Anda di halaman 1dari 20

PENELITIAN TINDAKAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

“Peran Guru Bimbingan Dan Konseling Dalam Pembentukan Karakter Dan Moral

Siswa Di SMP Negeri 10 Kendari

OLEH

MADE PUSPAWATI

A1Q1 17 042

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2020
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Teoritik

2.1.1 Peran Guru Bimbingan Dan Konseling

a. Pengertian Peran

Peran dapat diartikan sebagai suatu yang menjadi bagian atau

memegang pimpinan terutama dalam terjadinya sesuatu hal atau

peristiwa. “Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia” Departemen

Pendidikan Nasional (2005:854), Istilah peran mempunyai arti pemain

sandiwara (film), tukang lawak pada pemain makyong, perangkat tingkah

laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di

masyarakat.

Menurut Janu Murdianto (2007:67) “peran dijalankan dari status

sosial posisi yang dipilih oleh seseorang individu. Contohnya menjadi

seorang ibu merupakan status sosial. Peran yang di jalankan dari status

sebagai seorang ibu adalah membimbing, mendidik dan membesarkan

anak-anaknya”. Oleh karena itu bila di tinjau dari segi peran yang di

jalankan dari status sebagai guru bimbingan konseling di sekolah  maka

secara ringkas dapat dikemukakan bahwa peran guru bimbingan

konseling adalah membantu individu (siswa) untuk mengenal dirinya dan

mencapai perkembangan yang optimal sesuai potensi yang berkembang


dalam diri individu agar mampu merencanakan masa depan sehingga

menghasilkan insan indonesia yang diharapkan.

Dari definisi peran diatas dapat penulis simpulkan bahwa yang

dimaksud dengan peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan

pada individu berkaitan dengan suatu fungsi atau tugas yang sesuai

dengan posisi, kedudukan, atau status oleh suatu individu dalam struktur

sosial dalam masyarakat.

          Terkait dengan peran guru bimbingan dan konseling, maka peran

merupakan satuan tugas yang dijalankan oleh guru bimbingan dan

konseling dalam rangka melaksanakan sebuah kegiatan dengan misi dan

tujuan bimbingan dan konseling.

b. Pengertian Guru Bimbingan dan Konseling

          Saat sekarang kehadiran bimbingan konseling  pada lembaga

pendidikan tidak diragukan lagi karena secara yuridis formal pemerintah

telah memberikan legalitas terhadap keberadaan bimbingan konseling  di

sekolah. Sebagaimana dinyataka UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang

sisdiknas bab 1 pasal 1 Ayat 6 : pendidikan adalah tenaga pendidikan

yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, guru bimbingan konseling

(konselor), pamong belajar, widyaiswara, tulor, instruktur, fasilitator, dan

sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartsipasi dalam

penyelenggaraan pendidikan.

Lebih lanjut menurut Winkel (2006: 172) “Guru bimbingan dan

konseling/konselor sekolah adalah tenaga professional, yang


mencurahkan seluruh waktunya pada pelayanan bimbingan (full-time

guidance counselor).” Membantu siswa dalam proses pengambilan

keputusan diri, memahami diri, menerima diri, mengarahkan diri,

mengenal lingkungan dunia dan masa depannya, merealisasikan

keputusannya secara bertanggung jawab serta membantu siswa

mengambil keputusan arah studi lanjutan yang tepat dengannya dan

mengembangkan potensi yang dimiliki juga merupakan pelayanan

bimbingan dan konseling oleh karena itu keberadaan Guru Bimbingan

dan Konseling sangat penting dalam mendukung dan meningkatkan mutu

pendidikan di sekolah.  

Menurut Achmad Juntika Nurihsan (2009:30) bahwa “guru

Bimbingan dan Konseling adalah guru yang memiliki kemampuan dan

kualitas kepribadian yang baik, memiliki pengetahuan dan keahlian

profesional tentang pelayanan bimbingan dan konseling, serta pendidikan

psikologi yang sesuai dengan tugas dan profesinya.”

        Dengan memperhatikan penjelasan di atas, jelas bahwa Guru

Bimbingan dan Konseling adalah pendidik yang merupakan bagian dari

pendidikan yang memiliki kemampuan dan kualitas untuk membantu

siswa memahami diri, menyesuaikan diri, memecahkan masalah,

membuat pilihan dan  merealisasikan dirinya dalam kehidupan nyata

serta mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk mencapai

perkembangan optimal.
c. Peran Guru Bimbingan Dan Konseling

1. Peran Guru Bimbingan dan Konseling di Sekolah

Lembaga sekolah seharusnya memiliki guru Bimbingan

Konseling (BK) dan ruang khusus untuk melayani para siswa. BK di

sekolah sangat diperlukan dalam pembentukan pribadi, pendampingan

pribadi, pengasahan nilai-nilai kehidupan, dan pemeliharaan

kepribadian siswa. BK bukanlah polisi sekolah. BK adalah pihak yang

paling potensial menggarap pembentukan karakter siswa dengan

pendisiplinan dan perhatian. BK bukanlah "guru killer" yang tugasnya

memanggil, memarahi, dan menghukum siswa bermasalah (nakal).

Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Pasal 3 tentang Sistem

Pendidikan Nasional menyebutkan: "Pendidikan Nasional berfungsi

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban

bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar

menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,

dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab."

Sementara itu, konselor sekolah di dalam Undang-Undang

Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 telah diakui sebagai salah

satu tenaga pendidik, seperti yang tersurat di dalam Pasal 1: "Pendidik

adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen,

konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator,


dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta

berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan."

Dari pengertian tersebut, guru bimbingan dan konseling

memunyai tugas khusus dalam bimbingan dan konseling (menurut

Surat Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan

Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Nasional Nomor 25 Tahun

1993). Dengan kata lain, konselor sekolah memunyai peran dan tugas

yang terkait dengan pendidikan karakter.

Pada hakikatnya, peranan BK adalah mendampingi siswa

dalam beberapa hal, antara lain dalam perkembangan

belajar/akademis, mengenal diri sendiri dan peluang masa depan

mereka, menentukan cita-cita dan tujuan dalam hidupnya, dan

menyusun rencana yang tepat untuk mencapai tujuan-tujuan itu, serta

mengatasi masalah pribadi (kesulitan belajar, masalah hubungan

dengan teman, atau masalah dengan keluarga).

BK dapat diposisikan secara tegas untuk mewujudkan prinsip

keseimbangan, bukan menghukum siswa nakal/bermasalah, tapi juga

memberi pujian bagi siswa yang berprestasi. Dengan demikian, BK

bisa menjadi tempat yang aman bagi setiap siswa untuk membuka diri

tanpa waswas akan pribadinya. Oleh karena itu, tempatkan BK

sebagai wadah bagi setiap siswa untuk mengadukan setiap persoalan

yang mereka hadapi, dan bantulah mereka dalam menghadapi


persoalan tersebut. Dengan demikian, sekolah dapat menolong para

orang tua untuk lebih mengerti anak-anak mereka.

2. Bimbingan dan Koneling untuk Pembentukan Karakter

Di dunia ini, banyak sekali faktor yang memengaruhi

pembentukan karakter siswa. Mulai dari anggota keluarga, media,

lingkungan, dan teman-teman mereka. Jika di dalam keluarga, orang

tua tidak memberikan perhatian yang cukup kepada siswa, maka tidak

mengherankan kalau siswa akan mencarinya di luar rumah. Jika siswa

masuk dalam lingkungan yang benar, seperti persekutuan di gereja

atau kelompok olahraga, tidak masalah. Akan tetapi, jika siswa justru

terjebak dalam pergaulan yang salah, ini yang berbahaya.

Karakter siswa juga dipengaruhi oleh media dan lingkungan.

Seiring berkembangnya usia, siswa biasa mengidolakan vokalis band,

penyanyi solo, dan aktris/aktor film/sinetron. Mereka akan meniru apa

saja yang dilakukan oleh idola mereka, tanpa memedulikan apakah

yang mereka lakukan itu benar atau tidak. Misalnya gaya hidup, gaya

berpakaian, dan potongan rambut. Iklan-iklan yang muncul di televisi

tidak jarang membuat siswa menjadi suka menuntut. Apa saja yang

mereka lihat harus dibeli, hal ini membuat anak terbiasa dengan

konsumerisme. Demikian juga dengan internet yang memberikan

informasi tak terbatas. Selain itu, bahan bacaan yang tidak layak

dibaca juga memengaruhi karakter siswa. siswa yang terbiasa

membaca majalah porno, tentu memiliki karakter yang buruk tentang


seks. Dengan demikian, perlu perhatian dan pengawasan yang lebih

intens terhadap perilaku siswa.

Semakin kompleks masalah siswa, semakin banyak perhatian

dan bimbingan yang harus diberikan. Memosisikan diri sebagai teman

mereka merupakan cara yang cukup efektif dalam pembimbingan.

Dengan demikian, siswa tidak merasa dihakimi, dipojokkan, dan

ditekan. Mereka justru merasa diperhatikan, ditolong, dan dikasihi.

Hasilnya, siswa yang bermasalah akan berubah dan karakter mereka

dipulihkan. Proses ini tidak instan tidak cukup sekali pertemuan, oleh

karena itu guru pembimbing harus sabar dalam mengarahkan siswa.

Untuk mengefektifkan pelayanan, Bimbingan dan Konseling

bisa dijadikan mata pelajaran seperti pelajaran-pelajaran lainnya,

diintegrasikan dengan semua bidang studi yang lain, dilakukan di luar

pelajaran (bekerja sama dengan lembaga lain), atau gabungan

ketiganya.

2.1.2 Karakter

a. Pengertian Karakter

Karakter berasal dari bahasa latin “kharakter”, “kharassein”,

“Kharax”, dalam bahasa inggris: charakter dan Indonesia “karakter”,

Yunani Character,dari charassein yang berarti membuat tajam.

Menurut kamus umum bahasa Indonesia, karakter diartikan

sebagai tabiat; watak; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang

membedakan seseorang dengan yang lain. Sementara dalam kamus


sosiologi, karakter diartikan sebagai ciri khusus dari struktur dasar

kepribadian seseorang (karakter; watak).

Griek, seperti yang dikutip Zubaedi mengemukakan bahwa

karakter dapat di definisikan sebagai panduan dari pada segala tabiat

manusia yang bersifat tetap, sehingga menjadi tanda yang khusus untuk

membedakan orang yang satu dengan yang lain.

Suyanto dan Masnur Muslich menyatakan bahwa karakter yaitu

cara berfikir dan berperilaku seseorang yang menjadi ciri khas dari tiap

individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam keluarga,

masyarakat dan negara. Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat

dimaknai bahwa karakter adalah ciri khas seseorang dalam berperilaku

yang membedakan dirinya dengan orang lain.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, penulis dapat

menyimpulkan bahwa karakter adalah ciri khas seseorang dalam

berperilaku yang membedakan dirinya dengan orang lain.

b. Pembentukan Karakter

Secara alami, sejak lahir sampai berusia tiga tahun, atau

mungkin hingga sekitar lima tahun, kemampuan nalar seorang anak

belum tumbuh sehingga pikiran bawah sadar (subconscious mind) masi

terbuka dan menerima apa saja informasi dan stimulus yang

dimasukkan ke dalamnya tanpa ada penyeleksian, mulai dari orang tua

dan lingkungan keluarga. Dari mereka itulah, pondasi awal

terbentuknya karakter sudah terbangun. Selanjutnya, semua pengalaman


hidup yang berasal dari lingkungan kerabat, sekolah, televisi, internet,

buku, majalah, dan berbagai sumber lainnya menambah pengetahuan

yang akan mengantarkan seseorang memiliki kemampuan yang

semakin besar untuk dapat menganalisis dan menalar objek luar.

Ryan & Lickona seperti yang dikutip Sri lestari mengungkapkan

bahwa nilai dasar yang menjadi landasan dalam membangun karakter

adalah hormat (respect). Hormat tersebut mencakup respek pada diri

sendiri, orang lain, semua bentuk kehidupan maupun lingkungan yang

mempertahankannya. Dengan memiliki hormat, maka individu

memandang dirinya maupun orang lain sebagai sesuatu yang berharga

dan memiliki hak yang sederajat.

Karakter kita terbentuk dari kebiasaan kita. Kebiasaan kita saat

anak-anak biasanya bertahan sampai masa remaja. Orang tua bisa

mempengaruhi baik atau buruk, pembentukan kebiasaan anak-anak

mereka. Karakter siswa sangat dipengaruhi oleh lingkungan, karena

lingkungan dapat membentuk karakter seseorang, baik itu secara

psikologis, sosial, dan budaya. Jika suatu individu berada di lingkungan

yang pergaulannya baik, sopan, menghormati, maka karakter yang

terbentuk pada individu tersebut akan baik pula, namun jika

lingkungannya jahat, kasar, tidak memiliki sopan santun, maka karakter

yang terbentuk akan seperti itu. Lingkungan pembentukan karakter

pada anak, tidak hanya di lingkungan tempatnya bermain namun

keluarga dan sekolah pun memiliki andil dalam pembentukan karakter


siswa. Justru keluarga memiliki peran yang sangat besar dalam

membentuk karakter siswa.

c. Elemen-elemen Karakter

Elemen-elemen dasar dari karakter ialah:

1. Dorongan-dorongan (drives)

Dorongan-dorongan (drives): Dorongan-dorongan ini

dibawa sejaklahir untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup

tetentu. Dorongan individul seperti dorongan makan, dorongan

aktif, dorongan bermain. Kemudian dorongan sosial seperti

dorongan seks, dorongan sosialitas atau hidup berkawan,

dorongan meniru dan sebagainya.

2. Insting

Insting: ialah kemampuan untuk berbuat hal-hal yang

kompleks tanpa latihan sebelumnya dan terarah pada tujuan

yang berarti, untuk mempertahankan eksistensi manusiawinya.

Insting ini dibawa sejak lahir; sering tidak disadari dan

berlangsung secara mekanistis. Bersana dengan dorongan-

dorongan, insting ini menjadi faktor pendorong bagi segala

tingkah laku dan aktivitas manusia; dan menjadi tenaga dinamis

yang tertanam sangat dalam pada kepribadian manusia.

3. Refleks-refleks
Refleks-refleks: adalah reaksi yang tidak disadari terhadap

perangsang-perangsang tertentu, berlaku diluar kesadaran dan

kemauan manusia. Ada reflek tidak bersyarat yang dibawa sejak

manusia lahir, misalnya manusia akan batuk jika ada zat cair

yang masuk dalam jalan pernafasan, menangis, memejamkan

mata danm lain-lain. Sedang reflek bersyarat, disebabkan oleh

pengaruh lingkungan, atau sebagai hasil daripada latihan dan

pendidikan yang disengaja.

4. Sifat-sifat karakter

a) Kebiasaan: ekpresi terkondisionir dari tingkah laku

manusia.

b) Kecenderungan-kecenderungan: hasrat atau kesiapan-

reaktif yang tertuju pada satu tujuan tertentu, ataupun

tertujua pada suatu obyek yang konkrit, dan selalu muncul

secara berulang-ulang.

2.1.3 Moral

a. Pengertian Moral

Moral berasal dari kata Latin mores yang artinya tata cara dalam

kehidupan, adat istiadat, kebiasaan. Moral pada dasarnya merupakan

rangkaian nilai tentang berbagai macam perilaku yang harus dipatuhi.

Moral merupakan kaidah norma dan pranata yang mengatur perilaku

individu dalam hubungannya dengan kelompok sosial dan masyarakat.


Menurut Chaplin (2006), Moral yang sesuai dengan aturan yang

mengatur hukum sosial atau adat atau perilaku.

Menurut Wantah (2005), Pengertian moral adalah sesuatu yang

berkaitan atau ada hubungannya dengan kemampuan menentukan benar

salah dan baik buruknya tingkah laku.

Menurut Merriam-webster, Moral adalah mengenai atau

berhubungan dengan apa yang benar dan salah dalam perilaku manusia,

dianggap benar dan baik oleh kebanyakan orang sesuai dengan standar

perilaku yang tepat pada kelompok atau masyarakat tersebut.

Dari beberapa pengertian di atas, penulis dapat simpulkan bahwa

moral merupakan standar baik-buruk yang ditentukan bagi individu

nilai-nilai sosial budaya dimana individu sebagai anggota sosial. Moral

merupakan aspek kepribadian yang diperlukan seseorang dalam

kaitannya dengan kehidupan sosial secara harmonis, adil, dan

seimbang.

Perilaku moral diperlukan demi terwujudnya kehidupan yang

damai penuh keteraturan, ketertiban, dan keharmonisan. Seharusnya,

moral dibutuhkan pada kehidupan masyarakat dalam bersosialisasi.

Individu memandang individu atau kelompok lain berdasarkan moral.

Mengenai perilaku, kesopanan, bersikap baik merupakan beberapa

sikap dari moral yang dipandang masyarakat.


b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Moral

Nilai moral adalah aspek-aspek yang berkembang pada diri

individu melalui interaksi antara aktivitas internal dan pengaruh

stimulus eksternal. Pada awalnya seorang anak belum memiliki nilai-

nilai dan pengetahuan mengenai nilai moral tertentu atau tentang apa

yang dipandang baik atau tidak baik oleh kelompok sosialnya.

Selanjutnya, dalam berinteraksi dengan lingkungan, anak mulai belajar

mengenai berbagai aspek kehidupan yang berkaitan dengan nilai moral.

Hal-hal yang mempengaruhi perkembangan moral pada diri individu

dengan adanya interaksi aktifitas dari dalam dan luar individu.

Jika siswa diajari mengenai moral baik, maka ajaklah ia ke

lingkungan sosialisasi yang baik, sebagaimana pendapat Mohammad

Ali dan Mohammad Asrori sebagai berikut, bahwa berbagai aspek

kehidupan yang berkaitan dengan moral dapat mempengaruhi

perkembangan pada diri indvidu. Hal-hal yang mempengaruhi

perkembangan moral pada diri individu dengan adanya interaksi

aktifitas dari dalam dan luar individu. Seorang anak belum memiliki

nilai dan pengetahuan mengenai nilai moral tentang apa yang dianggap

baik dan buruk oleh kalangan sosialnya.

Dimana pun masyarakat tinggal, pasti di tempat tersebut memiliki

nilai moral tersendiri. Karena moral merupakan tata cara dalam

kehidupan. Jika moral tidak dapat ditegakkan dalam suatu masyarakat,

maka masyarakat tersebut tidak memiliki pegangan atau pedoman hidup


dalam bermasyarakat. Sifat dari moral sendiri ialah teguh, yakni tidak

ada kompromi dalam melakukannya. Jika ada masyarakat yang tidak

berpegang pada moral, sudah pasti masyarakat lain akan menilai

negatif. Moral tidak memandang bulu, karena seharusnya mora,l harus

ada dalam individu ataupun masyarakat. Sebab moral merupakan

pedoman hidup bermasyarakat. Dengan norma-norma moral itulah kita

sebagai manusia akan betul-betul dinilai.

c. Dilema Moral

Dilema moral adalah suatu kondisi dimana seseorang dihadapkan

dengan 2 atau lebih kondisi yang tidak mengenakkan, tetapi diharuskan

harus memilih salah satu kondisi tersebut. Dilema moral kerap terjadi di

kehidupan bermasyarakat. Biasanya sering terjadi pada kehidupan

remaja.Remaja sering mengalami hal semacam ini karena jiwanya yang

masih labil dan rasa ingin tahunya yang besar dalam mencoba hal-hal

baru. Dilema muncul karena terbentur pada konflik moral, pertentangan

batin, atau pertentangan antara nilai-nilai yang diyakini remaja dengan

kenyataan yang ada. “Norma-norma moral berlaku selalu dan dimana-

mana. Fundamen masyarakat itu sendiri akan roboh, jika kita tidak

menegakkan norma-norma moral itu tanpa ada kompromi”.

Dimana pun masyarakat tinggal, pasti di tempat tersebut memiliki

nilai moral tersendiri. Karena moral merupakan tata cara dalam

kehidupan. Jika moral tidak dapat ditegakkan dalam suatu masyarakat,

maka masyarakat tersebut tidak memiliki pegangan atau pedoman


hidup dalam bermasyarakat. Sifat dari moral sendiri ialah teguh, yakni

tidak ada kompromi dalam melakukannya. Jika ada masyarakat yang

tidak berpegang pada moral, sudah pasti masyarakat lain akan menilai

negatif. Moral tidak memandang bulu, karena seharusnya mora,l harus

ada dalam individu ataupun masyarakat. Sebab moral merupakan

pedoman hidup bermasyarakat. Dengan norma-norma moral itulah kita

sebagai manusia akan betul-betul dinilai. Dengan cara berpikir

demikian, maka tidaklah berlebihan apabila dinyatakan bahwa penilaian

moral selalu mempunyai bobot lebih bila dibandingkan dengan

berbagai model penilaian lainnya.

2.2 Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang karakter dan moral telah banyak dilakukan,

terbukti dengan beberapa karya ilmiah yang diantaranya skripsi sebagai

berikut:

a. Penelitian yang dilakukan oleh Tri Aulia Rahmawati NIM 12220011.

“Upaya Guru Bimbingan Konseling dalam Membentuk Karakter Siswa

di MTS Negeri Yogyakarta II”. Skripsi. Fokus penelitian ini adalah

untuk mengetahui bagaimana upaya guru Bimbingan dan Konseling

dalam membentuk Karakter siswa di MTS Negeri Yogyakarta II.

b. Penelitian yang dilakukan oleh Lina Erfina NIM A510130221. “Peran

Guru Bimbingan Dan Konseling Dalam Membentuk Moral Siswa di

SD Muhammadiyah 23 Semanggi Surakarta Tahun 2016/2017”.

Skripsi. Fokus penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bagaimana


peran guru BK dalam pembentukan moral siswa di SD Muhammadiyah

23 Semanggi Surakarta Tahun 2016/2017.

Dari dua penelitian diatas, yang menjadi fokus penelitian relevan

memang memberi pemahaman mengenai peran bimbingan dan konseling

terhadap pembentukan karakter dan moral siswa. Namun penelitan-

penelitian tersebut memliki beberapa perbedaan seperti waktu, tempat, dan

lain-lain. Khususnya mengenai peran dan upaya bimbingan dan konseling

dalam pembentukan karakter dan moral siswa. sedangkan penelitian yang

penulis buat lebih memfokuskan pada kedua aspek penelitian diatas.

2.3 Kerangka Pikir

Sebagai mitra orang tua, guru pembimbing (BK) memiliki tanggung

jawab dan berperan penting dalam mendidik siswa serta membentuk

karakter dan moral mereka. Pada usia sekolah, siswa menghabiskan

sebagian besar waktu mereka di sekolah. Dalam hal ini, guru BK di sekolah

menjadi “orang tua” bagi mereka. Guru BK wajib mendidik dan menuntun

siswa menjadi pribadi yang berprestasi, berkarakter dan bermoral yang baik.

Pembentukan karakter dan moral siswa harus di lakukan sejak dini,

dalam pembentukan karakter dan moral siswa seharusnya dimuai dari

lingkungan keluarga dimana kita mengetahui bahwa keluarga merupakan

tempat pendidikan pertama bagi seorang siswa. Setiap siswa memiliki latar

belakang keluarga yang berbeda sehingga karakter dan moral mereka juga

berbeda, seorang siswa yang memiliki latar belakang keluarga yang

harmonis dan selalu mendapat perhatian dari orang tuanya cenderung akan
membuat siswa tersebut meiliki karakter dan moral yang baik. Begitupun

sebaliknya, jika seorang siswa berasal dari keluarga yang broken home dan

kurang mendapat perhatian dari orang tuanya maka siswa tersebut

cenderung akan memiliki karakter dan moral yang kurang baik. Karena itu,

sangat diperlukan peran seorang guru BK sebagai orang tua kedua bagi

siswa dalam pembentukan karakter dan moral siswa.

Bagan Kerangka Pikir

Guru BK

Pengawasan dan Bimbingan

Karakter dan Moral

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka hipotesis dari penelitian ini

adalah guru BK memiliki peran yang penting dalam pembentukan karakter

dan moral siswa di SMP Negeri 10 Kendari.


DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad. Muhammad Asrori. 2012. Psikologi Remaja; Perkembangan

Peserta Didik. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Grafika, Redaksi Sinar. 2011. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU

No 20 Tahun 2003). Jakarta: Sinar Grafika.

Kesuma, Darma, Dkk. 2011. Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktek di

Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Koesoema, A. Doni. 2007. pendidikan Karakter; Strategi Mendidik Anak di

Zaman Global Jakarta: Grasindo Cetakan 1.

Mulyadi, Seto. Dkk. Character Building: Bagaimana Mendidik Anak Berkarakter.

Yogyakarta: Tiara Wacana. Cetakan 1.

Salahudin, Anas. 2010. Bimbingan dan Konseling. bandung: Pustaka Setia.

Sukardi, Dewa Ketut. 2008. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan

Konseling di Sekolah. Jakarta : Rineka Cipta.

Thomas Lickona. 2012. Character Matters. Jakarta : Bumi Aksara.

Zubaedi. 2012. Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasinya Dalam

Dunia Pendidikan. Jakarta : Kencana.

Zuriah, Nurul. 2011. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Dalam Perspektif

Perubahan. Jakarta : Bumi Aksara.

e-Jurnal.hamzanwandi.ac.id/index.php/jga/article/view/479 (diakses pada 30 april

2020)

http://www.academia.edu/471826/pendidikan_karakter_Character_education_inte
rnation_Joint_Conference_Indonesia_Malaysia_Proceeding_2010

http://journal.vinsgd.ac.id/index.php/Ijni/article/view/4803 (diakses pada 30 april

2020)

Anonim. Selasa, 22 mei 2012. “Peran Bimbingan Konseling Dalam Pembentukan

Karakter Siswa”. Dikutip dari :

https://m.c3i.sabda.org/Peran_Bimbingan_Konseling_Dalam_Pembentuka

n_Karakter_Siswa

Anonim. Selasa, 16 mei 2017. “Peran Guru Bimbingan dan Konseling di

sekolah”. Dikutip Dari : http://Sheringholala.blogspot.com/2017/05/Peran-

Guru-Bimbingan-dan-Konseling-di-16.html?m+1 (diakses pada 30 april

2020)

Luluk. “Proses Pembentukan Karakter Remaja”. Dikutip dari :

http://www.badkotpqgrogol.blogspot.com/23/05/09/proses-terbentuknya-

karakter-remaja/ (diakses pada 30 april 2020)

Anda mungkin juga menyukai