi stadium hepar.
Peringatan:
Interaksi:
lampiran 1 (primakuin).
Kontraindikasi:
hipersensitif, reumatoid artritis dan lupus eritematosus, terapi obat yang dapat
menyebabkan hemolisis dan depresi sumsum tulang, anak <4 tahun, defisiensi G6PD
dan NADH, penggunaan kuinakrin.
Efek Samping:
Dosis:
pencegahan kambuh dan menularnya malaria vivax dan ovale : 0,25 mg/kgBB untuk
14 hari. Sebagai efek gametosidal pada malaria falciparum : dosis tunggal 0,75
mg/kgBB (dewasa 45 mg), dosis yang sama diulang 1 minggu terakhir.