TINJAUAN PUSTAKA
kejam yang dilakukan dengan sengaja kepada orang lain dengan mengirimkan
suatu tindakan yang ditujukan kepada seseorang melalui pesan teks, e-mail,
dengan sengaja dan berulang kali dilakukan dalam konteks elektronik (seperti,
email, blogs, instant message, dan pesan teks) terhadap seseorang yang tidak
15
16
dengan Papalia, Olds dan Feldman, (2009) masa remaja adalah masa
yang lebih luas, seperti mencakup emosional, sosial, fisik juga mencakup
kematangan mental. Jadi bahwa secara psikologis, masa remaja yaitu masa
dimanaanak berada dalam tingkatan yang sama, tidak lagi merasa dibawah
cyberbullying pada remaja adalah perlakuan kejam kepada orang lain yang
media sosial atau media elektronik lainya, seperti pesan teks, video, email,
dan blog yang dilakukan oleh remaja dengan rentan umur 11-18 tahun.
17
2. Aspek-aspek Cyberbullying
MenururtWillard,(2005) menyebutkan aspek-aspek dari cyberbullying
a. Flaming (terbakar)
b. Harassment (gangguan)
internet dengan maksud merusak reputasi dan nama baik orang yang
d. Impersonation (peniruan)
e. Outing
g. Exclusion (pengeluaran)
h. Cyberstalking
cyberbullying, yaitu :
internet dengan maksud merusak reputasi dan nama baik orang yang
3. Elemen Cyberbullying
Pada umumnya terdapat 3 elemen baik dalam setiap praktek bullying
(bystander).
a. Pelaku (Cyberbullies)
kekerasan terhadap orang lain dan sikap agresif kepada orang dewasa
ketika diprovokasi.
b. Korban (victims)
mereka yang berbeda dalam pendidikan, ras, berat badan, cacat, agama
dan mereka yang cenderung sensitif, pasif, dianggap lemah dan biasanya
c. Saksi (bystander)
mempunyai otoritas.
(victims), dan saksi (bystander). Dalam penelitian ini yang akan digunakan
a. Bullying Tradisional
Pada penelitian Riebel, Jager & Fisher, (2009) terdapat hubungan antara
dunia maya. Hal tersebut memberikan lahan baru bagi pelaku bullying
b. Jenis Kelamin
perempuan.
c. Budaya
d. Pengguna Internet
terjdai. Dalam hal kehidupan sosial, salah satu ancaman yang serius
korban dari dampak buruk yang dapat diakibatkan dari interaksi pada
dunia maya.
utama, cyberbullying yang disebabkan oleh isu relasi, seperti: (a) putus
hubungan, (b) kecemburuan, (c) pada kecacatan, agama dan gender, dan (d)
kelompok atau geng dan cyberbullying yang tidak berkaitan isu relasi, seperti :
(a) intimidasi golongan luar kelompok dan (b) penyiksaan pada korban.
korban, strain, serta peran interaksi orang tua dan anak (Disa, 2011):
a. Bullying tradisional
bully.
c. Strain
orang lain yang menimbulkan afek negatif seperti marah dan frustasi
e. Karakteristik kepribadian
proaktif dan agresi reaktif, pandai berkelit pada situasi sulit, serta
terlihat kuat serta menunjukkan sedikit rasa empati atau belas kasian
terhadap korban.
strain¸serta peran interaksi orang tua dan anak dan karakteristik kepribadian.
peratura, terlibat dalam agresi proaktif, dan agresi reaktif, pandai pada situasi
sulit, serta terlihat kuat serta menunjukan seditikit rasa empati atau belas
apabila tidak dapat merasakan apa yang dirasakan orang (berempati) dapat
B. Empati
1. Pengertian Empati
Empati berasal dari kata empatheia yang berarti ikut merasakan. Istilah
ini, pada awalnya digunakan oleh para teoritikus estetika untuk pengalaman
subjektif orang lain. Kemudian pada tahun 1920 seorang ahli psikologi
motor untuk istilah empati. Istilah Tichener menyatakan bahwa empati berasal
dari peniruan secara fisik atas beban orang lain yang kemudian menimbulkan
Kohut (dalam Taufik, 2012) melihat empati sebagai suatu proses dimana
seseorang berpikir mengenai kondisi orang lain yang seakan-akan dia berada
pada posisi orang lain itu. Selanjutnya, Kohut melakukan penguatan atas
empati diartikan sebagai perasaan simpati dan perhatian terhadap orang lain dan
menempatkan diri pada posisi mereka. Menurut Baron dan Bryne (Asih &
merasakan emosi orang lain, merasa simpati dan dapat mengambil perspektif
empati merupakan kondisi di mana kita mampu untuk merasakan apa yang
dirasakan oleh orang lain. Menurut Malcom dan Greenberg (dalam Marigoudar
27
persepsi orang yang lain, bukan menilai perilaku orang lain dari perspektif
seseorang dan melihat keadaan dari sisi orang tersebut, seolah-olah adalah
orang itu. Seseorang dapat dikatakan memiliki empati jika ia dapat menghayati
keadaan perasaan orang lain serta dapat melihat keadaan luar menurut pola
pribadi.
orang lain dihubungkan dengan diri sendiri. Dalam bidang klinis, empati
empati berguna untuk memahami kerangka internal orang lain dengan akurat,
dan dengan komponen dan arti yang melekat, seolah-olah menjadi orang lain
fisiologis maupun mental yang terbangun pada berbagai keadaan batin orang
lain. Perubahan biologis ini akan muncul ketika individu berempati dengan
orang lain. Prinsip umumnya, semakin sama keadaan fisiologis dua orang pada
momen tertentu, semakin mudah pula mereka bisa merasakan perasaannya satu
28
sama lain (D. Goleman, 2007). Menurut Hurlock, (1996) empati adalah
kemampuan meletakkan diri sendiri dalam posisi orang lain dan menghayati
pengalaman tersebut untuk melihat situasi dari sudut pandang orang lain, jadi
lain.
kemampuan meletakkan diri sendiri dalam posisi orang lain dan menghayati
pengalaman tersebut untuk melihat situasi dari sudut pandang orang lain, jadi
lain dan mampu untuk merasakan apabila berada pada posisi mereka.
2. Aspek-Aspek Empati
Aspek-aspek dari empati, sebagaimana pendapat Williams, Berard, &
Barchard (2005)
yang dirasakan oleh individu ketika mengetahui ada orang lain yang
Davis (dalam Howe, 2015) empati terdiri dari aspek perspective taking,
berikut:
pandang orang lain. Aspek ini akan mengukur sejauh mana individu
b. Fantasi
Howe, 2015) empati terdiri dari aspek perspective taking, fantasy, emphatic
telah ada alat ukur skala empati yang disusun oleh Davis.
individu untuk memahami perasaan orang lain, merasakan apa yang dirasakan
oleh orang lain dan memberikan respon belas kasihan terhadap orang tersebut,
(Goleman, 2011). Empati merupakan salah satu faktor yang penting untuk
meningkatkan perilaku positif kepada orang lain, (Brehm dan Kasssin, 1993).
sayang, memahami kebutuhan orang lain dan membantu orang lain yang sedang
empatinya tidak mampu untuk memahami dan merasakan apa yang dialami dan
dirasakan oleh orang lain ketika mengalami perilaku agresi, (Hoffman, 2000 &
Gibbs, 2003). Owleus (dalam Kowalski, dkk. 2008) mengatakan bahwa salah
Empati memiliki empat aspek yang dijelaskan oleh Davis (1980) yaitu:
pandang orang lain secara spontan. Menurut Galinsky & Ku (dalam Taufik,
berpikirnya untuk memahami kondisi orang lain, melalui pemaknaan sikap dan
32
keadaan orang lain, maka akan menahan dirinya untuk memperlakukan orang
lain dengan tidak baik. Individu tersebut mencegah dirinya untuk melakukan
kekerasan baik secara verbal ataupun non verbal terhadap orang lain. Karena
seseorang di internet dengan maksud merusak reputasi dan nama baik orang
tersebut.
menolong pada remaja. Perspective taking menjadi fokus dari banyak perhatian
(dalam Gullotta& Evans, 2005), anak laki-laki dan perempuan dengan skor
yang rendah terkait dengan kognitif empati yaitu perspective taking melaporkan
Begitupun sebaliknya, jika remaja memiliki perspective taking yang tinggi akan
yang memiliki perspective taking yang tinggi akan mengerti perasaan sedih
atau tidak nyaman korban ketika remaja melakukan cyberbullying. Pelaku juga
melakukan cyberbulllying.
yang memilii empati yang rendah, karena individu yang tinggi empatinya dapat
mengalami emosi orang lain, menempatkan diri pada posisi orang lain dan
mampu untuk memahami persepsi orang lain, kondisi, keadaan dan perasaan
yang dialami prang tersebut, sehingga individu akan lebih mampu untuk
dalam perasaan dan tindakan dari karakter khayal dalam buku, film, dan
sandiwara yang dibaca atau ditonton. Seseorang yang memiliki imajinasi yang
34
dibaca dari sebuah film maupun sebuah buku. Fantasi terkadang melibatkan
situasi yang sangat tidak mungkin atau mungkin cukup realistis. Fantasi
merupakan sesuatu yang tidak nyata, seperti perasaan yang dirasakan oleh salah
satu indra, tetapi sebagai situasi objek yang dibayangkan seseorang. Davis
berpengaruh pada reaksi emosi terhadap orang lain dan menghasilkan perilaku
remaja yang memiliki fantasi yang rendah ketika cyberbullying terjadi tidak
Remaja justru hanya akan melihat cyberbullying itu terjadi tanpa ada rasa ingin
dan berkelit (Camoda dan Goosens dalam Kowalski, 2008) sehingga remaja
Aspek ketiga dari empati menurut Davis (1980) adalah emphatic concern,
yaitu perasaan simpati yang berorientasi kepada orang lain dan perhatian
empatik yang rendah, lebih mungkin untuk bergabung dalam perilaku bullying
atau tetap pasif. Remaja yang memiliki empiric concern adalah remaja yang
mampu simpati terhadap orang lain dan perhatian terhadap kemalangan yang
dialami orang lain. Remaja yang cenderung memiliki tingkat empiric concern
sebaliknya, jika remaja memiliki tingkat empathic concern yang tinggi maka
distress merupakan kecemasan pribadi yang berorientasi pada diri sendiri serta
dilakukan oleh Mitchel, Wolak, dan Finkelhor (dalam Smith, Mahdavi, dkk,
membuat remaja menjadi depresi dan tertekan. Tekanan yang dialami oleh
36
D. Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pebelitian di atas, maka hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan negatif antara empati dengan