Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Semua orang mendambakan kehidupan yang aman, damai dan sejahtera sebagaimana
yang dicita-citakan masyarakat Indonesia, yaitu adil dan makmur bagi seluruh lapisan
masyarakat. Untuk mencapainya berbagai sistem kenegaraan muncul, seperti demokrasi.
Cita-cita suatu masyarakat tidak mungkin dicapai tanpa mengoptimalkan kualitas sumber
daya manusia. Namun masih banyak permasalahan bagi bangsa Indonesia, permasalahan
yang timbul tersebut mengakibatkan banyaknya konflik ataupun kekacauan yang terjadi
dimasyarakat. Gonjang-ganjing ini tidak bisa dibiarkan lebih lanjut karena akan sangat
berakibat buruk bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara di negeri ini. Alangkah
baiknya bila permasalah yang seiring waktu terus timbul akhirakhir ini dapat diselesaikan
dengan tuntas, cepat dan transparan agar masyarakat tahu betul posisi dan solusi dari masalah
tersebut. Tetapi apa yang kita lihat akhir-akhir ini? Maraknya adu fisik maraknya percecokan
untuk menyelesaikan masalah yang timbul. Apakah begini kondisi masyarakat kita saat ini?
Mudah marah, terpancing emosi dan tidak mempunyai tenggang rasa.

Sebagai warga negara yang baik hendaknya kita semua sadar akan koridorkoridor yang
layak dan patuh kepada hukum. Negara Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan
Pancasila, jadi selayaknya semua permasalahan yang akan mengakibatkan perkelahian dapat
dituntaskan dengan baik. Negara yang harusnya menghargai nilai-nilai keluhuran adat
ketimuran, adat yang sopan santun, ramah kepada semua orang serta kekeluargaan.
Berpegang teguh kepada undang-undang yang berlaku juga merupakan cerminan cinta kita
kepada Indonesia. Semoga permasalah yang ada sekarang ini cepat tuntas dan tidak menjadi
bom waktu dimasa mendatang. Bangsa Indonesia belum terlambat mewujudkan masyarakat
madani asalkan semua potensi sumber daya manusia mendapat kesempatan berkembang dan
dikembangkan. Mewujudkan masyarakat madani banyak tantangan yang harus dilalui. Untuk
itu perlu adanya strategi peningkatan peran dan fungsi masyarakat dalam mengangkat
martabat manusia menuju masyarakat madani itu sendiri.

1
B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana Konsep Masyarakat Madani?

2. Bagaimana Sejarah Masyarakat Madani?

3. Bagaimana Sejarah Singkat Masyarakat Madani?

4. Bagaimana Masyarakat Madani di Indonesia?

5. Bagaimana Ciri-Ciri Masyarakat Madani dan Kesejahteraan Umat?

6. Bagaimana Proses Demokratis Menuju Masyarakat Madani?

7. Bagaimana proses terciptanya piagam Madinah?

8. Bagaimana isi dari piagam Madinah?

C. TUJUAN

Tujuan penulisan makalah ini agar pembaca dapat memahami apa itu masyarakat
madani serta sejarah lahirnya masyarakat madani di indonesia, dan bagaimana posisi
masyarakat madani di indonesia.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Masyarakat Madani


Konsep “masyarakat madani” merupakan penerjemahan atau pengislaman konsep
“civil society”. Orang yang pertama kali mengungkapkan istilah ini adalah Anwar Ibrahim
dan dikembangkan di Indonesia oleh Nurcholish Madjid. Pemaknaan civil society sebagai
masyarakat madani merujuk pada konsep dan bentuk masyarakat Madinah yang dibangun
Nabi Muhammad. Masyarakat Madinah dianggap sebagai legitimasi historis
ketidakbersalahan pembentukan civil society dalam masyarakat muslim modern. Makna
“Masyarakat sipil” adalah terjemahan dari civil society. Konsep civil society lahir dan
berkembang dari sejarah pergumulan masyarakat .Cicero adalah orang Barat yang pertama
kali menggunakan kata “societies civilis” dalam filsafat politiknya. Konsep civil society
pertama kali dipahami sebagai negara (state). Secara historis, istilah civil society berakar
dari pemikir Montesque, JJ. Rousseau, John Locke, dan Hubbes. Ketiga orang ini mulai
menata suatu bangunan masyarakat sipil yang mampu mencairkan otoritarian kekuasaan
monarchi-absolut dan ortodoksi gereja (Larry Diamond, 2003: 278). Antara Masyarakat
Madani dan Civil Society sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, masyarakat
madani adalah istilah yang dilahirkan untuk menerjemahkan konsep di luar menjadi
“Islami”.
Menilik dari subtansi civil society lalu membandingkannya dengan tatanan
masyarakat Madinah yang dijadikan pembenaran atas pembentukan civil society di
masyarakat Muslim modern akan ditemukan persamaan sekaligus perbedaan di antara
keduanya. Perbedaan lain antara civil society dan masyarakat madani adalah civil society
merupakan buah modernitas, sedangkan modernitas adalah buah dari gerakan Renaisans;
gerakan masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan. Sehingga civil society
mempunyai moral-transendental yang rapuh karena meninggalkan Tuhan. Sedangkan
masyarakat madani lahir dari dalam buaian dan asuhan petunjuk Tuhan. Dari alasan ini
Maarif mendefinisikan masyarakat madani sebagai sebuah masyarakat yang terbuka,
egalitar, dan toleran atas landasan nilai-nilai etik-moral transendental yang bersumber dari
wahyu Allah (A. Syafii Maarif, 2004: 84). Masyarakat madani merupakan konsep yang
berwayuh wajah: memiliki banyak arti atau sering diartikan dengan makna yang beda-
beda. Bila merujuk kepada Bahasa Inggris, ia berasal dari kata civil society atau
masyarakat sipil, sebuah kontraposisi dari masyarakat militer. Menurut Blakeley dan
Suggate (1997), masyarakat madani sering digunakan untuk menjelaskan “the sphere of
voluntary activity which takes place outside of government and the market.” Merujuk pada
Bahmueller (1997).

3
B. Sejarah masyarakat madani
Sejarah masyarakat Madani atau masyarakat sipil lahir pertama kalinya dalam
perjalanan politik masyarakat sipil di barat. Istilah masyarakat sipil luas dengan istiliah
Civil Society. Yang didefenisikan oleh para ahli bahwasanya 6 karagkter dari masyarakat
sipil sebagai komonitas sosial dan politik pada umumnya memiliki peran dan fungsi yang
berbeda dengan lembaga negara. Istilah “Masyarakat Madani” dimunculkan pertama
kalinya di kawasan asia tenggara oleh Cendikiawan Malaysia yang bernama Anwar
Ibrahim. Masyarakat madani berbeda dengan masyarakat civil barat yang beriorientasi
penuh pada kebebasan individu, menurut mantan perdana mentri malaysia itu
Masyarakat Madani adalah sistem sosial yang tumbuh berdasarkan prinsip moral yang
menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dan mayarakat yang berupa
pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintahan yang berdasarkan undang-undang dan bukan
nafsu keinginan individu. Ia juga mngatakan masyarakat madani memiliki ciri-ciri yang
khas yaitu kemajemukan kebudayaan (Multicultural), Hubungan timbal balik (Reprocity)
dan sikap yang saling memahami dan menghargai. Anwar Menjelaskan watak
masyarakat madani yang ia maksud adalah guiding ideas, dalam melaksanakan ide-ide
yang mendasari keberadaanya yaitu prinsip moral, keahlian, kesamaan, musyawarah dan
demokratis.
Dawam Rahardjo juga mengemukakan defenisi masyaraakat madani adalah proses
penciptaan peradaban yang mengacu pada nilai-nilai kebijakan bersama. Menurutnya
masyarakat madani adalah warga negara bekerja sama membangun ikatan sosial,
jaringan produktif, solidaritas kemanusiaan yang bersifat non negara. Ia juga
mengemukakan dasar utama masyarakat madani adalah persatuan dan integrasi nasional
yang didasarkan pada suatu pedoman hidup, menghindarkan diri dari konflik
permusuhan yang menyebabkan perpecahan dan hidup dalam suatu persaudaraan.
Sejalan dengan iitu, Azyumardi Azra juga mengemukakan bahwa masyarakat madani
lebih dari sekedar gerakan prodemokrasi yang mengacu pada pembentukan masyarakat
bekwalitas dan ber-tamaddun (Civility). Menurut tokoh cendikiawan muslim indonesia
Norcholish Madjid istilah masyarakat madani mengandung makna toleransi kesediaan
priadi untuk menerima berbagai macam pandangan politik dan tingkah laku sosial.

C. Sejarah Singkat Masyarakat Madani


Sejarah Civil Society tidak terlepas dari filsuf yunani Aris Toteles (384- 322 SM)
yang mengandung konsep Civil Society sebagai sistem kenegaraan atau identik dengan
negara itu sendiri. Pada masa sekarang konsep Civil Society dikenal dengan Istilah
Koinonia Politeke yaitu sebuah koonitas politik tempat warga negara dapat terlibat
lansung dalam peraturan ekonomi-politik dalam mengambil keputusan. Istilah Koinonia
Politeke dikeukakan Aris Toteles untuk menggambarkan sebuah masyarakat politis dan
etis dimana warga negara didalamnya berkedudukan sama didepan hukum. Yang
kemudian mengalami perubahan dengan pengertain Civil Society yaitu masyarakat sipil

4
diluar dan penyeimbang warga negara. Seorang negarawan Romawi bernama Marcus
Tullius Cicero (106-43 SM) memiliki pandangan yang berbeda dengan Aris Toteles. Ia
mengistilahkan Masyarakat Sipil dengan societies cvilies yaitu sebuah komonitas yang
mendominasi komonitas yang lain dengan radisi politik kota sebagai komponen
utamanya.
Istilah ini lebih menekankan pada konsep negara kota (City-state) yaitu
menggambarkan kerajaan, kota, dan bentuk korporasi lainya yang menjelma menjadi
entitas dan teorganisir. 7 Kemudian Rumusan Civil Society dikembangkan oleh Thomas
Hobbes (1588-1679 M) dan Jhon Locke (1632-1704) yang memandang perkembangan
civil society sebagai lanjutan dari evaluasi masyarakat yang berlansung secara alamiah.
Menurut Hobbes entitas negara civil society mempunyai peranan untuk meredam konflik
dalam masyarakat sehingga ia harus memiliki kekuasaan mutlak untuk mengontrol dan
mengawasi secara ketat pola-pola interaksi setiap warga negara. Namun Menurut Jhon
Locke, Kehadiran civil society untuk melindungi kebebasan dan hak milik warga negara.
Mengingat sifatnya seperti itu civil society tidak absolut dan tidak membatasi perananya
pada wilayah yang tidak dapat dikelola warga negara untuk memperoleh haknya secara
adil dan profesional. Pada tahun 1767 Adam ferguson mengkontektualisasikan civil
society dengan konteks sosial dan politik di skotlandia dengan perkembangan
kapitalisme yang berdampak pada krisis sosial. Berbeda dengan pndangan sebelumnya ia
lebih menekankan visi etis pada civil society dalam kehidupan sosial. Menurutnya
ketimpangan sosial akibat kapitalisme harus dihilangkan. Ia yakin bahwa publik secara
alamiah memiliki spirit solidaritas sosial dan sntimen moral yang menghalangi
munculnya kembali despotisme. Kekhawatiran ia semakin menguatnya sistem
individualistis dan berkurangnya tanggung jawab sosial mayarakat mewarnai
paandangan tenag civil society waktu itu. Pada 29 januari 1737- 8 juni 1809 aktivis
politik Asal Inggris-Amerika yang bernama Thomas Paine civil society sebagai suatu
yang berlawanan dengan lembaga negara bahkan ia dianggap sebagai antitetis negara.
Berdasarkan paradigma ini peran negara sudah saatnya untuk dibatasi. menurut
paradigma ini negara tidak lain hanyalah keniscayaan buruk belaka.
Konsep negara yang absah menurut pemikiran ini adalah perwujudan dari delegasi
kekuasaan yang diberikan oleh masyarakat demi terciptanya kesejahteraan bersama.
Dengan demikian menurutnya civil society adalah ruang dimana warga negara dapat
mengembangkan kepribadian dan memberi peluang bagi pemuasan kepentinganya secara
bebas dan tanpa paksaan. Kemudian pada tahun 1770-1831 G.W.F. Hegel, Karl Max
(1818-1883), dan Antonio Gramsci (1891-1837) mengembangkan Istilah civil society
ialah elemen ideologis keelas dominan. Pemahaman ini merupakan reaksi atas
pandangan paine yang memisahkan civil society dari negara. Berbeda dengan pandangan
paine, Hegel Memandang civil society sebagai kelompok subordinatif terhadap negara.
Menurut Ryaas Rasyid seorang pakar politik indonesia, menurutnya pandangan ini erat
kaitanya dengan perkembangan sosial masyarakat borjuasi eropa yang ditandai dengan
pelepasan diri dari cengkraman dominasi negara. Selanjutnya hegel menjelaskan bahwa
struktur sosial civil society terdaat tiga entitas sosial : keluarga, masyarakat sipil, dan
negara. Keluarga merupakan ruang sosialisasi pribadi anggota masyarakat yang
bercirikan keharmonisan. Sedangkan masyarakat sipil merupakan tempat berlansungya

5
percaturan sebagai kepentingan pribadi dan golongan terutama kepentingan ekonomi.
Menurutnya negara merupaka ide universa yang bertugas melindungi kepentingan politik
warganya dan mempunyai hak penuh untuk intervensi terhadap civil society. 8 Berbeda
dengan hegel, karl max memandang civil society sebagai masyarakat borjuis. Dalam
konteks hubungan produksi kapitalis. Keberadaan civil societymerupakan kendala besar
bagi upaya pembebasan manusia dari penindasan kelas pemiik modal. Oleh karena itu
civil society harus dilenyapkan demi terwujudnya tatanan masyarakat tanpa kelas.
Berbeda dengan max. Antonio Gramsci tidak memandang masyarakat sipil dalam
konteks relasi produksi tetapi lebih pada sisi idiologis. Gramsci meletakan masyaraakat
madani pada struktur berdampingan degan negara yang disebut sebagaiPolitical society.
Menurutnya civil society merupakan tempat perebutan posisi hegemoni untuk
membentuk konsensus dalam masyarakat. Ia memberiakan pandangan penting kepada
kaum cendikiawan sebagai aktor dalam proses utama perubahan sosial dan politik.
Selanjutnya wacana civil society sebagai reaksi terhadap mazhab hegelian dikembangkan
oleh Alexis de Tocqueville (1805-1859 M) yang bersumber dari pengalamanya
mengamati budaya demokrasi america. Menurutnya Tocqueville kekuatan politik dalam
masyarakat sipil merupakan kekuatan utama yang menjadikan demokrasi amerika
mempunyai daya tahan yang kuat.
Berkaca pada budaya amerika yang berciri Plural, Mandiri, dan kedewasaan berpolitik
warga negara manapun mampu mengimbangi dan mengontrol kekuatan negara. Berbeda
dengan hegelian, pemikiran Tocqueville lebih menempatkan masyarakat sipil sebagai
suatu yang tidak apriori maupun tersubordinasi lembaga negara. Sebaliknya civil society
bersifat otnom dan memiliki kepastian politik cukip tinggi sehingga mampu menjadikan
kekuatan penyeimbang terhadap kecenderungan intervensi negara atas warga negara.
Dari sekian banyak pandangan mengenai civil society, Mazhab Gramscian dan
Tocquevillian telah menjadi inspirasi gerakan prodemokrasi di eropa timur dan eropa
tengah pada dasawarsa 80-an. Pengalaman kawasan ini hidup dibawah dominasi negara
terbukti telah melumpuhkan kehidupan masyarakat sipil. Tidak hanya di eropa timur dan
eropa tengah , muzhab pemikiran civil societytocquelville juga dikembangkan oleh
cendikiawan muslim indonesia Dawam Rahardjo dengan konsep masyarakat madaninya,
rahardjo mengilustrasikan bahwa peranan pasar sangat menenukan unsur-unsur dalam
masyarakat madani sedangkan menurut Wutnow dalam hubungan anrata unsur-unsur
pokok masyarakat madani faktorValuntary sangat menentukan pola interaksi antara
negara dan pasar. Didalam tatanan pemerintahan yang demokratis komponen rakyat
disebut masyarakat madani (Civil Society) yang harus memperoleh peranan utama.
Dalam sistem demokrasi kekuasaan tidak hanya ditangan penguasa melainkan ditangan
rakyat. Jadi peran sektor swasta sangat mendukung terciptanya proses keseimbangan
kekuasaan dalam koridor pemerintahan yang baik, seketika peran swasta bisa berada
diatas ini terjadi jika pembuatan kebijakan publik berkolusi dan tergoda untuk
memberikan akses yang longgar pada konglomerat ataupun usahawan. D. Karakteristik
Masyarakat Madani Munculnya masyarakat madani disebabkan unsur-unsur sosial dalam
tatanan masyarakat. Unsur tersebut merupakan kesatuan yang saling mengikat dan
menjadikan karagter khas masyarkat madani. Unsur pokok yang harus dimiliki
masyarakat madani yaitu : republik yang bebas, demokrasi, toleransi, kemajemukan, dan

6
keadilan sosial. 1. Wilayah Publik Yang Bebas Merupakan sarana untuk mengemukakan
pendapat warga negara, yang mana didalamnya semua warga negara memiliki posisi dan
hak yang sama untuk melakukan transaksi sosial dan politik tanpa rasatakut dan
terancam oleh kekuatan-kekuatan civil society. 2. Demokrasi Demokrasi adalah
persyaratan mutlak lainya bagi keberadaan civil society yang murni. Tanpa demokrasi,
masyarakat sipil tidak akan terwujud yang mana demokrasi adalah suatu tatanan politik
sosial yang bersumber dan dilakukan, oleh, dari, dan untuk warga negara 3. Toleransi
Merupakan sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan pendapat. Menurut
Nurcholish Madjid toleransi adalah persoalan ajaran dan kewajiban melaksanakan ajaran
itu. Jika toleransi menghasilkan tata cara pergaulan yang menyenangkan antara
kelompok yang berbeda-beda maka hasil itu dipahami sebagai hikmah atau manfaat dari
ajaran yang benar. Toleransi bukan hanya tuntutan sosial masyarakat majemuk saja , tapi
juga menjadi bagian terpenting pelaksanaan ajaran moral. 4. Kemajemukan Disebut juga
pluralisme yang tidak hanya dipahami seagai sebatas sikap harus mengakui dan
memahami kenyataan sosial yang beragam, tetapi harus disertai dengan sikap ttulus
untuk menerima kenyataan pandangan sebagai suatu yang alamiah dan rahmat tuhan
yang bernilai positif bagi kehidupan masyarakat. 5. Sosial Keadilan sosial adalah adanya
keseimbangan dan pembagian yang propersional atas hak dan kewajiban warga negara
yang mencakup segala aspek kehidupan ekonomi, politik, pengetahuan, dan
pelengkapan. Dengan pengertian lain keadilan sosial adalah hilangnya monopoli dan
pemusatan salah satu aspek kehidupan yang dilakukan oleh kelompok atau golongan
tertentu.
D. Masyarakat Madani di Indonesia
Indonesia memiliki tradisi kuat civil society, jauh sebelum bangsa indonesia berdiri,
masyarakat sipil telah berkembang pesat yang diwakili oleh kiprah beragam organisasi
sosial keagamaan dan penggerakan nasional dalam merebut kemerdekaan. Selain
berperan sebagai organisasi peejuang penegak HAM dan perlawanan terhadap kekuasaan
kolonial. Organisasi berbasis islam seperti syariakat islam (SI), Nahdatul Ulama (NU),
dan muhammdadiyah telah menunjukan kiprahnya sebagai komponen civil society yang
penting dalam perkembangan masyarakata sipil indonesia. Terdapat strategi yang
ditawarkan kalangan ahli tentang bagaimana seharusnya bangunan masyarakat madani
yang bisa tterwujud di indonesia a. Pandangan integrasi nasional dan politik.
Menyatakan bahwa sistem demokrasi tidak mungkin berlansung dalam kenyataan hidup
sehari-hari dalam masyarakat sebelum memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara
yang kuat. Bagi pengikut pandangan 10 ini praktik demokrasi ala barat hanya akan
berakibat konflik antara sesama warga bangsa. b. Pandangan Reformasi Sistem Politik
Demokrasi merupakan pandangan yang menekankan bahwa untuk membangun
demokrasi tidak usah terlalu bergantung pada kepentingan ekonomi. Pembangunan
institusi demokratis lebih diutamakan oleh warga negara dibanding pembangunan
ekonomi. c. Paradigma pembangunan masyarakat madani sebagai basis utama
pembangunan demokrasi. Ini merupakan alternatif diantara dua pandangan yang pertama
yang dianggap gagal dalam pembangunan demokrasi. Pandangan ini lebih menekankan
proses pendidikan dan penyadaran poitik warga negara, khusus kalangan kelas
menengah. Hal itu mengingatkan demokrasi membutuhkan topangan kultural sselain

7
mendukung struktural. Bersandar dari tiga paradigma diatas pengembangan demokrasi
masyarakat madani selayaknya tidak hanya tergantung pada salah satu pandangan
tersebut. Sebaliknya untuk mewujudkan masyarakat madani yang seimbang dengan
kekuatan negara dibutuhkan gabungan strategi dan paradigma. Tiga paradigma diatas
dapat dijadikan acuan dalam pengembangan demokrasi dimasa transisi sekarang
melalui : 1. Memperluas golongan menengah melalui pemberian kesempatan bagi kelas
menegah untuk berkembang menjadi kelompok masyaraat madani yang mandiri secara
politik dan ekonomi. 2. Mereformasikan sistem politik demokratis melalui
pemberdayaan lembaga-lembaga demokrasi yang ada berjalan sesuai prinsipprinsip
demokrasi. 3. Penyelenggaraan pendidikan politik (pendidikan demokrasi) bagi warga
negara secara keseluruhan. Menurut Rahardjo masyarakat madani indonesia masih
merupakan sisitem-siste yang dihasilkan oleh sister politik represif. Ciri kritisnya lebih
menonjol dibandingkan ciri struktifnya. Menurutnya lebih banyak melakukan protes
daripada mengajukan solus, lebih banyak menuntut daripada memberi sumbangan
terhadap pemecahan masalah. Mahasiswa merupakan salah satu komponen strategis
bangsa indonesia dalam pembanguunan demokrasi dan masyarakat madani. Peran
startegis mahasiswa dalam proses perjuangan demokrasi menumbangkan rezim otorier
seharusnya ditindak lanjuti dengan keterlibatan mahasiswa dalam proses demokrasi
bangsa dan pembangunan masyarakat demokrasi madani indonesia. Karenaa mahasiswa
merupakan bagian dari kelas menengah, ia memiliki tanggung jawab terhadap nasib
masa depan demokrasi dan masyarakat madani indonesia. Sikap demokratis
diekspressikan melalui peran aktif mahasiswa dalam proses pendemokrasian masyarakat
melalui cara analogis, santun, dan bermartabat. Adapun sikap kritis mahasiswa dapat
dilakukan dengan mengaamati, mengkritik, mengontrol pelaksanaan kebijakan
pemerintah atau lembaga publik terkait, khususnya pada kebijakan yang menyangkut
dengan masa depan bangsa
E. Ciri-Ciri Masyarakat Madani dan Kesejahteraan Umat
Masyarakat madani memiliki ciri-ciri dan karakteristik sebagai berikut :
1. Free public sphere (ruang publik yang bebas) Ruang publik yang diartikan sebagai
wilayah dimana masyarakat sebagai warga negara memiliki akses penuh terhadap setiap
kegiatan publik, warga negara berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam
menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul serta memublikasikan pendapat,
berserikat, berkumpul serta memublikasikan informasi kepada publik.
2.Demokratisasi Menurut Neera Candoke, masyarakat sosial berkaitan dengan wacana
kritik rasional masyarakat yang secara ekspisit mensyaratkan tumbuhnya demokrasi.,
dalam kerangka ini hanya negara demokratis yang mampu menjamin masyarakat
madani.
3.Toleransi Toleransi adalah kesediaan individu untuk menerima
pandanganpandangan politik dan sikap sosial yang berbeda. Toleransi merupakan sikap
yang dikembangkan dalam masyarakat madani untuk menunjukan sikap saling
menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh orang atau
kelompok masyarakat yang lain yang berbeda.

8
4. Pluralisme Pluralisme adalah sikap mengakui dan menerima kenyataan disertai
sikap tulus bahwa masyarakat itu majemuk. Kemajemukan itu bernilai positif dan
merupakan rahmat tuhan.
5. Keadilan Sosial (Social justice) Keadilan yang dimaksud adalah keseimbangan dan
pembagian yang proporsional antara hak dan kewajiban setiap warga dan negara yang
mencakup seluruh aspek kehidupan.
6. Partisipasi Sosial Partisipasi sosial yang benar-benar bersih dari rekayasa
merupakan awal yang baik bagi terciptanya masyarakat madani. Partisipasi sosial yang
bersih dapat terjadi apabila tersedia iklim yang memunkinkan otonomi individu terjaga.
7. Supermasi hukum Penghargaan terhadap supermasi hukum merupakan jaminan
terciptanya keadilan, keadilan harus diposisikan secara netral, artinya tidak ada
pengecualian untuk memperoleh kebenaran di atas hukum.
8. Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif kedalam
masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.
9. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi
dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.
10. Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh negara
dengan program-program pembangunan yang berbasis masyarakat.
11. Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena
keanggotaan organisasi-organisasi volunter mampu memberikan masukanmasukan
terhadap keputusan-keputusan pemerintah.
12. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individuindividu
mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
13. Adanya pemisahan kekuasaan
14. Adanya tanggung jawab dari pelaksana kegiatan atau pemerintahan.
Civil Society atau masyarakat Madani tersusun atas berbagai organisasi
kemasyarakatan, yang mempunyai ciri-ciri: 1. Lahir secara mandiri 2. Keanggotannya
bersifat sukarela,atau atas kesadaran masingmasing anggota 3. Mencukupi kebutuhannya
sendiri (swadaya) sehingga bergantung pada bantuan Negara atau pemerintah 4. Bebas
atau mandiri dari kekuasaan Negara, sehingga berani mengontrol penggunaan kekuasaan
Negara 5. Tunduk pada aturan hukum yang berlaku atau seperangkat nilai/norma yang
diyakini bersama
F. Proses Demokratis Menuju Masyarakat Madani
Hubungan antara masyarakat madani dengan demokrasi (demokratisasi) menurut M.
Dawam Rahadjo, bagaikan dua sisi mata uang. Keduanya bersifat koeksistensi atau
saling mendukung. Hanya dalam masyarakat madani yang kuatlah demokrasi dapat
ditegakkan dengan baik dan hanya dalam suasana demokratislah masyarakat madani
dapat berkembang secara wajar. Nurcholish Madjid memberikan penjelasan mengenai
keterkaitan antara masyarakat madani dengan demokratisasi. Menurutnya, masyarakat
madani merupakan tempat tumbuhnya demokrasi. Pemilu merupakan simbol bagi
pelaksanaan demokrasi. Masyarakat madani merupakan elemen yang signifikan dalam
membangun demokrasi. Salah satu syarat penting bagi demokrasi adalah terciptanya
partisipasi masyarakat dalam proses-proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh
negara atau pemerintahan. Masyarakat madani mensyaratkan adanya civic engagement

9
yaitu keterlibatan warga negara dalam asosiasi-asosiasi sosial. Civic engagement ini
memungkinkan tumbuhnya sikap terbuka, percaya, dan toleran antara satu dengan
lainnya. Masyarakat madani dan demokrasi menurut Ernest Gellner merupakan dua kata
kunci yang tidak dapat dipisahkan. Demokrasi dapat dianggap sebagai hasil dinamika
masyarakat yang menghendaki adanya partisipasi.Proses demokratisasi menuju
masyarakat madani merupakan faktor pendrong bgi negara untuk selalu mengusahakan
perbaikn terus menerus dan menjaga agar tidak terjadi kemeosotan demi kesejahteraan
rakyat. Proses menuju masyarakat madani pada dasarnya tidaklah mudah, harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Kualitas sumber daya manusia yang tinggi
yang tercermin antara lain dari kemampuan tenaga-tenaga profesionalnya untuk
memenuhi kebutuhan pembangunan serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
2. Memiliki kemampuan memenuhi kebutuhan pokok sendiri (mampu mengatasi
ketergantungan) agar tidak menimbulkan kerawanan, terutama bidang ekonomi 3.
Semakin mantap mengandalkan sumber-sumber pembiayaan dalam negeri (berbasis
kerakyatan) yang berarti ketergantungan kepada sumber pembangunan dari luar negeri
semakin kecil atau tidak ada sama sekali. 4. Secara umum telah memiliki kemampuan
ekonomi, sistem politik, sosial budaya dan pertahanan keamanan yang dinamis, tangguh
serta berwawasan global. Dalam rangka menuju masyarakat madani (civil society),
melalui beberapa proses dan tahapan-tahapan yang konkret dan terencana dengan
matang, serta adanya upaya untuk mewujudkan dengan sungguh-sungguh. Langkah
pertama yang perlu diwujudkan adalah adanya pemerintahan yang baik (good
governance). Pemerintahan yang baik dalam rangka menuju kepada masyarakat madani
adalah berorientasi kepada dua hal, sebagai berikut :
1. Orientasi ideal negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional, yaitu mengacu
pada de- mokratisasi dengan elemen: legitimasi, akuntabilitas, otonomi, devolusi
(pendelegasian wewenang) kekuasaan kepada daerah, dan adanya mekanisme kontrol
oleh masyarakat.
2. Pemerintahan yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif dan efisien melakukan
upaya pencapaian tujuan nasional. Hal ini tergantung pada sejauh mana pemerintah
memiliki kompetensi, struktur dan mekanisme politik serta administrasi yang berfungsi
secara efektif dan efisien. Dalam kehidupan demokrasi, agar masyarakat dapat hidup
secara madani harus mempunyai tiga syarat, yaitu sebagai berikut :
a. Ketertiban dalam pengambilan suatu keputusan yang menyangkut kepentingan
bersama.
b. Adanya kontrol masyarakat dalam jalannya proses pemerintahan.
c. Adanya kemerdekaan memilih pemimpinnya.
Ketiga hal tersebut merupakan sarana untuk mewujudkan kehidupan yang demokratis,
yaitu kehidupan yang dalam pemerintahannya bersumber dari, oleh, dan untuk rakyat itu
sendiri.
G. Proses Terciptanya Piagam Madinah
Sejarah terciptanya piagam madinah berkenaan dengan hijrah Rasulullah dan para
sahabat yang dipelajari dalam sejarah merupakan petunjuk tentang hijrah lahir atau hijrah
kecil, hijrah besar bersifat rohani atau bathin. Dalam konteks hijrah kecil kita mendapat
pengetahuan aspek-aspek sosial, politik, ekonomi dan budaya dari awal pembentukan

10
suatu masyarakat Islam. Dalam suatu sistem yang dengan serius mengancam prinsip-
prinsip Islam, dan bisa membahayakan masa depannya, maka hijrah merupakan suatu
jalan yang tak terhindari. Melalui hijrah, masyarakat Islam mempersiapkan diri bagi
tegaknya suatu lingkungan yang islami. Lingkungan yang islami tidak selalu berarti
suatu masyarakat yang hanya terdiri dari orang-orang Islam. Akan tetapi, suatu
masyarakat yang ditata berdasarkan prinsip-prinsip keadilan, yang sesungguhnya bersifat
universal. Untuk tegaknya suatu sistem yang teratur, diperlukan suatu peraturan atau
undang-undang atau dalam bentuk yang lebih tinggi Konstitusi yang disepakati semua
pihak. Menurut Ibnu Khaldun, gejala-gejala sosial itu tampak dalam aturan-aturan,
undang-undang dan disiplin-disiplin yang stabil dan melekat sehingga menjadibagian
dari Syari‟at masyarakat seperti aturan-aturan politik, kekeluargaan, perdata, aturan
agama dan etika, yang semuanya dijalani oleh masyarakat dan direalisasikan dalam
tindakan dalam sejarah Hijrah merupakan dasar dari terbentuknya Negara Madinah (kota
berbudaya), yang dilihat dari aspek agama tediri kaum Anshar, kaum Muhajirin dan
Yahudi, yang kemudian merupakan foundasi suatu sistem pemerintahan Islam yang lebih
luas.
Seperti yang telah kita ketahui, Islam tidak dapat dipisahkan dari politik karena ajaran
Islam mengatur berbagai aspek kehidupan manusia dari yang sekecil-kecilnya, sampai
kepada tingkat yang paling besar sekalipun, termasuk kepada persoalan politik dan
ketatanegaraan. Politik mulai tampak sejak Muhammad SAW hijrah ke Madinah tahun
622 M. dalam Islam tidak ada pemisahan antara agama dan dunia (The Relegious and
The Seculer), hal ini berbeda dari agama Kristen yang memisahkan antara Gereja dan
dunia (The Church and The World).21 Maka, peristiwa hijrah Nabi ke Yatsrib (Madinah)
merupakan peristiwa bersejarah permulaan bedirinya pranata sosial dan politik dalam
sejarah perkembangan Islam. Di Madinah, Nabi bukan saja pemimpin keagamaan,
melainkan juga pemimpin pemerintahan. Masyarakat Madinah yang multi etnis dengan
keyakinan agama yang beragam. Dengan pluralitas komposisi masyarakat ternyata tidak
luput dari pengamatan nabi. Di salah satu sisi, pluralitas masyarakat dapat menimbulkan
konflik yang pada gilirannya akan mengancam integritas persatuan dan kesatuan
(mengancam integrasi bangsa). Sadar akan hal ini, Rasulullah segera mengambil inisiaitf
menetapkan Piagam Politik (Piagam Madinah).22 Perjanjian dengan komunitas Yahudi,
yang katakanlah dapat disebut sebagai contract social pertama di dalam sejarah umat
manusia, adalah untuk membina kesatuan hidup berbagai golongan warga Madinah.
Dalam Piagam tersebut dirumuskan kebebasan beragama, hubungan antar kelompok,
kewajiban mempertahankan kesatuan hidup dengan membangun tatanan hidup bersama
yang mantap dan riil dengan mengikutsertakan semua golongan sekalipun berbeda ras,
keturunan, golongan dan agama.23 Menurut Harun Nasution, Piagam Madinah tersebut
mengandung aturan pokok tata kehidupan bersama di Madinah, agar terbentuk kesatuan
hidup di antara seluruh penghuninya. Kesatuan hidup ini dipimpin oleh Muhammad
SAW sendiri. Kesepakatan contract social inilah yang menjadi dokumen konstitusi bagi
lahirnya negara yang berdaulat. Dengan demikian, di Madinah Nabi Muhammad bukan
hanya mengemban tugas-tugas keagamaan sebagai Rasulullah, melainkan juga sebagai
kepala Negara
H. Isi Piagam Madinah

11
1. Sesungguhnya mereka (kaum Muhajirin dari Makkah, kaum Anshat dari Madinah dan
kaum yang menggabungkan diri dengan mereka dalam wilayah Madinah) itu
merupakan satu umat, di antara komunitas masyarakat lain.
2. Kaum Muhajirin dari Quraisy tetap dalam kebiasaan mereka dalam bahu-membahu
membayar diyat (tebusan atas pembunuhan) di antara mereka dan mereka membayar
tebusan tawanan dengan cara baik dan adil di antara Mukminin.
3. Banu ‘Auf tetap dengan kebiasaan mereka dan bahu-membahu membayar diyat di
antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan
baik dan adil di antara kaum mukminin.
4. Banu Sa’idah tetap dengan kebiasaan mereka bahu-membahu membayar diyat di
antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan
baik dan adil di antara kaum mukminin.
5. Banu Al-Hars tetap dengan kebiasaan mereka bahu-membahu membayar diyat di
antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan
baik dan adil di antara mukminin.
6. Banu Jusyam tetap dengan kebiasaan mereka bahu-membahu membayar diyat di
antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan
baik dan adil di antara mukminin.
7. Banu An-Najjar tetap dengan kebiasaan mereka bahu-membahu membayar diyat di
antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan
baik dan adil di antara mukminin.
8. Banu ‘Amr bin ‘Awf tetap dengan kebiasaan mereka bahu-membahu membayar diyat
di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan
baik dan adil di antara mukminin.
9. Banu Al-Nabit tetap dengan kebiasaan mereka bahu-membahu membayar diyat di
antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan
baik dan adil di antara mukminin.
10. Banu Al-‘Aws tetap dengan kebiasaan mereka bahu-membahu membayar diyat di
antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan
baik dan adil di antara mukminin.
11. Sesungguhnya mukminin tidak boleh membiarkan orang lain dalam menanggung
beban yang berat dalam tebusan dan diyat diantara mereka tetapi membantunya
dengan baik dalam pembayaran tebusan atau diyat tersebut.

12
12. Seorang mukmin tidak diperbolehkan membuat menyalahi perjanjian yan telah dibuat
dengan mukmin lainnya tanpa persetujuan dari padanya.
13. Orang-orang mukmin yang taqwa harus menentang orang yang mencari atau
menuntut sesuatu secara zalim, atau bermaksud jahat, atau melakukan permusuhan
dan kerusakan di kalangan mukminin. Setiap orang harus bersatu dalam menentang
kedzaliman tersebut, sekalipun itu dilakukan oleh anak dari salah seorang di antara
mereka.
14. Seorang mukmin tidak boleh membunuh orang beriman lainnya untuk membantu
orang kafir. Tidak boleh pula orang beriman membantu orang kafir untuk
(membunuh) orang beriman.
15. Jaminan Allah itu satu untuk seluruh kaum. Jaminan (perlindungan) diberikan oleh
mereka yang dekat dalam hubungan kekarabatan. Sesungguhnya mukminin itu saling
membantu, dan tidak boleh bergantung kepada golongan yang lain.
16. Sesungguhnya orang yahudi yang mengikuti kita, mereka berhak mendapatkan
pertolongan dan bantuan, selama kaum Mukminin tidak terzalimi dan mereka
(yahudi) itu tidak melakukan permusuhan dengan mereka.
17. Perdamaian mukminin adalah satu. Seorang mukmin tidak boleh membuat
perdamaian tanpa ikut serta mukmin lainnya di dalam suatu peperangan di jalan
Allah, kecuali atas dasar kesamaan dan keadilan di antara mereka.
18. Setiap pasukan yang ikut berperang bersama kita, maka kita harus bahu-membahu dan
membantu satu sama lain.
19. Orang-orang mukmin itu membalas pembunuh mukmin lainnya dalam peperangan di
jalan Allah. Orang-orang beriman dan bertakwa berada pada petunjuk yang terbaik
dan lurus.
20. Orang musyrik Madinah dilarang memberikan perlindungan harta dan jiwa orang
musyrik Quraisy Makkah, dan tidak boleh ikut campur-tangan dalam perang melawan
orang beriman.
21. Barangsiapa yang membunuh orang beriman dan cukup bukti atas perbuatannya,
harus dihukum bunuh, kecuali wali terbunuh rela untuk menerima diyat. Segenap
orang beriman harus bersatu dalam menghukumnya.
22. Tidak dibenarkan orang mukmin yang mengakui piagam ini, untuk membantu
pembunuh dan memberi tempat kediaman kepadanya. Siapa yang memberi bantuan
dan menyediakan tempat tinggal bagi pelanggar itu, maka dia akan mendapat kutukan
dari Allah pada hari kiamat, dan tidak diterima dari padanya penyesalan dan tebusan.

13
23. Apabila kamu berselisih tentang sesuatu, penyelesaiannya dirujuk kepada ketentuan
Allah Taala dan keputusan Muhammad SAW.
24. Kaum yahudi bersama kaum muslimin diikutkan memikul biaya peperangan yang
terjadi dengan serangan musuh dari luar Madinah.
25. Kaum yahudi dari Bani ‘Awf adalah mempunyai hak yang sama kaum mukminin.
Bagi kaum Yahudi agama mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka.
Kebebasan beragama ini berlaku bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali
bagi yang zalim dan jahat sebab hal demikian akan merusak diri dan keluarga.
26. Kaum yahudi Banu Najjar diperlakukan sama seperti yahudi Banu ‘Awf.
27. Kaum yahudi Banu Hars diperlakukan sama seperti yahudi Banu ‘Awf.
28. Kaum yahudi Banu Sa’idah diperlakukan sama seperti yahudi Banu ‘Awf.
29. Kaum yahudi Banu Jusyam diperlakukan sama seperti yahudi Banu ‘Awf.
30. Kaum yahudi Banu Al-‘Aws diperlakukan sama seperti yahudi Banu ‘Awf.
31. Kaum yahudi Banu Sa’labah diperlakukan sama seperti yahudi Banu ‘Awf.
32. Kaum yahudi Banu Jafnah dari Sa’labah diperlakukan sama seperti yahudi Banu
‘Awf.
33. Kaum yahudi Banu Syutaibah diperlakukan sama seperti yahudi Banu ‘Awf.
34. Sekutu-sekutu Sa’labah diperlakukan sama seperti mereka (Banu Sa’labah).
35. Kerabat yahudi (di luar kota Madinah) sama seperti mereka (yahudi) dalam Madinah.
36. Tidak seorang pun dibenarkan untuk berperang, kecuali seizin Muhammad SAW. Ia
tidak boleh dihalangi seseorang untuk (menuntut pembalasan) akibat luka (yang
dibuat orang lain). Siapa berbuat jahat (membunuh), maka balasan kejahatan itu akan
menimpa diri dan keluarganya, kecuali jika ia teraniaya. Sesunggunya Allah sangat
membenarkan ketentuan ini.
37. Bagi kaum yahudi memiliki kewajiban untuk membayar biaya dan bagi kaum
muslimin ada kewajiban biaya. Mereka (yahudi dan muslimin) bantu membantu
dalam menghadapi musuh yang melanggar piagam ini. Mereka saling memberi saran
dan nasehat. Dan memenuhi janji. Seseorang tidak boleh menanggung hukuman
akibat (kesalahan) orang lain. Pembelaan diberikan kepada pihak yang teraniaya.
38. Kaum yahudi bersatu dengan kaum muslimin dalam menghadapi serangan luar.
39. Sesungguhnya Yatsrib itu tanahnya haram (suci) bagi warga yang mengikuti piagam
ini.
40. Orang yang mendapat jaminan (diperlakukan) seperti diri penjamin, sepanjang tidak
bertindak merugikan dan tidak khianat.

14
41. Tidak boleh jaminan diberikan kecuali seizin ahlinya.
42. Bila terjadi suatu peristiwa atau perselisihan di antara pendukung piagam ini, yang
dikhawatirkan dapat menimbulkan bahaya, maka urusannya diserahkan
penyelesaiannya menurut ketentuan Allah Azza Wa Jalla dan keputusan Muhammad
SAW. Sesungguhnya Allah paling memelihara dan memandang baik atas isi piagam
ini.
43. Sungguh tidak ada perlindungan bagi kaum kafir Quraisy Makkah dan juga bagi para
pendukung mereka.
44. Mereka (pendukung piagam) harus bahu-membahu dalam menghadapi penyerang
kota Yatsrib (Madinah).
45. Apabila mereka (pendukung piagam) diajak berdamai dan mereka (pihak lawan)
memenuhi perdamaian serta melaksankan perdamaian itu, maka perdamaian itu harus
dipatuhi. Jika mereka diajak berdamai seperti itu, kaum Mukminin wajib memenuhi
ajakan dan melaksanakan perdamaian itu, kecuali terhadap orang yang menyerang
agama. Setiap orang wajib melaksanakan (kewajiban) masing-masing sesuai tugasnya.
46. Kaum yahudi Al-‘Aws, sekutu dan diri mereka memiliki hak dan kewajiban seperti
kelompok lain pendukung piagam ini, dengan perlakuan yang baik dan penuh dari
semua pendukung piagam ini. Sesungguhnya kebaikan (kesetiaan) itu berbeda dari
kejahatan (pengkhianatan). Setiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya.
Sesungguhnya Allah paling membenarkan dan memandang baik isi piagam ini.
47. Sesungguhnya piagam ini tidak membela orang zalim dan khianat. Orang yang keluar
(bepergian) aman, dan orang berada di Madinah aman, kecuali orang yang zalim dan
khianat. Allah adalah penjamin orang yang berbuat baik dan takwa. Demikianlah isi
perjanjian, yang berasal dari Muhammad Rasulullah.

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Masyarakat madani merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip
moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan kestabilan
masyarakat akan berupa pemikiran seni, pelaksanaan pemerintahan yang
berdasarkan undang-undang dan bukan nafsu atau keinginan individu. Untuk
mewujudkan masyarakat madani dan agar terciptanya kesejahteraan umat maka kita
sebagai generasi penerus supaya dapat membuat suatu perubahan yang signifikan.
Selain itu, kita juga harus dapat menyesuaikan diri dengan apa yang sedang terjadi di

15
masyarakat sekarang ini. Agar di dalam kehidupan bermasyarakat kita tidak
ketinggalan berita. Adapun beberapa kesimpulan yang dapat saya ambil dari
pembahasan materi yang ada di bab II ialah bahwa di dalam mewujudkan
masyarakat madani dan kesejahteraan umat haruslah berpacu. Selain memahami apa
itu masyarakat madani kita juga harus melihat pada potensi manusia yang ada di
masyarakat, khususnya di Indonesia. Potensi yang ada di dalam diri manusia sangat
mendukung kita untuk mewujudkan masyarakat madani. Karena semakin besar
potensi yang dimiliki oleh seseorang dalam membangun agama Islam maka akan
semakin baik pula hasilnya. Begitu pula sebaliknya, apabila seseorang memiliki
potensi yang kurang di dalam membangun agamanya maka hasilnya pun tidak akan
memuaskan. Oleh karena itu, marilah kita berlomba-lomba dalam meningkatkan
potensi diri melalui latihan-latihan spiritual dan praktek-praktek di masyarakat.
B. SARAN
Melalui makalah ini saya berharap semoga pembahasan mengenai Masyarakat
Madani, sedikit banyaknya dapat dipahami oleh pembaca, selain itu Saya sebagai
penulis mohon ma’af apabila masih terdapat kesalahan-kesalahan dalam penyusunan
makalah ini, untuk itu saya mengharapkan kritikan dan saran dari pembaca, untuk
kesempurnaan dari makalah saya ini.

16
DAFTAR PUSTAKA

Elvina, Inggrid. 2014. Makalah Masyarakat Masyarakat Madani,(online).


(http://ingridelvina.blog.uns.ac.id/2014/10/27/makalah-masyarakatmadani/.
Diunduh pada Rabu, 16 Desember 2015)
Safitri, Dewi. 2015. Makalah Masyarakat Masyarakat Madani (online).
(http://dewi13202036.blogspot.co.id/2015/04/makalah-masyarakat-
madani_27.html. Diunduh pada Rabu, 16 Desember 2015)

17

Anda mungkin juga menyukai