Anda di halaman 1dari 14

Malaria adalah penyakit infeksi parasit pada manusia dan masih menjadi masalah kesehatan

masyarakat. Penggunaan obat anti malaria merupakan upaya penting dalam pemberantasan
malaria. Kegagalan pengobatan disebabkan ketidaktepatan regimen dan dosis obat yang diberikan,
resistensi dari Plasmodium terhadap obat, serta belum adanya obat anti malaria yang ideal.
Penelitian mengenai obat anti malaria terus berkembang seiring dengan peningkatan resistensi dari
Plasmodium yang berbeda di tiap daerah. Saat ini obat anti malaria yang tersedia di Indonesia
adalah klorokuin, sulfadoksin-pirimetamin, kina, primakuin, dan artemeter.

1.Definisi
Malaria adalah suatau penyakit akut dan dapat menjadi kronik, disebabkan protozoa yang hidup
intrasel, genus plasmodium dan ditandai dengan panas, anemia dan splenomegali (Zulkarnain,
1998). Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh parasit (protozoa) dari genus
plasmodium, yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles
(Muti’ah, 2012).

2.Epidemologi
Transmisi malaria berlangsung di lebih dari 100 negara di benua Afrika, Asia, Oceania, Amerika
Latin, kepulauan Karibia dan Turki. Kira-kira 1,6 miliar penduduk daerah ini berada selalu dalam
resiko terkena malaria (Zulkarnain, 1998). Prevalensi kasus malaria di Indonesia atau daerah-
daerah endemi malaria tidak sama, hal ini tergantung pada prilaku spesies nyamuk yang menjadi
vektor. Di Kalimantan Selatan sendiri merupakan daerah endemis malaria. Vektor malaria yang
terdapat di Kalimantan adalah
Anopheles letifer dan Anopheles balabacensis
(Gandahusada, 1998). Penentuan vektor malaria didasarkan atas penemuan sporozoit malaria di
kelenjar air liur nyamuk Anopheleni yang hidup bebas di alam. Berbagai faktor yang perlu
diketahui dalam rangka menemukan vektor malaria di suatu daerah endemi malaria adalah:
1) Kebiasaan nyamuk Anophelenimenghisap darah manusia. 2) Lama hidup nyamuk betina
dewasa yang lebih dari 10 hari. 3) Nyamuk Anopheleni dengan kepadatan yang tinggi dan
mendominasi spesies yang lain yang ditemukan
4) Hasil infeksi percobaan di laboratorium yang menunjukkan kemampuan untuk
mengembangkan plasmodium menjadi stadium sporozoit (Gandahusada, 1998). Pembrantasan
malaria dapat dilakukan berbagai cara diantaranya;
1) Mengobati penderita malari
2) Mengusahakan agar tidak terjadi kontak antara nyamuk dan manusia. 3) Mengadakan
penyuluhan dan sanitasi lingkungan (Gandahusada, 1998).

3.Etiologi
Genus plasmodium dan terdapat 4 spesies yang dapat menyerang manusia, yaitu: a)

Plasmodium vivaks, (malaria tertiana) b)

Plasmodium falciparum, (malaria tropika) c)

Palsmodium malariae (malaria malariae) d)


Plasmodium ovale (malaria ovale) (Abdoerrachman, 1989)
4.Patofisiologi
Daur hidup speises malaria terdiri dari fase seksual eksogen (sporogoni) dalam badan nyamuk dan
fase aseksual (skizogoni) dalam tubuh manusia.
a.Fase Aseksual

Pada fase jaringan, sporozoit dalam darah ke sel hati dan berkembang biak membentuk skizon hati
yang mengandung ribuan merozoit. Proses ini disebut skizogoni praeritrosit.
(4)
Siklus ini berlangsung beberapa hari dan asimtomatik. Merozoit masuk ke sel hati dan masuk
dalam darah untuk memulai siklus eritrosit. Sebagaian merozoit memulai dengan gametogoni
membenruk mikro dan makrogametosit. Siklus tersebut disebut masa tunas intrinsik
(Abdoerrachman, 1989).

b.Fase Seksual

Dalam lambung nyamuk, mikro dan makrogametosit berkembang menjadi mikro dan makrogamet
yang akan membentuk zigot yang disebut ookinet yang akan menembus dinding lambung nyamuk
membentuk ookista yang membentuk banyak sporozoit. Kemudian sporozoit akan dilepaskan dan
masuk dalam kelenjar liur nyamuk. Siklus tersebut disebut masa tunas ekstrinsik (Abdoerrachman,
1989). Cara infeksi dapat melalui gigitan nyamuk atau melului transfusi darah (Abdoerrachman,
1989)

Pengobatan
Tiga jenis pengobatan malaria adalah:

a.Pengobatan Supresi ditujukan untuk menyingkirkan semua parasit dari tubuh penderita dengan
memberikan skizontosid darah dalam waktu lama, lebih lama dari masa hidup parasit. Untuk P.
vivaks, P. malariae dan P. falcifarum
(klorokuin dosis tunggal 1 kaliPrimakuin dosis tunggal, 1 hari, khusus daerah yang resisten
klorokuin).

b.Pengobatan profilkasis digunakan skizontisid jaringan yang bekerja pada skizon yang baru
memasuki jaringan hati.
-

Klorokuin seminggu sekali. Dimulai satu minggu sebelum masuk daerah malaria dan diteruskan
sampai 4 minggu setelah meninggalkan daerah tersebut.
Di daerah resisten klorokuin. Sulfadoksin/pirimetamin 1 minggu sekali. Klorokuin tetap diberikan
untuk mencegah P. vivaks, dan P. malaria.
c.Pengobatan radikal ditujukan untuk memusnahkan parasit dalam fase eritrosit dan eksoeritrosit.
UntukP. vivaks, P. malariae dan P. falcifarum
klorokuin dosis tunggal sampai hari ke 3. Primakuin dosis tunggal hari 1 s/d 3 untuk
P. falcifarum
. Untuk daerah resisten klorokuin digunakan sulfadoksin/pirimetamin dosis tunggal 1 kali atau
kuinin 7 hari berturut-turut, primakuin dosis tunggal 1 hari (Mansjoer, 2001).

6.Penggolongan Obat

a.Skizontisid jaringan primer yang membasmi parasit praeritrosit, yaitu: proguanil, pirimetamin.
b.Skinzontisid jaringan sekunder yang membasmi parasit eksoeritrosit, yaitu primakuin
c.Skinzontisid darah yang membasmi parasit fase eritrosit yaitu kina, klorokuin, dan amidokuin.
d.Gametosid yang menghancurkan bentuk seksual. Primakuin adalah gametosid yang ampuh bagi
keempat spesies. Gametosid untuk
P. vivaks, P. malariae, P. ovale
adalah kina, klorokuin, dan amidokuin.

e.Sporontosid mencegah gametosit dalah darah untuk membentuk ookista dan sporozoit dalam
nyamuk Anopheles, yaitu primakuin dan proguanil (Mansjoer, 2001).

7.Farmakologi Obat

a. Klorokuin

1.Struktur dan Mekanisme Kerja


Klorokuin merupakan turunan dari 4-aminokuinolon. Mekanisme kerja dari. Klorokuin hanya
efektif terhadap parasit dalam fase eritrosit, sama sekali tidak efektif pada parasit di jaringan.
Efektivitasnya sangat tinggi terhadap
P. falcifarum dan P. vivax.

Mekanisme kerja obat ini diduga menghambat DNA dan RNA polimerase. Secara fisik terjadi
interkalasi klorokuin dengan guanin rantai DNA. Parasit yang menginfeksi eritrosit akan segera
mengambil dan mengakumulasi obat tersebut dalam badannya (Sukarban, 1995).

2.Farmakokinetik
Absorbsi klorokuin setelah pemberian oral terjadi lengkap dan cepat dan makanan mempercepat
absorbsi ini. Kadar puncak plasma

c.Primakuin

1.Struktur dan Mekanisme Kerja


Primakuin atau 8-6-metokuinolon merupakan turunan dari 8-aminokuinolon. Adapun aktivitas
sebagai antimalaria tidak banyak diketahui tentang cara kerja 8-aminokuinolon, lebih-lebih
tentang aktivitasnya yang lebih menonjol terhadap skizon jaringan. Sedangkan yang menyebabkan
hemolisis yang lebih kuat adalah metabolitnya (Sukarban, 1995).

2.Farmakokinetik
Pemberian per oral, primakuin segera diabsorbsi, tetapi metabolismenya berlangsung cepat
sehingga hanya sebagian kecil yang diekskresikan dalam bentuk utuh. Kadar puncak dalam
plasma dicapai 1-2 jam, kemudian cepat menurun dengan waktu paruh 3-6 jam. Metabolisme
oksidatif primakuin menghasilkan 3 metabolit turunan karboksil yang tidak berefk antimalria
tetapi efek hemolitiknya lebih kuat (Sukarban, 1995).

3.Efek Samping dan Kontraindikasi


Efeka samping yang terberat dari primakuin adalah anemia hemolitik akut pada pasien yang
amgalami defisiensi enzim G6PD. Primakuin dikontraindikasikan pada pasien dengan penyakit
sistemik yang berat yang cenderung mengalami granulositopenia. Wanita hamil juga tidak
dianjurkan meminum obat tersebut (Sukarban, 1995).

4.Sediaan
Primakuin fosfat tersedia sebagai tablet 26,3 mg garam setara dengan 15 mg basa. Dosis optimal
untuk pengobatan radikal malaria vivaks atau ovale 15 mg/hari untuk orang dewasa sedangkan
anak-anak0,3 mg/kgBB/hari selamam 14 hari (Sukarban, 1995).

d.Kuinin dan Alkaloid Sinkona

1.Struktur dan Mekanisme Kerja


Kuinin atau kina merupakan alkaloid penting yang diperoleh dari kulit pohon sinkona. Pohon
sinkona mengandung lebih dari 20 alkaloid, tetapi yang bermanfaat di klinik hanya 2 pasang
isomer, kina dan kuinidin serta sinkona dan sinkonidin. Kina dan sinkonidin merupakan bentuk
levo-isomer. Kina mengandung gugus kuinolin yang terikat pada cincin kinukidin melalui ikatan
alkohol sekunder, juga mengadungrantai samping metoksi dan vinil. Struktur kuinidin sama
dengan kina kecuali konfigurasi sterik alkohol sekunder (Sukarban, 1995). Pada efek antimalaria
untuk terapi supresi dan pengobatan serangan klinis, kedudukan kina telah tergeser oleh obat yang
lain yang lebih aman dan efektif misalnya klorokuin. Kina merupakan obat terpilih bagi parasit
yang resisten terhadap klorokuin. Kina terutama berefek skizontisid dan terhadap
P. vivaks dan P. malaria, juga berefek gametosid (Sukarban, 1995).

2.Farmakokinetik
Kina dan turunannya diserap baik terutama melalui usus halus bagian atas. Kadar puncak dalam
plasma 1-3 jam pada dosis tunggal. 70% terikat oleh protein dalam plasma. Sebagian besar
dimetabolisme dalam hati sehingga hanya kira-kira 5% yang diekskresi lewat urin dalam bentuk
metabolit hidroksi dan sebagian kecil melalui tinja getah lambung, empedu dan air liur. Karena
terjadi perombakan dan ekskresi lebih cepat sehingga tidak terjadi akumulasi dalam tubuh. Kina
harus diberikan tipa hari untuk terapi supresi atau tiap 4 jam untuk terapi serangan klinis serangan
akut agar kadar dalam plasma dapat dipertahankan (Sukarban, 1995).

3. Efek Samping dan Kontraindikasi


Dosis terapi kina sering menyebabkan sinkonisme yang tidak selalu memerlukan penghentian
pengobatan. Gejalanya mirip salisilismus yaitu tinitus, sakit kepala, gangguan pendengaran,
pandangan kabur, diare dan mual (Sukarban, 1995). Indikasi kina digunakan jika terjadi resisten
terhadap klorokuin pada
P. falciparum.
Untuk pemberian oral dikenal 2 regimen dosis yaitu 1) garam kina 3 x sehari 650 mg selama 7-10
hari bersama 3 tablet fansidar dosis tunggal. 2) garam kina 3x sehari 650 mg selama 7-10 hari
dengan tetrasiklin 4 x sehari 250 mg selama 7 hari. Dosis kina untuk anak adalah 25
mg/kgBB/hari yabg diberikan sebagai dosis terbagi. Kina sulfat tersedia sebagai tablet 0,222 g
untu oral. Sediaan

Obat malaria dan antibiotik yang dipakai dalam program pemberantasan malaria
adalah

1. Amodiakuin. Tablet amodiakuin 200 mg dari basa setara hidroklorid atau


153,1 mg dari basa setara klorohidrat.
2. Artesunat. Tablet natrium artesunat 50 mg atau injeksi intramuskular/intravena
60 mg natrium artesunat dalam 1 mL larutan injeksi.
3. Primakuin. Tablet 15 mg primakuin basa.
4. Klorokuin. Tablet 150 mg klorokuin basa setara fosfat atau sulfat.
5. Kina. Tablet 200 mg kina basa setara 20 mg bentuk garam atau injeksi kina
HCl 25% berisi 500 mg basa dalam ampul 2 mL (250 mg basa/mL).
6. Doksisiklin. Kapsul dan tablet mengandung 100 m g doksisiklin garam setara
hidroklorid.
7. Tetrasiklin. Kapsul dan tablet 250 mg tetrahidroklorid setara dengan 231 mg
tetrasiklin basa.

ARTEMETER
Indikasi: 
pengobatan malaria berat termasuk malaria Plasmodium falciparum yang resisten
terhadap klorokuin.

Peringatan: 

jangan melebihi dosis yang direkomendasikan, pemberian intramuskular dianjurkan


pada pengobatan darurat pasien dengan malaria parah.

Interaksi: 

hindari pemberian bersama dengan obat yang memperpanjang interval QT seperti


eritromisin, terfenadin, astemizol, probukol, antiaritmia kelas 1a (kuinidin,
prokainamid, disopiramid), antiaritmia kelas III (amiodaron, bretilium), bepridil,
sotalol, antidepresan trisiklik, neuroleptik tertentu dan fenotiazin.

Kontraindikasi: 

hipersensitivitas, trimester pertama kehamilan, kecuali manfaat lebih besar daripada


risikonya dan tidak ada alternatif antimalaria lain; riwayat aritmia, bradikardia yang
secara bermakna klinis, dan gagal jantung kongestif yang diikuti dengan penurunan
fraksi pemompaan ventrikular kiri; riwayat keluarga meninggal tiba-tiba atau
perpanjangan interval QT kongenital; menyusui.

Efek Samping: 

demam (transient low fever), retikulositopenia, peningkatan SGOT, aritmia, nyeri


perut, anoreksia, diare, mual, muntah, palpitasi, batuk, sakit kepala, pusing, gangguan
tidur, asthenia, arthralgia, myalgia, ruam, pruritus.

Dosis: 

Injeksi intramuskular selama 5 hari. Dosis awal 3,2 mg/kg bb diikuti dengan 1,6
mg/kg bb selama 4 hari.Dosis untuk anak-anak atau pasien kelebihan berat badan
harus diturunkan atau dinaikkan berdasarkan berat ideal di bawah pengawasan dokter.

ARTEMETER + LUMEFANTRIN
Indikasi: 

pengobatan malaria Plasmodium falciparum akut tanpa komplikasi pada orang


dewasa, anak dan bayi dengan berat badan 5 kg atau lebih.

Peringatan: 
tidak diindikasikan untuk pencegahan,gangguan fungsi hati dan ginjal yang berat;
monitor pasien yang tidak dapat makan (resiko kambuh lebih besar); menyebabkan
pusing sehingga perlu hati-hati saat mengemudi.

Interaksi: 

lihat kontra indikasi; tidak disarankan diberikan bersama dengan antimalaria lain
karena data khasiat dan keamanan belum memadai. Jika diberikan setelah pemberian
kina atau meflokuin, lakukan monitoring asupan makanan (untuk meflokuin) atau
monitoring EKG (untuk kina). Pada pasien yang sebelumnya mendapat halofantrin,
obat tidak boleh diberikan lebih cepat dari 1 bulan setelah dosis halofantrin;
pemberian bersama ketokonazol dan inhibitor CYP3A4 lain memerlukan penyesuaian
dosis, mengurangi efektivitas kontrasepsi bila diberikan bersamaan.

Kontraindikasi: 

hipersensitivitas; malaria berat; kehamilan trimester pertama; riwayat keluarga


mengalami kematian mendadak atau perpanjangan interval QTc; gangguan
keseimbangan elektrolit (hipokalemia, hipomagnesia); riwayat aritmia jantung; pasien
mengkonsumsi obat yang dimetabolisme oleh enzim sitokrom CYP2D6 (flekainid,
metoprolol, imipramin, amitriptilin, klomipramin); pasien mengkonsumsi obat yang
dapat memperpanjang interval QTc (antiaritmia kelas IA dan III, neuroleptik,
antidepresan, antibiotik (makrolida, flurokinolon, imidazol, dan antifungi triazol),
antihistamin nonsedatif (terfenadin, astemizol, cisaprid); riwayat bradikardi, riwayat
gagal jantung kongestif yang disertai pengurangan left ventricular ejection fraction;
menyusui.

Efek Samping: 

sangat umum: sakit kepala, pusing, sakit perut, anoreksia; umum: gangguan tidur,
palpitasi, perpanjangan interval QT, batuk, diare, mual, muntah, pruritus, ruam kulit,
artralgia, mialgia, asthenia, kelelahan; sangat jarang: hipersensitivitas, ataksia,
hipoestesia, clonus.

Dosis: 

Oral. Untuk meningkatkan absorpsi, diminum bersama makanan atau susu. Jika
pasien muntah dalam waktu 1 jam, dosis harus diulang. Cara pemberian pada anak
dan bayi: tablet dapat digerus. Dosis diberikan selama 3 hari berdasarkan berat badan:
≥ 35 kg (Dewasa dan Anak diatas 12 tahun), 4 tablet 2 kali sehari; 25 kg - < 35 kg, 3
tablet 2 kali sehari; 15 kg - < 25 kg, 2 tablet 2 kali sehari; ≥ 5 kg - <15 kg, 1 tablet 2
kali sehari.
ARTESUNAT
Indikasi: 

pengobatan malaria berat termasuk malaria Plasmodium falciparum yang resisten


terhadap klorokuin.

Peringatan: 

suntikkan setelah melarut, jangan digunakan jika terbentuk kekeruhan, tidak boleh
diberikan sebagai infus. Lakukan pengobatan selama 5 hari pada malaria falciparum
yang resisten terhadap klorokuin. Tidak direkomendasikan untuk diberikan pada
wanita hamil, selama menggunakan obat ini tidak diperbolehkan mengendarai atau
menjalankan mesin.

Interaksi: 

Pemberian bersama dengan meflokuin dapat meningkatkan efek kuratif.

Kontraindikasi: 

pasien dengan riwayat hipersensitivitas.

Efek Samping: 

mual, muntah diare, pankreatitis, pusing, berkunang-kunang, sakit kepala, insomnia,


tinnitus, ruam, batuk, arthralgia.

Dosis: 

oral: DEWASA dosis total 600-800 mg/hari harus diberikan selama 5-7 hari. ANAK
dosis total 12 mg/kg BB harus diberikan selama 5-7 hari. Injeksi: dosis awal 2,4
mg/kg BB per i.v, selanjutnya dengan dosis yang sama diberikan pada jam ke-12 dan
jam ke-24. Pada hari ke 2 sampai dengan ke 5 diberikan 2,4 mg/kg BB per 24 jam.

ARTESUNAT + AMODIAQUIN
Indikasi: 

Pengobatan malaria falsiparum pada daerah di mana Plasmodium falciparum telah


dinyatakan resisten dengan pengobatan kloroquin.

Interaksi: 
Tidak direkomendasikan untuk diberikan bersama obat penghambat sitokrom
CYP2A6 (seperti metoksalen, pilokarpin, tranilcipromin) dan/atau CYP2C8 (seperti
trimetoprim, ketokonazol, ritonavir, sakuinavir, lopinavir, gemfibrozil, montelukast).
Bersama magnesium trisilikat dan kaolin dapat menurunkan absorbsi amodiakuin
pada saluran pencernaan.

Kontraindikasi: 

hipersensitivitas, riwayat gangguan hati dan/atau darah selama pengobatan dengan


amodiakuin, retinopati (kasus pengobatan berulang).

Efek Samping: 

Artesunat: efek samping yang dilaporkan dalam uji klinik adalah penurunan eritrosit
retikuler, peningkatan SGPT dan BUN, mual, sakit kepala, sinus bradikardi (>50
denyut/menit), efek diuretik yang reversibel, hemolobulinuri makroskopik, jaundice,
oligouri, penurunan kadar gula darah, kejang, perdarahan, sepsis, edema, paru-paru,
penurunan kadar laktat plasma, cardiorespiratory arrest, irrectable hypotension,
pendarahan saluran cerna, black water fever, ulnar/median palsy, infeksi saluran urin
oleh Klebsiella sp., pneumoni, herpes zoster dan erythematous urticarial rash.
Amodiaquin: efek samping ringan sampai sedang adalah nyeri abdomen, mual,
muntah, sakit kepala, pusing, penglihatan kabur, kelemahan mental dan fisik serta
kelelahan. Efek samping berat berupa gatal, abnormalitas kardiovaskular, diskinesia,
kerusakan okuler, gangguan syaraf, dan kehilangan pendengaran. Juga dilaporkan
terjadinya agranulositosis, hepatitis, dan neuropati periferal.

Dosis: 

Oral, Artesunat  50 mg adalah 4mg/kgBB sehari sehingga dosis total selama 3 hari
adalah 12 mg/kgBB. Oral, Amodiaquin 200 mg adalah 10 mg/kg BB sehari sehingga
dosis total selama 3 hari adalah 25-35 mg/kgBB. Dosis per hari berdasarkan
kelompok umur: 1-4 tahun, masing-masing 1 tablet artesunat dan amodiakuin; 5-9
tahun, masing-masing 2 tablet artesunat dan amodiakuin; 10-14 tahun: masing-masing
3 tablet artesunat dan amodiakuin; dewasa dan anak (> 15 tahun), masing-masing 3
tablet artesunat dan amodiakuin.

DIHIDROARTEMISININ + PIPERAKUIN (DHP)


Indikasi: 

Pengobatan malaria P. falciparum dan/atau P. vivax tanpa komplikasi.

Peringatan: 
hamil dan menyusui, penyakit hati dan ginjal, penggunaan obat malaria lainnya,
wanita lansia atau muntah.

Interaksi: 

hindari pemberian bersama obat yang dapat memperpanjang interval QTc (misal:
meflokuin, halofantrin, lumefantrin, klorokuin, atau kina).

Kontraindikasi: 

hipersensitivitas, malaria berat, riwayat aritmia atau bradikardia (penyakit jantung),


riwayat keluarga meninggal tiba-tiba, risiko perpanjangan interval QT kongenital,
ketidakseimbangan elektrolit, mengkonsumsi obat yang mempengaruhi denyut
jantung.

Efek Samping: 

umum: anemia, sakit kepala, perpanjangan interval QTc, takikardia, astenia, pireksia,
konjungtivitas, tidak umum: anoreksia, pusing, kejang, gangguan konduksi jantung,
sinus aritmia, bradikardia, batuk, mual,muntah, nyeri lambung, diare, hepatitis,
hepatomegali, uji fungsi hati yang abnormal, pruritus, ruam kulit, artalgia, mialgia.

Dosis: 

Dosis selama 3 hari,  berdasarkan berat badan: 5 kg (0-1 bulan): ¼ tablet/hari; 6-10 kg
(2-11 bulan): ½ tablet/hari; 11-17 kg (1-4 tahun): 1 tablet/hari; 18-30 kg (5-9 tahun): 1
½ tablet/hari; 31-40 kg (10-14 tahun): 2 tablet/hari; 41-59 kg (≥ 15 tahun): 3
tablet/hari; ≥ 60 kg (≥ 15 tahun): 3 tablet/hari. Jangan hentikan pengobatan sebelum 3
hari, meskipun gejala telah hilang.

KINA
Indikasi: 

malaria falsiparum; nocturnal leg cramp.

Peringatan: 

fibrilasi atrium, gangguan konduksi, blokade jantung, kehamilan. Periksa kadar gula
darah selama pemberian parenteral; defisiensi G6PD; hindarkan penggunaan bersama
halofantrin.

Interaksi: 
lihat Lampiran 1 (kina).

Kontraindikasi: 

hemoglobinuria, neuritis optic, miastenia gravis.

Efek Samping: 

sinkonisme, termasuk tinitus, sakit kepala, rasa panas di kulit, mual, sakit perut,
gangguan penglihatan (termasuk buta sementara), bingung; reaksi alergi, termasuk
angio udem, gangguan darah (termasuk trombositopenia dan koagulasi intravaskuler),
gagal ginjal akut, hipoglikemia (terutama sesudah pemberian parenteral), gangguan
kardiovaskuler; sangat toksik pada overdosis.

Dosis: 

lihat keterangan di atas.

Catatan: 

kina (basa anhidrida) 100 mg= kina bisulfat 169 mg=kina dihidroklorida 122 mg=kina
sulfat 121 mg. Tersedia juga tablet kina  bisulfat 300 mg, tapi memberikan jumlah
kina yang lebih sedikit dibanding kina dihidroklorida, hidroklorida atau sulfat.

MEFLOKUIN
Indikasi: 

profilaksis dan pengobatan malaria akut ringan sampai sedang P. Falcifarum atau P.
vivax, temasuk profilaksis P. Falcifarum yang resisten klorokuin.

Peringatan: 

kehamilan terutama trimester pertama (lihat keterangan mengenai Profilaksis malaria;


Lampiran 2. Disarankan untuk menunda kehamilan selama penggunaan meflokuin
sampai 3 bulan sesudahnya), menyusui, profilaksis pada gangguan fungsi hati yang
serius, gangguan konduksi jantung; epilepsi (hindari untuk profilaksis), bayi di bawah
3 bulan (berat badan 5 kg), PERHATIAN BAGI PENGENDARA. Selama minum
obat ini tidak boleh mengendarai kendaraan bermotor atau menjalankan mesin (efek
dapat berlangsung sampai 3 minggu), gangguan fungsi ginjal.

Interaksi: 

Lampiran 1 (meflokuin).
Kontraindikasi: 

hipersensitif, profilaksis malaria pada riwayat gangguan neuropsikiatri termasuk


depresi, konvulsi, gangguan skizofrenia atau gangguan kejiwaan lainnya.

Efek Samping: 

mual, muntah, diare, sakit perut; pusing, vertigo, hilang keseimbangan, sakit kepala,
gangguan tidur (insomnia, mengantuk, mimpi buruk); kecemasan, reaksi
neuropsikiatri (termasuk neuropati sensoris dan motoris, tremor, ansietas, depresi,
panik, halusinasi, agitasi, kejang, psikosis, paranoid); tinitus, gangguan vestibuler;
gangguan penglihatan, gangguan sirkulasi (hipotensi dan hipertensi), flushing;
takikardi, bradikardi, palpitasi, gangguan konduksi jantung, kelemahan otot, mialgia,
artralgia, udem, ruam, gatal, urtikaria, pruritus, alopesia, gangguan fungsi hati,
astenia, malaise, demam, nafsu makan hilang, leukopenia dan leukositosis, anemia
aplastik, trombositopenia; jarang terjadi sindrom Stevens-Johnson, blok AV,
ensefalopati dan anafilaksis.

Dosis: 

profilaksis malaria: dimulai 2 ½ minggu sebelum memasuki dan dilanjutkan sampai 4


minggu sesudah meninggalkan daerah endemis malaria. DEWASA dan ANAK di atas
45 kg, 250 mg tiap minggu. BB 6-16 kg, 62,5 mg tiap minggu; BB 16-25 kg, 125 mg
tiap minggu; BB 25-45 kg, 187,5 mg tiap minggu. Pengobatan malaria: DEWASA: 5
tablet (1250mg) meflokuin dalam dosis tunggal oral. ANAK: >15 kg atau diatas 2
tahun: 20-25 mg/kg dalam dosis tunggal atau dua dosis dibagi 6-8 jam terpisah.

PIRIMETAMIN
Indikasi: 

malaria (tapi hanya digunakan dalam kombinasi dengan sulfadoksin atau dapson).

Peringatan: 

gangguan fungsi hati atau ginjal; kehamilan (lampiran 4); menyusui (lampiran 5).
Untuk penggunaan jangka panjang perlu hitung jenis sel darah; hindari loading dose
yang tinggi jika punya riwayat kejang.

Interaksi: 

Lampiran 1 (pirimetamin).

Efek Samping: 
depresi sistem hematopoesis pada dosis besar; ruam, insomnia.

Dosis: 

untuk malaria, tidak disebutkan karena tidak direkomendasikan untuk diberikan


tunggal.

SULFADOKSIN + PIRIMETAMIN
Indikasi: 

terapi tambahan untuk kina untuk pengobatan malaria Plasmodium falsiparum; tidak
dianjurkan untuk profilaksis.

Peringatan: 

lihat Pirimetamin dan Kotrimoksazol (lihat 5.1.7); kehamilan (Lampiran 4) dan


menyusui (Lampiran 5); tidak direkomendasikan untuk profilaksis (efek samping
yang parah pada penggunaan jangka panjang).

Interaksi: 

Lampiran 1 (pirimetamin, sulfonamid).

Kontraindikasi: 

lihat Pirimetamin dan Kotrimoksazol (lihat 5.1.7); alergi sulfonamid.

Efek Samping: 

lihat Pirimetamin dan Kotrimoksazol (lihat 5.1.7); infiltrat paru (misalnya alveolitis
alergi atau eosinofilik). Hentikan obat bila timbul batuk atau napas berat.

Dosis: 

Terapi, lihat keterangan di atas; Profilaksis, tidak direkomendasikan.

PRIMAKUIN
Indikasi: 

tambahan untuk terapi Plasmodium vivax dan P. ovale, dan gametosidal pada malaria
falciparum,eradikasi stadium hepar.
Peringatan: 

anemia, methemoglobinemia, leukopenia, lansia.

Interaksi: 

lampiran 1 (primakuin).

Kontraindikasi: 

hipersensitif, reumatoid artritis dan lupus eritematosus, terapi obat yang dapat
menyebabkan hemolisis dan depresi sumsum tulang, anak <4 tahun, defisiensi G6PD
dan NADH, penggunaan kuinakrin.

Efek Samping: 

mual, muntah, anoreksi, sakit perut, methemoglobinemia, anemia hemolitik terutama


pada defisiensi G6PD, leukopenia.

Dosis: 

pencegahan kambuh dan menularnya malaria vivax dan ovale : 0,25 mg/kgBB untuk
14 hari. Sebagai efek gametosidal pada malaria falciparum : dosis tunggal 0,75
mg/kgBB (dewasa 45 mg), dosis yang sama diulang 1 minggu terakhir.

Anda mungkin juga menyukai