KONSELING
Oleh:
Nama: Deasy Dita Sugianto
Nim : A1Q117033
A. LANDASAN TEORI
I. PERILAKU AGRESIF
Agresif adalah kata sifat dari agresi yang artinya dalam KBBI, perasaan marah atau
tindakan kasar akibat kecewa atau kegagalan dalam mencapai pemuasaan atau tujuan
yang dapat di arahkan kepada orang atau benda.1Menurut Mappiare dalam kamus istilah
konseling dan terapi mendefinisikan “aggression secara umum, ini menunjukkan pada
sikap perilaku menyerang secara fisik atau verbal seseorang kepada objek lain baik
pribadi maupun benda, dengan sifat yang merusak dalam teori konstruk pribadi dari
Kelly, ini menunjukkan khusus pada perluasan secara aktif sistem gagasan atau konstruk
pada seseorang”.2
Berkowitz dalam buku Kulsum dan jauhar menjelaskan bahwa “agresi merupakan
suatu bentuk perilaku yang mempunyai niat tertentu untuk melukai secara fisik maupun
psikologis pada diri orang lain”. Menurut Syamsul Secara umum, “perilaku agresif
didefinisikan sebagai perilaku yang secara aktual menimbulkan dampak negatif baik
secara fisik, psikis, sosial, integritas pribadi, objek atau lingkungan”. 3McGregor.et.al
dalam buku Syamsul Menyatakan bahwa “perilaku agresif baik secara fisik maupun
verbal cenderung mengakibatkan kerugian pada objek perilaku agresif”. Menurut
Atkinson dkk dalam buku Kulsum dan jauhar menjelaskan “agresi adalah tingkah laku
yang diharapkan untuk merugikan orang lain, perilaku yang dimaksud untuk melukai
orang lain (baik secara fisik atau verbal) atau merusak harta benda”.4
Sigmund freud dalam Fuad, menjelaskan “agresif merupakan suatu perilaku naluriah
dan instingtif, sebagai thanatos (naluri kematian), yaitu merupakan faktor yang
bertanggung jawab terbentuknya energi yang agresif di dalam kehidupan manusia”. Ia
1
Ebta Setiawan. (2016), Kamus Besar Bahasa Indonesia Diakses Dari http://kbbi.web.id/agresif. Tanggal 30
April 2020
2
Andi Mappiare,(2006)Kamus Istilah Konseling Dan Terapi,Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, h.14
3
Umi Kulsum,(2014), Pengantar Psikologi Sosial, Jakarta:Prestasi Pusta Karya, h. 241
4
Syamsul Bachri Thalib (2010), Psiklogi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif, Jakarta : Kencana, h. 212
memiliki pandangan tentang agresif sebagai suatu sikap bermusuhan, suatu energi agresif
yang akan membangun dan bersikap kritis serta dapat berkembang menjadi suatu perilaku
yang kejam, dan bersifat merusak.5
Supratiknya (1995: 86) menyebutkan ciri-ciri atau karakteristik yang terjadi pada
anak agresif yakni anak yang berperilaku agresif sulit untuk diatur, suka berkelahi
dengan temannya, tidak patuh, memusuhi orang lain baik secara verbal maupun
behavioral, suka untuk membalas dendam kepada orang lain yang melakukan kesalahan
padanya, vandalis, suka berbohong, sering mencuri, temperamental, agresif, bahkan
sampai membunuh. Psikologi behavioristik menganggap perilaku agresif merupakan
perilaku yang paling ekstrim, jelek dan tidak wajar.
Perilaku agresif antara anak laki-laki dan perempuan menduduki tingkat yang sama
tingginya ketika duduk dibangku sekolah dasar. Peningkatan perilaku terjadi ketika
berada pada usia sekolah menengah. Akibatnya, pada laki-laki, perilaku agresif pada
masa kanak-kanak menjadi prediktor perilaku agresif usia remaja yang konsisten
sedangkan untuk perempuan rata-rata lebih rendah daripada laki-laki (Marcus, 2007: 45).6
Menurut Marcus (2007: 11) perilaku agresif mempunyai ciri-ciri : (a) kejadian
perilaku (seperti menabrak atau mendorong), (b) perilaku non verbal yang timbal balik
(seperti berkelahi dengan menyejajarkan bahu, memandang dengan sangat lama,
mengepalkan tangan seperti tinju, dan lain-lain), (c) kesadaran hubungan (seperti
memperhebat alasan, persaingan melalui sepak bola), dan (d) penjelasan motivasi (seperti
tujuan) yang diikuti pertengkaran mulut. Pengamat harus mengamati dan memahami
pelaku dan korban karena mungkin akibatnya akan berbeda antara perilaku yang
bertujuan dengan perilaku yang kebetulan.
Berdasarkan pemaparan di atas, ciri-ciri anak yang memiliki perilaku agresif adalah
anak yang susah diatur, suka berkelahi, mencuri, berbohong, pendendam, vandalis,
temperamental dan sebagainya. Hal tersebut dapat menghambat anak dalam proses
belajarnya menjadi relatif berbeda dengan anak normal. Perbedaan tersebut muncul
sebagai akibat dari gangguan emosi yang disandangnya sehingga memunculkan
5
Fuad Nashori,(2008) 10 Kulsum dan jauharPsikologi Sosial Islam, Pengantar Psikologi Sosial. , Bandung : Refika
Aditama, H. 93h. 242
6
Marcus, R.F. (2007). Aggresion and violence in adolesence. New York: Cambridge University Press.
ketidakmatangan sosial dan atau emosionalnya selalu berdampak pada keseluruhan
perilaku dan pribadinya, termasuk dalam perilaku belajarnya.
a) Agresi fisik aktif langsung: tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh
individu/kelompok terhadap individu/kelompok lain yang menjadi targetnya dan terjadi
kontak fisik secara langsung seperti memukul.
b) Agresi fisik pasif langsung: tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh
individu/kelompok terhadap individu/kelompok lain namun tidak terjadi kontak fisik
secara langsung seperti demonstrasi.
c) Agresi fisik aktif tidak langsung: tindakan agresi fisik yang dilakukan
individu/kelompok terhadap individu/kelompok lain dengan tidak berhadapan secara
langsung seperti merusak properti.
d) Agresi fisik pasif tidak langsung: tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh
individu/kelompok terhadap individu/kelompok lain dan tidak terjadi kontak fisik secara
langsung seperti tidak peduli dan masa bodoh.
e) Agresi verbal aktif langsung: tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh
individu/kelompok terhadap individu/kelompok lain dan berhadapan secara langsung
seperti menghina dan mencemooh.
f) Agresi verbal pasif langsung: tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh
individu/kelompok terhadap individu/kelompok lain namun tidak terjadi kontak verbal
secara langsung seperti menolak bicara atau bungkam.
g) Agresi verbal tidak langsung: tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh
individu/kelompok terhadap individu/kelompok lain seperti menyebar fitnah atau
mengadu domba.
9
Dayakisni, T & Hudaniah. (2006). Psikologi Sosial. Malang: Universitas Muhammadiyah
Malang
h) Agresi verbal pasif tidak langsung: tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh
individu/kelompok terhadap individu/kelompok lain dan tidak terjadi kontak verbal
secara langsung seperti tidak memberi dukungan.
Menurut pemaparan di atas dapat di simpulkan bahwa jenis perilaku agresif dapat
dilakukan secara verbal ataupun non verbal yaitu agresi fisik aktif langsung, fisik pasif
langsung, fisik aktif tidak langsung, fisik pasif tidak langsung, verbal aktif langsung,
verbal pasif langsung, verbal aktif tidak langsung, verbal pasif tidak langsung.
14
W.S Winkel dan M.M. Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, hlm. 34.
15
Dewa Ketut Sukardi dan Desak P.E Nila Kusmawati, Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah, hlm. 4-5.
16
Dugald S. Arbuckle, Counseling: Philosopy, Theory and Practice, (United States of America: Allyn and Bacon
Inc, 1970), hlm. 12-13.
yang saling berhubungan.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian konseling adalah suatu
upaya bantuan yang dilakukan dengan empat mata atau tatap muka, antara konselor dan
konseli yang berisi usaha yang laras unik dan manusiawi yang dilakukan dalam suasana
keahlian dan yang didasarkan atas norma-norma yang berlaku untuk tujuan-tujuan yang
berguna untuk konseli.
Bimbingan dan konseling semuanya mengarahkan kepada peserta didik agar peserta didik
lebih memahami dirinya sendiri baik dari kekurangannya maupun kelebihannya, untuk
berani mengambil sendiri keputusan yang baik (sesuai dengan bakat, kemampuan dan
minat) untuk dirinya.
b. Bimbingan dan Konseling Kelompok
Bimbingan kelompok merupakan bantuan terhadap individu yang dilaksanakan dalam
situasi kelompok. Bimbingan kelompok dapat berupa penyampaian informasi ataupun
aktivitas kelompok membahas masalah-masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi dan
sosial.
Pemberian informasi dalam bimbingan kelompok terutama dimaksudkan untuk
meningkatkan pemahaman tentang kenyataan, aturan-aturan dalam kehidupan, dan cara-
cara yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan tugas, serta meraih masa depan dalam
studi, karier, ataupun kehidupan. Aktivitas kelompok diarahkan untuk memperbaiki dan
mengembangkan pemahaman diri dan pemahaman lingkungan, penyesuaian diri serta
pengembangan diri.
Bimbingan melalui kelompok lebih efektif karena selain peran individu lebih akif,
juga memungkinkan terjadinya pertukaran pemikiran, pengalaman, rencana dan
penyelesaian masalah. Pelayanan bimbingan kelompok dimaksudkan untuk
memungkinkan peserta didik secara bersama-sama memperoleh fungsi utama bimbingan
yang didukung oleh layanan konseling kelompok yaitu fungsi pengentasan .
Fungsi utama bimbingan yang didukung oleh layanan konseling kelompok ialah
fungsi pengentasan. Konseling kelompok merupakan konseling yang diselenggarakan
dalam kelompok dengan memanfaatkan dinamika kelompok yang terjadi di dalam
kelompok itu.
Konseling kelompok merupakan bantuan kepada individu dalam situasi kelompok yang
bersifat pencegahan dan penyembuhan, serta diarahkan pada pemberian kemudahan
dalam perkembangan dan pertumbuhannya. Konseling kelompok bersifat memberi
kemudahan bagi pertumbuhan dan perkembangan individu, dalam arti memberi
kesempatan, dorongan, juga pengarahan kepada individu-individu yang bersangkutan
untuk mengubah sikap dan perilakunya selaras dengan lingkungannya. Konseling
kelompok adalah layanan yang membantu peserta didik dalam pembahasan dan
pengentasan masalah pribadi melalui dinamika kelompok. 17
Masalah-masalah yang dibahas merupakan masalah perorangan yang muncul di
dalam kelompok itu, yang meliputi berbagai masalah dalam segenap bidang bimbingan
yaitu bidang bimbingan pribadi, sosial, belajar, dan karier.
Bimbingan dan konseling kelompok, yaitu pelayan bimbingan dan konseling yang
memungkinkan sejumlah peserta didik (konseli) secara bersama-sama melalui dinamika
kelompok memperoleh berbagai bahan dari narasumber tertentu (terutama dari guru
pembimbing/konselor) membahas secara bersama-sama pokok bahasan tertentu yang
berguna untuk menunjang pemahaman dan kehidupan sehari-hari untuk perkembangan
dirinya baik sebagai individu maupun sebagai pelajar, dan untuk pertimbangan dalam
pengambilan keputusan tindakan tertentu. Bimbingan dan konseling kelompok
dilaksanakan dalam tiga kelompok, yaitu kelompok kecil (2-6 orang), kelompok sedang
(7-12 orang), dan kelompok besar (13-20 orang) ataupun kelas (20-40 orang).
17
Achnad Juntika Nurihsan, Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan, (Bandung: Refika
Aditama, 2010)
1) Membantu individu mencapai perkembangan yang optimal.
2) Berperan mendorong munculnya motivasi kepada klien untuk merubah perilakunya
dengan memanfaatkan potensi yang dimilikinya.
3) Klien dapat mengatasi masalahnya lebih cepat dan tidak menimbulkan gangguan
emosi.
4) Menciptakan dinamika sosial yang berkembang intensif.
5) Mengembangkan keterampilan komunikasi dan interaksi sosial yang baik dan sehat.
d. Fungsi Bimbingan dan Konseling Kelompok
Pelayanan bimbingan dan konseling kelompok khususnya di sekolah dan madrasah
memiliki beberapa fungsi, yaitu fungsi pencegahan, pemahaman, pengentasan,
pemeliharaan dan pengembangan.
1) Fungsi pencegahan yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan
tercegahnya atau terhindarnya peserta didik dari berbagai permasalahan yang mungkin
timbul, yang akan dapat mengganggu, menghambat atau menimbulkan kesulitan dan
kerugian-kerugian dalam proses perkembangan.
2) Fungsi pemahaman yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan
pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai kepentingan pengembangan
peserta didik.
3) Fungsi pengentasan yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan
terentasnya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dialami peserta didik.
4) Fungsi pemeliharaan dan pengembangan yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang
akan menghasilkan terpelihara dan ter kembangkannya berbagai potensi dan kondisi
positif peserta didik dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan
berkelanjutan.
Fungsi tersebut diwujudkan melalui diselenggarakannya berbagai jenis layanan dan
kegiatan bimbingan dan konseling untuk mencapai hasil sebagaimana terkandung di
dalam masing-masing fungsi itu. Setiap pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling
yang dilaksanakan harus secara langsung mengacu kepada satu atau lebih fungsi-fungsi
tersebut agar hasil-hasil yang hendak dicapainya jelas dapat diidentifikasi dan dievaluasi.
2) Layanan Sosial
Layanan sosial merupakan suatu usaha dalam mengatasi emosi diri, membina
hubungan kemanusiaan dengan sesama di berbagai lingkungan dan memiliki budi
pekerti yang luhur. layanan Bimbingan dan Konseling ditujukan untuk membantu
peserta didik mengembangkan hubungan antar pribadi dan menghormati orang lain.
(a) Mengatasi Emosi Diri adalah Mengatasi suatu respon terhadap suatu perangsang
yang menyebabkan perubahan fisiologis disertai perasaan yang kuat dan biasanya
mengandung kemungkinan untuk meletus pada diri sendiri.
(b) Hubungan antar pribadi adalah Hubungan dimana cara-cara individu bereaksi
terhadap orang-orang di sekitarnya dan bagaimanakah pengaruh hubungan itu
terhadap dirinya
(c) Menghormati orang lain adalah suatu sikap memberi terhadap suatu nilai yang
diterima oleh manusia dalam hal mengakui, menaati dan memperlakukan orang lain
dengan hormat.
(d) Berbudi pekerti yang luhur adalah tingkah laku atau perbuatan yang sesuai dengan
akal sehat dimana perbuatan yang sesuai dengan akal sehat itu yang sesuai nilai-nilai,
moralitas masyarakat dan jika perbuatan itu menjadi kebiasaan masyarakat, maka
akan menjadi tata krama di dalam pergaulan warga masyarakat.
3) Bidang belajar
Layanan belajar yaitu layanan Bimbingan dan Konseling yang memungkinkan
peserta didik mengembangkan diri berkenaan dengan sikap dan kebiasaan belajar
yang baik, materi belajar yang cocok dengan kecepatan dan kesulitan belajarnya serta
berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya.18
18
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001)
19
Andi Mappiare,Kamus Istilah Konseling Dan Terapi
20
M. Nur Ghufron Dan Rini Risnawati S, (2012), Teori-Teori Psikologi, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Control) sebagai pengaturan proses-proses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang
dengan kata lain serangkaian proses yang membentuk dirinya sendiri”. Goldfried dan
Merbaum dalam buku Ghufran mendefinisikan “kontrol diri sebagai suatu kemampuan
untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat
membawa individu ke arah kosikuensi positif.”
Synder dan Gangested dalam buku Ghufran menyatakan bahwa “konsep mengenai
kontrol diri secara langsung sangat relevan untuk melihat hubungan antara pribadi dengan
lingkungan masyarakat dalam mengatur kesan masyarakatyang sesuai dengan isyarat
situasional dalam bersikap dan
berpendirian yang efektif”.
Menurut Djaali kontrol diri berarti “kemampuan anak untuk mengontrol impuls
mereka, dan perasaan anak bahwa mereka dapat mengendalikan kejadian atau peristiwa
di sekeliling mereka”.21
Menurut Lazarus dalam buku Syamsul menjelaskan bahwa “Kontrol diri
menggambarkan keputusan individu melalui pertimbangan kognitif untuk menyatukan
perilaku yang telah disusun guna meningkatkan hasil dan tujuan tertentu sebagaimana
yang di inginkan”. Menurut Gleitman dalam buku Syamsul mengatakan bahwa “Kontrol
diri merujuk ada kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang ingin dilakukan
tanpa terhalangi baik oleh rintangan maupun kekuatan yang berasal dari dalam diri
individu”.
Menurut Chaplin, (2001:450) self control sebagai kemampuan untuk membimbing
tingkah laku sendiri, kemampuan untuk menekan, merintangi impuls-impuls atau tingkah
laku impulsif. Di mana self control ini penting untuk dikembangkan karena individu tidak
hidup sendiri melainkan bagian dari kelompok masyarakat. Individu mampu mengontrol
diri berarti individu memiliki self control.22
Berdasarkan dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud kontrol diri adalah kemampuan seseorang untuk menahan keinginan dan
mengendalikan tingkah lakunya sendiri, mampu mengendalikan emosi serta dorongan-
dorongan dari dalam dirinya yang berhubungna dengan oranglain, lingkungan,
pengalaman, dalam bentuk fisik maupun psikologis untuk memperoleh tujuan di masa
depan dan di nilai secara sosial.
21
Djaali,(2013),Psikologi Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara, h. 30
22
Sari Dewi Yuhana Ningtyas,2012 “Hubungan Antara Self Control Dengan Internet Addiction Pada
Mahasiswa”.Educational Psychology Journal, Vol 1 nomor 1 tahun 2012
b. Jenis Dan Aspek Self Control
Averill dalam buku Ghufran menggunakan istilah kontrol personal untuk menyebut
kontrol diri. Kontrol personal mencakup 3 jenis yaitu : kontrol perilaku (behavior
control), kontrol kognitif (cognitive control) dan mengontrol keputusan (decisional
control). Ketiga jenis dapat di jelaskan sebagai berikut : 23
Kontrol perilaku merupakan kesiapan tersedianya suatu respons yang dapat secara
langsung mempegaruhi atau memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan.
Kemampuan mengontrol diri ini di perinci menjadi dua komponen, yaitu mengatur
pelaksanaan (regulated administration) dan kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus
modifiability). Kemampuan mengatur pelaksanaan merupakan kemampuan individu
untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan.
Kemampuan individu dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan dengan cara
menginterpretasi, menilai dan menggabungkan suatu kejadian dalam suhu kerangka
kognitif sebagai adaptasi psikologis atau untuk mengurangi tekanan. Dengan informasi
yang dimiliki oleh individu terhadap keadaan yang tidak menyenangkan, individu
berusaha menilai dan menafsirkan suatu keadaan dengan cara memperhatikan segisegi
positif secara subyektif atau memfokuskan pada pemikiran yang menyenangkan atau
netral.
Kemampuan seseorang untuk memilih suatu berdasarkan pada sesuatu yang diyakini
atau yang disetujuinya. Kontrol diri dalam menentukan pilihan akan berfungsi baik
23
Leilly Puji Rahayu, 2018 “Pengaruh Pola Asuh Orang Tua dan Kontrol diri Terhadap Perilaku Agresif Pada
Remaja SMP Negeri 27 Samarinda”. PSIKOBORNEO, Vol 6 Nomor 2.
dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan atau kemungkinan pada diri individu untuk
memilih berbagai kemungkinan tindakan.
Menurut Block dan Block dalam buku Ghufron dan Rini ada tiga jenis kualitas kontrol
diri, yaitu over control, under control, appopriate control. Over control merupakan kontrol
diri yang dilakukan oleh individu secara berlebihan yang menyebabkan individu banyak
menahan diri dalam bereaksi terhadap stimulus. Under control merupakan suatu
kecenderungan individu untuk melepaskan implusivitas dengan bebas tanpa perhitungan
yang masak. Sementara appropriate control merupakan kontrol individu dalam upaya
mengendalikan implus secara tepat.
Berdasarkan uraian dan penjelasan diatas, maka untuk mengukur kontrol diri biasanya
digunakan aspek-aspek seperti : 1). Kemampuan mengontrol perilaku. 2). Kemampuan
mengontrol stimulus 3). Kemampuan mengantisipasi suatu peristiwa atau kejadian, 4).
Kemampuan menafsirkan peristiwa atau kejadian, 5). Kemampuan mengambil keputusan.
Orang yang rendah kemampuan pengendalian dirinya cenderung akan reaktif dan terus
reaktif (terbawa hanyut kedalam situasi sulit). Sedangkan orang yang tinggi kemampuan
mengendalikan akan cenderung proaktif (punya kesadaran untuk memilih yang positif).
Menurut Ghufron self control di pengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal (dari
diri individu) dan faktor eksternal (lingkungan individu). Faktor internal yang ikut andil
terhadap kontrol diri adalah usia, semakin bertambah usia seseorang maka semakin baik
kemampuan mengontrol diri seseorang.
Faktor eksternal diantaranya adalah keluarga. Lingkungan keluarga terutama orang tua
menentukan bagaimana kemampuan megontrol diri seseorang. Persepsi remaja terhadap
penerapan disiplin orang tua yang semakin demokratis cenderung diikuti tingginya
kemampuan mengontrol diri. Oleh sebab itu, apabila orang tua tetap konsisten terhadap
konsekuensi yang dilakukan anak bila ia menyimpang dari yang sudah ditetapkan, maka
sikap kekonsistensian ini akan diinternalisasikan anak.
Ada beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan yaitu
sebagai berikut:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Leilly Puji Rahayu pada tahun 2018, tentang “Pengaruh
Pola Asuh Orang Tua dan Kontrol Diri Terhadap Perilaku Agresif Pada remaja SMP
Negeri 27 Samarinda”. Keterkaitan penelitian tersebut dengan yang peneliti akan lakukan
yaitu sama sama memperhatikan aspek self control/ kontrol diri terhadap perilaku agresif
siswa SMP. Namun peneliti ini hanya melihat pengaruh yang ditimbulkan. Dari hasil
penelitiannya didapatkan hasil sebagai berikut:
a) Tidak terdapat pengaruh antara pola asuh orang tua terhadap perilaku agresif pada
remaja SMP Negeri 27 Samarinda.
b) Terdapat pengaruh kontrol diri terhadap perilaku agresif pada remaja SMP Negeri 27
Samarinda.
c) Terdapat pengaruh pola asuh orang tua dan kontrol diri terhadap perilaku agresif pada
remaja SMP Negeri 27 Samarinda.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Retno Purwasih, I Wayan Dharmayana, Illawaty Sulian
pada tahun 2017 tentang “Hubungan Kompetensi Kontrol Diri Terhadap Kecenderungan
Perilaku Agresif Siswa SMK Bengkulu Utara”, diperoleh hasil bahwa adanya pengaruh
layanan penguasaan konten terhadap tingkat kontrol diri siswa kelas XI TSM setelah
diberikan layanan penguasaan konten sebanyak 7 kali pertemuan dengan materi yang
berbeda disetiap pertemuan. Terdapat hubungan antara kompetensi kontrol diri dengan
kecenderungan perilaku agresif siswa kelas XI TSM. Semakin tinggi tingkat kemampuan
kontrol diri siswa maka semakin rendah kecenderungan perilaku agresif siswa dan juga
sebaliknya, semakin rendah tingkat kemampuan kontrol diri makan semakin tinggi
kecenderungan perilaku agresif siswa.
Perbedaan dari penelitian yang dilakukan oleh Leilly Puji Rahayu pada tahun 2018, dan
Penelitian yang dilakukan oleh Retno Purwasih, I Wayan Dharmayana, Illawaty Sulian pada
tahun 2017 yaitu pada tujuan penelitian dan treatment yang digunakan, kedua penelitian
tersebut fokus terhadap pengaruh maupun hubungan kontrol diri dan perilaku agresif,
sedangkan penelitian yang akan peneliti lakukan lebih menjurus kepada meningkatkan
kontrol diri siswa dengan menggunakan layanan konseling kelompok.
C. KERANGKA BERFIKIR
Beberapa peserta didik kelas VII di SMP N 4 Kendari terindikasi memiliki perilaku
agresif dalam hal ini agresif fisik, seperti memukul teman, mencambuk teman menggunakan
dasi, maupun menarik baju teman dengan kasar. Bahkan menurut penuturan langsung guru
Bimbingan dan Konseling di sekolah tersebut masih sering terjadi agresi fisik yang di
lakukan antar siswa, bahkan sampai melukai fisik.
Hal tersebut tentu menjadi perhatian dan memerlukan pemecahan masalah agar peserta
didik mampu mengembangkan potensi yang ada secara maksimal dan tidak lagi melakukan
perilaku negatif seperti agresivitas. Pada lingkungan sekolah, perlu adanya upaya pemecahan
masalah yang dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling di sekolah yang bekerja sama
dengan kepala sekolah maupun guru mata pelajaran, salah satunya dengan menggunakan
layanan konseling kelompok, dalam hal ini untuk meningkatkan kontrol diri siswa.
Kontrol diri/self control berkaitan erat dengan perilaku agresif.Terjadinya tindakan agresif
merupakan bentuk kurangnya self control. Self control sangat perlu ditanam dalam diri siswa,
sehingga dalam mengendalikan diri siswa perlu mengatur perilaku dan stimulus dalam
mengambil keputusan untuk menampilkan diri dalam sosialisasi sesuai dengan antisipasi
yang dilakukan.
Siswa dengan self control tinggi sangat memperhatikan cara-cara yang tepat untuk
berperilaku dengan teman sebayanya dan tidak menyimpang, serta bersikap hangat dan
bersahabat. Ketidakmampuan siswa dalam mengendalikan diri akan berdampak buruk bagi
pergaulan sosialnya sehingga mengakibatkan terjadinya tindakan pelaku agresif. Oleh karena
itu hendaknya dilakukan konseling kelompok, untuk meningkatkan self control/ kontrol diri
siswa, sehingga mengurangi perilaku agresif.