Anda di halaman 1dari 18

PENELITIAN TINDAKAN LAYANAN BIMBINGAN DAN

KONSELING

PENGGUNAAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN


SELF CONTROL DALAM MENGURANGI PERILAKU AGRESI FISIK SISWA KELAS
VII.8 SMP NEGERI 4 KENDARI TA. 2019/2020

Dosen Pengampu : Dodi Priyatmo Silondae S.Pd, M.Pd

Oleh:
Nama: Deasy Dita Sugianto
Nim : A1Q117033

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
2020
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI
I. PERILAKU AGRESIF

a. Pengertian Perilaku Agresif

Agresif adalah kata sifat dari agresi yang artinya dalam KBBI, perasaan marah atau
tindakan kasar akibat kecewa atau kegagalan dalam mencapai pemuasaan atau tujuan
yang dapat di arahkan kepada orang atau benda.1Menurut Mappiare dalam kamus istilah
konseling dan terapi mendefinisikan “aggression secara umum, ini menunjukkan pada
sikap perilaku menyerang secara fisik atau verbal seseorang kepada objek lain baik
pribadi maupun benda, dengan sifat yang merusak dalam teori konstruk pribadi dari
Kelly, ini menunjukkan khusus pada perluasan secara aktif sistem gagasan atau konstruk
pada seseorang”.2
Berkowitz dalam buku Kulsum dan jauhar menjelaskan bahwa “agresi merupakan
suatu bentuk perilaku yang mempunyai niat tertentu untuk melukai secara fisik maupun
psikologis pada diri orang lain”. Menurut Syamsul Secara umum, “perilaku agresif
didefinisikan sebagai perilaku yang secara aktual menimbulkan dampak negatif baik
secara fisik, psikis, sosial, integritas pribadi, objek atau lingkungan”. 3McGregor.et.al
dalam buku Syamsul Menyatakan bahwa “perilaku agresif baik secara fisik maupun
verbal cenderung mengakibatkan kerugian pada objek perilaku agresif”. Menurut
Atkinson dkk dalam buku Kulsum dan jauhar menjelaskan “agresi adalah tingkah laku
yang diharapkan untuk merugikan orang lain, perilaku yang dimaksud untuk melukai
orang lain (baik secara fisik atau verbal) atau merusak harta benda”.4
Sigmund freud dalam Fuad, menjelaskan “agresif merupakan suatu perilaku naluriah
dan instingtif, sebagai thanatos (naluri kematian), yaitu merupakan faktor yang
bertanggung jawab terbentuknya energi yang agresif di dalam kehidupan manusia”. Ia

1
Ebta Setiawan. (2016), Kamus Besar Bahasa Indonesia Diakses Dari http://kbbi.web.id/agresif. Tanggal 30
April 2020
2
Andi Mappiare,(2006)Kamus Istilah Konseling Dan Terapi,Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, h.14
3
Umi Kulsum,(2014), Pengantar Psikologi Sosial, Jakarta:Prestasi Pusta Karya, h. 241

4
Syamsul Bachri Thalib (2010), Psiklogi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif, Jakarta : Kencana, h. 212
memiliki pandangan tentang agresif sebagai suatu sikap bermusuhan, suatu energi agresif
yang akan membangun dan bersikap kritis serta dapat berkembang menjadi suatu perilaku
yang kejam, dan bersifat merusak.5

b. Karakteristik Perilaku Agresif

Supratiknya (1995: 86) menyebutkan ciri-ciri atau karakteristik yang terjadi pada
anak agresif yakni anak yang berperilaku agresif sulit untuk diatur, suka berkelahi
dengan temannya, tidak patuh, memusuhi orang lain baik secara verbal maupun
behavioral, suka untuk membalas dendam kepada orang lain yang melakukan kesalahan
padanya, vandalis, suka berbohong, sering mencuri, temperamental, agresif, bahkan
sampai membunuh. Psikologi behavioristik menganggap perilaku agresif merupakan
perilaku yang paling ekstrim, jelek dan tidak wajar.

Perilaku agresif antara anak laki-laki dan perempuan menduduki tingkat yang sama
tingginya ketika duduk dibangku sekolah dasar. Peningkatan perilaku terjadi ketika
berada pada usia sekolah menengah. Akibatnya, pada laki-laki, perilaku agresif pada
masa kanak-kanak menjadi prediktor perilaku agresif usia remaja yang konsisten
sedangkan untuk perempuan rata-rata lebih rendah daripada laki-laki (Marcus, 2007: 45).6

Menurut Marcus (2007: 11) perilaku agresif mempunyai ciri-ciri : (a) kejadian
perilaku (seperti menabrak atau mendorong), (b) perilaku non verbal yang timbal balik
(seperti berkelahi dengan menyejajarkan bahu, memandang dengan sangat lama,
mengepalkan tangan seperti tinju, dan lain-lain), (c) kesadaran hubungan (seperti
memperhebat alasan, persaingan melalui sepak bola), dan (d) penjelasan motivasi (seperti
tujuan) yang diikuti pertengkaran mulut. Pengamat harus mengamati dan memahami
pelaku dan korban karena mungkin akibatnya akan berbeda antara perilaku yang
bertujuan dengan perilaku yang kebetulan.

Berdasarkan pemaparan di atas, ciri-ciri anak yang memiliki perilaku agresif adalah
anak yang susah diatur, suka berkelahi, mencuri, berbohong, pendendam, vandalis,
temperamental dan sebagainya. Hal tersebut dapat menghambat anak dalam proses
belajarnya menjadi relatif berbeda dengan anak normal. Perbedaan tersebut muncul
sebagai akibat dari gangguan emosi yang disandangnya sehingga memunculkan

5
Fuad Nashori,(2008) 10 Kulsum dan jauharPsikologi Sosial Islam, Pengantar Psikologi Sosial. , Bandung : Refika
Aditama, H. 93h. 242
6
Marcus, R.F. (2007). Aggresion and violence in adolesence. New York: Cambridge University Press.
ketidakmatangan sosial dan atau emosionalnya selalu berdampak pada keseluruhan
perilaku dan pribadinya, termasuk dalam perilaku belajarnya.

c. Aspek-Aspek Perilaku Agresif


Menurut Sadli (dalam Adji, 2002:13) mengemukakan tentang aspek-aspek perilaku
agresif yaitu:7
a) Pertahanan diri, yaitu individu mempertahankan dirinya dengan cara menunjukkan
permusuhan, pemberontakan, dan pengerusakkan.
b) Perlawanan disiplin, yaitu individu melakukan hal-hal yang menyenangkan tetapi
melanggar aturan.
c) Egosentris, yaitu individu mengutamakan kepentingan pribadi seperti yang
ditunjukkan dengan kekuasaan dan kepemilikan. Individu ingin menguasai suatu
daerah atau memiliki suatu benda sehingga menyerang orang lain untuk mencapai
tujuannya tersebut, misalnya bergabung dalam kelompok tertentu.
d) Superioritas, yaitu individu merasa lebih baik daripada yang lainnya sehingga
individu tidak mau diremehkan, dianggap rendah oleh orang dan merasa dirinya
selalu benar sehingga akan melakukan apa saja walaupun dengan menyerang atau
menyakiti
orang lain.
e) Prasangka, yaitu memandang orang lain dengan tidak rasional.
f) Otoriter, yaitu seseorang yang cenderung kaku dalam memegang keyakinan,
cenderung memegang nilai-nilai konvensional, tidak bisa toleran terhadap kelemahan-
kelemahan yang ada pada dirinya sendiri atau orang lain dan selalu curiga.
Menurut Allport dan Adorno (dalam Koeswara, 1988:121-144), agresif dibedakan
menjadi dua aspek yaitu:8

a) Prasangka (Thinking ill others), yaitu mengimplikasikan bahwa dengan prasangka


individu atau kelompok menganggap buruk atau memandang negatif secara tidak
rasional. Hal ini bisa dilihat dari bagaimana individu berprasangka terhadap segala
sesuatu yang dihadapinya.
b) Otoriter, yaitu orang-orang yang memiliki ciri-ciri kepribadian yang cenderung kaku
dalam memegang keyakinannya, cenderung memegang nilai-nilai konvensional, tidak
bisa toleransi terhadap kelemahan yang ada dalam dirinya sendiri maupun dalam diri
7
Fedela Herviantini, Sekripsi Agresivitas Pada Remaja Ditinjau Dari Intensitas Menonton Film Kekerasan Di
Televisi, Semarang, Fakuktas Psikologi, UNIKA, 2007. Hlm 10
8
Koeswara. (1988). Agresi ,anusia. Bandung.: PT. Erasco
orang lain, cenderung bersifat menghukum, selalu curiga dan sangat menaruh hormat dan
pengabdian pada otoritas secara tidak wajar.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek perilaku agresif
terdiri dari pertahanan diri, perlawanan disiplin, egosentris, superior, keinginan untuk
menyerang dan otoriter.

d. Jenis Perilaku Agresif

Menurut Buss (dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2006:254) mengelompokkan agresi


manusia dalam delapan jenis yaitu:9

a) Agresi fisik aktif langsung: tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh
individu/kelompok terhadap individu/kelompok lain yang menjadi targetnya dan terjadi
kontak fisik secara langsung seperti memukul.
b) Agresi fisik pasif langsung: tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh
individu/kelompok terhadap individu/kelompok lain namun tidak terjadi kontak fisik
secara langsung seperti demonstrasi.
c) Agresi fisik aktif tidak langsung: tindakan agresi fisik yang dilakukan
individu/kelompok terhadap individu/kelompok lain dengan tidak berhadapan secara
langsung seperti merusak properti.
d) Agresi fisik pasif tidak langsung: tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh
individu/kelompok terhadap individu/kelompok lain dan tidak terjadi kontak fisik secara
langsung seperti tidak peduli dan masa bodoh.
e) Agresi verbal aktif langsung: tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh
individu/kelompok terhadap individu/kelompok lain dan berhadapan secara langsung
seperti menghina dan mencemooh.
f) Agresi verbal pasif langsung: tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh
individu/kelompok terhadap individu/kelompok lain namun tidak terjadi kontak verbal
secara langsung seperti menolak bicara atau bungkam.
g) Agresi verbal tidak langsung: tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh
individu/kelompok terhadap individu/kelompok lain seperti menyebar fitnah atau
mengadu domba.

9
Dayakisni, T & Hudaniah. (2006). Psikologi Sosial. Malang: Universitas Muhammadiyah
Malang
h) Agresi verbal pasif tidak langsung: tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh
individu/kelompok terhadap individu/kelompok lain dan tidak terjadi kontak verbal
secara langsung seperti tidak memberi dukungan.

Menurut pemaparan di atas dapat di simpulkan bahwa jenis perilaku agresif dapat
dilakukan secara verbal ataupun non verbal yaitu agresi fisik aktif langsung, fisik pasif
langsung, fisik aktif tidak langsung, fisik pasif tidak langsung, verbal aktif langsung,
verbal pasif langsung, verbal aktif tidak langsung, verbal pasif tidak langsung.

II. BIMBINGAN DAN KONSELING

a. Pengertian Bimbingan dan Konseling


Istilah Bimbingan dan Konseling, sebagaimana digunakan dalam literature
profesional di Indonesia, merupakan terjemahan dari kata Guidance dan Couseling.
Dalam kamus bahasa Inggris Guidance dikaitkan dengan kata asal guide, yang diartikan
sebagai berikut. menunjukkan jalan (showing the way), memimpin (leading), menuntun
(conducting), memberi petunjuk (giving instruction), mengatur (regulating), mengarahkan
10
(governing), memberi nasihat (giving advice). Bimbingan merupakan bantuan yang
diberikan kepada seorang (individu) atau sekelompok orang agar mereka itu dapat
berkembang menjadi pribadi-pribadi yang mandiri. 11
Pakar bimbingan yang lain mengungkapkan bahwa : Moh. Surya, Bimbingan ialah
suatu proses pemberian bantuan yang terus-menerus dan sistematis dari pembimbing
kepada yang di bombing agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri, pengarahan
diri, dan perwujudan diri dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan
penyesuaian diri dengan lingkungan.
Rochman Natawidjaja yang dikutip oleh Dewa Ketut Sukardi dan Desak P.E Nila
Kusmawati Bimbingan dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada
individu yang dilakukan secara berkesinambungan, agar individu tersebut dapat
memaami dirinya sendiri.
Prayitno, Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan orang yang
ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun
10
W.S Winkel dan M.M. Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, (Yogyakarta : Media
Abadi, 2007), hlm. 27.
11
Dewa Ketut Sukardi dan Desak P.E Nila Kusmawati, Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Jakarta :
Rineka Cipta, 2008), hlm. 2.
dewasa, agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri
dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu yang ada dan dapat dikembangkan
berdasarkan norma yang berlaku.12
Robert L. Gibson and Marianne H. Mitchell “Defined guidance as the process of
assisting individuals in making life adjustment 13 ” Bimbingan didefinisikan sebagai
proses membantu individu dalam membuat penyesuaian hidup. Dengan membandingkan
beberapa definisi tentang bimbingan, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian
bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang diberikan kepada seseorang atau
sekelompok orang secara terus-menerus dan sistematis oleh pembimbing agar individu
atau sekelompok individu menjadi pribadi mandiri melalui berbagai bahan, interaksi,
nasihat, gagasan, alat dan asuhan yang didasarkan atas norma-norma yang berlaku.
Sedangkan Couseling dikaitkan dengan kata Cousel, yang diartikan sebagai berikut :
nasihat (to obtain counsel), anjuran (to give counsel), pembicaraan (to take counsel).
Dengan demikian, counseling akan diartikan sebagai pemberi nasihat, pemberi anjuran,
dan pembicaraan dengan bertukar pikiran.14
Rochman Natawidjaja yang dikutip oleh Dewa Ketut Sukardi dan Desak P.E Nila
Kusmawati mendefinisikan bahwa konseling adalah satu jenis pelayanan yang merupakan
bagian terpadu dari bimbingan. Konseling dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik
antara dua orang individu, di mana yang seorang (konselor) berusaha membantu yang lain
(konseli) untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungan dengan
masalah-masalah yang dihadapinya pada waktu yang akan datang. 15
Moh. Surya mengungkapkan bahwa konseling itu merupakan upaya bantuan yang
diberikan kepada konseli supaya dia memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri
sendiri, untuk dimanfaatkan olehnya dalam memperbaiki tingkah lakunya pada masa
yang akan mendatang.
“Counseling is essentially communication and as such it is essentially a two directional
process”16
Konseling pada dasarnya komunikasi dan karena itu pada dasarnya adalah dua proses
12
Dewa Ketut Sukardi dan Desak P.E Nila Kusmawati, Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah,hlm. 2.
13
Robert L. Gibson and Marianne H. Mitchell, Introduction to Guidance, (New York: Collier Macmillan
Publishers,1981), hlm. 14 .

14
W.S Winkel dan M.M. Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, hlm. 34.

15
Dewa Ketut Sukardi dan Desak P.E Nila Kusmawati, Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah, hlm. 4-5.
16
Dugald S. Arbuckle, Counseling: Philosopy, Theory and Practice, (United States of America: Allyn and Bacon
Inc, 1970), hlm. 12-13.
yang saling berhubungan.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian konseling adalah suatu
upaya bantuan yang dilakukan dengan empat mata atau tatap muka, antara konselor dan
konseli yang berisi usaha yang laras unik dan manusiawi yang dilakukan dalam suasana
keahlian dan yang didasarkan atas norma-norma yang berlaku untuk tujuan-tujuan yang
berguna untuk konseli.
Bimbingan dan konseling semuanya mengarahkan kepada peserta didik agar peserta didik
lebih memahami dirinya sendiri baik dari kekurangannya maupun kelebihannya, untuk
berani mengambil sendiri keputusan yang baik (sesuai dengan bakat, kemampuan dan
minat) untuk dirinya.
b. Bimbingan dan Konseling Kelompok
Bimbingan kelompok merupakan bantuan terhadap individu yang dilaksanakan dalam
situasi kelompok. Bimbingan kelompok dapat berupa penyampaian informasi ataupun
aktivitas kelompok membahas masalah-masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi dan
sosial.
Pemberian informasi dalam bimbingan kelompok terutama dimaksudkan untuk
meningkatkan pemahaman tentang kenyataan, aturan-aturan dalam kehidupan, dan cara-
cara yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan tugas, serta meraih masa depan dalam
studi, karier, ataupun kehidupan. Aktivitas kelompok diarahkan untuk memperbaiki dan
mengembangkan pemahaman diri dan pemahaman lingkungan, penyesuaian diri serta
pengembangan diri.
Bimbingan melalui kelompok lebih efektif karena selain peran individu lebih akif,
juga memungkinkan terjadinya pertukaran pemikiran, pengalaman, rencana dan
penyelesaian masalah. Pelayanan bimbingan kelompok dimaksudkan untuk
memungkinkan peserta didik secara bersama-sama memperoleh fungsi utama bimbingan
yang didukung oleh layanan konseling kelompok yaitu fungsi pengentasan .
Fungsi utama bimbingan yang didukung oleh layanan konseling kelompok ialah
fungsi pengentasan. Konseling kelompok merupakan konseling yang diselenggarakan
dalam kelompok dengan memanfaatkan dinamika kelompok yang terjadi di dalam
kelompok itu.
Konseling kelompok merupakan bantuan kepada individu dalam situasi kelompok yang
bersifat pencegahan dan penyembuhan, serta diarahkan pada pemberian kemudahan
dalam perkembangan dan pertumbuhannya. Konseling kelompok bersifat memberi
kemudahan bagi pertumbuhan dan perkembangan individu, dalam arti memberi
kesempatan, dorongan, juga pengarahan kepada individu-individu yang bersangkutan
untuk mengubah sikap dan perilakunya selaras dengan lingkungannya. Konseling
kelompok adalah layanan yang membantu peserta didik dalam pembahasan dan
pengentasan masalah pribadi melalui dinamika kelompok. 17
Masalah-masalah yang dibahas merupakan masalah perorangan yang muncul di
dalam kelompok itu, yang meliputi berbagai masalah dalam segenap bidang bimbingan
yaitu bidang bimbingan pribadi, sosial, belajar, dan karier.
Bimbingan dan konseling kelompok, yaitu pelayan bimbingan dan konseling yang
memungkinkan sejumlah peserta didik (konseli) secara bersama-sama melalui dinamika
kelompok memperoleh berbagai bahan dari narasumber tertentu (terutama dari guru
pembimbing/konselor) membahas secara bersama-sama pokok bahasan tertentu yang
berguna untuk menunjang pemahaman dan kehidupan sehari-hari untuk perkembangan
dirinya baik sebagai individu maupun sebagai pelajar, dan untuk pertimbangan dalam
pengambilan keputusan tindakan tertentu. Bimbingan dan konseling kelompok
dilaksanakan dalam tiga kelompok, yaitu kelompok kecil (2-6 orang), kelompok sedang
(7-12 orang), dan kelompok besar (13-20 orang) ataupun kelas (20-40 orang).

c. Tujuan Bimbingan dan Konseling Kelompok


Individu atau peserta didik yang dibimbing, merupakan individu yang sedang dalam
proses perkembangan. Oleh sebab itu merujuk kepada perkembangan individu yang
dibimbing, maka tujuan bimbingan dan konseling adalah agar tercapai perkembangan
yang optimal pada individu yang dibimbing.
Individu yang sedang dalam proses perkembangan apalagi ia adalah seorang peserta
didik, tentu banyak masalah yang dihadapinya baik masalah pribadi, sosial maupun
akademik dan masalah masalah lainnya. Merujuk kepada masalah yang dihadapi peserta
didik, maka tujuan bimbingan dan konseling adalah agar individu yang dibimbing
memiliki kemampuan atau kecakapan melihat dan menemukan masalahnya dan mampu
atau cakap memecahkan sendiri masalah yang dihadapinya serta mampu menyesuaikan
diri secara efektif dengan lingkungannya.
Penerapan bimbingan dan konseling kelompok untuk membantu klien tentu saja
dilakukan berdasarkan tujuan-tujuan khusus yang membedakannya dari konseling
individual. Adapun tujuan bimbingan dan konseling kelompok menurut Bariyyah adalah :

17
Achnad Juntika Nurihsan, Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan, (Bandung: Refika
Aditama, 2010)
1) Membantu individu mencapai perkembangan yang optimal.
2) Berperan mendorong munculnya motivasi kepada klien untuk merubah perilakunya
dengan memanfaatkan potensi yang dimilikinya.
3) Klien dapat mengatasi masalahnya lebih cepat dan tidak menimbulkan gangguan
emosi.
4) Menciptakan dinamika sosial yang berkembang intensif.
5) Mengembangkan keterampilan komunikasi dan interaksi sosial yang baik dan sehat.
d. Fungsi Bimbingan dan Konseling Kelompok
Pelayanan bimbingan dan konseling kelompok khususnya di sekolah dan madrasah
memiliki beberapa fungsi, yaitu fungsi pencegahan, pemahaman, pengentasan,
pemeliharaan dan pengembangan.
1) Fungsi pencegahan yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan
tercegahnya atau terhindarnya peserta didik dari berbagai permasalahan yang mungkin
timbul, yang akan dapat mengganggu, menghambat atau menimbulkan kesulitan dan
kerugian-kerugian dalam proses perkembangan.
2) Fungsi pemahaman yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan
pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai kepentingan pengembangan
peserta didik.
3) Fungsi pengentasan yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan
terentasnya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dialami peserta didik.
4) Fungsi pemeliharaan dan pengembangan yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang
akan menghasilkan terpelihara dan ter kembangkannya berbagai potensi dan kondisi
positif peserta didik dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan
berkelanjutan.
Fungsi tersebut diwujudkan melalui diselenggarakannya berbagai jenis layanan dan
kegiatan bimbingan dan konseling untuk mencapai hasil sebagaimana terkandung di
dalam masing-masing fungsi itu. Setiap pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling
yang dilaksanakan harus secara langsung mengacu kepada satu atau lebih fungsi-fungsi
tersebut agar hasil-hasil yang hendak dicapainya jelas dapat diidentifikasi dan dievaluasi.

e. Pelaksanaan Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok


Pelaksanaan layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok ditujukan pada 4 bidang
layanan, yaitu sebagai berikut:
1) Bidang pribadi
layanan Bimbingan dan Konseling ditujukan agar peserta didik memiliki
pemahaman diri, rasa percaya diri, harga diri, rasa tanggung jawab dan mampu
membuat keputusan secara bijak. Usaha bimbingan dan konseling ini ditunjukkan
kepada siswa dalam usahanya mengatasi masalah pribadinya.

(a) Pemahaman diri adalah kemampuan seseorang untuk mengerti, mengingat,


memperoleh makna dari pengetahuan atau informasi yang diperoleh kemudian dapat
menjelaskan apa yang dipahami dengan baik, melalui konsep nilai yang dimiliki
seseorang atau sekelompok orang mengenai kehidupannya.
(b) Rasa percaya diri adalah sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap
pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapan.
(c) Harga diri adalah penilaian individu terhadap kehormatan diri, melalui sikap
terhadap dirinya sendiri yang sifatnya implisit dan tidak diverbalisasikan dan
menggambarkan sejauh mana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang
memiliki kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten.
(d) Tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas
dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan tuhan.
(e) Membuat keputusan adalah merupakan usaha penciptaan kejadian kejadian dan
pembentukan peristiwa-peristiwa pada saat pemilihan dan sesudahnya.

2) Layanan Sosial

Layanan sosial merupakan suatu usaha dalam mengatasi emosi diri, membina
hubungan kemanusiaan dengan sesama di berbagai lingkungan dan memiliki budi
pekerti yang luhur. layanan Bimbingan dan Konseling ditujukan untuk membantu
peserta didik mengembangkan hubungan antar pribadi dan menghormati orang lain.

(a) Mengatasi Emosi Diri adalah Mengatasi suatu respon terhadap suatu perangsang
yang menyebabkan perubahan fisiologis disertai perasaan yang kuat dan biasanya
mengandung kemungkinan untuk meletus pada diri sendiri.
(b) Hubungan antar pribadi adalah Hubungan dimana cara-cara individu bereaksi
terhadap orang-orang di sekitarnya dan bagaimanakah pengaruh hubungan itu
terhadap dirinya
(c) Menghormati orang lain adalah suatu sikap memberi terhadap suatu nilai yang
diterima oleh manusia dalam hal mengakui, menaati dan memperlakukan orang lain
dengan hormat.
(d) Berbudi pekerti yang luhur adalah tingkah laku atau perbuatan yang sesuai dengan
akal sehat dimana perbuatan yang sesuai dengan akal sehat itu yang sesuai nilai-nilai,
moralitas masyarakat dan jika perbuatan itu menjadi kebiasaan masyarakat, maka
akan menjadi tata krama di dalam pergaulan warga masyarakat.

3) Bidang belajar
Layanan belajar yaitu layanan Bimbingan dan Konseling yang memungkinkan
peserta didik mengembangkan diri berkenaan dengan sikap dan kebiasaan belajar
yang baik, materi belajar yang cocok dengan kecepatan dan kesulitan belajarnya serta
berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya.18

III. KONTROL DIRI/ SELF CONTROL

a. Pengertian Self Control


Menurut Mappiare dalam kamus istilah konseling dan terapi mendefinisikan “Self
Control, menunjukkan pada kesadaran dan kemampuan individu dalam menahan diri dari
berbagai stimuli atau rangsang yang dapat mempengaruhi efektivitas seseorang”.19
Menurut Ghufron “Self Control merupakan suatu kecakapan individu dalam kepekaan
membaca situasi diri dan lingkungannya”. Selain itu juga kemampuan untuk mengontrol
dan mengelola faktor-faktor perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi untuk
menampilkan diri dalam melakukan sosialisasi kemampuan untuk mengendalikan
perilaku, kecenderungan menarik perhatian, keinginan mengubah perilaku agar sesuai
utuk orang lain, menyenangkan orang lain, selalu konfrom dengan orang lain dan
menutupi perasaannya.20
Calhoun dan Acocella dalam buku Ghuffran mendefenisikan “kontrol diri (Self

18
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001)
19
Andi Mappiare,Kamus Istilah Konseling Dan Terapi
20
M. Nur Ghufron Dan Rini Risnawati S, (2012), Teori-Teori Psikologi, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Control) sebagai pengaturan proses-proses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang
dengan kata lain serangkaian proses yang membentuk dirinya sendiri”. Goldfried dan
Merbaum dalam buku Ghufran mendefinisikan “kontrol diri sebagai suatu kemampuan
untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat
membawa individu ke arah kosikuensi positif.”
Synder dan Gangested dalam buku Ghufran menyatakan bahwa “konsep mengenai
kontrol diri secara langsung sangat relevan untuk melihat hubungan antara pribadi dengan
lingkungan masyarakat dalam mengatur kesan masyarakatyang sesuai dengan isyarat
situasional dalam bersikap dan
berpendirian yang efektif”.
Menurut Djaali kontrol diri berarti “kemampuan anak untuk mengontrol impuls
mereka, dan perasaan anak bahwa mereka dapat mengendalikan kejadian atau peristiwa
di sekeliling mereka”.21
Menurut Lazarus dalam buku Syamsul menjelaskan bahwa “Kontrol diri
menggambarkan keputusan individu melalui pertimbangan kognitif untuk menyatukan
perilaku yang telah disusun guna meningkatkan hasil dan tujuan tertentu sebagaimana
yang di inginkan”. Menurut Gleitman dalam buku Syamsul mengatakan bahwa “Kontrol
diri merujuk ada kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang ingin dilakukan
tanpa terhalangi baik oleh rintangan maupun kekuatan yang berasal dari dalam diri
individu”.
Menurut Chaplin, (2001:450) self control sebagai kemampuan untuk membimbing
tingkah laku sendiri, kemampuan untuk menekan, merintangi impuls-impuls atau tingkah
laku impulsif. Di mana self control ini penting untuk dikembangkan karena individu tidak
hidup sendiri melainkan bagian dari kelompok masyarakat. Individu mampu mengontrol
diri berarti individu memiliki self control.22
Berdasarkan dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud kontrol diri adalah kemampuan seseorang untuk menahan keinginan dan
mengendalikan tingkah lakunya sendiri, mampu mengendalikan emosi serta dorongan-
dorongan dari dalam dirinya yang berhubungna dengan oranglain, lingkungan,
pengalaman, dalam bentuk fisik maupun psikologis untuk memperoleh tujuan di masa
depan dan di nilai secara sosial.

21
Djaali,(2013),Psikologi Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara, h. 30
22
Sari Dewi Yuhana Ningtyas,2012 “Hubungan Antara Self Control Dengan Internet Addiction Pada
Mahasiswa”.Educational Psychology Journal, Vol 1 nomor 1 tahun 2012
b. Jenis Dan Aspek Self Control

Averill dalam buku Ghufran menggunakan istilah kontrol personal untuk menyebut
kontrol diri. Kontrol personal mencakup 3 jenis yaitu : kontrol perilaku (behavior
control), kontrol kognitif (cognitive control) dan mengontrol keputusan (decisional
control). Ketiga jenis dapat di jelaskan sebagai berikut : 23

1). Kontrol perilaku (behavior control)

Kontrol perilaku merupakan kesiapan tersedianya suatu respons yang dapat secara
langsung mempegaruhi atau memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan.
Kemampuan mengontrol diri ini di perinci menjadi dua komponen, yaitu mengatur
pelaksanaan (regulated administration) dan kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus
modifiability). Kemampuan mengatur pelaksanaan merupakan kemampuan individu
untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan.

2) Kontrol kognitif ( cognitive control)

Kemampuan individu dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan dengan cara
menginterpretasi, menilai dan menggabungkan suatu kejadian dalam suhu kerangka
kognitif sebagai adaptasi psikologis atau untuk mengurangi tekanan. Dengan informasi
yang dimiliki oleh individu terhadap keadaan yang tidak menyenangkan, individu
berusaha menilai dan menafsirkan suatu keadaan dengan cara memperhatikan segisegi
positif secara subyektif atau memfokuskan pada pemikiran yang menyenangkan atau
netral.

3) Mengontrol keputusan (decision control)

Kemampuan seseorang untuk memilih suatu berdasarkan pada sesuatu yang diyakini
atau yang disetujuinya. Kontrol diri dalam menentukan pilihan akan berfungsi baik

23
Leilly Puji Rahayu, 2018 “Pengaruh Pola Asuh Orang Tua dan Kontrol diri Terhadap Perilaku Agresif Pada
Remaja SMP Negeri 27 Samarinda”. PSIKOBORNEO, Vol 6 Nomor 2.
dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan atau kemungkinan pada diri individu untuk
memilih berbagai kemungkinan tindakan.

Menurut Block dan Block dalam buku Ghufron dan Rini ada tiga jenis kualitas kontrol
diri, yaitu over control, under control, appopriate control. Over control merupakan kontrol
diri yang dilakukan oleh individu secara berlebihan yang menyebabkan individu banyak
menahan diri dalam bereaksi terhadap stimulus. Under control merupakan suatu
kecenderungan individu untuk melepaskan implusivitas dengan bebas tanpa perhitungan
yang masak. Sementara appropriate control merupakan kontrol individu dalam upaya
mengendalikan implus secara tepat.
Berdasarkan uraian dan penjelasan diatas, maka untuk mengukur kontrol diri biasanya
digunakan aspek-aspek seperti : 1). Kemampuan mengontrol perilaku. 2). Kemampuan
mengontrol stimulus 3). Kemampuan mengantisipasi suatu peristiwa atau kejadian, 4).
Kemampuan menafsirkan peristiwa atau kejadian, 5). Kemampuan mengambil keputusan.

Orang yang rendah kemampuan pengendalian dirinya cenderung akan reaktif dan terus
reaktif (terbawa hanyut kedalam situasi sulit). Sedangkan orang yang tinggi kemampuan
mengendalikan akan cenderung proaktif (punya kesadaran untuk memilih yang positif).

c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Self Control

Menurut Ghufron self control di pengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal (dari
diri individu) dan faktor eksternal (lingkungan individu). Faktor internal yang ikut andil
terhadap kontrol diri adalah usia, semakin bertambah usia seseorang maka semakin baik
kemampuan mengontrol diri seseorang.
Faktor eksternal diantaranya adalah keluarga. Lingkungan keluarga terutama orang tua
menentukan bagaimana kemampuan megontrol diri seseorang. Persepsi remaja terhadap
penerapan disiplin orang tua yang semakin demokratis cenderung diikuti tingginya
kemampuan mengontrol diri. Oleh sebab itu, apabila orang tua tetap konsisten terhadap
konsekuensi yang dilakukan anak bila ia menyimpang dari yang sudah ditetapkan, maka
sikap kekonsistensian ini akan diinternalisasikan anak.

d. Cara Mengembangkan Kemampuan Self Control


1) Membuat atau memodifikasi lingkungan menjadi responsif atau menunjang tujuan-
tujuan yang ingin dicapai oleh individu.
2) Memperbanyak informasi dan kemampuan untuk menghadapi atau menyesuaikan diri
dengan lingkungan .
3) Menggunakan secara lebih efektif kebebasan memilih dalam pengaturan lingkungan.

B. PENELITIAN YANG RELEVAN

Ada beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan yaitu
sebagai berikut:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Leilly Puji Rahayu pada tahun 2018, tentang “Pengaruh
Pola Asuh Orang Tua dan Kontrol Diri Terhadap Perilaku Agresif Pada remaja SMP
Negeri 27 Samarinda”. Keterkaitan penelitian tersebut dengan yang peneliti akan lakukan
yaitu sama sama memperhatikan aspek self control/ kontrol diri terhadap perilaku agresif
siswa SMP. Namun peneliti ini hanya melihat pengaruh yang ditimbulkan. Dari hasil
penelitiannya didapatkan hasil sebagai berikut:

a) Tidak terdapat pengaruh antara pola asuh orang tua terhadap perilaku agresif pada
remaja SMP Negeri 27 Samarinda.
b) Terdapat pengaruh kontrol diri terhadap perilaku agresif pada remaja SMP Negeri 27
Samarinda.
c) Terdapat pengaruh pola asuh orang tua dan kontrol diri terhadap perilaku agresif pada
remaja SMP Negeri 27 Samarinda.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Retno Purwasih, I Wayan Dharmayana, Illawaty Sulian
pada tahun 2017 tentang “Hubungan Kompetensi Kontrol Diri Terhadap Kecenderungan
Perilaku Agresif Siswa SMK Bengkulu Utara”, diperoleh hasil bahwa adanya pengaruh
layanan penguasaan konten terhadap tingkat kontrol diri siswa kelas XI TSM setelah
diberikan layanan penguasaan konten sebanyak 7 kali pertemuan dengan materi yang
berbeda disetiap pertemuan. Terdapat hubungan antara kompetensi kontrol diri dengan
kecenderungan perilaku agresif siswa kelas XI TSM. Semakin tinggi tingkat kemampuan
kontrol diri siswa maka semakin rendah kecenderungan perilaku agresif siswa dan juga
sebaliknya, semakin rendah tingkat kemampuan kontrol diri makan semakin tinggi
kecenderungan perilaku agresif siswa.

Perbedaan dari penelitian yang dilakukan oleh Leilly Puji Rahayu pada tahun 2018, dan
Penelitian yang dilakukan oleh Retno Purwasih, I Wayan Dharmayana, Illawaty Sulian pada
tahun 2017 yaitu pada tujuan penelitian dan treatment yang digunakan, kedua penelitian
tersebut fokus terhadap pengaruh maupun hubungan kontrol diri dan perilaku agresif,
sedangkan penelitian yang akan peneliti lakukan lebih menjurus kepada meningkatkan
kontrol diri siswa dengan menggunakan layanan konseling kelompok.

C. KERANGKA BERFIKIR

Beberapa peserta didik kelas VII di SMP N 4 Kendari terindikasi memiliki perilaku
agresif dalam hal ini agresif fisik, seperti memukul teman, mencambuk teman menggunakan
dasi, maupun menarik baju teman dengan kasar. Bahkan menurut penuturan langsung guru
Bimbingan dan Konseling di sekolah tersebut masih sering terjadi agresi fisik yang di
lakukan antar siswa, bahkan sampai melukai fisik.

Hal tersebut tentu menjadi perhatian dan memerlukan pemecahan masalah agar peserta
didik mampu mengembangkan potensi yang ada secara maksimal dan tidak lagi melakukan
perilaku negatif seperti agresivitas. Pada lingkungan sekolah, perlu adanya upaya pemecahan
masalah yang dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling di sekolah yang bekerja sama
dengan kepala sekolah maupun guru mata pelajaran, salah satunya dengan menggunakan
layanan konseling kelompok, dalam hal ini untuk meningkatkan kontrol diri siswa.

Kontrol diri/self control berkaitan erat dengan perilaku agresif.Terjadinya tindakan agresif
merupakan bentuk kurangnya self control. Self control sangat perlu ditanam dalam diri siswa,
sehingga dalam mengendalikan diri siswa perlu mengatur perilaku dan stimulus dalam
mengambil keputusan untuk menampilkan diri dalam sosialisasi sesuai dengan antisipasi
yang dilakukan.
Siswa dengan self control tinggi sangat memperhatikan cara-cara yang tepat untuk
berperilaku dengan teman sebayanya dan tidak menyimpang, serta bersikap hangat dan
bersahabat. Ketidakmampuan siswa dalam mengendalikan diri akan berdampak buruk bagi
pergaulan sosialnya sehingga mengakibatkan terjadinya tindakan pelaku agresif. Oleh karena
itu hendaknya dilakukan konseling kelompok, untuk meningkatkan self control/ kontrol diri
siswa, sehingga mengurangi perilaku agresif.

Anda mungkin juga menyukai